Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan salah satu kota Metropolitan di dunia memiliki peran strategis sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan perekonomian nasional serta tempat bermukim dan bertemunya beragam penduduk dari berbagai suku bangsa, ras dan agama. Pesatnya pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya telah meningkatkan kebutuhan akan lahan perkotaan di Jakarta terutama untuk menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan aksesibilitas bagi warga kotanya dan para migran perkotaan yang datang mencari penghidupan. Untuk mengatasi kebutuhan lahan perkotaan, sejak tahun 1992 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyusun konsep pengembangan Pantai Utara Jakarta (Pantura) sebagai kawasan reklamasi yang menghubungkan wilayah daratan dan laut di bagian utara kota Jakarta. Pantai Utara Jakarta adalah kawasan strategis yang berada di Provinsi DKI Jakarta seperti dinyatakan dalam dua rencana tata ruang berikut ini: 1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur menetapkan Pantura sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional. 2. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, menetapkan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam rangka mencapai visi dan misi penataan ruang Provinsi DKI Jakarta yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 maka diperlukan suatu rencana detail tata ruang
untuk Kawasan
Strategis Pantura yang mendukung pelaksanaan program penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang komprehensif. Rencana detail tata ruang diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pembangunan dan
1-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pemanfataan ruang di Kawasan Strategis Pantura serta pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah harus disertai dengan penyusunan naskah akademik sebagai landasan teoritis dan kajian pemikiran ilmiah terkait substansi yang disusun. Naskah akademis penyusunan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura disusun berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 14 ayat (3) yang menyebutkan bahwa rencana rinci tata ruang termasuk di dalamnya adalah Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kabupaten yang selanjutnya ditetapkan sebagai peraturan daerah, sebagaimana tertuang pada pasal 27 ayat (1). Secara keseluruhan, naskah akademis ini merekomendasikan perlunya penyusunan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai pedoman perencanaan pembangunan, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang hingga tanhun 2030. Peraturan ini perlu segera ditetapkan sebagai bagian penting dalam rangka mewujudkan visi Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera.
1.2. Identifikasi Masalah Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari arah laut, dengan berbagai aktivitas masyarakat dan pembangunan yang sangat beragam, termasuk objek-objek vital yang ada di kawasan tersebut. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, khususnya yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini memberi efek pada peraturan di 1-2
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
tingkat daerah, khususnya yang terkait dengan penataan kawasan Pantura Jakarta, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan ulang (penataan ruang) kawasan Pantura Jakarta yang mencakup pulau reklamasi dan revitalisasi daratan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Pasal 10 Ayat 1, kawasan strategis provinsi perlu ditetapkan melalui suatu peraturan daerah dan oleh karenanya Kawasan Pantura Jakarta sebagai salah satu kawasan strategis provinsi sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 perlu disusun landasan hukumnya dalam bentuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai revisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995. Berbagai permasalahan penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta antara lain: 1.
Permasalahan Fisik Lingkungan antara lain: kualitas air tanah yang tercemar; sedimentasi dan pencemaran air sungai dan waduk; amblesan dan penurunan tanah; banjir dan rob: erosi pantai/abrasi dan hilangnya kawasan-kawasan lingkungan.
2.
Permasalahan Sosial Budaya antara lain: pertumbuhan penduduk yang pesat dan tumbuhnya permukiman yang tidak terkendali; rendahnya kualitas sumberdaya manusia; rendahnya penduduk yang bekerja dan masih tingginya pekerjaan di sektor informal; masih adanya kawasan permukiman kumuh di sepanjang pesisir pantai; dan tingkat kriminalitas dan gangguan keamanan.
3.
Permasalahan Ekonomi dan Sarana-Prasarana antara lain: angka kemiskinan yang tinggi dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat; terbatasnya cakupan pelayanan air bersih; belum adanya sistem pengendalian banjir yang struktural (tanggul laut dan sistem polder untuk mengatasi banjir dan rob); jaringan drainase yang tidak terawat; cakupan pelayanan jaringan limbah yang terbatas; prasarana pengelolaan sampah yang tidak memadai dan tingkat pelayanan jalan yang semakin menurun.
4.
Permasalahan Hukum Kelembagaan antara lain: belum adanya revisi dari peraturan perundangan sebagai dasar dalam pengembangan Pantura Jakarta; dan Tim care taker sebagai pengganti BP Pantura tidak dapat melaksanaka tugasnya dengan optimal. 1-3
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
1.3. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dicantumkan bahwa setiap pembentukan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota disertai dengan adanya keterangan atau penjelasan yang biasa disebut dengan naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Perauran Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Sesuai dengan definisi diatas, naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta bertujuan untuk: 1. Melakukan penelitian dan kajian atas permasalahan dalam pengembangan kawasan strategis Pantura Jakarta dan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut; 2. Merumuskan permasalahan hukum dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan Pantura Jakarta sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum dan atau solusi; 3. Merumuskan
pertimbangan
atau
landasan
filosofis,
sosiologis,
yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantura Jakarta; 4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantura Jakarta. Kegunaan dari naskah akademik ini
adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana rinci tata ruang kawasan strategis Pantura Jakarta.
1-4
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
1.4. Metode Penyusunan Naskah Akademik Metoda yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah metode yuridis empiris atau dikenal juga dengan penelitian sosiolegal dan metoda yuridis normatif yang dilakukan melalui studi pustaka untuk menelaah data sekunder berupa peraturan perundangan, hasil penelitian dan referensi lainnya. Penelitian sosiolegal dilakukan dengan menelaah kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundangan yang sudah ada secara normatif dilanjutkan dengan observasi mendalam untuk mendapatkan data terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Metoda ini dilandasi konsep hukum yang menyatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang berlandaskan juga pada kenyataan yang ada di masyarakat, tidak saja ditentukan berdasarkan kehendak pemerintah. Dalam hal ini pemahaman mengenai gambaran kondisi pada kawasan strategis Pantai Utara Jakarta yang menjadi lokus hukum yang diteliti menjadi sangat penting. Metode yuridis normatif dilakukan dengan melakukan kajian pustaka terhadap peraturan perundangan terkait penataan ruang, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintahan daerah, lingkungan hidup dan pembangunan perkotaan, serta kajian terhadap hasil penelitian dan referensi terkait lainnya. Proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta meliputi tiga tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Identifikasi Permasalahan Tahap ini adalah tahap awal penyusunan naskah akademik dimulai dengan identifikasi
permasalahan
yang
dihadapi
pemangku
kepentingan,
baik
permasalahan hukum maupun permasalah non hukum terkait penataan ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta. Identifikasi permasalahan dilakukan melalui metode kajian pustaka dan diskusi kelompok terbatas. 2. Tahap Penyusunan Naskah Akademik Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan dan kajian terhadap peraturan perundang-undangan, tahap selanjutnya adalah penyusunan naskah akademik sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang Nomot 12 Tahun 2011 tentang 1-5
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Naskah akademik sangat diperlukan dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. 3. Tahap Konsultasi Pada tahap ini dilakukan konsultasi sebagai salah satu cara untuk melaksanakan partisipasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Proses konsultasi ini merupakan upaya untuk menyampaikan materi Rancangan Peraturan Daerah kepada semua pemangku kepentingan agar memperoleh masukan dan saran penyempurnaan sehingga penataan ruang kawasan strategis Pantura Jakarta dapat dilaksanakan secara optimal.
1-6
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2.1.
Kajian Teoritis
2.1.1. Konsep Pengembangan Wilayah Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan
dasar-dasar
pemahaman
teoritis
dengan
pengalaman-
pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah. 2-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putraputra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya
alam
akan
mampu
mempercepat
pengembangan
wilayah.
Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kotakota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misalnya antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilaksanakan pada awal tahun 2000 memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam mengelola pembangunan wilayahnya. Peran pemerintah pusat lebih kepada menciptakan kebijakan yang memampukan dan kondusif bagi pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan pembangunan daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, hampir semua peraturan perundangundangan mengalami perubabahan disesuaikan dengan konteks otonomi dan desentralisasi daerah. Dalam hal penataan ruang ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sebagai pengganti undang-undang sebelumnya. Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka secara
2-2
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. 2.1.2. Konsep Penataan Ruang Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui penyelenggaraan
penataan ruang yang terdiri dari 4 (empat) proses utama, yakni : a. Pengaturan,
upaya
pembentukan
landasan
hukum
bagi
Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang. b. Pembinaan, upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oeh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. c. Pelaksanaan, upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemenfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. d. Pengawasan, upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasionalisasinya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
2-3
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Sedangkan sasaran penataan ruang adalah : a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap ingkungan akibat pemanfaatan ruang. Tabel 2 - 1 Keterkaitan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang Rencana Umum Tata Ruang
Rencana Rinci Tata Ruang RTR Pulau/Kepulauan
RTRW Nasional RTR Kawasan Strategis Nasional RTR Kawasan Strategis RTRW Provinsi
Provinsi
RTR Kawasan Strategis Kabupaten RTRW Kabupaten RDTR Wilayah Kabupaten
RTR Kawasan Metropolitan
RTR Kawasan Perkotaan dalam Wilayah Kabupaten RTR Bagian Wilayah Kota RTRW Kota RTR Kawasan Strategis Kota RDTR Wilayah Kota
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, 2-4
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
perencanaan tata ruang sebagai bagian pelaksanaan penataan ruang dilakukan untuk menghasilkan: a) rencana umum tata ruang , secara berhierarki terdiri dari RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, dan b) rencana rinci tata ruang, yang terdiri atas: RTR Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi dan RDTR Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota. Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. Rencana detail tata ruang dapat dijadikan dasar penyusunan peraturan zonasi. 2.1.3 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan sebagai hasil dari debat antara pendukung pembangunan dan pendukung pengelolaan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat sebagai interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Pembahasan mengenai konsep dan pendekatan, kesepakatan dan agenda pembangunan berkelanjutan, baik pada tingkat global, regional, negara, provinsi dan kota/kabupaten terus berlangsung sejak pencanangan awal dalam Konferensi PBB tentang Manusia dan Lingkungan di Stockholm pada tahun 1972. Di Indonesia, kesepakatan dan agenda pembangunan
berkelanjutan
yang
dibahas
dalam
berbagai
pertemuan
internasional telah mewarnai proses penyusunan kebijakan, rencana dan program yang dilakukan Pemerintah dalam empat dekade terakhir. Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan mulai tingkat nasional sampai tingkat daerah. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya (Budimanta, 2005) Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal interaksi, interelasi dan interpendensi. 2-5
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah terpeliharanya proses ekologi yang esensial, tersedianya sumber daya yang cukup, dan lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2006) Pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab – akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan ( sustainable). Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pernatian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan istribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosla dan kegiatan ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa kota dibandingkan desa memiliki kelebihan dalam hal kemampuan finansial dan ekonomi, kualitas manusia dan modal sosial. Kota sebagai pusat kegiatan perekonomian memiliki sumber pendapatan yang lebih dan dapat disalurkan untuk investasi di bidang pengelolaan lingkungan. Kota memiliki karakter yang berbeda dengan desa dan masing-masing kota memiliki ciri lingkungan yang spesifik sesuai fungsi dan perannya dalam sistem perkotaan yang tercermin pada kegiatan yang berlangsung di kota tersebut. Kegiatan yang berlangsung kota akan mempengaruhi kebutuhan sumberdaya alam seperti air, lahan, makanan dan lainnya. Sumber alam lain yaitu ruang, waktu, keanekaragaman hayati. Ruang memisahkan makhluk hidup dengan sumber bahan makanan yang dibutuhkan, jauh dekatnya jarak sumber makanan akan berpengaruh terhadap perkembangan populasi. Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan besaran yang berdiri sendiri. Hewan mamalia di padang pasir, pada 2-6
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
musim kering apabila persediaan air habis dilingkungannya, maka harus berpindah ke lokasi yang ada sumber airnya. Keanekaragaman juga merupakan sumberdaya alam. Semakin beragam jenis makanan suatu spesies semakin kurang bahayanya apabila menghadapi perubahan lingkungan yang dapat memusnahkan sumber makanannya. Sebaliknya suatu spesies yang hanya tergantung satu jenis makanan akan mudah terancam bahaya kelaparan Pembangunan kota yang berkelanjutan menurut Salim [1997] adalah suatu proses dinamis yang berlangsung secara terus – menerus, merupakan respon terhadap tekanan peruahan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Proses dan kebijakannya tidak sama pada setiap kota, tergantung pada kota – kotanya. Salah satu tantangan terbesar konsep tersebut saat ini adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya keberlanjutan sistem politik dan kelembagaan sampai pada strategi, program, dan kebijakan sehingga pembangunan kota yang berkelanjutan dapat terwujud. Menurut Budihardjo, E dan Sudjarto, DJ [2009], kota berkelanjutan didefinisikan sebagai kota yang dalam pengembangannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya masa kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Menurut Research
Triangle Institute, 1996 dalam Budihardjo, 2009 dalam mewujudkan kota berkelanjutan diperlukan beberapa prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E yaitu Environment (Ecology), Economy (Employment), Equity, Engagement dan
Energy. Seiring berkembangnya konsep kota berkelanjutan, berkembang pula konsepkonsep yang mendukung implementasi konsep keberlanjutan itu sendiri diantaranya adalah Green City, Self-Sufficient City, Zero-Waste City, Green
Transportation, Eco2City dan Resilient City. Pada dasarnya keenam konsep tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan saling melengkapi. 1. Green City 2-7
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Saat ini, lebih dari setengah populasi dunia tinggal dan berkegiatan di kawasan perkotaan. Pertumbuhan sebuah kota merupakan hal yang tidak terelakkan. Pertumbuhan
kota
akan
menumbuhkan
perekonomian
masyarakat
dan
meningkatkan standar kehidupan masyarakat kota, namun di sisi lain, pertumbuhan ini juga akan menyebabkan dampak lingkungan yang signifikan. Dalam sebuah publikasi Asian Development Bank bertajuk Green Cities (S. Chander, 2012), menyatakan bahwa kota-kota dunia menyumbang 70% emisi karbondioksida dari keseluruhan emisi dunia yang menyebabkan perubahan iklim. Oleh karena itu, muncul konsep Green City, dimana terdapat keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, konservasi lingkungan dan kesetaraan sosial.
Green City mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, didukung oleh sektor terkait dan selaras dengan perencanaan kota. Jika konsep Green City dapat dijalankan, maka di masa depan lingkungan kota yang sehat akan tercapai namun produktivitas dan lingkungan kompetitif dalam kota tetap terjaga. Dengan kata lain, kota hijau harus menyeimbangkan pertumbuhan dan pengembangan aspek lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan politik yang ada di dalam kota. Pada tahun 2009, The Economist Intelligence Unit mengadakan riset mengenai Indeks Kota Hijau Eropa (European Green City Index). Indeks ini mengukur kelangsungan lingkungan kota kota Eropa saat ini serta melakukan penilaian terhadap komitmen kota-kota tersebut dalam mengurangi dampak lingkungan dari visi dan tujuan kota. Indeks ini menilai kota dalam delapan kategori yaitu emisi CO 2, energi, bangunan, transportasi, penyediaan air, pengolahan sampah dan penggunaan lahan, kualitas udara dan pemerintahan yang sadar lingkungan. Dalam riset tersebut ditemukan bahwa ada tiga hal yang harus diterapkan untuk melaksanakan konsep Green City yaitu: 1. Meningkatkan pemerintahan yang peka terhadap lingkungan (environmental governance) untuk memastikan perkembangan yang terjadi sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan
2-8
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2. Menggunakan teknologi tinggi yang dapat menurunkan kerusakan lingkungan 3. Memotivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota yang berkelanjutan (Economist Intelligence Unit, 2009).
Green World City, salah satu organisasi yang bergerak dalam pengembangan kota berkelanjutan khususnya dalam pengembangan kebijakan kota, menyatakan:
Terdapat 10 (sepuluh) komponen yang harus terintegrasi untuk membangun kota hijau yaitu pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, bangunan ramah lingkungan, energi terbarukan dan efisiensi energi, udara bersih, pengelolaan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi dan kesehatan, kebijakan terkait lingkungan, transportasi ramah lingkungan dan pengembangan ekonomi berbasis lingkungan (Green World Cities, 2015). Pengembangan konsep kota hijau memerlukan perencanaan yang matang dari segala aspek. Aspek lingkungan mendapatkan perhatian yang sama dengan aspekaspek lainnya. Dalam pengembangan konsep Green City, semua aktifitas perkotaan diharapkan dapat meminimalisasikan pengeluaran emisi karbon ke udara dan mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan hidup. Sejalan dengan publikasi Green World City, Asian Development Bank mengeluarkan sebuah publikasi bertajuk Green City. Dalam publikasi tersebut dijelaskan bahwa Green
City ada 6 tipe investasi yang harus disediakan untuk mencapai tujuan kota hijau dan memastikan kelangsungan lingkungan kota dalam jangka panjang yaitu, sistem transportasi rendah karbon, sektor industri ramah lingkungan, bangunan dengan pemakaian energi yang efisien, penghijauan dalam kota, infrastuktur yang ramah lingkungan dan tahan lama serta sistem intelijen yang berteknologi tinggi (Michael Lindfield and Florian Steinberg, 2012). 2. Self-sufficient City
Self-sufficient city merupakan sebuah konsep dimana sebuah kota dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya sendiri. Prinsip ini sangat terkai dengan ketahanan pangan dan penyediaan 2-9
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
kebutuhan energi baik yang digunakan langsung di permukiman masyarakat maupun yang digunakan oleh perkantoran maupun alat transportasi umum (www.dac.dk diambil pada tanggal 30 Maret 2015). Pengembangan self-sufficient
city akan sangat bergantung dengan teknologi yang tinggi dan relatif mahal. Dengan prinsip ini, kegiatan kota diharapkan dapat mengurangi emisi karbon dengan mengurangi jarak tempuh yang digunakan pengiriman bahan makanan atau kebutuhan sehari-hari lainnya serta dengan teknologi energi yang lebih ramah lingkungan. Prinsip ini dimulai dari unit terkecil sebuah kota yaitu Green building yang didefinisikan oleh GGGC (Governor’s Green Governor Council) sebagai bangunan yang konstruksi dan masa operasinya menjamin kelestarian lingkungan dengan tetap merepresentasikan penggunaan paling efisien dari tanah, air, energi, dan sumber daya. Sedangkan oleh Karolides didefinisikan sebagai pendekatan yang memiliki pendekatan holistik, mulai dari memprogram, merencanakan, mendesain, dan merekonstruksi bangunan dan tapak. Termasuk didalamnya adalah menghubungkan isu seperti perubahan iklim, atau penggunaan material, dan mengoptimalkan aspek-aspek tersebut supaya tidak merugikan lingkungan. Solusi optimumnya adalah meniru secara efektif sistem dan kondisi alam mulai dari tahap pra-pembangunan hingga pembangunan selesai. Kunci untuk mencapai tujuan dari desain green building meliputi : a. Mengurangi demand akan energi dan penggunaannya. b. Mengimprove kualitas udara dan lingkungan. c. Mengoptimalkan biaya operasi dan pemeliharaan dan memperpanjang masa kerja bangunan. d. Meminimalkan konsumsi air. e. Menggunakan sumber daya dan bahan baku secara efisien. f. Meminimalkan dampak pembangunan terhadap ekologi. g. Mengelola dan meminimalkan sampah dan limbah selama masa konstruksi. 3. Zero-Waste City
2-10
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Konsep Zero-Waste City merupakan konsep dimana setiap sampah dan sisa yang dikeluarkan atas aktivitas manusia dapat diolah kembali untuk menjadi sesuatu hal yang berguna. Penerapan konsep ini memerlukan teknologi tinggi yang dapat mengubah sampah menjadi suatu hal yang sangat berguna seperti energi kelistrikan tanpa menghasilkan sampah atau limbah lainnya. Secara singkat, zero
waste city merupakan suatu kota yang melakukan 100% recycle and recovery dari seluruh sumber daya material sampah dan limbah (Zaman, 2011). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Zaman (2011), terdapat 5 aspek utama yang paling penting dalam mentransformasi suatu kota menjadi zero waste city, yaitu terjangkau dari konteks ekonomi-sosial, dapat di-manage dari konteks sosio-politik, dapat diterapkan dari konteks politik-teknologi, efektif dan efisien dari konteks ekonomiteknologi, dan keseluruhannya harus memberikan dampak baik untuk kelestarian lingkungan. 4. Green Transportation Sistem transportasi yang ada saat ini bertumpu pada keberadaan bahan bakar fosil dengan tingkat emisi yang cukup tinggi. Sistem transportasi yang ramah lingkungan dapat menjadi satu alat untuk membangun kota yang berkelanjutan dengan pengintegrasian infrastruktur transportasi kota dan parameter tata guna lahan seperti skala kegiatan, intensitas pemanfaatan lahan, tipe pengembangan lahan sehingga dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan sektor transportasi. (Michael Lindfield and Florian Steinberg, 2012). Dalam penerapan green transportation, pembuat kebijakan harus memperhatikan 4 langkah yaitu menghubungkan dan mengintegrasikan perencanaan dan implementasi, pembangunan jalan arteri dan kolektor dikembangkan pada area pembangunan. menyusun desain dan panduan yang konsisten dengan kebutuhan dan
tujuan
penduduk,
temasuk
penduduk
berpendapatan
rendah
serta
menyediakan angkutan umum massal yang efisien dan ramah lingkungan. Alternatif lain adalah memberdayakan bersepeda dan berjalan kaki sebagai moda utama dalam berpindah. Contoh eksisting dapat dilihat di Kopenhagen, bahwa dengan moda berjalan kaki dan bersepeda dan mengurangi ketergantungan pada mobil 2-11
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pribadi telah membuat perbedaan besar dalam membuat Kopenhagen menjadi kota yang jauh lebih berkelanjutan daripada 20 tahun yang lalu. Pengembangan konsep Green Transportation sangat berkaitan dengan tata guna lahan yang berkelanjutan (sustainable land use) dapat dicapai dengan didukung oleh penyusunan kebijakan tata guna lahan yang baik, penyusunan dokumen rencana yang ramah lingkungan, penyediaan ruang terbuka hijau dan konservasi keanekaragaman hayati 5. Eco2 City Konsep Eco2 City merupakan konsep yang mensinergiskan hubungan antara
ecological city dan economic city. Eco2 city telah terbukti di beberapa negara baik maju maupun berkembang dapat meningkatkan keefisiensian sumber daya untuk kepentingan ekonomi sekaligus mengurangi tingkat polusi dan limbah. Dengan menerapkan konsep eco2 city, mereka telah mengimprove kualitas hidup masyarakatnya, meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi, memperkuat kapasitas fiskal, dan memberikan manfaat bagi kaum miskin perkotaan (World Bank,
2012).
