BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan manusia selama ini dapat diidentifikasi menjadi tiga tahap yaitu pada masa agraris, industri dan yang terbaru adalah era informasi. Perubahan paradigma pembangunan pada inovasi baru memasuki era informasi (Information Age) terjadi hampir di seluruh dunia. Era informasi ini dimulai dengan adanya penetrasi teknologi dan selanjutnya diikuti oleh perubahan gaya administrasi pemerintahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang juga dipengaruhi oleh pertumbuhan perkembangan yang pesat oleh teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri (Mehrtens 2001, Stiftung 2002 dalam Kelvin, 2009). Menanggapi
perubahan
tersebut,
banyak
sektor
yang
mulai
mempertimbangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangannya tak terkecuali dalam kepemerintahan. Pemerintah di seluruh dunia semakin fokus pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembangunan (dikenal dengan ICT for Development -ICT4D) yang tidak hanya mengembangkan sektor industri atau sektor TIK tetapi juga mencakup pembangunan fisik, pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi. Maisero (2010) menambahkan bahwa fungsi pembangunan dalam konteks ICT4D tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi tetapi lebih kepada pemberdayaan masyarakat mengarah pada pembangunan manusia (empowerment for human development). Manfaat dari pengembangan wilayah berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam kepemerintahan dapat dikaji melalui pendekatan geografi. Weber (2002, dalam Talvitie 2003) menyebutkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan lima aspek yaitu: aspek teknologi, aspek ekonomi, aspek
1
pekerjaan, aspek keruangan dan aspek kebudayaan. Kelima aspek tersebut dapat ditinjau dari segi geografi. Teknologi informasi dan komunikasi pada kepemerintahan mampu mempengaruhi cara penyebaran informasi kepada masyarakat maupun pelayanan publik yang awalnya secara tradisional dilakukan melalui media lisan maupun datang langsung ke tempat penyedia layanan. Interaksi langsung ini dinilai kurang efektif dan membutuhkan waktu yang lama mengindikasikan adanya hambatan ruang dan waktu dalam penyampaian informasi maupun penyediaan pelayanan publik yang akan mempengaruhi kecepatan pelaksanaan pembangunan. Teknologi informasi dan komunikasi sendiri diharapkan menjadi salah satu faktor yang mampu mempercepat usaha pembangunan wilayah. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi terutama internet tidak mengenal lokasi, batasan jarak, dan waktu. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi ini diasumsikan mampu untuk menjadi solusi dari permasalahan tersebut terutama di daerah perkotaan maupun di daerah dengan wilayah yang luas. Seperti yang dijelaskan oleh Schwanen (2007) bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat mencakup aktivitas dengan area yang luas dengan penggunaan yang lebih fleksibel. Berdasarkan manfaat kebebasan ruang dan waktu menjadikan adopsi teknologi informasi dan komunikasi semakin gencar dilaksakan di berbagai bidang. Adopsi teknologi, komunikasi dan informasi dalam pemerintah lebih akrab disebut sebagai electronic government atau disingkat menjadi eGovernment. Lallana (2009) menjelaskan bahwa penerapan e-Government merupakan bentuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam domain administrasi pemerintah termasuk di dalamnya adalah penyediaan layanan publik, peraturan, penegakan hukum, peningkatan efisiensi birokrasi dan pembuatan kebijakan. Penggunaan maupun penyediaan layanan publik berbasis elektronik disebut sebagai e-service. Pengertian tersebut diungkapkan Almabareh (2010) tentang konsep e-Government yang mengarah pada pengunaan teknologi
2
informasi dan komunikasi untuk berinteraksi dengan masyarakat menggunakan media elektronik seperti telepon, fax, email dan internet. Penerapan e-Government menyebar ke seluruh pemerintah di dunia tidak terkecuali di Indonesia. E-Government dibentuk dengan tujuan peningkatan kinerja pemerintah untuk lebih efektif dan efisien salah satunya dengan memberikan pelayanan yang dilakukan secara online. Peningkatan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien dalam proses penyelenggaraan pemerintahan mendorong terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau. Hal ini juga disinggung dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengatur