1
BAB I PENDAHULUAN Dalam proses penulisan skripsi seringkali terjadi penundaan dalam mengerjakannya. Padahal sebenarnya mahasiswa tahu bahwa prokrastinasi yang dilakukannya banyak berakibat negatif terhadap skripsi yang sedang dikerjakannya. Fenomena mengenai penundaan dalam mengerjakan skripsi ini menjadi menarik untuk diteliti, karena ketika diketahui penyebabnya, maka tingkat prokrastinasi dapat diturunkan. Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang penulis ingin melakukan penelitian mengenai prokrastinasi skripsi dan mengapa hal ini menjadi penting untuk diteliti. A.
Latar Belakang Manusia saat ini sedang berada pada masa dimana banyak kejutan-
kejutan besar terjadi. Sebuah era dimana perkembangan terjadi begitu pesatnya. Karena itulah setiap orang dituntut untuk dapat berkembang. Kompetisi, kecepatan dan keunggulan merupakan suatu hal yang sangat penting pada era ini. Oleh sebab itu, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas agar dapat bersaing dalam era yang sekarang ini dan mendatang. Moeliono (2000) mengatakan bahwa dalam era ini yang akan menang bersaing tentunya adalah bangsa yang memiliki Sumber Daya Mnusia (SDM) yang berkualitas tinggi, yakni yang antara lain kedisiplinan, etos kerja yang tinggi dan wawasan jauh ke depan. Mahasiswa merupakan calon – calon SDM yang unggul, calon kompetitor yang akan menghadapi tingkat persaingan yang tinggi nantinya. Untuk itu diperlukan sikap disiplin, karena keunggulan merupakan hasil dari kedisiplinan untuk melakukan secara teratur (Adhi & Bawono, 2009). Namun, sayangnya saat ini banyak mahasiswa yang kurang memiliki
2
kedisiplinan. Mereka lebih memilih untuk menunda melakukan kewajiban mereka sebagai mahasiswa dan memilih untuk melakukan hal – hal lain. Karena itulah sering terjadi keterlambatan, baik itu dari hal yang kecil, hingga hal yang berdampak besar akibat dari penundaan ini. Termasuk di dalamnya adalah penulisan skripsi. Suatu kecenderungan untuk menunda menyelesaikan suatu tugas disebut prokrastinasi (Milgram, Mey, & Levison, dalam Sirin, 2011). Prokrastinasi adalah menunda apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu hingga beberapa waktu ke depan karena hal tersebut dirasakan berat, tidak menyenangkan atau kurang menarik (Lay, dalam Gunawinata, Nanik & Lasmono, 2008). Menurut Erde (dalam Thakkar, 2009) prokrastinasi merupakan penundaan suatu tugas yang pada awalnya sudah direncanakan. Konsep prokrastinasi selalu
terkait erat dengan
deadline kapan suatu tugas harus diselesaikan (Ferrari & Morales, 2007). Deadline memiliki peranan dalam menentukan jadwal penyelesain tugas serta membantu seseorang fokus terhadap tindakan yang akan dilakukan sesuai rencana (Chabaud, Ferrand, & Maury, 2010). Dengan demikian deadline menjadi hal yang penting di dalam menyelesaikan suatu tugas. Akan tetapi, prokrastinator tidak dapat memanajemen rentang waktu antara pemberian tugas sampai deadline penyelesaian tugas dengan baik. Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
3
tepat waktu. Prokrastinasi sebenarnya bukan hanya sekedar mencerminkan manajemen waktu yang tidak efisien, tetapi telah terbukti memiliki hubungan dengan afektif, perilaku dan karakteristik kognitif (Fee & Tangney, 2000; Ferrari, Johnson, & McCown, 1995; Ferrari & Pychyl, 2000, dalam Chabaud, dkk., 2010). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa prokrastinasi merupakan masalah yang sering dialami sebagian besar pelajar. Hampir seperempat mahasiswa Kaukasia-Amerika melaporkan masalah dengan prokrastinasi pada tugas-tugas akademik seperti menulis tugas akhir, belajar untuk ujian dan membaca; 30% dan 45% dari siswa Amerika Afrika melaporkan masalah penundaan dalam menulis tugas akhir, belajar untuk ujian dan belajar dengan bacaan mingguan (Solomon & Rothblum; Clark & Hill, dalam Onwuegbuzie, 2004). Onwuegbuzie (2000) dalam penelitianya menemukan bahwa 41,7% mahasiswa selalu menunda dalam menulis makalah, 