Kota-kota
dengan
konsep
tersebut
lebih
tahan
terhadap
ketidakstabilan ekonomi dan lebih menarik untuk investasi dan bisnis.
Eco2 city merupakan pendekatan untuk pembangunan kota yang berkelanjutan, dengan berlandaskan terhadap 4 prinsip, yaitu : a. A city based approach, yang memungkinkan pemerintah lokal untuk memimpin proses pembangunan dengan memperhatikan kapasitas ekologi daerah mereka. b. An expanded platform for collaborative design and decision making , yang berfungsi untuk mengkoordinasikan dan mensinergiskan tindakan para
stakeholder kunci dalam kegiatan pembangunan. c. A one-system approach, yang mengintegrasikan dan menselaraskan kegiatan perencanaan, desain, dan manajemen sistem perkotaan. d. An investment framework that values sustainibility and resiliency , dengan mempertimbangkan analisis siklus hidup dan nilai dari semua aset modal
2-12
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
(manufaktur, alam, manusia, sosial) dan melakukan penilaian resiko dalam setiap pengambilan keputusan. 6. Resilient City Konsep resilient city muncul dalam menghadapi isu perubahan iklim dimana sebuah kota mampu menghindari atau bangkit kembali dari kejadian yang merugikan atau bencana besar yang terbentuk dari interaksi antara kerentanan dengan kapasitas adaptif (Grosvenor, tanpa tahun).
Kemampuan suatu kota untuk mendukung
kegiatan manusia dengan menghadapi berbagai ancaman seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan globalisasi sangat ditentukan oleh ketahanan (resilience) kota tersebut. Ketahanan suatu kota akan meningkat saat mereka memiliki kapasitas adaptif yang meningkat, dan menurun saat mereka semakin rentan. Menurut ICLEI (International Council for Local Environmental Initiatives),
resilient city adalah suatu kota yang mendukung pembangunan sistem ketahanan yang lebih besar untuk suatu kota, baik dalam kelembagaan, infrastruktur, ekonomi, dan sosial. Terdapat beberapa jenis kerentanan yang disebutkan oleh Grovernor, yaitu rentan terhadap iklim, lingkungan, sumber daya, infrastruktur, dan komunitas. Resilient city harus mampu untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap 5 hal tersebut, dan merespon secara dinamis terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk meningkatkan keberlanjutan jangka panjang. Sedangkan kapasitas adaktif memiliki lima kunci utama, yaitu pemerintahan, institusi, teknologi, sistem perencanaan, dan struktur perekonomian. Kelima hal tersebut merupakan kunci yang harus di-improve untuk meningkatkan performa dari resilient city. Berdasarkan sustainability.about.com, terdapat 11 prinsip dari desain resilient city, yaitu sebagai berikut. 1. Lingkungan resilient city perlu untuk meningkatkan kepadatan dan keragaman dari penggunaan lahan, pengguna, jenis bangunan, dan ruang terbuka.
2-13
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2. Lingkungan resilient city harus memprioritaskan berjalan kaki sebagai moda utama perjalanan, yang juga dapat menciptakan kualitas hidup individu yang baik. 3. Lingkungan resilient city membangun jalan yang berorientasi pada sistem transit. 4. Lingkungan resilient city memfokuskan konservasi energi dan sumber daya, meningkatkan dan menciptakan ruang yang kuat dan bersemangat, yang merupakan komponen signifikan dari struktur lingkungan dan identitas komunitas. 5. Lingkungan yang diciptakan harus menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan jarak maksimal 500 meter. 6. Lingkungan resilient city mengkonservasi dan meningkatkan kelestarian alam dan me-manage dampak dari perubahan iklim. 7. Lingkungan resilient city harus meningkatkan keefektifan dan keefisienan serta keamanan dari sistem dan proses industri, yang mencakup manufaktur, transportasi, komunikasi, dan konstruksi infrastruktur, serta mengurangi dampaknya terhadap lingkungan. 8. Resilient city memiliki sumber daya dan bahan baku yang mereka butuhkan dalam radius yang dekat, yaitu 200 kilometer. 9. Pembangunan resilient city membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh anggota komunitas. 10. Resilient city merencanakan dan mendesain suatu kota yang daya tahannya sepadan dengan tekanan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang meningkat terkait dengan dampak perubahan iklim dan kelangkaan minyak. 11. Resilient city membangun tipe bangunan dan bentuk kota yang merudiksi biaya pelayanan dan dampak terhadap lingkungan. 2.1.4 Konsep Pengembangan Wilayah Pesisir Berkelanjutan (Sustainable Coastal Zone
Development) Banyak peradaban berasal dan berkembang di wilayah perbatasan antara daratan dan perairan seperti wilayah pesisir dan wilayah delta. Biasanya daerah batas antara daratan dan perairan menjadi tempat yang memiliki daya tarik untuk 2-14
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
bermukim. bekerja, berwisata dan rekreasi, transportasi, sumberdaya air dan suplai makanan. Selain tu, wilayah tersebut menarik untuk pengembangan kawasan alam yang bernilai tinggi karena berada pada wilayah transisi dari kering ke basah, tempat mengumpulnya kalsium dan mineral, perbedaan iklim mikro dan ketinggian sehingga wilayah ini sangat kaya dengan keragaman spesies. Berdasarkan data pada awal abad 21, lebih dari 80 persen pusat-pusat pertumbuhan dunia berlokasi di wilayah perkotaan pesisir dengan kepadatan penduduk tinggi serta tantangan dan peluang yang sangat besar untuk menciptakan nilai tambah. Belanda adalah contoh yang baik sebagai negara yang terletak dibawah permukaan laut dan mampu memanfaatkan peluang dan tantangan untuk membangun ekonomi negaranya. Belanda membutuhkan ruang untuk bermukim, bekerja, rekreasi dan transportasi, namun pada saat bersamaan perlu memberikan perlindungan terhadap lansekap dan lingkungan alam wilayah pesisir dan delta yang terus mengalami perkembangan. Hal ini menimbulkan terjadinya konflik kebutuhan ruang dengan ketersediaan ruang yang sangat terbatas. Secara prinsip ada tiga solusi untuk mengatasi terbatasnya ruang yang tersedia yaitu: a. membuat penggunaan ruang yang lebih baik dan efisien, misalnya mulai memanfaatkan ruang udara dan bawah tanah serta
mendaur ulang
penggunanan ruang untuk berbagai fungsi b. menggunakan ruang di wilayah hinterland yang ada c. pilihan memanfaatkan wilayah laut dan daratan secara terintegrasi
Pilihan menggunakan wilayah laut sebagai daratan merupakan kemungkinan yang unik untuk pemanfaatan beragam fungsi. Pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan adalah instrumen penting untuk memberikan jawaban terhadap kelangkaan ruang dan pada saat bersamaan memberikan peluang untuk meningkatkan sumber daya air yang meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya ancaman bencana akibat dampak perubahan iklim dimana kenaikan 2-15
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
muka air laut dan kejadian iklim estrem terus meningkat, pendekatan ini merupakan salah satu instrument penting untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan sosial-ekonomi wilayah. Pilihan pemanfaataan ruang laut sebagai wilayah daratan dikembangkan berdasarkan dua prinsip utama yaitu: kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (integrated coastal policy) dan membangun dengan memperhatikan alam (building with nature). Kebijakan pengelolaan pesisir terpadu melihat berbagai masalah yang terjadi dari berbagai dimensi dan keterkaitannya dengan sistem yang lebih luas. Pendekatan terpadu dan berkelanjutan dilakukan dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi, sosial dan lingkungan wilayah pesisir yang memiliki beragam fungsi seperti: keamanan, lingkungan, alam, lansekap, sumberdaya air, energi, pertanian, perikanan, pertambahanan, konstruksi, infrastuktur, transportasi, pendidikan, penelitian, kesehatan dan lain-lain. Prinsip membangun dengan memperhatikan alam semaksimal mungkin diterapkan terutama dalam pembangunan pada kawasan baru hasil reklamasi pantai. Prinsip ini pada dasarnya memadukan antara reklamasi lahan di laut dan pengelolaan air di wilayah daratan, dengan memanfaatkan material dan memperhatikan interaksi alam dan nilai yang dikandungnya serta geo-morfologi dan geo-hidrologi pantai dan wilayah laut.
2.1.5. Konsep Pengembangan Waterfront City Terdapat beberapa definisi dari para ahli mengenai waterfront. Giovinazzi (2008) dalam studinya mengenai Waterfront Planning mendefinisikan urban waterfront sebagai tempat yang padat dengan karakter beragam dimana sumber daya, peluang, aspirasi, dan ambisi dari kota tersebut ditransformasikan menjadi visi, strategi, proyek, yang dapat menciptakan bentuk baru dari suatu kota dan menciptakan lansekap baru yang membuat suatu kota semakin komunikatif dan kompetitif. Sedangkan Shaziman (dalam Timur, 2013) mengidentifikasi waterfront city sebagai batas fisik dari air di area perkotaan, dimana badan air tersebut dapat berupaa sungai, danau, laut, atau kanal. 2-16
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Wrenn (dalam Nissa, 2007) mendefinisikan waterfront city sebagai "interface
between land and water". Interface tersebut mengandung pengertian adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan antara daratan dan perairan. Kegiatan inilah yang membedakan waterfront city dengan kawasan pesisir biasa yang dibiarkan pasif tanpa kegiatan utama. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa waterfront city adalah suatu area perkotaan yang berbatasan dengan air atau yang memiliki kontak fisik dan visual dengan air laut, sungai, danau dan badan air lainnya, yang dibangun dengan tujuan untuk memunculkan sifat lain dari perkotaan yang berbeda dengan kota non pesisir. Konsep ini lahir pada mulanya lahir karena pemikiran bahwa kotakota di pesisir mengalami tekanan yang berat sehingga rentan terjadinya pencemaran dan kekumuhan. Tema merupakan hal terpenting dalam proses pengembangan waterfront city. Dengan tema, suatu pembangunan daerah tepian air akan mempunyai kekhasan yang spesifik yang akan membedakan waterfront city dengan lokasi lainnya. Tema tersebut akan mampu mengontrol analisis kebutuhan ruang di masa depan serta material yang dipergunakan. Pengembangan fungsi waterfront city dengan tema tertentu telah dilakukan di berbagai negara maju dan berkembang, seperti kawasan bisnis di London, Inggris, kawasan hunian di Port Grimoud, Perancis, dan kawasan komersil dan pariwisata di Venice, Italia.
2-17
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 2 - 1 Pengembangan Waterfront City
Sumber:
Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting yang mendasari keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989 dalam Tangkuman, 2011). a. Faktor geografis merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Yang termasuk faktor geografis adalah: -
Kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang- surut, serta kualitas airnya.
-
Kondisi
lahan,
ukuran,
konfigurasi,
daya
dukung
tanah,
serta
kepemilikannya. -
Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.
b. Konteks perkotaan merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan
waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah : 2-18
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
-
Pemakai, baik yang tinggal, bekerja atau hanya berwisata di kawasan
waterfront. -
Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.
-
Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi didalamnya.
-
Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material, vegetasi, atau kegiatan yang khas.
Berdasarkan hasil Global Conference on the Urban Future, dihasilkan 10 prinsip untuk membangun waterfront city yang sustainable, yaitu sebagai berikut. 1. Pembangunan harus senantiasa mengamankan kualitas air dan lingkungan. 2. Waterfront yang dibangun tetap terintegrasi dengan sistem perkotaan eksisting. 3. Karakter dari waterfront city harus memperhatikan sejarah kawasan. 4. Pembangunan kawasan mixed use harus diprioritaskan dalam waterfront city. 5. Kawasan waterfront city harus menyediakan akses untuk publik. 6. Sistem public private partnership untuk mempercepat proses pembangunan untuk meningkatkan keefektifan. 7. Partisipasi publik merupakan elemen dari keberlanjutan waterfront city
sehingga partisipasi publik yang aktif diperlukan dalam pembangunan dan pengelolaan waterfront city. 8. Waterfront city merupakan proyek jangka panjang yang akan melibatkan lebih dari satu generasi dengan karakter yang berbeda, sehingga pembangunannya harus selalu dinamis terhadap perubahan karakter tersebut. 9. Revitalisasi akan terus berlanjut selama pembangunan dalam jangka waktu yang panjang, rencana yang dibuat harus fleksibel. 10. Waterfront city merupakan proyek yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai ahli dari berbagai disiplin sehingga diperlukan kerjasama dari berbagai stakeholders
2-19
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2.1.6 .Pendekatan Penyusunan Rencana Pola Ruang Pendekatan penyusunan pola ruang menggunakan empat konsep dasar, yaitu konsep
neighborhood
unit,
transit-oriented
development
(TOD),
urban
sustainability, dan sense of place. 1) Neighborhood Unit Konsep pengembangan pola ruang neighborhood unit, merupakan konsep di mana semua pergerakan aktivitas penduduknya diharapkan dapat dilakukan dalam skala lingkungan yang kecil sehingga dapat mengurangi pergerakan yang masif. Konsep ini tepat untuk diterapkan pada zona perumahan. Ciri-ciri dari neighborhood unit ini antara lain: a) Social integrity, yaitu terbentuknya integritas sosial antar penduduk, yaitu adanya kebersamaan, rasa tempat, identity, unity, sense of belonging. b) Sharing system, merupakan dasar dari kesatuan (unity): c) Tempat tinggal bersama (common residences) d) Penggunaan pelayanan bersama e) Perhatian terhadap kejadian di lingkungan dan mau membela kepentingan bersama f)
Pelayanan lingkungan yang dioperasikan sendiri (self operated neighborhood
services), misalnya sampah, siskamling, dll. Catatan: (NU untuk desentralisasi pelayanan + pengurangan transport) g) Bertetangga, berkembang dalam waktu yang lama dengan bersosialisasi melalui tukar, pinjam, bantu, tukar info, persahabatan. h) Pemerintahan, skala lingkungan RT/RW. i)
Swasembada (self-containment), minimum pelayanan sehari-hari dalam jarak dekat.
Pada konsep ini, pengembangan jaringan jalan mengikuti fungsi kegiatan, contohnya kegiatan primer akan dilayani oleh jalan primer baik arteri maupun kolektor, begitu pula dengan kegiatan sekunder akan dilayani oleh jalan sekunder, dan seterusnya.
2) Transit-Oriented Development (TOD) 2-20
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Jacobson (2009) dalam bukunya American TODs, Good Practices for Urban Design in Transit-Oriented Development Projects menjabarkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan berkonsep
Transit Oriented
Development. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mampu menyadari dan memfasilitasi perencanaan pengembangan suatu kawasan agar memperoleh hasil maksimal dalam waktu dan tahapan berkala. 2. Melibatkan partisipasi dan kerjasama berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat setempat sebagai faktor koreksi dan pelengkap perencanaan pengembangan. 3. Memprogram ruang agar dapat digunakan untuk kegiatan yang tepat pada saat yang tepat, dengan optimalisasi waktu penggunaan. 4. Menjaga citra penampilan kawasan sebagai fasilitas umum dengan melakukan perawatan secara berkala. 5. Mempertimbangkan skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan pengguna sebagai pokok dalam penciptaan ruang yang baik 6. Menarik orang-orang yang bergerak dengan perantara ruang publik sebagai ruang pengumpul melalui fasilitas transportasi. 7. Mengutamakan faktor keselamatan sebagai fundamental bagi keberhasilan ruang publik, termasuk tempat transit dengan keragaman penggunanya. 8. Mengoptimalkan variasi dan kompleksitas fungsi lahan dan jenis kegiatan yang terjadi sehingga memberikan perasaan positif bagi penggunanya dan memperkuat karakter suatu tempat. 9. Membuat hubungan antar ruang kota yang terintegrasi dengan baik dan saling mendukung antara tempat transit dengan kawasan. 10. Menghidupkan kembali jalur-jalur pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki senyaman mungkin, tersinergi dengan rencana perkotaan. 11. Mengintegrasikan fungsi-fungsi kawasan transit dan fasilitas transit dengan pola perencanaan kota agar saling bersinergi. 12. Memperhatikan pergerakan kendaraan pribadi dan areal parkir demi mendukung fungsi kawasan transit secara optimal.
2-21
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Di sisi lain, Calthrope (1994) juga menjabarkan beberapa prinsip pengembangan kawasan berbasiskan transit, yaitu: 1. Pengorganisasian pertumbuhan berskala regional agar menjadi lingkungan kompak yang berorientasi transit 2. Penyediaan keragaman fungsi, kepadatan, dan variasi tipe hunian 3. Penciptaan ruang-ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan aktivitas lingkungan 4. Penciptaan jaringan jalan ramah pejalan kaki yang memiliki aksesibilitas tinggi dan luas ke berbagai sudut 5. Penempatan fasilitas komersial, perumahan, perkantoran, parkir, dan fasilitas publik lain dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari perhentian transit 6. Perlindungan habitat dan ruang-ruang terbuka alami 7. Mendorong terciptanya infiltrasi dan peremajaan daerah di sekitar koridor transit dan lingkungannya Agar konsep Transit Oriented Development (TOD) berjalan, orientasi kepada pemakai atau populasi yang dilayani penting untuk diperhatikan. Besaran kepadatan populasi menurut Calthorpe (The New Urbanism, 1993) adalah kurang lebih 2000 rumah; 93.000 m2 ruang komersial ruang terbuka, sekolah, dan fasilitas umum terletak dalam jangkauan 350 meter berjalan kaki dari stasiun atau terminal dan pusat komersial atau kira-kira meliputi 48 Hektar. Diperkirakan kepadatan minimal tiap titik transit 160 jiwa/hektar atau 10-15 unit per 0.4 Hektar (Calthorpe, 1993 dan Katz, 1994). Ukuran dari TOD ditentukan melalui radius rata-ratanya. Radius rata-rata 600 meter diperlukan untuk membentuk suatu jarak nyaman bagi pejalan kaki (10 menit berjalan). Kawasan TOD harus diletakkan berdekatan dengan jalan yang memiliki rute bus terbesar ke berbagai tujuan. Cukupnya aksesibilitas kendaraan sangat diperlukan untuk memudahkan akomodasi penghuni menuju lokasi perhentian transit.
2-22
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 2 - 2 Urban Transit dengan mixed-use di Suatu Kawasan (kiri); Pengembangan di Sepanjang Alur Transit (kanan) Sumber: Hasil Observasi
Populasi TOD tidak hanya dilayani oleh titik transit, melainkan dalam arti lebih luas dengan pelayanan jaringan sehingga dapat bekerja di bagian lain tanpa ada kendala waktu perjalanan. Waktu perjalanan maksimal adalah 1 jam perjalanan dengan selang waktu di bawah 5 menit yang menjadi ketentuan minimal pelayanan TOD. Struktur utama TOD adalah penataan kawasan menggunakan pola radial dengan node yang merupakan pusat lingkungan yang difokuskan pada fungsi campuran dengan pusat komersial, fungsi publik, dan perhentian transit sebagai pusat orientasi. Dengan pola radial, jarak dan waktu tempuh menuju pusat akan menjadi lebih singkat. Area yang mengelilingi TOD disebut sebagai secondary area yang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan rendah.Transit Oriented
Development memiliki beberapa konsep: 1.
Urban Transit Oriented Development: TOD dengan konsep ini dilokasikan di dekat jaringan transportasi kota tingkat pertama, umumnya berupa kereta atau jalur bus ekspres. Urban TOD berlokasi pada jaringan jalan yang tersibuk dari suatu jaringan lalu lintas, sehingga dikembangkan dengan intensitas komersial yang tinggi dengan kepadatan hunian sedang. Konsep TOD ini cocok dengan daerah yang bersifat pembangkit lingkungan kerja (job-generating).T OD menyediakan akses langsung untuk tiap penumpang pada jalur transportasi utama tanpa perlu berganti kendaraan dengan radius sekitar 1.25-2.5 km dari stasiun.
2.