prinsip-prinsip pemerintahan yang baik agar fungsi pemerintahan berjalan efektif. Beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai menerapkan konsep e-Government ini seperti pemerintah daerah di Sragen, Surabaya dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta direncanakan sebagai pusat jaringan pelayanan telekomunikasi dan teknologi informasi yang telah tertuang dalam RTRW Provinsi DIY Tahun 2007-2027 sehingga Kota Yogyakarta diarahkan menuju ke Jogja Cyber City (Djunaedi, 2006). Kebijakan E-Government di Kota Yogyakarta tercantum dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta no 78 tahun 2007 mengenai EGovernment yang diturunkan dari Peraturan Gubernur no 42 tahun 2006 tentang Blueprint Jogja Cyber Province. Berdasarkan peraturan tersebut Kota Yogyakarta perlu melaksanakan standar pelayanan yang didukung oleh sebuah sistem informasi terpadu. Fungsi dari pelayanan tersebut untuk meningkatkan kinerja pemerintah terhadap masyarakat, dimana masyarakat dapat mengakses informasi dan pelayanan secara langsung, mengoptimalkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengembangan Kota Yogyakarta. Peningkatan pelayanan publik yang transparan, efektif, efisien, dan pastisipatif dapat dipercaya mengarah pada terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Menurut UNESCAP (dalam Weiss, 2006) konsep good
3
governance mendasarkan pada pemerintahan yang terbuka, terpercaya, transparan, partisipatif, efektif dan efisien, adil, dan sesuai dengan peraturan atau hukum yang berlaku. Penerapan e-Government ini sebagai salah satu perwujudan dari konsep good governance sering kali dianggap sebagai wujud kinerja pemerintahan yang baik, bersih dan berhasil menjalankan kepemerintahan. Konsep e-Government di Kota Yogyakarta diwujudkan dalam bentuk pelayanan pemerintah digital atau yang disebut sebagai Digital Government Service (DGS). Pemerintah Kota Yogyakarta membuat website yang di dalamnya mencakup seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Yogyakarta. Website Kota Yogyakarta sebagai domain utama memuat berbagai informasi mengenai SKPD tersebut yang selanjutnya menyediakan tautan ke berbagai sub domain fasilitas pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi lain yang disediakan oleh pemerintah. Salah satu contoh pelayanan publik yang dibuat adalah perizinan online yang disediakan oleh Dinas Perizinan. Dinas Perizinan sendiri dibuat berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta No 01 tahun 2000 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Yogyakarta. Awalnya UPTSA hanya merupakan front office sedangkan untuk proses perizinannya tetap di instansi/SKPD teknis. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Kota Yogyakarta membentuk lembaga pelayanan perizinan yang definitif berupa Dinas Perizinan. Dinas Perizinan meningkatkan pelayanan dengan konsep Unit Pelayanan Satu Pintu sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Setelah perubahan kebijakan tersebut Dinas Perizinan tidak hanya bekerja sebagai front office saja tetapi juga sebagai tempat penyelenggaraan seluruh proses perizinan yang meliputi pendaftaran, pemrosesan hingga mengeluarkan perizinan. Dinas Perizinan sendiri mengembangkan teknologi informasi komunikasi dalam proses pendaftaran, pemrosesan izin hingga pengeluaran perizinan. Pada tahun 2007 perwujudan penggunaan layanan berbasis teknologi informasi komunikasi ini 4
dilakukan dengan membuat website khusus untuk dinas perizinan yang mencakup semua informasi mengenai izin maupun persyaratan, konsultasi, keluhan, melihat proses izin yang dapat diakses secara langsung melewati website tersebut. Perizinan online sendiri merupakan bagian dari pengembangan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang mempunyai kemampuan membantu masyarakat mendaftarkan perizinan mereka secara online melewati website tanpa harus datang langsung ke lokasi Dinas Perizinan. Walaupun begitu, tidak semua perizinan dapat dilaksanakan secara online, baru 5 dari 34 perizinan yang bisa diproses secara online yaitu perizinan penelitian, kuliah kerja nyata (KKN), praktek kerja lapangan (PKL), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Kelima perizinan ini tidak memerlukan tinjauan ke lapangan secara spesifik. Perizinan online dikembangkan dan diterapkan sejak tahun 2012 dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus perizinan.