39,3% menunda dalam belajar untuk ujian, dan 60% menunda dalam tugas membaca mingguan. Dari hasil observasi dan wawancara tidak terstruktur dengan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang mengambil skripsi, menunjukan bahwa beberapa mahasiswa seusai melakukan bimbingan skripsi dengan dosen pembimbing, mereka tidak segera mengerjakan revisinya, melainkan menunda mengerjakan sampai deadline pengumpulan revisi berikutnya sudah dekat. Hasil wawancara dengan “S” (mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2007), yang dilakukan penulis di rumah “S”, hasilnya menunjukkan bahwa seusai ia melakukan bimbingan sebenarnya ia memiliki cukup keyakinan untuk mengerjakan revisi skripsi dari dosen pembimbingnya, akan tetapi ia meimilih untuk tidak segera mengerjakannya. Ia ingin menikmati terlebih dahulu waktu seusai
4
bimbingan dengan bersantai – santai atau melakukan hal lain. Hasil wawancara dengan “Y” (mahasiwa fakultas psikologi angkatan 2005), yang dilakukan penulis di kos “Y”, hasilnya menunjukkan bahwa ia menginginkan skripsi yang memiliki kualitas sangat baik. Karena hal tersebut, terkadang waktunya lebih banyak tersita untuk mencari materi skripsi daripada menulis skripsinya. Fenomena yang terjadi pada mahasiswa fakultas psikologi ini mengindikasikan terjadinya prokrastinasi. Dari fenomena di atas, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penundaan adalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Flett, Hewitt, dan
Martin, serta
Onwuegbuzie (dalam Chabaud, dkk., 2010), bahwa salah satu sifat yang ditemukan memiliki hubungan dengan prokrastinasi adalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism),yang dianggap sebagai motif utama untuk menunda. Orientasi pada kesempurnaan diartikan sebagai keyakinan seseorang untuk dapat dan harus mencapai suatu target yang tinggi, dan sesuatu yang kurang dari sempurna dianggap sebagai kegagalan total (Kaur & Kaur, 2011). Hal serupa juga dikatakan oleh Gordon (dalam Gunawinata, dkk., 2008) bahwa orientasi pada kesempurnaan menuntut segalanya serba sempurna dan memiliki harapan yang tidak realistik. Satu sisi orientasi pada kesempurnaan memunculkan energi atau dorongan kepada seseorang untuk selalu memberikan yang terbaik di dalam mencapai hal dinginkannya. Seperti yang dikatakan Roedell (dalam Kaur & Kaur, 2011) bahwa orientasi pada kesempurnaan dapat memberikan energi kepada seseorang untuk mencapai prestasi terbaik yang diinginkannya. Sehingga, Stanley (dalam Kaur & Kaur, 2011) berpendapat bahwa seorang yang perfeksionis memiliki tingkatan yang rendah pada prokrastinasi. Pada sisi lain, orientasi pada kesempurnaan juga dapat membuat seseorang menunda pekerjaannya.
5
Standar tinggi yang dimiliki seorang perfeksinis terkadang membuatnya enggan untuk menyelesaikan tugasnya, dan pada akhirnya memilih untuk melakukan prokrastinasi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ashby, dkk,. (dalam Gunawinata, dkk., 2008) bahwa orientasi pada kesempurnaan yang destruktif dapat mengarah pada prokrastinasi. Hal ini dikarenakan individu merasa tidak mampu mencapai standar tinggi yang ditetapkannya (Gunawinata, dkk,. 2008) Pada penelitian sebelumnya mengenai orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi ditemukan hasil yang bervariasi. Ada beberapa penelitian yang mendukung bahwa ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Di samping itu, juga terdapat penelitian yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keduanya. Stanley (dalam Kaur & Kaur, 2011) menemukan bahwa individu yang perfeksionis memiliki level yang rendah pada prokrastinasi dibanding yang non perfeksionis. Haycock (dalam Steel, 2003) mengatakan hanya 7% orang yang melaporkan orientasi pada kesempurnaan memberi kontribusi pada prokrastinasi mereka. Keen (dalam Gunawinata, dkk., 2008) menunjukan bahwa orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi
berhubungan
melalui
socially
prescribe
perfectionists.