Neighborhood Transit Oriented Development: Berlokasi sekitar jaringan transit kota tingkat lingkungan, yaitu jalur bus lokal dengan jangkauan tempuh transit 200 meter (tidak lebih 10 menit). Lingkungan yang dilayani oleh neighborhood 2-23
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
TOD ini adalah lingkungan yang mempunyai daerah pemukiman berkepadatan sedang/rendah yang dilengkapi oleh toko-toko yang berorientasi pada pasar lokal berupa yang dilengkapi fungsi retail, hiburan, area umum, rekreasi dan pelayanan berskala lingkungan. Dalam pengembangannya, kawasan yang menggunakan konsep Transit Oriented Development harus memiliki beberapa struktur dan fungsi guna lahan yang menjadi area pengembangan dalam mendukung fasilitas transit, yaitu: 1. Fungsi publik. Fungsi publik diperlukan untuk melayani penduduk/residen dan para pekerja di kawasan TOD dan daerah-daerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dan plasa kecil harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Lokasinya berada dalam jarak terdekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2. Pusat area komersial. Inti perniagaan di pusat setiap TOD adalah hal esensial karena memungkinkan sebagian besar penduduk dan pekerja berjalan atau mengendarai sepeda bagi banyak barang-barang dan pelayanan dasar. Pengguna transit memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih singkat serta dapat menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal. Area komersial inti juga menyediakan destination (tempat tujuan) mixed
use yang membuat pengguna transit menggunakan perhentian transit bila dikombinasikan dengan peluang-peluang retail, pelayanan/jasa, perkantoran, mall, dan tempat pertemuan. Pusat area komersial ini juga dialokasikan dalam jangkauan 5 menit berjalan kaki. 3. Area permukiman. Berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan variasi tipe permukiman, termasuk single family housing, town house,
condominium, dan apartment. 4. Area sekunder. Berdekatan dengan TOD, berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan 2-24
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dari fungsi single family housing, sekolah umum, taman komunitas, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan parkir. 5. Fungsi-fungsi lain yang secara ekstensif bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder Titik transit dilihat sebagai awalan maupun akhiran dalam pergerakan. Pengaturan letak fasilitas transit menjadi faktor penting karena titik transit berperan sebagai titik temu dari berbagai jenis angkutan yang erat kaitannya dengan penataan distribusi kegiatan yang ada dalam kawasan yang memiliki peruntukkan campuran, agar tercapai keseimbangan sirkulasi dan intensitas yang merata baik untuk sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki (Barnett, 1982). Dikaitkan dengan sistem tautan, titik transit merupakan daerah tujuan sebagai titik awal pergerakan kawasan. Yang perlu diperhatikan dalam penataan adalah: a. Lokasi jalur transit. Memiliki potensi untuk ditingkatkan kepadatannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Pada jalur tersebut harus disediakan lahan yang memadai untuk TOD yang dapat melayani akses ke jalur tersebut. Sebaiknya berada pada jalur transit moda transportasi atau rute kendaraan umum dengan waktu transit (frekuensi perjalanan) 10 menit. b. Lokasi perhentian transit. Lokasi perhentian transit terletak pada jalur transit utama yang direncanakan atau pada lokasi yang dilewati feeder bus dalam jarak 10 menit dari halte ke jalan utama. Jaringan jalan utama yang dilewati oleh sistem transit cepat lainnya seperti kereta api ekspress, bus ekspress dengan
tenggang
waktu
pelayanan
antara
15
menit
dari
setiap
pemberangkatannya. Harus tersedia ROW yang resmi dari masing-masing jenis alat transportasi dengan tujuan memastikan waktu pemberangkatan dan jalur transit yang bebas hambatan. c. Fasilitas perhentian transit. Berupa tempat untuk transit yang berfungsi mengakomodasi pelayanan naik turunnya penumpang, kedatangan dan keberangkatan moda, tempat tejadinya transfer penumpang dari satu moda 2-25
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
ke moda lainnya, serta tempat pertemuan intermoda (angkot, kendaraan pribadi, ojek, becak, pejalan kaki). Kebutuhan kawasan permukiman di sekitarnya dilayani oleh fasilitas pada skala pelayanan stasiun seperti fungsi sirkulasi dan parkir, fasilitas umum, serta fasilitas sosial. Perhentian transit harus menyediakan halte untuk pedestrian, fasilitas untuk penumpang, dan fasilitas yang diperlukan oleh pengantar jemput. d. Akses menuju perhentian transit. Jalan-jalan menuju ke perhentian transit harus direncanakan agar fasilitas pedestrian yang menyebrangi jalan menuju perhentian transit menjadi aman dan nyaman. Area parkir dan area turunnya penumpang dari mobil dan bus berdekatan dengan stasiun dan pedestrian. Dalam merencanakan jaringan jalan, aksesibilitas ke perhentian transit harus menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kuantitas masyarakat yang memakai fasilitas transit. Penempatan persimpangan jalan dan tanda-tanda harus mudah dikenali untuk mempercepat akses ke perhentian transit. e. Jalan dan sistem sirkulasi. Lebar jalan, kecepatan kendaraan dan banyaknya jalur jalan harus diminimkan dengan tetap memikirkan faktor keselamatan. Jalannya didesain dengan kecepatan 15 mil/jam atau lebih kurang 37 km/jam. Lebar jalur yang direkomendasikan adalah sekitar 24m yang terdiri dari jalan mobil, pedestrian, dan jalur sepeda dengan penghijauan. Mempersempit lebar jalan akan memperlambat arus kendaraan sehingga diharapkan pengemudi akan lebih berhati-hati dan tingkat kecelakaan dapat ditekan seminim mungkin. Pemakaian lahan untuk jalan yang lebih minim akan membantu lebih tersedianya lahan untuk landscaping, jalan sepeda, dan parkir di jalan.
3) Urban Sustainability Konteks sustainability atau berkelanjutan pada suatu kota merupakan arah yang diupayakan untuk menyokong kebutuhan manusia dan mendorong pemenuhan kebutuhan secara kontinu pada level yang lebih baik, dimana lingkungan binaan mendukung pengembangan personal dan lingkungan (Hill, 1992). Selain itu, pemahaman lain akan keberlanjutan adalah sebuah evolusi lingkungan, ekonomi dan sosial yang kontinu. Perkotaan dalam pembangunan yang berkelanjutan merupakan hal yang signifikan karena kota merupakan satu-satunya tempat dimana 2-26
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
penduduk, modal, dan sumber daya berada dalam sinergi yang dinamis. Terkait dengannya, integrasi dan keseimbangan kebijakan merupakan hal krusial yang membutuhkan dukungan dari penduduknya (Mega, 2008). Konsep kota berkelanjutan memiliki prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan untuk melihat pembangunan kota yang menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan. Terkait dengan bentuk kota, kota yang kompak (compact city) di negara-negara maju dianggap sebagai suatu ciri kota yang berkelanjutan yang ditunjukkan dengan intensifikasi aktivitas di pusat kota, pembangunan dengan penambahan pada struktur yang telah ada, kombinasi fungsi-fungsi setiap bagian wilayah kota, penyediaan dan penyebaran fasilitas, dan pembangunan dengan kepadatan tinggi. Oleh sebab itu, urban compactness dapat dijadikan salah satu indikator keberlanjutan kota. Selain itu, urban compactness ini tidak lepas dari hubungannya terhadap transportasi. Konsep compact city yang menuju kota berkelanjutan juga akan menuju ke transportasi yang berkelanjutan. Menurut Mountain Association for Community Economic Development (MACED), isu sustainabilitas terbatas pada tiga aspek, yaitu: 1. Ekonomi - ketahanan ekonomi suatu kota dalam menghadapi permasalahan ekonomi masa kini dan masa depan, dimana manajemen kota harus menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan melakukan pembiayaan keberlangsungan kotanya menggunakan pendapatan dari kotanya sendiri. 2. Ekologi - perlunya melestarikan aset-aset alam untuk dapat dirasakan manfaatnya secara menerus. 3. Ekuitas - perlunya ketersediaan kesempatan yang memadai bagi berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan kotanya, baik dari kesempatan berekonomi, ataupun membuat kebijakan sosial. Dari
aspek
tersebut
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
untuk
mencapai
pengembangan kawasan yang berkelanjutan, maka sebuah kawasan harus meminimalisasi
penggunaan
sumber
daya
tak
terbarukan,
pengarahan
penggunaan pada sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumber daya buatan
2-27
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
manusia
dan
memperhatikan
keberlanjutan
kualitas
lingkungan
dengan
memperhatikan penyerapan limbah lokal dan global. Prinsip berkelanjutan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (United Nations World Commission on Environment and Development, 1987) terutama relasi antara aspek lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi dalam kerangka pembangunan perkotaan. Ditambahkan oleh Hallmarks of a Sustainable City (CABE 2009) kota yang merespon perubahan iklim dapat membantu menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi, seperti kelangkaan bahan bakar, kepadatan lalu lintas, dan membawa kualitas hidup yang lebih baik. Secara lebih detail, manfaat perkotaan yang berkelanjutan dapat dilihat dari bermacam aspek, namun yang utama terdiri dari 3 aspek yaitu: 1. Segi Lingkungan Perkotaan yang berkelanjutan dapat memfasilitasi kehidupan masyarakatnya dengan lingkungan yang sehat, sehingga tingkat kematian dapat
dikurangi,
dan
produktivitas
penduduk
meningkat,
menjaga
ketersediaannya ruang terbuka publik, mengurangi pemanasan global, memudahkan akses penduduk kota, mampu mendaur ulang energi kota dan memfasilitasi dengan baik penduduknya. 2. Segi Ekonomi Perkotaan yang berkelanjutan mampu menyediakan berbagai kesempatan bagi para pencari kerja, serta mampu menjadi landmark sebuah negara, sehingga menarik wisatawan asing untuk berinvestasi di kota ini. 3. Sisi Sosial Perkotaan yang berkelanjutan mampu mewadahi masyarakat merumuskan kebijakan baru dengan pemerintah untuk memajukan kotanya, sehingga dapat menjaga stabilitas sosial, selain itu mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya, sehingga memperkecil kesenjangan sosial.
4) Sense of Place Place (tempat) adalah Space (ruang) yang memiliki ciri khas tersendiri. Perbedaan antara keduanya menurut Roger Trancik (1986) adalah, keberadaan space muncul dari adanya determinasi fisik, dan sebuah space menjadi sebuah place jika terdapat
2-28
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
makna dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya. Makna tempat tersebut muncul dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di tempatnya. Place mengandung lokalitas kawasan tersebut. Faktor pembentuk
place terbagi menjadi dua, yakni man-made (buatan) dan natural (alami), atau bisa juga disebut lansekap dan pemukiman. Makna tempat (sense of place) merupakan kekuatan non fisik yang mampu membentuk kesan dalam sebuah tempat (Garnham,1985). Makna tempat tersebut dapat timbul oleh atribut-atribut sebagai berikut: 1. Aspek lingkungan alamiah dan buatan seperti bentuk lahan dan topografi, vegetasi, iklim dan air. 2. Ekspresi budaya (misal benteng, istana, masjid), wujud-wujud akibat sejarah sosial dan tempat sebagai artefak budaya; dan 3. Pengalaman sensoris, utamanya visual yang dihasilkan oleh interaksi budaya dengan bentang alam eksisting. Aspek lokal menjadi sesuatu yang sangat menonjol, apalagi jika mengandung keunikan yang tidak ada duanya di tempat lain. Place dapat berbentuk apa saja, antara lain berupa jalan (street), plaza (square), taman (park), pinggiran sungai (riverfront), jalan setapak (foothpath), trotoar (pedestrian). Karena ruang-ruang ini dimiliki oleh komunitas yang lebih luas, maka dinamakan Public Place atau ruang publik. Konsep place memberikan penekanan pada pentingnya sense of belonging atau rasa kepemilikan yang memunculkan ikatan emosional antara manusia terhadap tempat tersebut. Inilah kemudian yang memunculkan adanya sense of
identity atau sense of belonging terhadap kawasan. Menurut Crang, (1998) place menghadirkan pengalaman orang-orang pada masa lalu yang berlangsung terusmenerus sepanjang waktu. Rasa kepemilikan terhadap suatu tempat kemudian diekspresikan dalam bentuk perbedaan fisik atau keunikan yang
hadir saat
memasuki area tertentu.
2-29
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Sense of place yang diimplementasikan pada sebuah tempat akan menghadirkan kenyamanan, menjawab kebutuhan sosial serta terdapatnya arsitektur yang menarik. Menghadirkan sense of place pada suatu kawasan tidak cukup dengan menghadirkan karakter fisik pada kawasan tersebut, namun juga memperhatikan apakah lingkungan sekitar memiliki keunikan dan identitas yang khas, sesuatu yang merekatkan kita (manusia) dengan tempat sehingga muncul perasaan seolah kita sedang berada di rumah. Berikut adalah faktor yang turut berperan dalam menciptakan sense of place, antara lain: 1. Keistimewaan fisik dan tampilan, seperti struktur dan keindahan penampilan bangunan serta lingkungan. 2. Aktifitas dan fungsi lokal yang unik, menyangkut pula bagaimana interaksi antara manusia dan tempat, bangunan dan lingkungan, juga budaya masyarakat. 3. Makna atau simbolisme, yang menyangkut banyak aspek dan sangat kompleks, seperti wujud bangunan atau lingkungan yang muncul karena interaksinya dengan masyarakat atau karena aspek fungsional. Sedangkan komponen yang bersifat fisik yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah place menurut Davies (2000), adalah: 1. Context, posisi dalam hirarki pergerakan akan menentukan seberapa intensif ruang akan digunakan. 2. Kegiatan yang membatasi ruang, tata guna lahan di sekitarnya, luas tiap plotnya dan
tanda-tanda
kehidupan
diantara
batas-batas
bangunan
akan
mempengaruhi bagaimana daya tarik ruang tersebut. Batasan di tepi seringkali merupakan tempat yang paling populer di dalam ruang publik. 3. Kegiatan di dalam ruang yang dapat ditampung oleh suatu ruang sepanjang waktu di sepanjang tahun. 4. Iklim mikro, orang menginginkan tempat yang nyaman dari aliran angin dan memiliki prospek kenyamanan dari sinar matahari dengan perlindungan untuk cuaca terpanas. 5. Skala yang disesuaikan dengan fungsi ruang tersebut.
2-30
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
6. Proporsi, tingkat ketahanan ruang tersebut akan menentukan seberapa baik ruang bisa didefinisikan. Sense of place akan hilang jika tingkat ketahanan ruang berkurang. 7. Objek dalam ruang, pohon, perubahan ketinggian, dan public art menghadirkan
place di sekitar tempat-tempat berkumpul bagi orang banyak. Pada implementasi perancangan, pada dasarnya prinsip perancangan kawasan yang berbasis pada sense of place adalah bagaimana mengelola potensi kawasan, baik fisik, sosial, kesejarahan, hingga kultural, menjadi padu dengan karakter dan identitas kawasan tersebut. Prinsip perancangan kawasan berbasis pada sense of place akan menggiring terbentuknya kawasan yang unik dan menarik untuk menjadi destinasi. Secara umum, prinsip perancangan kawasan berdasarkan konsep place seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 2 - 3 Prinsip Perancangan berdasarkan Konsep Place
Sumber: Project for Public Places, 2003
Prinsip perancangan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menemukan karakter utama yang menjadi inti kawasan. Karakter dapat dibentuk dari kehidupan sosial, ekonomi, potensi alam hingga artefak-artefak
2-31
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
fisik yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Karakter hendaknya merupakan sesuatu yang khusus dan benar-benar menjadi pembeda antara kawasan tersebut dengan tempat lainnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada kawasan lama/bersejarah, tetapi juga kawasan dengan pengembangan baru. Dalam tahap ini, tim perencana/perancang menggali sedalam-dalamnya potensi lokal yang dimiliki oleh suatu tempat melalui kegiatan observasi. 2. Memikirkan bagaimana ruang-ruang urban yang diinginkan atau yang akan terbentuk nantinya. Ruang-ruang urban yang ada pada suatu tempat menjelaskan bagaimana karakter dari tempat tersebut, yaitu apakah ruang tersebut lebih berorientasi komersial ataukah privat, ataukah ditujukan khusus untuk golongan tersebut. Orientasi ruang-ruang urban muncul dari visi yang dirumuskan oleh tim perencana. Dengan menemukan orientasi tersebut, akan dapat direncanakan kemudian jenis dan tingkat aktifitas serta hal-hal lain yang dapat menunjang tumbuhnya aktifitas tersebut. 3. Mendefinisikan ruang urban melalui rancangan blok dan sempadan bangunan. Tujuan dari mendefinisikan ruang ini adalah untuk membentuk visual enclosure yang baik pada ruang urban. 4. Menciptakankan kekontrasan dan keberagaman fungsi maupun visual. Kekontrasan pada suatu lingkungan membuat suatu tempat menjadi lebih dikenali. Keberagaman dan kekontrasan suatu tempat yang ditata dengan baik akan memperjelas “titik awal”, “titik akhir”, di mana kekontrasan tersebut akan menjadi penekanan (emphasis) pada titik-titik yang dianggap khusus. 5. Pemandangan (view) dan vista. View dan vista berperan dalam menciptakan kesan bagi pengguna (manusia) melalui pengalaman visual. Contohnya adalah, koridor yang sempit dan tinggi akan mengundang rasa penasaran atau bahkan rasa enggan untuk masuk karena takut. 6. Jalan dan parkir. Struktur jalan sangat menentukan bagaimana aktifitas kawasan akan berlangsung. Pemilahan sirkulasi kendaraan dengan manusia serta penempatan lokasi parkir yang tepat akan membantu terciptanya jalur pejalan kaki yang nyaman, aman serta kondusif. 7. Menciptakan lansekap baru yang menarik. Lansekap merupakan elemen penting untuk menciptakan lingkungan yang menarik. Elemen lunak dari 2-32
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
tanaman akan membantu dalam menciptakan visual enclosure, kontinuitas dan berperan dalam menjaga iklim mikro lingkungan. Sedangkan hardscape berupa perkerasan jalan maupun pejalan kaki akan berperan dalam membentuk karakter lingkungan serta kaitan suatu tempat dengan tempat lain di kawasan tersebut secara visual. Aspek-aspek utama dalam menciptakan sebuah place dalam perancangan dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2 - 2 Aspek Perancangan Konsep Sense of Place
No. 1
Aspek Perancangan Fungsi dan Aktivitas
Indikator Orientasi kegiatan. Kegiatan yang menarik dan menciptakan area destinasi. Keberagaman fungsi dan aktifitas (mixed use
development). 2
Aksesibilitas dan tautan
Aksesibilitas yang baik dan terhubung dengan lingkungan sekitar, misal: walkways,
bicycleways, riverwalk, dll. Mudah dan menyenangkan untuk berjalan. Terhubung dengan transit moda. Kawasan terbuka secara visual. Ruang terbuka dalam kawasan terintegrasi satu sama lain, sehingga muncul kontinuitas yang baik. Memiliki sistem tata informasi yang efektif. 3
Kenyamanan
Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan sebagai peneduh dan penurun suhu mikro di kawasan. Jalur pedestrian yang menerus tidak terpotong oleh kendaraan
2-33
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
No.
Aspek Perancangan
Indikator Tersedia fasilitas penerangan yang memadai. Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata baik dan fungsional. Area parkir yang tersembunyi dari pandangan publik dan tidak menempati area yang bernilai tinggi. Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung Memiliki ruang terbuka publik (misal: taman, plaza, kebun bunga, dll) Memiliki beragam elemen bentang alam (landscape).
4
Sociability
Mengundang, interaktif, keramahtamahan, membanggakan, dan keberagamaan Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk bertemu, berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain.
5
Karakter, Identitas dan citra
Menggunakan potensi lokal sebagai penguat identitas kawasan Adanya aktivitas komersial yang partisipatif Memiliki identitas arsitektur Ruang publik dan ruang privat terdefinisi dengan jelas
6
Adaptibility
Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah
7
Pelayanan (servis)
Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk kantong-kantong parkir ilegal. Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik dan sebagainya. Sarana infrastruktur tersedia dengan memadai.
2-34
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
No. 8
Aspek Perancangan
Indikator
Daya tarik
Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street entertainment, untuk menghibur para pengunjung. Adanya landmark, public art maupun magnet kawasan berupa anchor tenant
Sumber :
2.2. Kajian Asas Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk peraturan perundang-undangan termasuk Perda, harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan yang baik yang sejalan dengan pendapat meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan; dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. Selain itu, materi muatan Peraturan Perundang-undangan diantaranya harus mencerminkan asas : a. Asas Pengayoman Yang dimaksud asas pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus
berfungsi
memberikan
pelindungan
untuk
menciptakan ketentraman masyarakat. Pembentukan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai pedoman teknis pembangunan Kawasan Strategis Pantai Utara supaya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan peraturan pelaksanaannya. b. Asas Kemanusiaan Yang dimaksud asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan
pelindungan
dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Hal ini sesuai dengan UU 26/2007 pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. 2-35
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
c.
Asas Kebangsaan Yang dimaksud asas kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta merupakan amanat UU 26/2007 pasal 1 ayat 5 bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara merupakan tahapan dari perencanaan tata ruang, yang pada UU 26/2007 pasal 1 ayat 13 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan terhadap Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dapat mengacu dengan perencanaan tata ruang yang dilakukan.
d. Asas Kekeluargaan Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Musyawarah mengenai pembangunan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta telah dilakukan melalui Focus Group Discussion dan sosialisasi terhadap masyarakat dan pemerintah daerah. e. Asas Kenusantaraan Yang dimaksud asas kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. f.
Asas Bhinneka Tunggal Ika
2-36
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Yang dimaksud asas bhineka tunggal ika adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini dilakukan dengan menganalisis karakteristik sosial budaya dan ekonomi dari masyarakat sebagai pertimbangan arahan pembangunan dari Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara. g. Asas Keadilan Yang dimaksud asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga Negara. h. Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. i.
Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian. Hal ini akan dituangkan dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta pada bagian peraturan zonasi, perizinan, insentif, dan disinsentif.
j.
Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan Negara.
Dalam pembentukan Perda tentang Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga harus menganut asas-asas penataan ruang yang tercantum dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Asas pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
2-37
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
1. Keterpaduan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan. Asas ini diterapkan dengan menjadikan UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai dasar pembentukan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Pembentukan Perda ini juga menselaraskan dengan peraturan RDTR Kota Jakarta serta berbagai peraturan perundangan yang berlaku. 2. Keserasian,
keselarasan
dan
keseimbangan
yaitu
penataan
ruang
diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang,
keselarasan
antara
kehidupan
manusia
dan
lingkungannya,
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. 3. Keberlanjutan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung serta daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Hal ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan urban sustainability pada pendekatan penyusunan pola ruang, serta penerapan konsep green city. 4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. Hal ini dilakukan dengan menerapkan konsep waterfront city. 5. Keterbukaan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akases yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. 6. Kebersamaan dan kemitraan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Hal ini dilakukan dengan metode kerjasama
antara
pemerintah
dan
swasta
dalam
pembangunan
dan
pengembangan pualu-pulau reklamasi di Pantai Utara Jakarta. 7. Perlindungan kepentingan umum yaitu, penataan ruang diselenggarkan dengan mengutamakan kepentingan masyarkat, sesuai dengan UU 26/2007 pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang sebesarbesar untuk kemakmuran rakyat. 2-38
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
8. Kepastian hukum dan keadilan, yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dak kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hokum. Kepastian hukum tersebut akan dijamin dengan adanya Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta peraturan perundangan di atasnya. 9. Akuntabilitas ruang yaitu penataan ruang dapat dipertangungjawabkan, baik proses pembiayaan, maupun hasilnya.
2.3.
Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan
2.3.1. Kawasan Reklamasi di Singapura Singapura adalah salah satu negara yang melakukan perluasan wilayah dengan menggunakan metode reklamasi pantai. Reklamasi di Singapura telah dilakukan sejak masa kolonian Inggris. Reklamasi skala besar dimulai pada pertengahan tahun 1960. Perkembangan kawasan komersial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan Pemerintah Singapura harus menyediakan lahan yang lebih besar untuk perkembangan negara ini ke depannya. Lahan hasil reklamasi pantai di Singapura sampai saat ini telah dimanfaatkan menjadi perluasan Changi Internasional Airport, perumahan tepi laut (Waterfront Residence), pengembangan kawasan CBD (Perkantoran, Perdagangan dan Jasa), pengembangan pelabuhan dan pengembangan pusat industri dan pergudangan. In 1960, sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan kemacetan di Kawasan Central, direkomendasikan untuk mereklamasi Nicoll Highway dan Collyer Quay. Penambahan lahan ini diharapkan akan menjadi kesempatan yang baik untuk perkembangan kota ke depannya. Marina Centre dan Marina South pada tahun 1971 hingga 1985. Selanjutnya di tahun 1980an dan 1990an, lahan tersebut menjadi tempat berdirinya fasilitas MICE, kawasan perdagangan dan jasa, hotelhotel bintang lima, shopping mall, dan perkantoran. Pada tahun 2014, Singapura
2-39
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
mengeluarkan rencana reklamasi lanjutan untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk yang meningkat. Berikut adalah konsep perencanaan tata guna lahan Singapura. Gambar 2 - 4 Master Plan Singapore
Sumber : Urban Redevelopment Authority, 2015
Singapura mempunyai 6 fokus pengembangan untuk mencapai visi Master Plan 2014, yaitu perumahan, ekonomi, ruang terbuka umum, transportasi dan identitas kota. 1. Pemerintah Singapura akan memmberikan pilihan-pilihan perumahan yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung dan nyaman untuk dihuni. Seiring dengan perkembangan wilayah di Singapura, kota-kota lama akan diremajakan 2. Pengembangan kesempatan ekonomi yang merata di setiap sudut Singapura. Akan ada pembangunan kawasan industri dan kawasan perdagangan dan jasa yang baru di wilayah utara, selatan, timur dan barat Singapura 3. Konservasi ruang terbuka hijau untuk rekreasi alam dan menyeimbang kehidupan masyarakat Singapura
2-40
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
4. Menjaga dan menrevitalisasi bangunan bersejarah dan membangunan ruang komunitas untuk mewadahi interaksi sosial. 5. Penambahan moda transportasi yang ramah lingkungan dan pada tahun 2030, 80% rumah berada dalam jarak 10 menit ke stasiun MRT. 6. Membangun ruang terbuka publik yang menarik dan dirancang dengan baik. Peruntukkan lahan di Singapura terdiri dari guna laha perumahan, industri dan perniagaan, taman dan reservasi alam, fasilitas umum dan sosial, utilitas, reservoir, infrastruktur transportasi darat, pelabuhan dan bandara, pertahanan keamanan dan lain-lain. Peruntukkan lahan di Singapura dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2 - 3 Rencana Tata Guna Lahan Singapura Land Use Housing Industry and Commerce Parks and Nature Reserves Community, Institution and Recreation Facilities Utilities Reservoir Land Transport Infrastructure Ports and Airports Defence Requirements Other Total
Planned Land Supply (ha) 2010
2013
10.000
13.000
(14%)
(17%)
9.700
12.800
(13%)
(17%)
5.700
7.250
(8%)
(9%)
5.400
5.500
(8%)
(7%)
1.850
2.600
(3%)
(3%)
3.700
3.700
(5%)
(5%)
8.300
9.700
(12%)
(13%)
2.200
4.400
(3%)
(6%)
13.300
14.800
(19%)
(19%)
10.000
2.800
(14%)
(4%)
71.000
76.600
(100%)
(100%)
Sumber : www.mnd.gov.sg, Website Kementerian Pembangunan Nasional Singapura, disitasi pada bulan Februari 2015 2-41
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2.3.2. Kawasan Reklamasi di Song Do, Korea Selatan Songdo terletak di pantai barat semenanjung Korea, di tepi sebelah timur laut Kuning, pada posisi yang nyaris berhadapan dengan kawasan reklamasi Cina, Cao Fe Dian, Tian Jin. Posisi ini strategis karena berada pada jalur sibuk dan zona pertumbuhan yang sedang berkembang, tidak hanya untuk Korea dan sekitarnya saja, akan tetapi kawasan Asia-Pasifik. Lokasi reklamasi ini berdampingan (dipisahkan oleh perairan teluk) dengan lokasi Bandara Inchion, salah satu bandara internasional di Korea Selatan, yang terus berbenah. Kawasan Kota Baru Songdo didesain dengan tujuan untuk menjadikan kawasan ini sebagai sebuah kota business hub dari Asia bagian Timur Laut. Projek ini diinisiasi oleh sektor publik, yaitu dari pemerintah Kota Incheon, dan pemerintah pusat Korea Selatan itu sendiri. Namun, pengembangannya melibatkan kerja sama sektor privat dari
pengembang
real-estate
dari
Amerika
dan
Korea
Selatan.
Projek
pembangunan Kota Baru Songdo ini diestimasi dapat menampung 65.000 penduduk dan 300.000 pekerja, didukung dengan 418 hektar kawasan perkantoran, 279 hektar kawasan perumahan, 93 hektar kawasan komersil, 46 hektar kawasan jasa perhotelan, 279 hektar ruang terbuka publik, dan 40 hektar taman.
2-42
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 2 - 5 Masterplan Kota Baru Songdo
Sumber: http://environmentmagazine.org
Kota Baru Songdo sudah meraih perhatian internasional sejak keikut sertaannya dalam Gale International pada tahun 2001, namun reklamasi daratan ini memang sudah dimulai sejak tahun 1994. Berbasis rencana reklamasi yang telah disusun pada tahun 1979, projek kota baru di Songdo sudah berlangsung sejak tahun 1980an dibawah perintah Daewoo, salah satu konglomerat di Korea. Mulainya konstruksi Bandara Internasional Incheon di tahun 1992, reklamasi seluas 1214 hektar untuk Songdo IT City atau Digital Valley sudah berlangsung. Namun, krisis finansial di Asia dan kemunduran International Monetary Fund memaksa proyek ini untuk ditunda, dan kemudian ditinggal dikarenakan bangkrutnya Daewoo. Perencanaan kawasan reklamasi di Kota Baru Songdo ini memiliki sasaran sebagai berikut:
Mengembangkan kota baru bertaraf internasional yang memiliki standar yang tinggi
2-43
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Mengelola proyek skala besar dan bertaham ini secara sukses dengan bantuan dari pihak ekspert dalam hal pengembangan
Mendorong
investor
dari
luar
untuk
berpartisipasi
dalam
proses
pengembangan
Menarik perusahaan international ke dalam Kota Baru Songdo untuk membantu pemasaran di lingkup internasional
Untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan penyewa dan untuk memasarkan proyek ini dengan sukses, terdapat dua konsep dalam pengembangan Kota Baru Songdo, yaitu konsep The Green City dan konsep The Ubiquitous City. 1) The Green City (Sustainability) Mengimplementasi teknologi hijau modern seperti sistem irigasi yang dapat didaur ulang, sistem elevator yang lebih hemat energi sebesar 75%, membuat kota ini menjadi salah satu kota terhijau di dunia. Kota Baru Songdo akan mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan berdasarkan kriteria seperti kepadatan, transit area, preservasi lingkungan, perumahan campuran, dan desain yang ramah pejalan kaki. 2) The Ubiquitous City (IT Test Bed) Mengutilisasi industri teknologi informatika yang ada di Korea Selatan merupakan salah satu strategi dari Kota Baru Songdo. Kota Baru Songdo akan menjadi suatu kawasan yang memiliki teknologi terdepan dan futuristik. Di dalamnya akan dipasang
wireless networks dan RFID yang akan
menghubungkan semua sistem informasi, mulai dari sistem pemanas gedung hingga setiap ponsel yang ada di dalamnya.
2-44
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 2 - 6 Kota Baru Songdo
Sumber: Dokumentasi http://queenbeetravels.wordpress.com, 2014
Hal-hal yang menonjol dari penyelenggaraan reklamasi di Korea Selatan ini adalah: 1. Reklamasi ini dilakukan dalam skala besar (sebagai Kota Baru) dengan berdasar pada perencanaan yang matang, sistematis, jelas pentahapan pembangunannya, informatif karena ditampilkan dalam bentuk maket. 2. Dukungan studi dari berbagai bidang kajian: sosial, ekonomi, budaya, teknis, lingkungan, dan lain-lain, agar tidak menimbulkan konflik berbagai kepentingan. 3. Pembangunan elemen-elemen pembentuk ruang yang memiliki daya tarik kuat diprioritaskan pembangunannya, seperti kawasan pelabuhan dengan fasilitasnya, jalan raya, jaringan listrik, jalur kereta api yang langsung ke Bandara internasional Incheon, apartemen, dan lain sebagainya. 4. Teknik
pelaksanaannya
terkesan
sederhana
dan
efisien,
karena
menggunakan sistem polder dan pengurugan menggunakan material berupa pasir dari perairan laut setempat. 5. Pemanfaatan ruang hasil reklamasi antara lain sebagai area perkantoran, pendidikan, industri, pelabuhan, permukiman penduduk dengan berbagai fasilitasnya.
2-45
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2.3.3. Kawasan Reklamasi di Hongkong Hongkong telah melakukan reklamasi sejak 1890 dalam proyek Praya Reclamation Scheme. Proyek reklamasi di Hong Kong di resmikan oleh pemerintah Hong Kong sejak tahun 1990-an. Proyek reklamasi ini pertama kali disinggung di strategi perecanaan tahun 1985 oleh pemerintah, yang kemudian dilanjutkan dengan feasibility study di tahun 1989. Kemudian proyek ini pun mendapatkan dukungan dari Land Development Policy Comittee. Wilayah reklamasi yang diajukan yaitu sepanjang tepi laut dari Sheung Wan hingga Causeway Bay. Tujuan dari proyek reklamasi ini adalah sebagai berikut:
memasok lahan untuk Stasiun Hong Kong dan terowongan yang diperpanjang untuk Airport Express;
menyediakan lahan untuk menghubungkan Central-Wan Chai Bypass dan Koridor Timur Pulau;
menyediakan lahan untuk menghubungkan Sha Tin dengan Central;
menyediakan lahan untuk koridor baru bagi MRT (North West Line);
meningkatkan mutu lingkungan yang ada di kepadatan penduduk Hong Kong dengan membentuk ruang-ruang terbuka publik di kawasan reklamasi; dan
mengintegrasi pengembangan area yang sudah ada.
2-46
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 2 - 7 Perkembangan Reklamasi di Hongkong Sumber : www.landsd.gov.hk/mapping, diakses 25 Februari 2015
Gambar di atas merupakan peta kawasan reklamasi yang ada di Hong Kong. Proyek reklamasi ini dibagi menjadi lima tahapan, yaitu sebagai berikut. 1. Central Phase I Reklamasi Central Tahap I melibatkan reklamasi seluas 20 hektar lahan, ditambah pembangunan kembali 6 hektar lahan di antara Rumsey Street dan Pedder Street untuk pembangunan Hong Kong Station of the Airport Express
Railway. Dalam tahap ini dibangun sebugah dermaga baru, sebagai kompensasi terhadap area yang terkena dampak reklamasi. Pekerjaan di tahap ini dimulai dari tahun 1992 dan diselesaikan pada bulan Juni 1998. Fase reklamasi ini merupakan bagian penting dari program pembangunan bandara. Setelah tahap ini selesai, garis pantai Central bertambah hingga 350 meter di luar garis pantai sebelumnya.
2-47
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
2. Central Phase II Reklamasi Central Tahap II mereklamasi seluas 5,3 hektar di bekas pangkalan angkatan laut di Tamar. Reklamasi lahan ini ditujukan untuk Situs Tamar, juga lima situs untuk pengembangan daerah komersil. Pekerjaan dimulai dari bulan Desember 1994 dan diselesaikan pada bulan September 1997. Kemudian lahan ini juga diajukan untuk pembangunan kompleks perumahan baru sebagai markas besar pemerintah dan dewan legislatif. 3. Central Phase III Reklamasi Central Tahap III melibatkan reklamasi untuk overrun dari lajur Airport Express, yaitu seperti North West Line (MRT), Central-Wan Chai Bypass, beberapa dermaga baru untuk Star Ferry, jaringan jalan, dan fasilitas umum lainnya. Rencana awal luas dari lahan reklamasi sebesar 32 hektar, namun karena ada oposisi publik maka lahan reklamasi dikurangi hingga sebesar 18 hektar. Fase ini direncanakan akan selesai pada tahun 2017. 4. Wan Chai Phase I Reklamasi Wan Chai Tahap I meliputi pembentukan sebuah pulau reklamasi baru seluas 7 hektar di sisi utara Hong Kong Convention Exhibition
Centre untuk mensuplai lahan untuk membangun ruang tambahan. Reklamasi ini berlangsung dari bulan Maret 1994 hingga bulan Juli 1997. 5. Wan Chai Phase II Reklamasi Wan Chai Tahap II terbentang sepanjang tepi air dari reklamasi Central Tahap III hingga Causeway Bay. Tahap ini untuk menyediakan lahan untuk pembangunan Central-Wan Chai Bypass dan Koridor Timur Pulau, dimulai dari tahun 2009 dan direncanakan akan selesai pada tahun 2017. Pada awalnya, Pemerintah Hongkong mengatakan bahwa reklamasi ini dilaksanakan untuk mengatasi ledakan jumlah penduduk di Kota Victoria. Namun pada kenyataannya, hampir lahan hasil reklamasi di kawasan The Central digunakan untuk perdagangan dan jasa.
Saat ini, lahan hasil reklamasi di
Hongkong dimanfaatkan untuk menjadi: a.
Kota-kota baru, seperti Tuen Mun, Tai Po, Sha Tin, Ma On Shan, West Kowloon, Kwun Tong dan Tseung Kwan O 2-48
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
b.
Hongkong Disneyland Resort Hongkong Disneyland Resort terdiri dari dari themepark, hotel, kawasan perdagangan, pusat kuliner dan fasilitas hiburan seluas 1,3 km2
c.
Hongkong International Airport Gambar 2 - 8 Victoria Harbour, Hong Kong
Sumber: Central and Wan Chai Reclamation Overview, 2010
2.4. Kajian terhadap Implikasi Penyelenggaraan Peraturan Daerah Jakarta merupakan ibukota Negara dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Pada tahun 1980 penduduk DKI Jakarta tercatat sebesar 6.5 juta dan 10 tahun kemudian sejak tahun 1990 hingga 2001 telah mencapai 8,25 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,4% per tahunnya. Dengan
memperhitungkan
penduduk imigran dan penglaju ke Jakarta maka jumlah penduduk Jakarta telah mencapai 9,2 juta jiwa pada tahun 2009, dan 10,09 juta jiwa pada tahun 2012. Selain pertumbuhan penduduk, Kota Jakarta juga mengalami pertumbuhan yang pesat dalam kegiatan perekonomiannya. 2-49
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Jakarta saat ini merupakan salah satu kota dunia di Kawasan Asia Pasifik, bersama dengan Tokyo, Seoul, Taipei, Hongkong, Manila, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapore. Kota-kota tersebut saling terhubung dan memegang peran cukup besar dalam perekonomian global, khususnya jasa keuangan, arus informasi, dan transaksi komoditas (Firman, 1998). Berdasarkan Simon (1995), tiga kriteria yang paling penting berhubungan dengan world cities diantaranya adalah: a)
keberadaan kompleks keuangan dan layanan canggih yang melayani pelanggan global dari badan internasional, perusahaan-perusahaan transnasional (TNC), pemerintah dan perusahaan nasional, dan LSM;
b)
pengembangan hub jaringan modal, informasi dan komunikasi internasional yang dapat merangkul TNC, IGOs, dan LSM
c)
Suatu kualitas hidup yang kondusif untuk menarik dan mempertahankan migran internasional yang terampil yaitu profesional, manajer, birokrat, dan diplomat. Dalam pengertian ini, kualitas hidup tidak hanya meliputi aspek fisik dan estetika lingkungan tetapi juga pertimbangan yang lebih luas seperti stabilitas ekonomi dan politik yang dirasakan, kosmopolitanisme, dan 'kehidupan budaya'.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, sebutan "kota di dunia," dapat dicapai hanya ketika sebuah kota metropolis besar secara bersamaan menjadi pusat keuangan internasional, kantor pusat perusahaan trans-nasional, memiliki keterkaitan bisnis tingkat tinggi, serta adanya arus dan pengolahan informasi dan telekomunikasi canggih (Muller 1997). Beberapa ciri kota dunia ini saat ini telah terlihat di Jakarta, yang menunjukkan bahwa Kota Jakarta merupakan salah satu kota dunia. Kegiatan perekonomian global salah satunya ditunjukkan dengan arus investasi asing yang masuk dan berputar di Jakarta. Suatu kota, khususnya kota dunia, merupakan pusat aktivitas perekonomian yang tidak hanya terpusat di central bussiness district (CBD) dalam kota tersebut, tapi juga dapat meluas ke daerah metropolitan dalam bentuk grid node kegiatan bisnis yang kompleks (Sassen 1995). Kota yang merupakan pusat aktivitas memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan daerah di sekitarnya, begitu juga dalam hal perekonomian global. Sebagai pusat perekonomian yang dapat mengartikulasikan ekonomi regional, 2-50
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
nasional, dan internasional, suatu kota dapat memperluas pengaruhnya ke daerah sekitar atau wilayah yang memiliki hubungan atau keterkaitan ekonomi (Friedmann 1995). Pada akhirnya, kegiatan perekonomian global seringkali tidak hanya terbentuk di pusat-pusat kota saja, tapi juga pada akhirnya meluas dan berdampak pada daerah
periphery atau daerah sekitarnya. Dalam negara semi-periphery, sebagian besar kota-kota dunia sekunder adalah ibu kota negara. Ibukota pada negara periphery yang umumnya adalah negara sedang berkembang seringkali merupakan kota dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Kota ini telah memiliki kawasan terbangun yang tinggi dan populasi yang cukup padat, dimana seringkali telah mengalami kejenuhan dalam pembangunan. Ketika kawasan inti kota ini telah dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat komersial yang menjadi pusat perkantoran kegiatan perekonomian global, banyak dilakukan pengembangan daerah pinggiran untuk dikembangkan sebagai fungsi perumahan mewah, maupun fungsi-fungsi lainnya seperti kawasan rekreasi, lapangan golf, taman industri untuk perusahaan asing, dan fungsi global baru seperti bandara internasional (Douglass 2000). Perkembangan kawasan perkotaan dan perubahan struktur pada kota global sebagai akibat dari globalisasi merupakan salah satu bentuk dampak globalisasi yang pada
akhirnya
membentuk
kawasan
suburban,
dimana
daerah
pinggiran
mengembangkan fungsinya sebagai daerah residensial. Fenomena yang terjadi di Jakarta saat ini ialah pertumbuhan kegiatan perekonomian global yang sudah meluas hingga ke kawasan pinggiran Jakarta, yaitu kawasan Metropolitan Jabodetabek. Pada RTRW DKI 2030, telah diatur bahwa untuk pemanfaatan dan pengelolaan kawasan industri dan pergudangan, dilakukan melalui penataan kawasan industri dan pergudangan yang terintegrasi dengan kawasan detabekpunjur; dan pembatasan pengembangan kawasan industri dan pergudangan hanya untuk jenis industri yang hemat penggunaan lahan, air, dan energi, tidak berpolusi, memperhatikan aspek lingkungan, dan menggunakan teknologi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri telah diarahkan untuk digeser ke kawasan pinggiran Jakarta. Selain kegiatan industri, kegiatan jasa skala internasional juga membutuhkan perluasan karena kawasan DKI Jakarta yang sudah terbangun dengan
2-51
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
masif. Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait transformasi Jakarta oleh Hudalah dan Firman (2012), wilayah regional jakarta telah mengalami perekembangan aktivitas perekonomian ke pinggiran kota atau yang biasa disebut juga sebagai fenomena postsuburbanisasi. Berdasarkan informasi yang dihitung dari data tahunan Biro Pusat Statistik (Biro Pusat Statistik, 2005) untuk tahun 1985-2005, dapat disimpulkan bahwa sektor tersier (keuangan, jasa dan sektor komersial) masih konsisten terkonsentrasi di Jakarta, namun demikian, pergeseran yang luar biasa bisa dilihat di sektor manufaktur (Hudalah and Firman 2012). Implikasi yang sangat nyata dari perkembangan Jakarta sebagai kota dunia, dan dari pertumbuhan penduduk yang cukup pesat adalah semakin besarnya kebutuhan ruang kota di DKI Jakarta, khususnya untuk kegiatan permukiman dan perdagangan jasa skala internasional. Secara fisik perkembangan Jakarta sejak empat dekade terakhir ini dicirikan dengan semakin besarnya wilayah terbangun kota, sebaliknya wilayah terbuka yang semula direncanakan sebagai wilayah konservasi kota juga semakin berkurang terutama di bagian wilayah pinggiran. Perkembangan ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk kota tersebut. Sementara itu luas wilayah DKI Jakarta yang mencakup 662 km2 yang merupakan hasil perluasan wilayah kota pada tahun 1972 masih tidak bertambah. Atas dasar kebutuhan ruang tersebut maka pada dekade 1990-an telah dipertimbangkan kemungkinan pembukaan wilayah daratan baru melalui teknologi pengembangan pulau reklamasi di wilayah pantai utara Jakarta. Berdasarkan kebutuhan ini maka dengan Keputusan Presiden 52/1995 telah ditetapkan suatu usaha reklamasi wilayah Pantai Utara Jakarta. Sehubungan dengan keadaan ini Jakarta telah mempersiapkan pemikiran berdasarkan dua kebijaksanaan pokok yaitu, (1) meningkatkan intensitas kemampuan pemanfaatan ruang/lahan termasuk usaha peremajaan kota, dan (2) kemungkinan untuk mengembangkan wilayah secara ekstensif dengan tetap memperhatikan kaidah pembangunan kota yang berkelanjutan. Konsepsi dasar inilah yang kemudian menjadi pemikiran Jakarta untuk mengembangkan wilayah Pantura Jakarta atau Pantai Utara Jakarta termasuk kawasan perairan lautnya. 2-52
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, dicantumkan bahwa kawasan pantai utara jakarta diarahkan untuk pengembangan pulau-pulau reklamasi yang berperan sebagai kawasan strategis provinsi. Dalam kawasan strategis pantura, salah satu sub kawasan yaitu sub kawasan tengah ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer dengan fungsi pusat perdagangan dan jasa skala internasional. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura. Dengan pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diharapkan dapat meningkatkan manfaat sumber daya lahan dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, pengembangan kawasan strategis pantura jakarta salah satunya diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan primer dengan kegiatan berskala internasional. Selain itu, pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menjadi ikon baru Jakarta dengan berbasiskan pengambangan waterfront city yang bersifat mandiri sebagai solusi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial bagi semua para pemangku kepentingan yang terlibat di Pantura Jakarta. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta juga diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta. Agar tidak membebani daratan Jakarta, kawasan ini harus diterapkan dengan konsep kota hijau yaitu kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kota Hijau dibentuk oleh tiga komponen, yaitu Green Community, Green Environment, dan Green Economy. Ketiga komponen tersebut dihubungkan oleh Green Infrastructure. Green Community merupakan hal yang pertama dibentuk dalam mewujudkan Green City berupa upaya peningkatan partisipasi aktif masyarakat atau komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan kota hijau. Green Environment merupakan upaya untuk meningkatkan
2-53
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
kualitas lingkungan melalui berbagai macam strategi untuk mewujudkan kota hijau. Konsep ini harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang memberikan batasan minimum luasan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru. Proporsi ruang tebuka hijau minimal memiliki luasan 30% dari luas pulau. Selain itu, untuk menunjang kualitas lingkungan tetap baik, perlu adanya penyediaan sarana prasarana utilitas seperti pengelolaan limbah domestik, penyediaan air bersih, dan penyediaan listrik) secara mandiri dan ramah lingkungan. Green Economy merupakan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi bersih dalam mewujudkan kota hijau. Dalam Peraturan Gubernur No. 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Rekmasi Pantura Jakarta ditetapkan bahwa jumlah penduduk maksimum Kawasan Strategis Pantura Jakarta di tahun 2030 tidak boleh melebihi 750.000. Hal ini ditetapkan agar kepadatan penduduk di dalam kawasan seimbang dengan daya dukung lahan reklamasi dan pelayanan umum dan sosial yang dapat disediakan di dalam lahan ini. Untuk menjaga agar jumlah penduduk kawasan ini tidak melampaui batas yang ditetapkan, maka perlu pengaturan mengenai tata guna lahan, batasan jenis kegiatan per sub zona dan batasan intensitas penggunaan lahan (KDB, KLB, KB, KTB, KDH). Dengan adanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta, diharapkan tercipta pula implikasi positif untuk masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Tersedianya ruang publik untuk masyarakat berupa pantai, sesuai yang dinyatakan dalam Perda RTR Kawasan Strategis Pantura bahwa seluruh pantai harus dapat diakses oleh publik. Pantai-pantai ini merupakan salah satu objek wisata baru yang dimiliki oleh masyarakat Jakarta yang dapat dikunjungi secara bebas, baik dari segi waktu maupun biaya. 2. Terciptanya wajah baru Kota Jakarta yang diharapkan dapat mensejajarkan Jakarta dengan kota-kota waterfront city di dunia. Diharapkan pula adanya perencanaan yang matang sejak awal akan menciptakan tingkat pelayanan yang lebih berkualitas. 3. Banyaknya lahan-lahan kosong di pulau hasil reklamasi diharapkan dapat mengundang dan mempertinggi tingkat investasi di Jakarta, yang akan berdampak 2-54
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pada pertumbuhan ekonomi Jakarta sehingga akan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Jakarta. 4. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, pengembangan kawasan strategis Pantura Jakarta salah satunya diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan primer dengan kegiatan berskala internasional. Banyaknya kegiatan baru merupakan potensi munculnya Pantura sebagai pusat pertumbuhan baru di Jakarta sehingga membuka kesempatan kerja baru untuk masyarakat. 5. Perlingdungan terhadap kawasan daratan Jakarta, sesuai yang dinyatakan dalam Perda Pantura bahwa pengembang memiliki kewajiban untuk membangun rusunawa dan rumah pompa yang bertujuan untuk pencegahan banjir di Jakarta sebagai bagian dari kontribusi reklamasi yang harus diberikan kepada pemerintah DKI Jakarta.