1.2. Rumusan Masalah Membicarakan
mengenai
penerapan
e-Government
lebih
banyak
menggunakan pendekatan teknologi komunikasi dan informasi, manajemen politik dan administrasi pemerintahan. Suaedi (2010, dalam Wijaya 2013) menyebutkan salah satu elemen yang harus diperhatikan dalam penerapan eGovernment adalah nilai (value), yaitu berkaitan dengan manfaat yang dapat dipetik dengan adanya penerapan teknologi informasi, bukan hanya pemerintah tetapi juga oleh stakeholder dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah masyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta memulai menerapkan e-Government dalam pelayanan termasuk salah satunya Dinas Perizinan yang menyediakan layanan perizinan online. Layanan tersebut ternyata belum digunakan secara optimal. Layanan perizinan online ini diharapkan menjadi layanan yang dapat membantu
5
masyarakat secara efektif dan efisien juga dapat meningkatkan kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat. Kurang maksimalnya pemanfaataan pelayanan ini bisa disebabkan oleh perbedaan persepsi antara kebutuhan masyarakat dengan apa yang disediakan pemerintah atau bisa dikarenakan adaptasi masyarakat yang masih kurang terhadap layanan berbasis teknologi informasi komunikasi. Oleh karena itu maka perlu dikaji mengenai kesesuaian perencanaan pelayanan masyarakat yang salah satunya dengan mengetahui sejauh mana pemanfaatan masyarakat terhadap layanan pemerintah dan juga persepsi masyarakat terhadap layanan yang telah disediakan pemerintah tersebut. Sesuai dengan penjabaran permasalahan tersebut, maka perlu adanya penelitian mengenai “Bagaimana persepsi masyarakat sebagai pengguna terhadap layanan perizinan online yang disediakan oleh Dinas Perizinan di Kota Yogyakarta” yang sekaligus menjadi rumusan masalah utama dalam penelitian ini. Untuk lebih memahami masalah tersebut peneliti membagi menjadi beberapa rumusan yang lebih spesifik sebagai upaya mempermudah dalam menganalisis masalah, yaitu terbagi menjadi : 1. Bagaimana layanan perizinan online di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan online di Kota Yogyakarta? 3. Bagaimana kebutuhan pengembangan perizinan online di Kota Yogyakarta untuk masa mendatang? Kajian mengenai pemanfaatan pelayanan dan persepsi masyarakat dapat digunakan oleh pemerintah sebagai bahan evaluasi kebijakan. Evaluasi mengenai kendala yang dialami oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan dan dari masyarakat dalam mengaksesnya, serta mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dari layanan tersebut. Hasil dari evaluasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pengembangan layanan publik tersebut kedepannya.
6
1.3. Tujuan Penelitian Melihat permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Mendeskripsikan layanan perizinan online di Kota Yogyakarta yang terbagi dalam tujuan layanan, jenis layanan, kendala layanan dan juga rencana pengembangan layanan perizinan online. 2. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan online di Kota Yogyakarta. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan layanan perizinan online di Kota Yogyakarta.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dan kegunaan dalam berbagai segmen ilmu dan berbagai bidang, yaitu: 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi terkait perkembangan ilmu geografi terutama pembangunan wilayah dalam era informasi terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya perkembangan pelayanan publik di perkotaan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi sekaligus sumbangan bagi pemerintah Kota Yogyakarta terkait dengan implementasi dan kebijakan mengenai e-Government dan pelayanan publik yang dikemas dalam Digital Government Services (DGS) sebagai upaya pengembangan Jogja Cyber Province serta membantu terwujudnya terwujudnya E-Government yang lebih baik. 3. Menjadi referensi penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
7