Gunawinata, dkk., (2008) dari hasil penelitianya menemukan bahwa orientasi terhadap kesempurnaan memiliki hubungan yang signifikan dengan prokrastinasi akademik. Martin, Flett dan Hewitt, (dalam Capan, 2010) dalam penelitiannya menemukan hubungan positif antara dimensi sosial dari orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi. Akan tetapi, Steel (2003) menemukan bahwa orientasi pada kesempurnaan tidak berkorelasi secara signifikan dengan prokrastinasi. Hanya other-oriented perfectionism yang berkaitan dengan prokrastinasi akan tetapi korelasinya sangat lemah. Begitu juga dengan penelitian Frost,
6
dan Marten (dalam Flett, Blankstein, Hewit, & Koledin, 1992), hasil analisis menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi. Faktor lain yang mempengaruhi prokrastinasi adalah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (dalam Muhid, 2006) menjelaskan bahwa efikasi diri sebagai
pertimbangan
seseorang
terhadap
kemampuannya
mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Efikasi diri juga didefinisikan sebagai suatu pendapat atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku dan hal ini berhubungan dengan situasi yang dihadapi oleh seseorang tersebut dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial. Menurut Matlin (dalam Sulistyawati, 2010), seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat, mampu mengatur kehidupan mereka untuk lebih berhasil. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi ketika awalnya tidak berhasil, mereka akan mencoba cara yang baru, dan bekerja lebih keras. Ketika masalah timbul, seseorang dengan efikasi diri yang kuat tetap tenang dalam menghadapi masalah dan mencari solusi, bukan memikirkan kekurangan dari dirinya. Efikasi diri yang rendah dapat menghalangi usaha meskipun individu memiliki ketrampilan dan menyebabkan mudah putus asa (Gist, dalam Muhid, 2006). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki peran terhadap munculnya prokrastinasi. Klassen dan Kuzucu (2009) mengatakan bahwa efikasi diri akan akademik merupakan prediktor yang kuat bagi prokrastinasi. Ferrary, dkk., (dalam Haycock, McCarthy, & Skay, 1998) menemukan korelasi negatif antara keyakinan efikasi (efficacybelief) dan prokrastinasi akademik. Tuckman (dalam Haycock, dkk., 1998)
7
menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara efikasi diri dan penundaan. Martin telah menemukan bahwa siswa dengan tingkat efikasi diri tinggi untuk tugas-tugas sosial, atau hari-hari (namun tidak ada efikasi diri untuk tugas-tugas akademik) prokrastinasi lebih sering terjadi (dalam Haycock dkk, 1998). Namun, penelitian Sirin (2011) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu tidak ada hubungan antara academic efikasi diri dan prokrastinasi akademik, dan academic efikasi diri bukan merupakan prediktor bagi prokrastinasi akademik. Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan Hoycock (1998), menunjukan hasil bahwa efficacy-expectations dengan prokarastinasi memiliki hubungan yang signifikan, tetapi ketika variabel-variabel ini dimasukan ke dalam model regresi, hanya cumulative efficacy strength yang signifikan sebagai prediktor terhadap prokrastinasi Melihat fenomena prokrastinasi skripsi yang terjadi pada fakultas Psikologi
UKSW,
Salatiga,
beserta
penelitian-penelitian
sebelumya
mengenai orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri yang dikaitkan dengan prokrastinasi skripsi, penulis merasa perlu untuk meneliti di fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukan ada beberapa pendapat yang bervariasi terkait orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri dan prokrastinasi, baik secara partial ataupun simultan yang sudah diterapkan pada kasus dan konteks yang berbeda, termasuk dalam konteks lembaga pendidikan. Terjadinya variasi tersebut, mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan tempat, situasi dan subjek penelitian. Secara khusus mengenai orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri yang dikaitkan dengan prokrsatinasi skripsi secara bersama belum pernah diteliti pada mahasiswa fakultas Psikologi UKSW Salatiga, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji kembali
8
ketiga variabel tersebut dengan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh oreintasi pada kesempurnaan (perfectionism) dan efikasi diri terhadap prokrastinasi skripsi mahasiswa fakultas Psikologi UKSW Salatiga.
B.
Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh orientasi pada kesempurnaan (perfectionism)
dan efikasi diri secara simultan dan signifikan terhadap prokrastinasi skripsi mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
orientasi pada kesempurnaan (perfectionism) dan efikasi diri secara simultan dan signifikan terhadap prokrastinasi skripsi mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Secara teoritis
a).
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan khususnya sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu di bidang psikologi mengenai pengembangan sumber daya manusia khusunya di bidang pendidikan. Hal yang dapat digali dari penelitian ini adalah kemungkinan munculnya pengembangan konsep-konsep interpendensi orientasi pada kesempurnaan (perfectionism) dan efikasi diri yang dapat menekan tingkat prokrastinasi skripsi yang akhirnya mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan skripsi dan lulus tepat waktu.
9
b).
Menguji kembali beberapa teori yang berhubungan dengan masalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri dan prokrastinasi.
2.
Secara praktis
a)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui dan menjadi bahan pertimbangan antisipatif sebab-sebab terjadinya prokrastinasi skripsi di lingkungan Fakultas Psikologi UKSW Salatiga, sehingga pada akhirnya mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan studi dalam waktu yang seharusnya.
b)
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi pihak Fakultas, sehingga pihak yang bersangkutan dapat memberikan pembinaan kepada mahasiswa dalam mengatasi prilaku prokrastinasi skripsi.
c)
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi bagi penelitian selanjutnya dengan topik serupa. Adapun kekurangan dalam penelitian ini diaharapkan menjadi koreksi bagi penelitian selanjutnya pula.