2-55
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PENATAAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA
3.1.
Keterkaitan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan Peraturan Perundangundangan Lainnya Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta terikat dengan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah dan Penataan Ruang di tingkat nasional dan regional. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden yang dijabarkan sebagai berikut.
3.1.1. Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah 1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 3.1.2. Peraturan Perundang-undangan tentang Reklamasi Pantai 1. Undang- Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor 17/PERMENKP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
3-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
3.1.3.
Peraturan Perundang-undangan tentang Penataan Ruang 1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 2. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak Dan Cianjur 3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Provinsi Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta 6. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. 7. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
3.2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Peraturan Perundang-Undangan Terkait 3.2.1. Peraturan Perundang-Undang tentang Pemerintah Daerah Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut ter-jaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan dimaksud meliputi politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Urusan
3-2
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pemerintahan konkuren, sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, meliputi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Selanjutnya dalam Pasal 12 disebutkan bahwa urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar terdiri atas 6 urusan yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan rakyat, kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, pelindungan masyarakat, dan sosial. Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu meliputi urusan tenaga kerja, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi dan UKM, penanaman modal, kepemudaan dan olah raga, statistic, persandian, kebudayaan, perpeustakaan dan kearsipan. Selain urusan wajib, terdapat urusan pemerintah pilihan yaitu hal0hal yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten/Kota. didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan prinsip tersebut, kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah urusan pemerintahan yanglokasinya lintas Daerak Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Dearha Kabupaten/Kota dan urusan pemerintahan yajng penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi. Urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi adalah sebagai berikut: 3-3
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
a) Pengelolaan sumber daya alam dan bangunan pengaman pantai pada wilayah sungai, lintas Kabupaten/Kota. b) Pengembangan dan [engelolaan system irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1000 ha – 3000 ha, dan daerah irigasi lintas Kabupaten/Kota. c) Pengelolaan dan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum lintas Daerah Kabupaten/Kota. d) Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional. e) Pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik regional. f)
Pengelolaan dan pengembangan system drainase yang terhubung langsung dengan sungai lintas Kabupaten/Kota.
g) Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis Provinsi h) Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis Daerah Provinsi. i)
Penyelenggaraah bangunan gedung untuk kepentingan strategis Daerah Provinsi.
j)
Penyelenggaraan penataan bvangunan danlingkungan di kawasan strategis Provinsi dan penataan bangunan dan lingkungannya lintas Kabupaten/Kota.
k) Penyelengaraan jalan provinsi. l)
Penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi.
m) Penyelenggaraan system informasi jasa konstruksi cakupan daerah provinsi. n) Penyelenggaraan penataan ruang daerah provinsi. Pemerintah
Provinsi
berhak
menetapkan
kebijakan
Daerah
untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah seperti yang disebutkan di atas. Dalam menetapkan kebijakan daerah tersebut, Pemerintah Daerah harus berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
3-4
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
3.2.2.Peraturan Perundang-Undangan tentang Reklamasi 3.2.2.1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan pelaksanaan reklamasi tidak mengalami perubahan sehingga pengaturannya masih sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007. Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga harus menyediakan sempadan pantai seperti yang tertera dalam Pasal 31 yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain. Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami, perlindungan pantai dari erosi atau abrasi, perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya, perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta, pengaturan akses publik, serta pengaturan untuk saluran air limbah. Dalam pasal 34 ayat (1) dijelaskan bahwa reklamasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan manfaat dan atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Pada ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi wajib untuk menjaga dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan antara kepentingan pemanfaaan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.
3-5
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
3.2.2.2. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur), pada pasal 72, mengatur bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Presiden ini maka hal-hal yang terkait dengan penataan ruang yang sebelumnya diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dinyatakan tidak berlaku lagi. Di luar penataan ruang itu, khususnya tentang kelembagaan penyelenggaraan reklamasi Keputusan Presiden Nomor 52 tahun1995 tersebut masih tetap berlaku. Peraturan tersebut antara lain menyatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk dapat terlaksananya reklamasi Pantura perlu dibentuk Badan Pengendali dan Badan Pelaksana. Pada Pasal 9 menyatakan bahwa Areal hasil reklamasi Pantura diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di samping itu penyelenggaraan Reklamasi Pantura wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan pantai berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-fungsi lain yang ada di Kawasan Pantura.
3.2.2.3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa perencanaan reklamasi dilakukan melalui kegiatan penentuan lokasi, penyusunan rencana induk, studi kelayakan dan penyusunan rancangan detail. Pasal 4 mengatur tentang penentuan lokasi yaitu penentuan
3-6
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
lokasi reklamasi dan lokasi sumber materian reklamasi. Penentuan kedua lokasi ini disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penentuan lokasi juga harus mempertimbangkan aspek teknis, aspek lingkungan hidup dan aspek sosial ekonomi seperti yang dijelaskan sebagai berikut. a. Aspek Teknis Aspek teknis yang harus diperhatikan dalam pelaksanan reklamasi meliputi hidro-oseanografi, hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi, dan/atau geoteknik. b. Aspek Lingkungan Hidup Pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan kondisi lingkungan hidup yang meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna darat, serta biota perairan. c.
Aspek Sosial Ekonomi Aspek sosial ekonomi yang dipertimbangkan meliputi demografi, akses publik dan potensi relokasi. Reklamasi harus memperhatikan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pendapatan, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan dan keagamaan baik di dalam wilayah reklamasi nantinya maupun di wilayah sekitarnya.
Tahapan kedua dalam perencanaan reklamasi adalah penyusunan rencana induk reklamasi. Rencana induk tersebut harus paling sedikit memuat rencana peruntukkan lahan reklamasi, kebutuhan fasilitas terkait dengan peruntukan reklamasi, tahapan pembangunan, rencana pengembangan dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana induk reklamasi ditegaskan dalam Pasal 11 yaitu: a. kajian lingkungan hidup strategis; b. kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, c.
Provinsi, Kabupaten/Kota; 3-7
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
d. sarana prasarana fisik di lahan reklamasi dan di sekitar e. lahan yang di reklamasi; f.
akses publik;
g. fasilitas umum; h. kondisi ekosistem pesisir; i.
kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;
j.
pranata sosial;
k.
aktivitas ekonomi;
l.
kependudukan;
m. kearifan lokal; dan n. daerah cagar budaya dan situs sejarah Studi kelayakan harus dilakukan dari segi teknis, ekonomi-finansial dan lingkungan hidup. Kelayakan teknis yang harus dipenuhi adalah kelayakan hidro-oseanografi, hidrologi, batrimetri, topografi, geomorfologi dan geoteknik. Secara ekonomifinansial, studi kelayakan yang harus dilakukan adalah kelayakan dari segi analisis rasio manfaat dan biaya, nilai bersih perolehan sekarang, dan tingkat bunga pengembalian, jangka waktu pengembalian investasi dan valuasi ekonomi lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 dijelaskan mengenai perizinan reklamasi. Untuk melaksanakan reklamasi, 2 (dua)izin harus terpenuhi yaitu izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang yang ingin melaksanakan reklamasi harus mengajukan permohonan kepada Menteri, Gubernur dan atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya masingmasing.
3-8
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
3.2.2.4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor 17/PERMENKP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan amanah Pasal 21 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2012. Izin Lokasi terdiri atas izin lokasi reklamasi dan izin lokasi sumber material reklamasi. Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi dikecualikan bagi reklamasi di: a. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah b. perairan terminal khusus; c. lokasi pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan d. kawasan hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan. Dalam peraturan menteri ini, diatur mengenai lokasi pengambilan sumber material. Sumber material dapat diambil di darat dan/atau laut dengan syarat tidak merusak kelestarian ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tidak mengakibatkan terjadinya erosi pantai, dan tidak mengganggu keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pengambilan sumber material tidak diperbolahkan dilakukan di pulau-pulau kecil terluar, kawasan konservasi perairan da konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, pulau kecil dengan luas kurang dari 100 (seraturs) hektar, kawasan terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Berdasarkan Pasal 6, penerbitan izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada perairan laut di luar kewenangan kabupaten/kota sampai dengan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai kea rah laut lepas dan/atau kea rah perairan kepulauan dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah provinsi merupakan kewenangan Gubernur. Selanjutnya dalam pasal 8 disebutkan bahwa izin lokasi reklamasi dengan luasan di atas 25 hektar harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri dan izin 3-9
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pelaksanaan rekomendasi dengan luasan di atas 500 (lima ratus) hektar harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Rekomendasi Menteri diterbitkan dengan mempertimbangkan Rekomendasi Menteri untuk izin lokasi, diterbitkan dengan mempertimbangkan: a. kesesuaian lokasi dengan RZWP-3-K atau RTRW provinsi, kabupaten/kota yang sudah mengalokasikan ruang untuk reklamasi; b. kondisi ekosistem pesisir; c.
akses publik; dan
d. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Sedangkan rekomendasi Menteri untuk izin pelaksanaan reklamasi, diterbitkan dengan mempertimbangkan: a. kajian dampak lingkungan sesuai Amdal; b. kondisi ekosistem pesisir; c.
akses publik;
d. penataan ruang kawasan reklamasi; dan e. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
3.2.3. Peraturan Perundang-Undangan tentang Penataan Ruang 3.2.3.1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ruang wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum dan
3-10
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik. Untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tak menimbulkan kesenjangan antar daerah. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang mendorong diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan
pemerintah
daerah provinsi
dalam penyelengggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 , meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi , Pemerintah Daerah Provinsi melaksanakan a. penetapan kawasan strategis provinsi b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi, dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi Selanjutnya pada Pasal 14 menyatakan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang dimana secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Rencana rinci tata ruang 3-11
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
terdiri atas rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dinyatakan bahwa rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapak blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum. Lingkup rencana tata ruang provinsi sesuai Pasal 15 undang-undang dimaksud di atas mencakup darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. Selanjutnya, muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan. Dalam rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi diatur 3-12
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
dengan peraturan menteri di mana rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk penataan ruang kawasan strategis provinsi. Selanjutnya, Pasal 24 mengatur bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi, dan ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang diatur dengan peraturan Menteri. Perencanaan tata ruang wilayah kota, rinciannya perlu ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Pasal 29 menyebutkan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat di mana proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik pada pasal 30 disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau diatur dengan peraturan Menteri. Pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi dilakukan dengan perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan budidaya
yang
dikendalikan
pengembangannya.
dan
Pelaksanaan
kawasan
budidaya
pembangunan
yang
dilaksanakan
didorong melalui 3-13
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pengembangan kawasan secara terpadu. Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang dan standar kualitas lingkungan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada Pasal 35 menyebutkan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. 3.2.3.2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki; dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya; dan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional. Kebijakan
pengembangan
kawasan
lindung
meliputi
pemeliharaan
dan
perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan
pengembangan
kawasan
budidaya
meliputi
perwujudan
dan
peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; dan
3-14
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kawasan
strategis
nasional
adalah
wilayah
yang
penataan
ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi pelestarian dan
peningkatan
fungsi
dan
daya
dukung
lingkungan
hidup
untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan dan keamanan; pertumbuhan ekonomi; sosial dan budaya; pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Berdasarkan Lampiran X Peraturan Pemerintah 26/2008 tentang Penetapan Kawasan Strategis Nasional No. 19 ditetapkan bahwa Kawasan Perkotaan Jabodetabek-punjur termasuk Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
3-15
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f.
berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional;
g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. 3.2.3.3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang, untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; serta ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. Selain penyusunan dan penetapan peraturan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
3-16
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk menyusun rencana tata ruang sesuai prosedur; menentukan rencana struktur ruang dan pola ruang yang berkualitas; dan menyediakan landasan spasial bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan kewilayahan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Kawasan strategis terdiri atas kawasan yang mempunyai nilai strategis yang meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Prosedur penetapan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi meliputi a. pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dari Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; b. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; c. persetujuan bersama rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi antara gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang didasarkan pada persetujuan substansi dari Menteri; d. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untuk di evaluasi; dan
3-17
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
e. penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi oleh gubernur. Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang. 3.2.3.4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur Peraturan Presiden 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur) merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah menetapkan Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Tujuan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk: a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan panataan ruang antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam mengelola kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta menanggulangi banjir; dan
3-18
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Gambar 3 - 1 Peta Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur sesuai Perpres 54/2008.
Sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan Jabodetabekjur sesuai dengan Peraturan Presiden ini adalah untuk : a. Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah daerah melalui sinkronisasi
pemanfaatan
kawasan
lindung
dan
budidaya
untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penduduk dan sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu dan kesepakatan anterdaerah untuk mengembangkan sektor prioritas dan kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama. b. Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna dengan ketentuan bahwa tingkat erosi tidak mengganggu, tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran dan tingkat pengaliran air 3-19
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
permukaan menjamin tercegahnya bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum, kualitas air menjamin kesehatan lingkungan, situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku dan sistem irigasi, pelestarian flora dan fauna menjamin pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan lingkungan. c. Tercapainya optimalisasi fungsi budidaya dengan ketentuan bahwa kegiatan budidaya tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam dan energi, kegiatan usaha pertanian berskala besar dan kecil menerapkan teknologi pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah, daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal, pengembangan kegiatan industri menunjang kegiatan ekonomi lainnya, kegiatan pariwisata tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta membuka kesempatan kerja dan berusaha yang optimal bagi penduduk setempat dalam kegiatan pariwisata, sehingga dapat meningkatkan pencemaran
kesejahteraan lingkungan
penduduk,
yang
serendah
dan
tingkat
rendahnya
gangguan
dari
kegiatan
transportasi, industri dan pemukiman melalui penerapan baku mutu lingkungan hidup. d. Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya. Peran dan fungsi penataan ruang kawasan jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggara pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan
masyarakat
(Pasal
3).
Penataan
ruang
kawasan
Jabodetabekpunjur memiliki fungsi sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan
yang
penyelenggaraan
terkait penataan
langsung ruang
ataupun
tidak
secara
terpadu
langsung di
dalam kawasan 3-20
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Jabodetabekpunjur, melalui kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 4). Kebijakan penataan ruang
kawasan
Jabodetabekpunjur
adalah
mewujudkan
keterpaduan
penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Rencana struktur ruang terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana. Sistem pusat permukiman merupakan hirarki pusat permukiman sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sistem jaringan prasarana meliputi sistem transportasi darat, laut dan udara, sistem penyediaan air baku,sistem pengelolaan air limabah, sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem drainase dan pengendalian banjir, sistem persampahan, sistem jaringan tenaga listrik dan sistem jaringan telekomunikasi yang direncanakan secara terpadu antardaerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat serta memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat pusat permukiman (Pasal 11). Rencana pola ruang terdiri atas rencana distribusi ruang untuk kawasan lindung dan kawaan budidaya. Ruang untuk kawasan lindung dikelompokan dalam Zona Non Budidaya (Zona Non Budidaya 1 disebut N1 dan Zona Budidaya disebut N2). Ruang untuk kawasan Budidaya dikelompokkan dalam Zona Budidaya (B) terdiri dari B1 sampai B7 dan Zona Penyangga (P) terdiri dari P1 sampai P5 (Pasal 11). Pengelolaan kawasan lindung (zona N) di mana N1 terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan dengan kemiringan 40%, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar danau/waduk/situ, kawasan sekitar mata air, rawa, kawasan pantai berhutan bakau dan kawasan rawan bencana alam geologi, pemanfaatan ruang zona N1 diarahkan untuk konservasi air dan tanah dalam rangka : a. Mencegah abrasi, erosi, amblesan, bencana banjir dan sedimentasi. b. Menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, air permukaan.
3-21
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
c. Mencegah dan/atau mengurangi dampak akibat bencana alam geologi. N2 terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan kawasan cagar budaya harus dapat menjaga fungsi lindung. Pemanfaatan ruang zona N dilaksanakan dengan cara mempertahankan dan menjaga fungsi zona N (Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27). Di kawasan sempadan pantai dilarang menyelenggarakan (a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan
umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut, (b)
pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian fungsi pantai, dan (c) pemanfaatan ruang yang mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai. Di kawasan pantai berhutan bakau dilarang melakukan perusakan hutan bakau dan/atau menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan/atau tempat berkembng biaknya berbagai biota laut di samping pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di sekitarnya (Pasal 30). Zona Penyangga (Zona P) menurut definisi pada ketentuan umum adalah zona pada kawasan budidaya di perairan laut yang karateristik pemanfaatan ruangnya ditetapkan untuk melindungi kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung berada di daratan dari kerawanan terhadap abrasi pantai dan instrusi air laut. Pemanfaatan Zona Penyangga atau Zona P diatur dengan ketentuan : a. Pemanfaatan ruang Zona P2 dilaksanakan melalui upaya penyelenggaraan reklamasi dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter b. sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan
kedalaman
laut
8
(delapan)
meter
dan
harus
mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat (2) huruf b)
3-22
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 3 - 2 Peta Zona P2 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan
c. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya-upaya yang diarahkan untuk : (a) menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. (b) penyelenggaraan
reklamasi
secara
bertahap
dengan
tetap
memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan
jarak
dapat
diminimalkan,
dan
harus
mempertimbangkan karateristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan; (Pasal 42 Ayat 3).
3-23
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 3 - 3 Peta Zona P3 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan
(c) Pemanfaatan ruang Zona P5 dilaksanakan dengan (a) menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan (b) penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurangkurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8 (delapan) meter, dan harus mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat 5).
3-24
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar 3 - 4 Peta Zona P5 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan
3.2.3.5. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012. Visi dan misi pembangunan daerah di Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
aman,
nyaman,
produktif,
berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Untuk mewujudkan visi pembangunan di Provinsi DKI Jakarta maka misi yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a. Membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi. b. Mengoptimalkan produktivitas kota sebagai kota jasa berskala dunia. c. Mengembangkan budaya perkotaan. d. Mengarusutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana. e. Menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis. f.
Menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup.