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari riset kerjasama Fakultas Geografi dengan universitas mitra luar negeri yaitu “International Research Collaboration and Scientific Publication“ yang berjudul “Virtual City: A Solution to Urban Problems” dengan ketua peneliti Dr. Rini Rachmawati, M.T. Penelitian utama tersebut dijadikan sebagai payung dan juga referensi bagi penelitian ini. Penelitian ini juga mengambil beberapa contoh penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk memperkaya referensi. Beberapa contoh penelitian yang diambil dari skripsi, jurnal penelitian, laporan penelitian hingga tesis ini dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Penelitian-penelitian tersebut mengkaji penerapan e-Government maupun persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Penelitian pertama dilakukan oleh Matavire, dkk (2010) dengan judul “Challenges of eGovernment Project Implementation in a South African Context” yang
lebih
berfokus
pada
implementasi
e-Government,
faktor
yang
mempengaruhi, kendala implementasi hingga solusi dari masalah dari implementasi e-Goverment di wilayah Afrika Selatan. Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada contoh tipe dari e-Government yang ada, digunakan sebagai sebagai bahan referensi tinjauan pustaka. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Gaol pada tahun 2011 dengan judul “Impact of information and communication technology on improving small and medium enterprises performance in an urban kampung” lebih memfokuskan pada pengaruh penetrasi teknologi informasi dan komunikasi dalam pelaksanaan UMKM di Kampung Cyber RT 36. Penelitian ini mempunyai kesamaan dalam interverensi teknologi informasi dan komunikasi pada sebuah kegiatan dan juga kesamaan dalam teknik pengambilan dan analisis data. Penggunaan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dan cara analisis data menjadi poin yang sama dalam kedua penelitian ini.
8
Refensi penelitian yang digunakan selanjutnya adalah penelitian kerjasama luar negeri dengan judul “Virtual City: A Solution to Urban Problem” pada tahun 2013. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada obyek penelitian berupa seluruh layanan masyarakat berbasis TIK yang disiapkan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Penelitian tersebut dilaksanakan terhadap sekelompok masyarakat yaitu Kelurahan Suryatmajan yang sedang merintis Cyber Vilage dan juga Kampung Cyber RT36 Tamansari. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian ini lebih berfokus pada satu layanan saja yaitu perizinan online yang disediakan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan informan diambil dari pengguna pelayanan perizinan di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Selanjutnya
adalah
penelitian
Aurumbita
(2013)
yang
berjudul
“Pemanfaatan dan Persepsi Masyarakat Terhadap Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK) di Kelurahan Suryatmajan, Kota Yogyakarta” dan penelitian Aprilia (2013) yang berjudul “Penyediaan dan Pemanfaatan Layanan Konsultasi Belajar Siswa (KBS) Online dalam System Pembelajaran Anak di Kota Yogyakarta”. Kedua penelitian tersebut sama-sama berada dibawah payung penelitian utama yang sama sehingga ditemukan kemiripan pada tujuan penelitian. Namun, yang membedakan penilitian ini dengan kedua penelitian tesebut adalah obyek penelitian yang berkhusus pada Dinas perizinan saja, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Aurumbita (2013) mempunyai fokus pada UPIK yang disediakan oleh Bidang Humas dan penelitian Aprilia (2013) mempunyai fokus pada layanan KBS online yang disediakan oleh Dinas Pendidikan. Walaupun ditemukan banyak kesamaan terhadap beberapa referensi yang digunakan, namun peneliti belum menemukan yang mempunyai persamaan secara mutlak dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu meneliti persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan online yang ada di Kota Yogyakarta. Berikut ini beberapa referensi yang digunakan disajikan pada Tabel 1.1.
9
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Matavire, R, Chigona, W , Roode, D, Sewchurran, E, Davids, Z, Mukudu, A and Boamah-Abu, C.
Jenis Penelitian Jurnal Penelitian
Judul dan tahun penelitian Challenges of eGovernment Project Implementation in a South African Context (2010)
Pahala Hamonangan Lumban Gaol
Tesis
Impact of information and communication technology on improving small and medium enterprises performance in an urban kampung
Tujuan / Hipotesis Penelitian 1. Mengidentifikasi faktor dominan penerapan E-gov di provinsi Cape Barat 2. Mencari relasi antara faktor kunci penerapan E-gov 3. Mencari solusi dari masalah penerapan E-gov
1. Menilai implementasi TIK 2. Menilai pelaksanaan UMKM yang sudah menggunakan TIK 3. Mengidentifikasi hubungan antara TIK dan peningkatan pelaksanaan UMKM
10
Metode dan Teknik Analisis Ground Theory Method (GTM). Teknik analisis data komparatif
Penelitian kualitatif dengan tipe studi kasus
Hasil Faktor dominan dalam penerapan E-gov yaitu : leadership, project fragmentation, and stakeholder engagement di level provinsi di wilayah Afrika Selatan.Perbedaan kewenangan yang berpengaruh pada implementasi e-gov dan pelayanan. Deregulasi dan pengadaan sarana telekomunikasi bisa dijadikan solusi untuk meningkatkan E-gov. Implementasi TIK di UMKM masih sebatas pada tahap transformasi. UMKM dapat meningkatkan kinerja dengan mengadopsi TIK dan mengintegrasikan dalam sistem kerja mereka. UMKM juga harus mempunyai tujuan penggunaan TIK yang jelas dengan ada kesempatan networking yang lebih luas. Investasi TIK dalam
(2011)
Rini Rachmawati, Rijanta
Laporan Penelitian
Virtual City: A Solution to Urban Problems (2013)
UMKM akan lebih maksimal apabila pelaku dapat mengerti secara kesuluran fungsi yang bisa digunakan sesuai dengan kondisi UMKM itu sendiri. 1. Menganalisis implementasi konsep Virtual City 2. Mengidentifikasi sektor yang menggunakan TIK 3. Menganalisis kebutuhan TIK di masyarakat. 4. Menganalisis permasalahan perkotaan dapat diselesaikan dengan konsep Virtual City.
11
Penelitian Kulaitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Metode pengambilan data dengan studi literatur, FGD, dan indepth interview
1. Penyediaan layanan berbasis TIK memberikan solusi bagi permasalahan perkotaan. Adanya umpanbalik informasi antara pemerintah dan masyarakat. 2. Pelayanan pendidikan berbasis TIK sangat membantu menyediaakan informasi pendidikan. 3. Manajemen control lalulintas berbasis TIK bermanfaat meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan. 4. Pelayanan publik berbasis TIK akan dikembangakan tidak hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan. 5. Konsep Virtual city/Cyber City penting untuk diimplementasikan bagi masyarakat dan membantu menyelesaikan amsalah perkotaan.
Yuke Nori Aurumbita
Skripsi
Pemanfaatan dan 1.Mendeskripsikan pel Persepsi Masyar ayanan UPIK di akat Terhadap Kota Yogyakarta Unit Pelayanan I 2.Mengidentifikasi pe nformasi dan manfaatan UPIK Keluhan (UPIK) yang telah dilakukan di oleh masyarakat Kelurahan Surya Kelurahan Suryatma tmajan, Kota Yo jan gyakarta. 3.Mengidentifikasi per sepsi masyarakat (2013) Kelurahan Suryatmajan terhadap UPIK Kota Yogyakarta.
Penelitian Kualitatif dengan teknik analisis deskriptif kualitatif
1.UPIK dibentuk sebagai sarana komunikasi antara masyarakat dan pemerintah untuk menampung informasi, keluhan, saran/ kritik, ataupun pertanyaan seputar Kota Yogyakarta. 2.UPIK telah dimanfaatkan oleh masyarakat di Kelurahan Suryatmajan namun belum semua masyarakat. Saat ini pemanfaatan UPIK pada Kelurahan Suryatmajan sebatas pada ketua RW setempat. 3. Masyarakat ada yang menyambut baik terhadap layanan UPIK, sedangkan lainnya tidak.
Sisca Rizky Aprilia
Skripsi
Penyediaan dan Pemanfaatan Layanan Konsultasi Belajar Siswa (KBS) Online dalam Sistem Pembelajaran Anak di Kota Yogyakarta
Penelitian Kualitatif dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.