3-25
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Selanjutnya, tujuan penataan ruang daerah ditujukan di wilayah Provinsi DKI Jakarta ke depan adalah : a. Terciptanya ruang wilayah yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif. b. Terwujudnya pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan 12.500.000 (dua belas juta lima ratus ribu) jiwa penduduk yang persebarannya diarahkan sebanyak 9,2% (sembilan koma dua persen) di Kota Administrasi Jakarta Pusat, 18,6% (delapan belas koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Utara, 24,1% (dua puluh empat koma satu persen) di Kota Administrasi Jakarta Timur, 22,6% (dua puluh dua koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Selatan, 25,3% (dua puluh lima koma tiga persen) di Kota Administrasi Jakarta Barat, 0,2% (nol koma dua
persen)
di
Kabupaten
Administrasi
Kepulauan
Seribu
serta
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkotaan. c. Terwujudnya pelayanan prasarana dan sarana kota yang berkualitas, dalam jumlah yang layak, berkesinambungan, dan dapat diakses oleh seluruh warga Jakarta. d. Terciptanya fungsi kawasan khusus yang mendukung peran Jakarta sebagai ibukota negara secara optimal. e. Terwujudnya keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di bawah permukaan tanah dan di bawah permukaan air dengan mempertimbangkan kondisi kota Jakarta sebagai kota delta (delta city) dan daya dukung sumber daya alam serta daya tampung lingkungan hidup secara berkelanjutan. f.
Terwujudnya keterpaduan penataan ruang dengan wilayah berbatasan.
g. Terwujudnya penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. h. Tercapainya penurunan resiko bencana. i.
Terciptanya budaya kota Jakarta yang setara dengan kota-kota besar di negara maju.
j.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 3-26
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
(NKRI) dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman dan gangguan. Untuk menciptakan ruang wilayah sebagaimana yang dituangkan dalam tujuan RTRW DKI Jakarta 2030 tersebut, maka salah satu kebijakan yang ditetapkan adalah dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan, jasa, industri kreatif, industri teknologi tinggi, dan pariwisata. Selain itu, juga terdapat kebjakan untuk penetapan kawasan strategis ekonomi dan kawasan strategis sosial budaya. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam beberapa strategi, yang salah satunya adalah menetapkan kawasan strategis di beberapa kawasan, termasuk Kawasan Pantura. Kawasan Pantura ditetapkan sebagai Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Selain sebagai kawasan strategis, dalam struktur ruang Jakarta, Sub Kawasan Tengah Pantura juga ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer provinsi. Penetapan kawasan strategis, memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: a. meningkatkan
kemampuan
pelayanan,
manajemen,
sistem
jaringan
komunikasi, sarana dan prasarana dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh globalisasi ekonomi serta kemampuan dan kepekaan mengenal iklim investasi yang terjadi pada tingkat nasional dan internasional; b. memantapkan kawasan yang diprioritaskan dengan penjabaran yang lebih cermat tentang prioritas lokasi dan skema pengembangannya untuk mengakomodasi dampak globalisasi ekonomi dan mendorong Jakarta sebagai kota jasa yang mengutamakan sistem pelayanan, jaringan komunikasi dan kemitraan skala nasional dan internasional dengan melibatkan pemangku kepentingan (investor dan pihak yang terkait) pada proses pengembangan kawasan bersangkutan; c. meningkatkan kapasitas tampung kawasan strategis terhadap kegiatan perdagangan dan jasa serta campuran perumahan secara vertikal yang dalam pengembangan mengacu pada standar perencanaan bangunan internasional dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas ruang sesuai kemampuan daya dukung lingkungan;
3-27
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
d. menentukan alokasi ruang bagi sektor informal dan golongan usaha skala kecil secara terintegrasi dengan pengembangan sektor formal besar dari berbagai jenis aktifitas perekonomian; dan e. menata kawasan strategis menjadi lokasi yang kondusif untuk berinvestasi bagi penanaman modal dalam negeri dan asing, didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai. Pada Kawasan Strategis Pantura, pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di kawasan Pantura. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura. Penataan kembali kawasan daratan Pantura, diarahkan bagi tercapainya penataan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/sungai. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan Pantura, dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Pengembangan Kawasan Pantura harus menjamin beberapa hal, diantaranya: a. terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung, hutan bakau, cagar alam dan biota laut; b. pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum; c. kepentingan perikehidupan nelayan; d. kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah; e. kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan negara;
3-28
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
f. terselenggaranya pengembangan sistem prasarana sumber daya air secara terpadu; g. tidak memberikan tambahan resiko banjir di daerah hulunya baik akibat rob, kenaikan permukaan laut/sungai; h. terselenggara/ berfungsinya objek/instalasi/fasilitas vital di kawasan Pantura dengan memperhatikan aspek-aspek ekologis lingkungan. Selain itu, pengembangan kawasan Pantura, harus memperhatikan aspek sebagai berikut: a. peningkatan fungsi pelabuhan; b. pengembangan kawasan ekonomi strategis; c. pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan/jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas; d. dilaksanakan serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu; e. pemanfaatan ruang rekreasi dan wisata dengan memperhatikan konservasi nilai budaya daerah dan bangsa serta kebutuhan wisata nasional dan internasional; dan f.
didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu
Pengembangan kawasan Pantura, dibagi menjadi beberapa sub-kawasan dengan memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Subkawasan tersebut merupakan satu kesatuan perencanaan yang dikembangkan dengan sistem infrastruktur terpadu. Sistem prasarana sumber daya air di Kawasan Reklamasi Pantura merupakan bagian dari sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan sungai yang melalui kawasan daratan pantai. Untuk mencegah banjir yang mungkin terjadi pengembangan kawasan Pantura harus mengembangkan sistem jaringan drainase dan sistem pengendalian banjir yang direncanakan secara teknis termasuk waduk penampungan air dengan rasio minimal per pulaunya sebesar 5% (lima persen). Waduk penampungan air tersebut berfungsi sebagai ruang terbuka (Pasal 105).
3-29
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Penyediaan air bersih di kawasan Pantura dilakukan dengan cara-cara ramah lingkungan dan berkelompok dengan memanfaatkan alternatif sumber air baku baru dan dilengkapi dengan sistem jaringan perpipaan secara terpadu. Pengelolaan penyediaan air bersih, dapat dilaksanakan secara mandiri dengan mengembangkan sistem penyediaan air bersih yang ada dan/atau membangun sistem pengolahan teknologi yang baru (Pasal 106). Pengembangan kawasan Pantura harus diawali perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup rencana teknik reklamasi; rencana pemanfaatan ruang hasil reklamasi; rencana rancang bangun; rencana penyediaan prasarana dan sarana; analisis dampak lingkungan; rencana kelola lingkungan; rencana pemantauan lingkungan; rencana lokasi pengambilan bahan material; rencana pembiayaan; dan rencana pengelolaan air bersih dan air limbah serta pengendalian banjir. Pengembangan dan perencanaan reklamasi, dilakukan berdasarkan arahanarahan (Pasal 108) : a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah. b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul dan perlindungan pesisir, resiko banjir, tindakan mitigasi, perlindungan hutan bakau, serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan. c. Dalam perencanaan reklamasi tercakup rencana pengelolaan secara mandiri prasarana pulau reklamasi yang meliputi prasarana tata air, air bersih, pengolahan limbah dan sampah, serta sistem pengerukan sungai/kanal.
3-30
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
d. Setiap pulau reklamasi menyediakan ruang terbuka biru untuk waduk dan danau yang berfungsi sebagai penampungan air sementara ketika hujan, persediaan air untuk beberapa kebutuhan harian sumber air yang mungkin untuk dikembalikan ke dalam lapisan aquifer, tempat hidupnya beberapa flora dan fauna, serta untuk rekreasi. e. Ruang perairan di antara pulau reklamasi dimanfaatkan untuk membantu penanggulangan banjir. f.
Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan antar pulau reklamasi dan dengan daratan Jakarta.
Penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan relokasi kawasan industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui koordinasi dengan pemerintahan sekitar; b. revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah; perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan; peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan; peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai; perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun; pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan;
pengembangan pantai untuk
kepentingan umum. Pembiayaan kegiatan penataan kembali daratan Pantura, dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan/atau dari hasil usaha pengelolaan tanah hasil reklamasi (Pasal 109).
3.2.3.6. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta Kebijakan
penataan
ruang
Kawasan
Jabodetabekpunjur
adalah
untuk
mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam 3-31
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup (Pasal 7). Sesuai dengan ketentuan peralihan Pasal 251 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030 yang menyebutkan “pelaksanaan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, maka secara prinsip substansi perda ini penataan ruangnya sudah “teranulir” oleh adanya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030.
3.2.3.7.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kebijakan mengenai rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi mengatur beberapa ketentuan yang perlu diterapkan di kecamatan-kecamatan yang terkait dengan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Kecamatan yang berada di bagian pesisir Jakarta Utara seperti Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing harus membangun tanggul laut sebagai salah satu upaya pencegahan kenaikan muka air laut dan bencana seperti tsunami. Selain itu, Kecamatan Cilincing perlu menerapkan rencana prasarana energi berupa pengembangan jaringan pipa penyediaan bahan bakar (gas/minyak) di Kelurahan Sukapura, Rorotan, Semper Timur, Cilincing, Marunda, Kalibaru, hingga kawasan reklamasi. Pembangunan jalan arteri juga akan dilakukan di Kecamatan Pademangan menuju Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
3-32
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 4.1. Landasan Filosofis Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang sejalan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah untuk menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah provinsi memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi: pengaturan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penataan ruang kawasan strageis provinsi. Selain itu, pemerintah daerah provinsi dapat menetapkan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi, pemanfaatan ruang kawasan strategis dan pengendalian pemanfaatan kawasan strategis provinsi. Dalam konteks penataan ruang di wilayah Jabodetabekpunjur telah ditetapkan Peraturan Presiden 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Melalui Perpres ini Kawasan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Selanjutnya kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012. Visi dan misi pembangunan daerah di Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik Indonesia
yang aman, nyaman,
produktif,
berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Untuk menciptakan ruang wilayah sebagaimana yang dituangkan dalam tujuan RTRW DKI Jakarta 2030 tersebut, maka salah satu kebijakan yang ditetapkan adalah dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan, jasa, industri kreatif, industri teknologi tinggi, dan pariwisata. Selain 4-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
itu, juga terdapat kebjakan untuk penetapan kawasan strategis ekonomi dan kawasan strategis sosial budaya. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam beberapa strategi, yang salah satunya adalah menetapkan kawasan strategis di beberapa kawasan, termasuk Kawasan Pantura. Kawasan Pantura ditetapkan sebagai Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Selain sebagai kawasan strategis, dalam struktur ruang Jakarta, Sub Kawasan Tengah Pantura juga ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer provinsi. Penetapan kawasan strategis, memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: a. meningkatkan
kemampuan
pelayanan,
manajemen,
sistem
jaringan
komunikasi, sarana dan prasarana dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh globalisasi ekonomi serta kemampuan dan kepekaan mengenal iklim investasi yang terjadi pada tingkat nasional dan internasional; b. memantapkan kawasan yang diprioritaskan dengan penjabaran yang lebih cermat tentang prioritas lokasi dan skema pengembangannya untuk mengakomodasi dampak globalisasi ekonomi dan mendorong Jakarta sebagai kota jasa yang mengutamakan sistem pelayanan, jaringan komunikasi dan kemitraan skala nasional dan internasional dengan melibatkan pemangku kepentingan (investor dan pihak yang terkait) pada proses pengembangan kawasan bersangkutan; c.
meningkatkan kapasitas tampung kawasan strategis terhadap kegiatan perdagangan dan jasa serta campuran perumahan secara vertikal yang dalam pengembangan mengacu pada standar perencanaan bangunan internasional dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas ruang sesuai kemampuan daya dukung lingkungan;
d. menentukan alokasi ruang bagi sektor informal dan golongan usaha skala kecil secara terintegrasi dengan pengembangan sektor formal besar dari berbagai jenis aktifitas perekonomian; dan e. menata kawasan strategis menjadi lokasi yang kondusif untuk berinvestasi bagi penanaman modal dalam negeri dan asing, didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai.
4-2
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Pada Kawasan Strategis Pantura, pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di kawasan Pantura. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura. Penataan kembali kawasan daratan Pantura, diarahkan bagi tercapainya penataan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/sungai. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan Pantura, dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Pengembangan kawasan Pantura, dibagi menjadi beberapa sub-kawasan dengan memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Pengembangan dan perencanaan reklamasi, dilakukan berdasarkan arahan-arahan sebagai berikut: a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah. b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul
dan
perlindungan
pesisir,
resiko
banjir,
tindakan
mitigasi,
perlindungan hutan bakau, serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan.
4-3
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
c.
Dalam perencanaan reklamasi tercakup rencana pengelolaan secara mandiri prasarana pulau reklamasi yang meliputi prasarana tata air, air bersih, pengolahan limbah dan sampah, serta sistem pengerukan sungai/kanal.
d. Setiap pulau reklamasi menyediakan ruang terbuka biru untuk waduk dan danau yang berfungsi sebagai penampungan air sementara ketika hujan, persediaan air untuk beberapa kebutuhan harian sumber air yang mungkin untuk dikembalikan ke dalam lapisan aquifer, tempat hidupnya beberapa flora dan fauna, serta untuk rekreasi. e. Ruang perairan di antara pulau reklamasi dimanfaatkan untuk membantu penanggulangan banjir. f.
Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan antar pulau reklamasi dan dengan daratan Jakarta.
Penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan relokasi kawasan industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui koordinasi dengan pemerintahan sekitar; b. revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah; perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan; peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan; peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai; perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun; pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan; pengembangan pantai untuk kepentingan umum. Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang dimana dinyatakan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang dimana secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Berdasarkan kedudukannya, RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah rencana rinci tata ruang untuk kawasan strategis provinsi. Rencana rinci tata 4-4
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapak blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum.
4.2. Landasan Sosiologis Kawasan Pantura Jakarta berlokasi di bagian utara DKI Jakarta meliputi kawasan perairan di Teluk Jakarta yang termasuk wilayah DKI Jakarta dan berbatasan dengan kawasan daratan pantai yang ada. Secara administratif Kawasan Pantura Jakarta termasuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Secara keseluruhan, kawasan di Pantura DKI Jakarta akan mencakup kawasan perairan, di mana 5.218 ha di antaranya yang direncanakan akan dikembangkan sebagai daratan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau-pulau yang terpisah dari daratan Provinsi DKI Jakarta yang ada. Secara keseluruhan kawasan perairan tersebut berbatasan dengan garis pantai utara Provinsi DKI Jakarta sepanjang ± 32 km, di bagian barat berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Bekasi. Kawasan pantai yang ada di utara Provinsi DKI Jakarta meliputi bagian wilayah kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Cilincing. Secara empirik, Kawasan Pantai Utara Jakarta memiliki lokasi yang strategis sebagai titik penghubung Jakarta dengan wilayah lain di Indonesia melalui Laut Jawa dan berfungsi sebagai transhipment point untuk moda transportasi laut dan darat pada skala yang lebih luas dari kota Jakarta. Di kawasan ini terdapat berbagai kegiatan transportasi, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan
4-5
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal MRT, jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Berbagai kegiatan utama yang menunjang pembangunan kota Jakarta juga berlangsung di kawasan bagian utara DKI Jakarta, di antaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, dermaga dan TPI Muara Angke, kawasan Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, dan lainnya. Selain itu, Kawasan Pantura Jakarta memiliki keanekaragaman hayati dan peninggalan sejarah budaya yang tinggi sebagai cikal bakal tebentuknya kota Jakarta di masa lampau. Di wilayah bagian barat terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata Kamal, sedang di beberapa wilayah terdapat bangunan dan obyek peninggalan sejarah yang dilestarikan sebagai cagar budaya, antara lain Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan, Kampung Si Pitung di Kelurahan Marunda, Gereja Tugu di Kelurahan Semper Barat, kawasan kota lama/tua seperti Stasiun Kota, Museum Fatahilah, dan sebagainya. Selain memiliki potensi pengembangan seperti tersebut diatas, Kawasan Pantura Jakarta masih dihadapkan pada berbagai permasalahan fisik-lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang dapat menghambat perkembangan nilai tambah pada kawasan tersebut. Apabila tidak ditangani dengan baik, permasalahan tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan nilai tambah ekonomi serta rusaknya tatanan sosial budaya yang ada. Berbagai permasalahan penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta antara lain: 1.
Permasalahan Fisik Lingkungan antara lain: kualitas air tanah yang tercemar; sedimentasi dan pencemaran air sungai dan waduk; amblesan dan penurunan tanah; banjir dan rob: erosi pantai/abrasi dan hilangnya kawasan-kawasan lingkungan. a. Kualitas air tanah yang tercemar. Degradasi kualitas air tanah terjadi terutama di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai
4-6
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
dimana terjadi pencemaran air tanah terutama disebabkan oleh limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. b. Kondisi sungai sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi serta pencemaran air sungai semakin meningkat. Akibatnya, jika hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara. Pencemaran air sungai yang disebabkan limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. c. Amblesan dan penurunan tanah. Kondisi tanah di Pantura Jakarta terdiri dari lapisan lempung lunak memiliki kompresibilitas yang sangat tinggi, sehingga sangat rawan terhadap terjadinya amblesan dan perosokan sebagai akibat pembebanan oleh material reklamasi dan bangunanbangunan di atasnya. Selain itu, penurunan tanah disebabkan faktor-faktor seperti: pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur, kerusakan struktur, pembalikkan drainase (saluran jalan air), dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.Berdasarkan studi JCDS (2011), penurunan tanah pada periode tahun 2000-2010 bervariasi dari 0,9 s/d 17,9-cm/tahun (rata-rata 5,0-cm/tahun), dengan penurunan maksimal di Cengkareng Barat (CEBA: 9,9-cm/tahun, T002: 9,7-cm/tahun), Muara Baru (MUBA: 17,9-cm/tahun, MUTI: 11,7-cm/tahun) dan Cilincing (KBN1: 11,7cm/tahun). d. Banjir dan Rob. Kawasan Pantai Utara Jakarta berada pada dataran rendah. Banjir yang terjadi di kawasan ini dipengaruhi oleh pasang laut serta dilewati 13 sungai besar/kecil serta intensitas curah hujan yang besar (2.000 s/d 3.500 mm/tahun). Rob adalah limpasan gelombang pasang yang terjadi di daerah pantai. Abrasi dan genangan banjir akibat rob akan mungkin saja terjadi apabila daerah pantai tersebut belum terdapat prasarana pengendalian rob yang memadai. Pada umumnya, kejadian rob di pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim 4-7
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,2110,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. e. Erosi Pantai/Abrasi. Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. f. Hilangnya
kawasan-kawasan
lindung.