1. Layanan KBS online merupakan layanan masyarakat berbasis TIK dalam rangka mendukung visi Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan mendukung program Jogja Cyber Province. 2. Pemanfaatan layanan KBS online oleh penggunaan layanan menyatakan bahwa
1. Mendeskripsikan karakteristik penyediaan layanan KBS Online di Kota Yogyakarta 2. Mendeskripsikan karakteristik pemanfaatan layanan KBS Online
12
(2013)
3. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan layanan KBS Online dari pihak penyedia dan pemanfaat layanan di Kota Yogyakarta
13
layanan ini bermanfaat dalam membantu proses belajar. 3. Kebutuhan pengembangan layanan berupa mengadakan kembali jenis layanan melalui media radio dan juga disediakannya layanan diskusi langsung secara online .
1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. E-Government Semakin banyak pemerintah yang mengadopsi layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi terutama internet atau layanan berbasis website untuk menyediakan layanan atau menghubungkan pemerintah dengan masyarakat. Adopsi layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini yang sering disebut electronic government atau disingkat menjadi e-Government. Farelo dan Morris (2006, dalam Matavire 2010) menyebutkan bahwa e-Government merupakan bentuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk merubah tata kepemerintahan melalui upaya pelayanan yang lebih mudah untuk diakses oleh masyarakat, lebih efektif dan dapat dipercaya. Definisi mendefinisikan
e-Government bagaimana
sendiri
pemerintah
bermacam-macam menggunakan
sebagian
inovasi
besar
teknolologi
informasi dan komunikasi untuk menyediakan layanan maupun informasi pembangungan kepada masyarakat atau keperluan bisnis dengan cara yang lebih mudah dan akses yang lebih cepat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan menyediakan kesempatan lebih besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kepemerintahan, pengambilan kebijakan maupun dalam demokrasi. Termasuk di dalamnya adalah transaksi antara pemerintah dengan perusahaan bisnis, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan pegawai kepemerintahan dan antara pemerintah satu dengan lainnya pada berbagai level dan unit kepemerintahan (Fang, 2002). “....pemerintahan elektronik didefinisikan sebagai aktivitas pemerintah berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang ditujukan untuk masyarkat dan keperluan bisnis. Termasuk di dalamnya adalah penyediaan pelayanan, penyediaan informasi dan pelayanan finansial” (Fang 2002)
14
Pengertian e-Government juga disinggung oleh Lallana (2009) sebagai fungsi pengendali utama penggunaan TIK dalam masyarakat yang didalamnya termasuk kooordinasi, arbitrasi, jaringan dan peraturan. Lebih jelasnya eGovernment merupakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam domain administrasi dan domain politik. Domain administrasi termasuk didalamnya adalah penyediaan layanan publik, peraturan, penegakan hukum, keamanan, peningkatan efisiensi birokrasi dan pembuatan kebijakan. E-Government merupakan suatu bentuk nyata perubahan paradigma dalam kepemerintahan dari yang semula berupa model tradisional menuju model yang berbasis pelayanan yang melihat masyarakat sebagai yang harus dilayani dan berhak mendapatkan pelayanan. Pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi terutama internet mempunyai kelebihan dalam berbagai aspek seperti pelayanan yang disediakaan lebih terjangkau baik dari segi jarak maupun biaya, memaksimalkan
kecepatan
penyampaian
informasi
dan
memaksimalkan
jangkauan pelayanan. Berdasarkan berbagai konsep dan definisi dari e-Government yang telah dijabarkan di atas, ada beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan yaitu eGovernment sebagai bentuk pemerintahan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan dari e-Government adalah untuk mempermudah pelayanan bagi masyarakat maupun keperluan bisnis, meningkatkan esisiensi birokrasi dan menigkatkan kinerja pemerintah. Pelayanan yang disediakan berbasis internet terutama penyediaan website. Kemampuan lebih untuk memberikan informasi secara lengkap mengenai lembaga atau daerah untuk pembangunan dan peningkatan kinerja proses pelayanan (peningkatan efektivitas dan produktivitas). Secara singkat e-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam kepemerintahan untuk menigkatkan aktivitas organisasi pada sektor publik. Penggunaan model e-Government ini menghasilkan bentuk baru seperti : G2C (Government to citizen), G2B (Government to Bussiness), G2G (Government