Meningkatnya
laju
tekanan
terhadap pemanfaatan ruang di DKI Jakarta dan sekitarnya, menyebabkan berbagai macam fenomena masalah, salah satu di antaranya hilangnya kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan DKI Jakarta. Hal inilah yang menyebabkan munculnya alih fungsi tanah-tanah produktif atau kawasan-kawasan
perlindungan
wilayah
perkotaan
dirubah
dan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ruang dan tanah. Perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang mempunyai peran dan fungsi strategis sebagai penyangga lingkungan hidup di DKI Jakarta, telah diupayakan perlindungan dan penyelamatannya dalam Peraturan Daerah 1/2012 tentang RTRW 2030. 2. Permasalahan Sosial Budaya antara lain: pertumbuhan penduduk yang pesat dan tumbuhnya permukiman yang tidak terkendali; rendahnya kualitas sumberdaya manusia; rendahnya penduduk yang bekerja dan masih tingginya pekerjaan di sektor informal; masih adanya kawasan permukiman kumuh di sepanjang pesisir pantai; dan tingkat kriminalitas dan gangguan keamanan. a. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan tumbuhnya permukiman yang tidak terkendali. Laju pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) sebesar 3,43%. Dalam kurun waktu 2008-2010, jumlah penduduk di kawasan Pantura Jakarta telah mengalami perubahan dari 1.092.827 jiwa tahun 2008, naik menjadi 1.490.744 tahun 2010 atau naik sebesar 397.917 jiwa selama dua tahun. 4-8
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Perkembangan penduduk yang cepat di antaranya disebabkan oleh banyaknya pemukiman baru yang dibangun di wilayah Pantura Jakarta dan menarik migrasi ke wilayah ini. Salah satu indikasinya pada tahun 2011, jumlah migrasi masuk (2.821 jiwa) lebih besar di dari jumlah migrasi yang keluar (2.784 jiwa) di Jakarta Utara (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012). b. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dapat dilihat dari angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Jakarta Utara mengalami penurunan dari 0,85% pada tahun 2009 menjadi 0,77%pada tahun 2010. Hal ini menggambarkan bahwa 0,77% penduduk Jakarta Utara usia sepuluh tahun keatas masih belum mampu membaca dan menulis (BPS Jakarta Utara, 2012). Berdasarkan data Susenas 2010, sebagian besar penduduk
Jakarta
Utara
berpendidikan
SLTA,
yaitu
mencapai
33%. Sementara itu hanya 5% penduduk yang berhasil menamatkan jenjang pendidikan Sarjana (JCDS, 2011). c. Rendahnya penduduk yang bekerja dan masih tingginya pekerjaan di sektor informal. Kota Jakarta Utara memiliki angka penduduk pencari kerja yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,12% dari total penduduk DKI Jakarta. Demikian pula halnya dengan penduduk yang tidak masuk angkatan kerja karena alasan sekolah sebesar 1,05%. Salah satu lapangan perkerjaan atau sumber mata pencaharian masyarakat di wilayah Jakarta Utara adalah sebagai nelayan. Jumlah nelayanan banyak bermukim di antaranya di daerah Kamal Muara, Muara Angke dan perkampungan nelayanan yang ada di Kecamatan Penjaringan. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. d. Masih adanya kawasan permukiman kumuh di sepanjang pesisir pantai. Permukiman darurat tumbuh secara sporadis di bantaran sungai, di sekitar rawa, di pinggiran permukiman kampung, dan lokasi lainnya yang memungkinkan mendirikan bangunan secara ilegal. Permukiman dengan tipologi ini umumnya berlokasi di daerah yang sedang tumbuh pesat. Karenanya, permukiman jenis ini usianya jauh lebih muda dibandingkan permukiman nelayan atau kampung kota. Permukiman darurat juga rawan terhadap penggusuran, namun dengan cepat akan tumbuh kembali. Dalam perkembangannya, permukiman ini dapat tumbuh menjadi 4-9
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
permukiman kampung kota yang besar dan padat. Kampung Muara Baru merupakan salah satu permukiman darurat yang kemudian berkembang menjadi kampung kota. e. Tingkat kriminalitas dan gangguan keamanan. Dibandingkan dengan wilayah lain, kondisi kriminalitas dan keamanan di kawasan Pantura Jakarta termasuk kategori rawan (JCDS, 2011). Keadaan tersebut antara lain terbentuk oleh tipologi kegiatan yang mengerahkan penduduk golongan ekonomi lemah dalam jumlah besar, seperti kegiatan pelabuhan; serta kondisi fisik setempat yang memungkinkan penduduk golongan bawah untuk melakukan okupsi lahan, seperti bantaran sungai, lahan kosong, tanah negara. Selain itu, kawasan Pantura Jakarta berdekatan dengan wilayah Jakarta Barat yang tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kriminalitas tertinggi. Kesenjangan sosial juga nampak dengan
adanya
konflik
sosial
antara
masyarakat
golongan
berpenghasilan rendah di perkampungan dengan penghuni perumahan mewah yang relatif banyak dijumpai di kawasan Pantai Utara Jakarta. 3. Permasalahan Ekonomi dan Sarana-Prasarana antara lain: angka kemiskinan yang tinggi dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat; terbatasnya cakupan pelayanan air bersih; belum adanya sistem pengendalian banjir yang struktural (tanggul laut dan sistem polder untuk mengatasi banjir dan rob); jaringan drainase yang tidak terawat; cakupan pelayanan jaringan limbah yang terbatas; prasarana pengelolaan sampah yang tidak memadai dan tingkat pelayanan jalan yang semakin menurun a. Angka kemiskinan yang tinggi dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur. Penduduk miskin di Jakarta Utara sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 dari 85.200 jiwa menjadi 76.200 jiwa (BPS DKI Jakarta Utara, 2012). Namun demikian pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 92.600 jiwa. Demikian halnya 4-10
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
dengan persentase penduduk miskin juga menunjukkan penurunan dari 6,02% pada tahun 2008 menjadi 5,34% pada tahun 2009 dan sedikit meningkat menjadi 5,62% pada tahun 2010. b. Terbatasnya cakupan pelayanan air bersih. Sebagian besar penduduk Kawasan Pantai Utara Jakarta memanfaatkan air kemasan dan air ledeng sebagai sumber utama air minum. Fasilitas air minum baik ledeng maupun air kemasan tersebut telah dinikmati oleh 99,07 persen rumah tangga pada tahun 2010 (BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, 2011). c. Belum adanya sistem pengendalian banjir yang struktural (tanggul laut dan sistem polder untuk mengatasi banjir dan rob). Di samping ancaman banjir dari hulu, tantangan besar yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah banjir yang disebabkan oleh gelombang pasang laut yang sering disebut sebagai banjir rob. Banjir tersebut tidak saja disebabkan oleh kenaikan tinggi permukaan air laut akibat pasang surut laut tetapi juga karena banyak lokasi di pesisir utara Jakarta memang berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut, sehingga bila terjadi gelombang pasang laut agak besar banjir pun melanda permukiman warga. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut di antaranya tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009. d. Jaringan drainase yang tidak terawat. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang
4-11
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama saat banjir. e. Cakupan pelayanan jaringan limbah yang terbatas. Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan wilayah yang belum mendapat pelayanan pengelolaan air limbah. Akibatnya, sistem drainase di kawasan ini bercampur dengan air limbah perkotaan meliputi suatu jaringan saluran mikro dan submakro (berupa saluran terbuka) yang mengalir menuju saluran makro (sungai), yang akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. f. Prasarana pengelolaan sampah yang tidak memadai. Kawasan permukiman yang berpotensi sebagai timbulan sampah yaitu Permukiman Marunda, Permukiman Kalibaru, Permukiman Pluit, Permukiman Muara Karang, Permukiman
Muara Angke, dan
sebagainya. Penanganan sampah diprioritaskan di daerah yang memiliki timbulan sampah terbesar, jumlah penduduk yang tinggi, dan sarana-prasarana yang masih belum lengkap. Namun demikian, perlu dikaji kembali mengenai aksesibilitas dan visibilitas di wilayah tersebut dari segi teknis maupun sosial masyarakat seperti ketersediaan lahan 3R dan tingkat penerimaan masyarakat. g. Tingkat pelayanan jalan yang semakin menurun. Peningkatan jumlah kendaraan tidak diiringi dengan peningkatan panjang jalan. Kawasan Pantura Jakarta merupakan pusat perdagangan dan industri dengan volume lalu lintas yang tinggi setiap harinya, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan truk dengan tonase yang sangat besar. Kondisi ini menyebabkan tingkat kerusakan jalan yang lebih cepat daripada usia konstruksinya. h. Permasalahan Hukum Kelembagaan antara lain: belum adanya revisi dari peraturan perundangan sebagai dasar dalam pengembangan Pantura Jakarta; dan Tim care taker sebagai pengganti BP Pantura tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. i. Belum adanya revisi dari peraturan perundangan sebagai dasar dalam pengembangan Pantura Jakarta. Dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan dengan diterbitkan Peraturan Presiden 54/2008 dan Peraturan Daerah Provinsi 1/2012, yang harus konsisten dalam implementasinya,
melalui
penerapan
sistem
manajemen
yang 4-12
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
profesional dan akuntabel dalam suatu mekanisme layanan publik dengan prinsip-prinsip good governance. j. Masing-masing perusahaan pengembang melakukan reklamasi sendiri di wilayahnya berdasarkan MoU dengan Pemprov DKI Jakarta yang dimilikinya sehingga tidak ada kesamaan dan keserasian dalam proses pembangunannya. MoU yang diterbitkan sebelum ditetapkannya RTRW 2030 sudah tidak sesuai dan tidak valid. Setelah ditertibkannya MoU sejak tahun 1995-1998, masih ada beberapa perubahan pengembang yang tidak melaksanakan sesuai ketentuan dalam MoU. Selain itu, ada perusahaan pengembang yang mengalihkan hak atas MoU kepada perusahaan pengembang lain. Pemprov DKI Jakarta tidak memperoleh manfaat yang optimal dari MoU yang ditebitkan, baik secara materi maupun perwujudan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis dari bagian wilayah Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. k. Tim care taker sebagai pengganti BP Pantura tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal, karena terbebani oleh tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat di SKPDnya masing-masing. Dengan mempertimbangakan potensi pengembangan dan pencarian solusi dari permasalahan-permasalahan di atas, Pemerintah Daerah harus menyusun kebijakan berupa Peraturan Daerah. Penyusunan perda tersebut diharapkan dapat mempertegas arah kebijakan pemerintah dalam melaksanakan strategi penataan dan menjadi solusi dari permasalahan perkotaan di Jakarta secara keseluruhan.
4.3. Landasan Yuridis Landasan Yuridis terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta tidak dapat dilepaskan dari aspek yang berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah sebagai instrumen yuridis yang mengikat dan berlaku umum yang menjadi dasar pengaturan. Penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
memberikan
kewenangan
kepada
pemerintah
daerah
dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
4-13
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan
pemerintah daerah provinsi
dalam penyelengggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007, meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi menetapkan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi, pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian pemanfaatan kawasan strategis provinsi. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2014
tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 26 Ayat 4) yang mengatur penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan pemukiman, transportasi, industri, perdagangan dan pariwisata, sebagai kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kawasan Pantai Utara atau yang selanjutnya dapat disebut Pantura pada awalnya dikategorikan sebagai Kawasan Andalan, yaitu kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 1994. Upaya untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, dapat dilakukan melalui reklamasi pantai utara sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu, merupakan nomenklatur dari ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam perkembangan terkini, Pemerintah Pusat menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur). Cakupan kawasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional, yang oleh karenanya diperlukan perencanaan tata 4-14
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Penetapan ini terkait dengan arahan kawasan strategis nasional sebagai kawasan ekoregion. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Keputusan Presiden 52 tahun1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, khususnya yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini memberi efek pada peraturan di tingkat daerah, khususnya yang terkait dengan penataan kawasan Pantura Jakarta, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Selain itu, Peraturan Daerah ini juga harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030 serta Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang RDTR dan PZ. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan ulang (penataan ruang) kawasan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi yang mencakup pulau reklamasi dan revitalisasi daratan, sesuai amanat UndangUndang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 10 Ayat (1). Penataan ruang Kawasan Pantura Jakarta tersebut perlu disusun landasan hukumnya dalam bentuk Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai revisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995.
4-15
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA
5.1. Sasaran yang Akan Diwujudkan Tujuan penataan ruang Kawasan Reklamasi KSP Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan visi Kawasan Strategis Pantura itu sendiri. Visi pengembangan
Kawasan
Strategis
Pantura
DKI
Jakarta
adalah
“Sustainable Green City Pantura Jakarta” atau Kota Hijau Pantura yang Berkelanjutan. Pengertian kota hijau yang berkelanjutan tersebut adalah kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (www.unep.org/wed).
Green City dibentuk oleh tiga komponen, yaitu Green Community, Green Environment, dan Green Economy. Ketiga komponen tersebut dihubungkan oleh Green Infrastructure. Green Community merupakan hal yang pertama dibentuk dalam mewujudkan Green City berupa upaya peningkatan partisipasi aktif masyarakat atau komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan kota hijau. Green Environment merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui berbagai macam strategi untuk mewujudkan kota hijau. Green Economy merupakan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi bersih dalam mewujudkan kota hijau. Kota hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan pada Gambar 5.1.
5-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
GREEN ENVIRONM ENT
GREEN COMMUNI TY
GREEN INFRASTRUC TURE GREEN ECONOMY
GREEN CITY
Gambar 5 - 1 Green City untuk Pembangunan Berkelanjutan Sumber : www.unep.org/wed
Untuk mewujudkan visi Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai kota hijau Pantura yang berkelanjutan, maka arahan penataan ruang wilayah kawasan tersebut akan ditujukan dengan konsep :
a. Eco2 City. b. Waterfront City. c. Self-Sufficient City. d. Resilient City. e. Zero-Waste City. f.
Green Infrastructure.
g. Green Design. h. Green Building. Melalui konsep-konsep tersebut, pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diharapkan dapat dijadikan sebagai role model dalam pengembangan kawasan reklamasi di Indonesia. Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya ruang yang pada saat ini 5-2
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
sudah mulai terbatas. Dengan pengembangan Kawasan Pantura Jakarta diharapkan dapat meningkatkan manfaat sumber daya lahan dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, pengembangan kawasan strategis pantura jakarta salah satunya diarahkan untuk
menjadi
pusat
kegiatan
primer
dengan
kegiatan
berskala
internasional. Selain itu, pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menjadi ikon baru Jakarta dengan berbasiskan pengambangan water front
city yang bersifat mandiri sebagai solusi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial bagi semua para pemangku kepentingan yang terlibat di Pantura Jakarta. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta juga diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta. Tujuan dalam pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diantaranya adalah sebagai berikut: a. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berfungsi sebagai pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE ( meetings,
incentives, conferences, and exhibitions), dan lembaga keuangan berskala internasional; b. terciptanya
Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta
yang
pengembangannya berorientasi pada konsep waterfront city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik berkualitas prima; c. terwujudnya pembangunan dan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang bersifat mandiri dan tidak membebani permasalahan daratan DKI Jakarta; d. terwujudnya
revitalisasi
pengembangan
Kawasan
daratan
pantai
Strategis
utara
Pantura
Jakarta Jakarta
dan yang
memperhatikan kualitas lingkungan; e. terciptanya sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kebijakan dan Strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
5-3
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
Berdasarkan tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, maka dirumuskan kebijakan dan strategi sebagai turunannya dan sebagai acuan bagi implementasi pelaksanaan penyelenggaraan reklamasi pantura. Kebijakan dan strategi ini masing-masing diturunkan dari tiap tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai penjabarann untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pusat Niaga Baru Tujuan untuk mengembangkan pusat niaga baru skala international ialah sebagai terjemahan dari arahan pengembangan Kawasan Strategis Pantura dalam RTRW DKI Jakarta. Kawasan Strategis Pantura, khususnya pada Sub Kawasan Tengah diharapkan dapat menngembangkan kegiatankegiatan tersier yang dapat mendorong perekonomian global di DKI Jakarta. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam satu kebijakan, yaitu :
“Pengembangan pusat niaga baru skala internasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di utara Jakarta.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. membangun pusat kegiatan primer sebagai pusat kegiatan perkantoran, perumahan vertikal, pusat perbelanjaan, dan pelayanan dasar di Pulau J; b. membangun sarana MICE berkualitas prima di Pulau J, Pulau L dan Pulau M yang menjadi tengara DKI Jakarta yang baru sebagai Global
City, beserta fasilitas pendukungnya di pulau-pulau lainnya; c. membangun akses jalan raya dan rel langsung dari dan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Konsep Water Front City Tujuan untuk menciptakan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berorientasi pada konsep waterfront city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik dimaksudkan untuk menjadikan kawasan reklamasi di pantura jakarta dapat menjadi wajah baru dan ikon di DKI Jakarta. Dengan pengembangan pusat niaga baru skala internasional, diharapkan wajah baru kota Jakarta dengan konsep waterfront city ini dapat dikenal hingga 5-4
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
internasional dan dapat mendorong kegiatan pariwisata. Selain itu, kawasan reklamasi juga diharapkan dapat menyediakan ruang publik yang sebesarbesarnya agar pembangunan pulau-pulau tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat umum. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. Kebijakan 1: “Pemanfaatan ruang terbuka secara optimal untuk kepentingan
umum.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mewujudkan proporsi ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% dari luas kawasan reklamasi pantura, yang terdiri dari RTH publik minimal sebesar 20% dan RTH privat minimal sebesar 10% di setiap pulau; b. menyediakan ruang terbuka biru berupa waduk, pantai, dan ruang terbuka lainnya yang berfungsi sebagai penampungan air rasio minimal 5% di setiap pulau; c. setiap pulau hasil reklamasi wajib mempertahankan sebesar-besarnya sempadan pantainya untuk menjadi pantai publik yang dilengkapi jalan inspeksi dan bebas diakses oleh masyarakat luas yang kemudian diserahkan menjadi aset Pemda DKI Jakarta serta dapat dikelola bersama sekaligus difungsikan sebagai ruang terbuka publik. Kebijakan 2: “Pengembangan kawasan water front untuk ruang terbuka
yang ikonis (signature open space) dan terintegrasi dengan pusat kegiatan di setiap pulau di Sub Kawasan Barat dan Sub Kawasan Tengah.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kawasan waterfront sebagai kawasan rekreasi dan wisata skala nasional dan internasional di Pulau J dan Pulau L; b. mengembangan kawasan waterfront dengan skala nasional dan internasional yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata bahari di Kepulauan Seribu.
5-5
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pengembangan Pantura yang Mandiri Tujuan untuk mewujudkan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang mandiri dan tidak membebani daratan DKI Jakarta dimaksudkan agar pembangunan pulau-pulau reklamsi di Pantura Jakarta nantinya tidak akan menimbulkan atau menambah persoalan yang dihadapi daratan DKI Jakarta. Pulau-pulau reklamasi Pantura ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sarana prasarana utilitasnya secara mandiri baik di masing-masing pulau maupun secara komunal dan saling terintegrasi. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masingmasing diturunkan ke dalam empat strategi dan tujuh strategi. Kebijakan 1: “Penyediaan sarana prasarana utilitas secara mandiri dan
ramah lingkungan.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam empat strategi, yaitu : a. menyediakan sarana dan prasarana air bersih melalui pengolahan air limbah, pemanfaatan air hujan, proses desalinasi, dan teknologi lainnya yang ramah lingkungan; b. menyediakan pengelolaan limbah domestik di masing-masing pulau dan pengelolaan air limbah industri tiap kawasan industri dengan pra pengolahan pada masing-masing industri; c. menyediakan sistem pengelolaan sampah terpadu; d. penerapan ducting system dalam penyediaan utilitas per pulau yang terintegrasi. Kebijakan 2: “Pengembangan sistem green transportation dengan
mengutamakan kepentingan transportasi umum massal melalui jaringan jalan yang terintegrasi untuk menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan dan simpul-simpul transportasi umum, serta untuk menghubungkan antara kawasan reklamasi pantura Jakarta dengan wilayah lainnya.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tujuh strategi, yaitu :
5-6
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
a. menyediakan akses langsung ke daratan untuk angkutan pribadi dan angkutan umum massal berbasis jalan dan rel hanya melalui beberapa Pulau untuk menghindari pembebanan lalu lintas yang berlebihan dan dengan terintegrasi dengan penyediaan kantong-kantong park and ride di Kawasan Jakarta Utara; b. menyediakan
sistem
angkutan
umum
massal
untuk
melayani
pergerakan antar pulau dengan jalur rel ataupun jaringan jalan arteri; c.
menyediakan sistem transport untuk pergerakan internal pulau yang terintegrasi antara berbagai moda;
d. membangun dermaga menuju kawasan kepulauan seribu yang berlokasi di Pulau F dan Pulau J; e. mewujudkan sistem dan jaringan transportasi yang efisien, terpadu, dan menyeluruh ditetapkan target 60% perjalanan penduduk menggunakan angkutan umum massal; f.
menyediakan jalur pedestrian dan sepeda yang terintegrasi dengan pantai publik dan pusat kegiatan primer.
Kebijakan dan Strategi Revitalisasi dan Pengembangan Pantura yang Memperhatikan Kualitas Lingkungan Tujuan untuk mewujudkan revitalisasi pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memperhatikan kualitas lingkungan dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan perbaikan lingkungan di daratan Pantai Utara Jakarta dan agar pembangunan yang dilakukan memperhatikan aspek lingkungan. Dengan kondisi DKI Jakarta yang berada di daerah hilir seringkali dilanda banjir baik dari luapan sungai maupun banjir rob, maka pengembangan pulau reklamasi juga harus memperhitungkan mengenai resiko bencana yang dapat muncul, serta harus memiliki strategi mitigasi dan penanggulangannya. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam dua strategi dan tiga strategi. Kebijakan 1: “Penataan kembali permukiman daratan pantai utara Jakarta
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.”
5-7
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. melakukan perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi penduduk; b. merelokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal. Kebijakan 2: “Pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang
ramah lingkungan untuk mengurangi resiko bencana.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mengembangkan Pulau reklamasi yang serasi dengan kawasan lindung dan hutan bakau di daratan pantai utara Jakarta (khususnya Pulau C, Pulau D, dan Pulau E), tidak menyebabkan abrasi pantai, serta tidak mengganggu muara sungai dan jalur lalu lintas laut, pelayaran serta usaha perikanan rakyat, dan objek vital lainnya; b. meningkatkan sistem pengendalian banjir, dan pemeliharaan sungai serta mulut sungai untuk mengantisipasi banjir; c.
menerapkan sistem resiliency dalam penyediaan sistem utilitas melalui desentralisasi penyediaan ke setiap pulau.
Kebijakan dan Strategi Sistem Pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tujuan menciptakan sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan dimaksudkan untuk membentuk suatu prosedur dan kelembagaan dalam pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Prosedur penyelenggaraan dan perizinan diharapkan dapat menjadi kontrol dalam pembangunan pulau reklamasi yang dilakukan oleh pihak mitra pengembang. Adapun untuk kelembagaan diharapkan dapat menjadi aktor yang dapat melaksanakan dan mencapai tujuan dari pengembangan
Kawasan
Strategis
Pantura
Jakarta.
Tujuan
ini
diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. 5-8
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
Kebijakan 1: “Pengembangan mekanisme penyelenggaraan reklamasi dan
perizinan yang efektif.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. menerapkan sistem pembiayaan yang tidak membebani sustainabilitas fiskal Pemerintah Provinsi DKI dan commercial viability; b. mengembangkan sistem pengenaan kewajiban yang seimbang dengan kemanfaatan yang diperoleh antar Mitra Pengembang; c.
mengembangkan sistem perizinan yang jelas pada setiap tahapan penyelenggaran reklamasi, pembangunan, serta pengelolaannya.
Kebijakan
2:
“Pengembangan
kelembagaan
yang
efisien
dan
implementatif.” Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kelembagaan dengan tugas dan fungsi yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan reklamasi; b. mengembangkan kelembagaan gabungan pemerintah, swasta, dan masyarakat (quasi pemerintah) yang mampu mengakses Pemerintah, dan mengakomodasi kepentingan pengembang, dan masyarakat.
5.2. Jangkauan dan Arah Pengaturan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta paling sedikit mengatur mengenai: BAB I.
Pendahuluan Memuat ketentuan dari istilah-istilah dasar yang digunakan dalam Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta agar memiliki pemahaman yang sama.
BAB II.
Ruang Lingkup Memuat ruang lingkup wilayah perencanaan dari peraturan daerah ini.
BAB III.
Tujuan, Kebijakan, Strategi Memuat tujuan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukungnya. 5-9
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
BAB IV.
Kedudukan dan Jangka Waktu Memuat ketentuan mengenai kedudukan perda dan jangka waktu perda berlaku.
BAB V.
Arahan Pengembangan Memuat arahan pengembangan, rencana daya tampung dan persebaran penduduk, juga cirik khas dari masing-masing pulau reklamasi dalam Kawasan Strategis Pantai Utara.
BAB VI.
Rencana Struktur Ruang Memuat ketentuan yang diatur dalam sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan pergerakan, sistem prasarana dan sarana sumber daya air, dan sistem dan jaringan utilitas.
BAB VII.
Rencana Pola Ruang Memuat rencana pola ruang yang diwujudkan berdasarkan pembagian zona dan sub zona dari kawasan reklamasi.
BAB VIII.
Rencana Pemanfaatan Ruang Memuat
ketentuan
pemanfaatan
ruang
sebagai
upaya
perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama pemanfaatan kawasan reklamasi. BAB IX.
Peraturan Zonasi Memuat ketentuan zonasi sebagai bentuk pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan zona, yang dirinci ke dalam sub zona pemanfaatan ruang.
BAB X.
Prinsip Perancangan Memuat
prinsip-prinsip
dasar
yang
digunakan
sebagai
pedoman bagi para pembangun, konsultan profesional, dan instansi pemerintah yang terkait dalam proses perancangan. BAB XI.
Perizinan dan Rekomendasi Memuat ketentuan perizinan yang harus dipenuhi oleh pemanfaat ruang, dan ketentuan rekomendasi yang pemerintah berikan dalam pengembangan kawasan reklamasi.
BAB XII.
Insentif dan Disinsentif Memuat ketentuan mengenai pemberian insentif dan disinsentif kepada pemanfaat ruang.
BAB XIII.
Kelembagaan dan Kerjasama Usaha 5-10
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
Memuat
ketentuan
dalam
kelembagaan
dalam
penyelenggaraan penataan ruang, dan kerjasama usaha yang memuat ketentuan mengenai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang. BAB XIV.
Pembinaan dan Pengawasan Memuat ketentuan pembinaan dan pengawasan
dalam
pembinaan penyelenggaraan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. BAB XV.
Sanksi Administratif Memuat ketentuan mengenai pemberian sanksi administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
BAB XVI.
Penyidikan Memuat ketentuan mengenai tugas penyidikan terhadap tindak pelanggaran yang telah ditentukan pada bab sebelumnya.
BAB XVII. Ketentuan Pidana Memuat
ketentuan mengenai pemberian sanksi pidana
terhadap bila ada kewajiban yang tidak terpenuhi dari pihak pengembang. BAB XVIII. Ketentuan Peralihan Memuat ketentuan mengenai peralihan yang mungkin terjadi setelah perda ini berlaku. BAB XIX.
Ketentuan Penutup
5.3. Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Materi muatan Peraturan Daerah telah diatur dengan jelas dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
5-11
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 138 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa dalam menentukan materi Perda harus memperhatikan asas materi muatan peraturan peraturan perundang-undangan antara lain asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Hal penting lainnya adalah bahwa materi Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau/peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan Pasal 136 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, ter-ganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif. Ruang lingkup materi Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi: a. Ketentuan umum, memuat rumusan akademik mengenai pengertian dan frasa; b. Materi yang akan diatur; c.
Ketentuan sanksi; dan
d. Ketentuan peralihan. a. Ketentuan Umum Dalam perencanaan tata ruang diperlukan kesamaan persepsi mengenai istilah-istilah yang dipakai. Istilah-istilah tersebut dijabarkan dalam bab ketentuan umum. Ketentuan umum dijabarkan sebagai berikut: (1)
Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2)
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
(3)
Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5-12
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(4)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(5)
Kota Administrasi dan Kabupaten Administrasi yang selanjutnya disebut Kota/Kabupaten Administrasi adalah Kota Administrasi dan Kabupaten Administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(6)
Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah terkait yang selanjutnya disebut SKPD/UKPD terkait adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan perizinan penataan ruang.
(7)
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta danmempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
(8)
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur yang selanjutnya disebut Jabodetabekpunjur adalah kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat dan sebagian wilayah Provinsi Banten.
(9)
Kawasan
Strategis
Pantai
Utara
Jakarta
adalah
kawasan
pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. (10) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. (11) Tata ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.
5-13
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(12) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. (13) Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. (14) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. (15) Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. (16) Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2030 yang selanjutnya disingkat RTRW 2030, adalah Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (17) Peraturan Zonasi yang selanjutnya disingkat PZ, adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana tata ruang. (18) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. (19) Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. (20) Kebijakan penataan ruang adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan guna mencapai tujuan penataan ruang. (21) Strategi penataan ruang adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan wilayah yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan provinsi yang ditetapkan. (22) Sifat lingkungan adalah sifat suatu lingkungan ditinjau dari segi kependudukan, aktivitas ekonomi dan nilai tanah.
5-14
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(23) Pola Sifat Lingkungan yang selanjutnya disingkat PSL adalah pengelompokan lokasi lingkungan yang sama sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola sesuai dengan rencana kota. (24) Sistem pusat kegiatan adalah pusat berbagai kegiatan campuran maupun yang spesifik, memiliki fungsi strategis dalam menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi dan budaya serta kegiatan pelayanan kawasan strategis menurut hierarki. (25) Sub-kawasan adalah pembagian Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang atas dasar pertimbangan geografis digunakan sebagai batas perencanaan di dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. (26) Transportasi adalah pengangkutan orang dan/atau barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi. (27) Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang disediakan untuk pejalan kaki. (28) Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (29) Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. (30) Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. (31) Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jalan masuk tidak dibatasi. (32) Jalur inspeksi adalah jalan yang digunakan untuk pemeliharaan tanggul pulau.
5-15
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(33) Angkutan umum massal adalah angkutan umum yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman, terjadwal, dan berfrekuensi tinggi. (34) Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa
saat
baik
ditinggalkan
atau
tidak
ditinggalkan
pengemudinya. (35) Ruang terbuka hijau yang selanjutnya disingkat RTH, adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. (36) Ruang terbuka biru adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk kategori RTH, berupa badan air. (37) Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. (38) Konservasi air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekaranf maupun yang akan datang (39) Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. (40) Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pembangun swasta pada lingkungan permukiman, meliputi penyediaan jaringan jalan, jaringan air
bersih,
listrik,
pembuangan
sampah,
telepon,
saluran
pembuangan air kotor, dan drainase serta gas. (41) Drainase adalah sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas. (42) Jaringan air bersih adalah jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi penduduk suatu lingkungan dan terintegrasi
5-16
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
dengan jaringan air bersih secara makro dan wilayah regional yang lebih luas. (43) Air limbah adalah air buangan yang berasal dari sisa kegiatan rumah tangga,
proses
produksi
dan
kegiatan
lainnya
yang
tidak
dimanfaatkan kembali. (44) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. (45) Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. (46) Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse,
recycle)
yang
selanjutnya
disebut
TPS-3R,
adalah
tempat
dilaksanakan kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. (47) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat TPST, adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir. (48) Telekomunikasi adalahsetiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. (49) Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik sesuai peruntukan. (50) Zona terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu dan/atau sarana kota, dan/atau pengaman jaringan prasarana. (51) Zona perumahan vertikal adalah zona yang diperuntukan sebagai hunian susun yang dilengkapi dengan fasilitas bersama dan ruang terbuka hijau serta dijabarkan ke dalam sub zona rumah susun dan rumah susun umum dengan KDB di atas 30% (tiga puluh persen).
5-17
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(52) Zona perumahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sedang tinggi adalah zona yang diperuntukkan sebagai hunian dan dijabarkan ke dalam sub zona rumah sedang-besar dengan KDB di atas 30% (tiga puluh persen). (53) Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa adalah zona yang diperuntukan
bagi
sub
zona
atau
kegiatan
perkantoran,
perdagangan, dan jasa untuk mendukung efisiensi perjalanan; memiliki akses yang tinggi berupa jalur pedestrian yang terhubung dengan jaringan transportasi massal dan jalur penghubung antar bangunan; dan didukung dengan fasilitas umum dan pasokan energi dengan teknologi yang memadai. (54) Zona campuran adalah zona yang diperuntukan bagi kegiatan hunian dan/atau perdagangan dan jasa secara vertikal; memiliki akses yang tinggi berupa jalur pedestrian yang terhubung dengan jaringan transportasi massal dan jalur penghubung antar bangunan; dan didukung dengan fasilitas umum dan pasokan energi dengan teknologi yang memadai. (55) Zona pelayanan umum dan sosial adalah zona yang diperuntukan bagi sub zona atau kegiatan pendidikan, kesehatan, ibadah, sosial budaya, rekreasi dan olahraga, pelayanan umum dan sarana terminal yang didukung dengan akses jaringan transportasi. (56) Zona terbuka biru adalah ruang terbuka yang dapat berupa sungai, kali, situ, dan waduk yang tidak dapat berubah fungsi selain untuk mengalirkan air dan/atau menampung air. (57) Jalur dan ruang evakuasi bencana adalah jalur perjalanan yang menerus termasuk jalan ke luar, koridor/selasar umum dan sejenis dari setiap bagian bangunan gedung termasuk di dalan unit hunian tunggal
ke
tempat
aman,
yang
disediakan
bagi
suatu
lingkungan/kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi. (58) Sub zona adalah suatu bagian dari zona uang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan.
5-18
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(59) Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran udara tegangan ekstra tinggi , pantai dan lain-lain, dan/atau yang belum nyata atau rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota. (60) Subblok adalah bidang tanah yang merupakan satu atau lebih perpetakan yang telah ditetapkan batas-batasnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota untuk peruntukkan tanah tertentu. (61) Nomor blok adalah kode numerik yang diberikan untuk setiap blok. (62) Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan, Ketinggian bangunan, Koefisien Dasar Hijau, Koefisien Tapak Besmen, tiap kawasan bagian kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota. (63) Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung
dan
luas
lahan/tanah
perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana. (64) Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai rencana. (65) Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase perbandingan luas tapak basement dengan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai
rencana. (66) Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau penghijauan dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai rencana.
5-19
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
(67) Lahan perencanaan adalah luas lahan efektifyang dikuasai dan/atau direncanakan
untuk
kegiatan
pemanfaatan
ruang,
dapat
berbentuksuper blok, blok, sub blok dan/atau perpetakan. (68) Garis sempadan bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dsb (building line). (69) Garis sempadan jalan yang selanjutnya disingkat GSJ adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kota. (70) Jarak bebas bangunan adalah jarak serendah-rendahnya yang diperkenankan dari bidang terIuar bangunan sampai batas samping dan belakang tanah perpetakan (71) Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. (72) Bangunan di bawah permukaan tanah adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan yang keseluruhan atau sebagian terletak di bawah tanah. (73) Bangunan layang adalah bangunan penghubung antar bangunan yang dibangun melayang di atas permukaan tanah. (74) Bangunan tinggi adalah bangunan gedung yang memiliki jumlah lantai bangunan lebih dari 8 (delapan) lantai. (75) Pemanfaatan ruang di atas permukaan air adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang di atas permuakaan air seperti sungai, waduk, danau dan laut. (76) Pemanfaatan ruang sempadan sungai dan waduk/situ adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan
5-20
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
rencana tata ruang ruang pada penyangga antara ekosistem sungai dan daratan. (77) Rumah susun adalah bangunan hunian berbentuk gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. (78) Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). (79) Garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. (80) Garis sempadan pantai adalah jarak bebas atau batas wilayah pantai diukur dari garis pantai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budi daya atau untuk didirikan bangunan. (81) Sempadan pantai adalah kawasan daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai sesuai ketentuan yang berlaku. (82) Kaveling adalah bidang lahan yang telah ditetapkan batas-batasnya sesuai dengan batas kepemilikan secara hukum/legal di dalam blok atau sub blok. (83) Bangunan Tipe Deret adalah bangunan yang diperbolehkan rapat dengan batas perpetakan atau batas pekarangan pada sisi samping. (84) Bangunan Tipe Kopel adalah bangunan yang diperbolehkan rapat pada salah satu sisi samping dengan batas perpetakan atau bangunan disebelahnya. (85) Bangunan Tipe Tunggal adalah bangunan yang harus memiliki jarak bebas dengan batas perpetakan atau batas pekarangan pada sisi samping dan belakang. (86) Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan
5-21
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan/atau bangunan
milik
pemerintah
dan/atau
swasta
yang
bersifat
sementara/tidak menetap. (87) Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penataan ruang. (88) Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
b. Materi yang Akan di Atur Ruang lingkup rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta memuat: 1. Wilayah Perencanaan 2. Tujuan, Kebijakan dan Strategis Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura 3. Kedudukan dan Jangka Waktu 4. Arahan Pengembangan 5. Rencana Struktur Ruang Kawasan Strategis Pantura 6. Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura 7. Rencana Pemanfaatan Ruang 8. Peraturan Zonasi 9. Perizinan dan Rekomendasi 10. Insentif dan Disinsentif 11. Pembangunan, Kelembagaan dan KerjaSama Usaha 12. Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakatak 13. Hak Keberatan 14. Pembinaan dan Pengawasan 15. Sanksi Administratid 16. Penyidikan 17. Ketentuan Pidana 18. Ketentuan Peralihan 19. Ketentuan Penutup
5-22
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
c.
Ketentuan Sanksi Sanksi Administratif Sanksi administratif diberikan kepada setiap orang dan badan hukum melakukan kegiatan atau penggunaan lahan dalam perpetakan/persil dan melakukan perubahan kegiatan atau penggunaan lahan yang tidak sesuai Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara, setiap orang atau badan hukum yang melakukan perubahan intensitas pemanfaatan ruang, setiap orang atau badan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan prasarana minimal. Sanksi administratif dapat berupa: a. teguran tertulis; b. penundanaan pemberian izin/rekomendasi; c. penghentian kegiatan; d. pencabutan izin operasional; e. denda adminsitratif; dan/atau f. polisional. Denda administrasif sebagaimana dimaksud di atas, ditetapkan oleh Gubernur, dan disetorkan ke dalam Kas Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sanksi Pidana Sanksi pidana dapat diberikan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan apabila orang yang melakukan pelanggaran telah diberikan sanksi administratif dalam jangka waktu yang ditentukan kewajibannya tidak dipenuhi. Sanksi pidana juga diberikan pada setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada zona yang tidak diizinkan. Aparatur pemerintah yang
memberikan izin kegiatan pemanfaatan
ruang tidak sesuai RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dikenakan
sanksi
pidana
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan. Aparatur pemerintah, Ketua RT, dan Ketua RW yang memberikan rekomendasi sebagai kelengkapan izin kegiatan
5-23
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura JakartA
pemanfaatan ruang tidak sesuai RTRW 2030, dan RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. d. Ketentuan Peralihan Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini maka: a. Pelaksanaan Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan penataan ruang kawasan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini; b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlaku izin; c.
Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, diberikan masa transisi selama 2 (dua) tahun untuk disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.
d. Pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini.
5-24
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Untuk mencapai visi dan misi penataan ruang Provinsi DKI Jakarta yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 maka diperlukan suatu rencana detail tata ruang
untuk Kawasan Strategis Pantura yang mendukung berjalanannya program
penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang komprehensif. Rencana detail tata ruang diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pembangunan dan pemanfataan ruang di Kawasan Strategis Pantura serta pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan tersebut. Naskah Akademis Penyusunan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura disusun berdasarkan amanat Pasal 14 ayat (3) pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menjabarkan bahwa rencana rinci tata ruang termasuk di dalamnya adalah Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kabupaten. Rencana Detail Tata Ruang selanjutnya ditetapkan sebagai peraturan daerah, sebagaimana tertuang pada pasal 27 ayat (1). Kemudian pada Pasal 78 ayat (4) huruf b dan huruf c, bahwa semua peraturan daerah provinsi tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun (Pasal 27 ayat (1) mengenai rencana rinci tata ruang provinsi) dan; semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun (Pasal 27 ayat (1) mengenai rencana rinci tata ruang kabupaten/kota) terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. Muatan, pedoman dan tata cara penggunaan rencana rinci tata ruang provinsi, kabupaten/ kota berdasarkan amanat Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk pelaksanaan ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya.
6-1
Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Naskah akademis ini secara keseluruhan merekomendasikan perlunya penyusunan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai pedoman perencanaan pembangunan, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang hingga tanhun 2030. Peraturan ini perlu segera ditetapkan sebagai bagian penting dalam rangka mewujudkan visi Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera.
6.2. Saran Naskah Akademis Penyusunan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil perencanaan
tata
ruang
Kawasan
Strategis
Pantura
yang
dapat
dipertanggungjawabakan secara ilmiah tentang perencanaan tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Setelah diselesaikannya Raperda ini, maka perlu adanya peraturan-peraturan dalam ranah teknis yang mengatur keberjalanan pemanfaatan ruang sesuai dengan Raperda yang telah disusun. Selain itu, sosialisasi yang menyeluruh untuk semua kalangan juga harus dilakukan terutama kepada stakeholder terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanahan dan Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri dan kementerian pusat lain yang terkait pembangunan reklamasi serta seluruh stakeholder sepertu lembaga swadaya masyarakat dan komunitas-komunitas Jakarta Utara.
6-2
DAFTAR GAMBAR Gambar 2 - 1 Pengembangan Waterfront City ......................................................................... 2-18 Gambar 2 - 2 Urban Transit dengan mixed-use di Suatu Kawasan (kiri); Pengembangan di Sepanjang Alur Transit (kanan) ........................................................................... 2-23 Gambar 2 - 3 Prinsip Perancangan berdasarkan Konsep Place............................................... 2-32 Gambar 2 - 4 Master Plan Singapore ....................................................................................... 2-40 Gambar 2 - 5 Masterplan Kota Baru Songdo ........................................................................... 2-43 Gambar 2 - 6 Kota Baru Songdo .............................................................................................. 2-45 Gambar 2 - 7 Perkembangan Reklamasi di Hongkong ........................................................... 2-47 Gambar 2 - 8 Victoria Harbour, Hong Kong.............................................................................. 2-49 Gambar 5 -1 Green City untuk Pembangunan Berkelanjutan 5-2
iv
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1-1 1.1.Latar Belakang
1-1
1.2.Identifikasi Masalah
1-2
1.3.Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademis
1-4
1.4.Metode Penulisan Naskah Akademis
1-6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2-1
2.1. Kajian Teoritis
2-1
2.1.1. Konsep Pengembangan Wilayah ................................................................. 2-1 2.1.2. Konsep Penataan Ruang ............................................................................. 2-3 2.1.3 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan ................................................... 2-5 2.1.4 Konsep Pengembangan Wilayah Pesisir Berkelanjutan (Sustainable Coastal Zone Development) ...................................................................................... 2-15 2.1.5. Konsep Pengembangan Waterfront City ...................................................... 2-17 2.1.6 .Pendekatan Penyusunan Rencana Pola Ruang ........................................... 2-20 2.2. Kajian Asas
2-35
2.3. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan
2-39
2.3.1. Kawasan Reklamasi di Singapura ................................................................ 2-39 2.3.2.Kawasan Reklamasi di Song Do, Korea Selatan ........................................... 2-42 2.3.3.Kawasan Reklamasi di Hongkong ................................................................. 2-46 2.4. Kajian terhadap Implikasi Penyelenggaraan Peraturan Daerah
2-49
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PENATAAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA ................ 3-1 3.1.Keterkaitan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
3-1
3.1.1. Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah....................... 3-1 3.1.2. Peraturan Perundang-undangan tentang Reklamasi Pantai .......................... 3-1 3.1.3. Peraturan Perundang-undangan tentang Penataan Ruang ........................... 3-2 3.2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Peraturan Perundang-Undangan Terkait
3-2
3.2.1. Peraturan Perundang-Undang tentang Pemerintah Daerah ......................... 3-2 3.2.2.Peraturan Perundang-Undangan tentang Reklamasi .................................... 3-5 3.2.3. Peraturan Perundang-Undangan tentang Penataan Ruang ........................ 3-10 i
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ................................... 4-1 4.1. Landasan Filosofis
4-1
4.2. Landasan Sosiologis
4-5
4.3. Landasan Yuridis
4-13
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA ........................................................... 5-1 5.1. Sasaran yang Akan Diwujudkan
5-1
5.2. Jangkauan dan Arah Pengaturan
5-9
5.3. Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah
5-11
BAB VI PENUTUP
6-1
6.1. Kesimpulan
6-1
6.2. Saran
6-2
ii
DAFTAR PUSTAKA Tanlain, Eka Christiningsih. 2006. Dampak Reklamasi Pantai Singapura Terhadap Batas Maritim Indonesia-Singapura. Jember : Universitas Jember. Djakapermana, Ruchyat Deni. http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data_artikel/edisi4g.pdf. Diakses pada tanggal 24 Februari 2015 Land Use Planning to Support Singapore by Ministry National Development of Singapore. http://www.mnd.gov.sg/landuseplan/e-book/index.html#/12/. Diakses, 26 Februari 2015 Segel, Arthur I. 2006. “New Songdo City”. Boston: Harvard Business School. Lee, Junho, Jeehyun Oh. 2008. “New Songdo City and the Value of Flexibility: A Case Study of Implementation and Analysis of a Mega-Scale Project”. Cambridge: Massachusetts Institute of Technology. Djakapermana, Ruchat Deni. 2010. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. 150 Years of Hong Kong Harbour and Land Development, Ho Pui-yin, Commercial Press.ISBN 962-07-6339-4 "Central and Wan Chai Reclamation". cedd.gov.hk. 3 July 2009. Retrieved 30 January 2012. Widyantoro, Bimo Aji. http://bujurplanologi.blogspot.com/2014/07/seperti-apa-konsepwaterfront-city.html. Diakses 25 Maret 2015. “Herbert Girardet: The Self-Sufficient City”. www.dac.dk. 21 Januari 2014. Diakses 25 Maret 2015. ICLEI Global Reports 2011: Financing the Resilience City. http://resilient-cities.iclei.org/. Diakses 25 Maret 2015. What is a Resilient City?. sustainability.about.com. Diakses 25 Maret 2015. Eco2 Cities Guide : Ecological Cities as Economic Cities. 2012. Washington DC : World Bank. Resilient City : A Grosvenor Research Report. http://www.grosvenor.com/. Diakses 25 Maret 2015. Governor’s Green Government Council. Tanpa tahun. What Is a Green Building? Fundamental Principles of Green Building and Sustainable Site Design. Pennsylvania. Zaman, Atiq Uz. 2011. What is the Zero Waste City Concept?. Australia : Zero Waste SA Research Centre for Sustainable Design and Behavior. Zaman, Atiq Uz. 2011. Challenges and Opportunities in Transforming a City into a Zero Waste City. Australia : University of South Australia.
Giovinazzi, Oriana. 2008. Waterfront Planning : A Window of Opportunities for Post-disaster Reconstruction. Italy : University of Venice. Timur, Umut Pekin. 2013. Urban Waterfront Regeneration. Turkey : Çankırı Karatekin University. Nissa, Chairun. 2007. Perencanaan Sungai Jingah Waterfront di Banjarmasin dengan Pengembangan Potensi Alam. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Tangkuman, Dwi Juwita. 2011. Arsitektur Tepi Air. Manado : Universitas Sam Ratulangi.
DAFTAR TABEL Tabel 2 - 1 Keterkaitan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang ............. 2-4 Tabel 2 - 2 Aspek Perancangan Konsep Sense of Place ........................................................ 2-33 Tabel 2 - 3 Rencana Tata Guna Lahan Singapura ................................................................. 2-41
iii