15
to government) (Gouscol 2001, von Hoffman 1999 dalam Ncube 2004). Lebih lanjut Forman (2002, dalam Ncube 2004) merumuskan bentuk baru yaitu IEE (Internal Efficiency dan Effectiveness) atau efisiensi dan efektifitas internal bagi pemerintahan itu sendiri. Secara lebih jelas bentuk dari e-Government yang dirangkum oleh Ncube (2004) dari pengertian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini: Tabel 1.2 Model e-Government dari Forman dan Gouscos G2C (Government to Citizen) G2B (Government to Business) berbasis website untuk mengakses Mengurangi kesulitan dalam dunia pelayanan. mewujudkan pelayanan one- bisnis dengan mengadopsi proses stop online access, meningkatkan pengumpulan maupun penyebaran data kualitas dan efisisensi dari pelayanan. secara lebih cepat dan efektif. Aspek : pelayanan sosial, pajak, Aspek: regulasi, pembangunan pariwisata ekonomi, manajemen aset, barang-jasa G2G (Government to Government) Integrasi antara pemerintah pusat, regional dan daerah baik data maupun informasi untuk pelaksanaan kepemerintahan atau manajaemen kebencanaan. Aspek: pembangunan ekonomi, pertahanan dan keamanan, transportasi, kebijakan dan hokum
IEE (Internal Efficiency and Effectiveness) Mengadopsi model pemerintahan terbaik dengan memberikan kemudahan dalam rantai keperintahan, kinerja internal, finansial, dan lain-lain Aspek: finansial, manajemen asset
Sumber: Ncube, C (2004) A cots-oriented process for constructing adaptable e-government services.
Tidak semua pemerintah berhasil dalam implementasi model eGovernment. Ada beberapa tahapan dalam proses implementasi model pemerintahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini dan tidak semua pemerintah yang mengadopsi mampu sampai pada tahap akhir, ada yang hanya memulai pada tahap membuat website saja. Menurut Center for Democracy and Tecnology and InfoDev (dalam Hasibuan, 2007) proses implementasi eGovernment terbagi menjadi tiga tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. adapun ketiga tahapan tersebut antara lain, yaitu:
16
1. Publish. Yaitu tahapan yang menggunakan teknologi informasi untuk meluaskan akses informasi pemerintah misalnya dengan membuat situs informasi di setiap lembaga. Yang perlu diperhatikan adalah dalam sosialisasi situs baik secara internal maupun eksternal kepada masyarakat. 2. Interact, yaitu meluaskan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Cara yang bisa digunakan dalam tahap ini misalnya dengan membuat situs interaktif dengan masyarakat ataupun lembaga lain sehingga terjadi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat. 3. Transact, yaitu menyediakan layanan pemerintah secara online. Dalam tahap ini bisa dilaksanakan dengan cara pembuatan situs transaksi pelayanan publik, serta interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain. Banyak
manfaat
yang
dirasakan
dari
pemerintah
yang
mengimplementasikan e-Government antara lain terciptanya pemerintahan yang lebih transparan, efisien, dan membuat pelayanan dan penyebaran informasi bagi masyarakat lebih cepat dan lebih mudah. Menurut Wardiana (2002) manfaat eGovernment yang dapat dirasakan antara lain: 1. Pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. 2. Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis,dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. 3. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. 4. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
17
1.6.2. Good Governance Fungsi dari penerapan e-Government merupakan salah satu perwujudan langkah menuju bentuk pemerintahan yang baik (Good governance). EGovernment menyediakan pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi sehingga membantu dalam peningkatan kinerja pemerintah. Terselenggaranya pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri kepemerintahan yang baik (good governance). Fungsi dari e-Government menjadikan pemerintah lebih transparan, adanya partisipasi dari masyarakat menjadi salah satu faktor terwujudnya pemerintahan yang baik. Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) (dalam Hardjasoemantri ,2003) adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya, meliputi: 1. Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan. Partisipasi menyeluruh dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat. 2. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu. 3. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. 4. Peduli
dan stakeholder: lembaga-lembaga
dan seluruh
proses
pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. 5. Berorientas pada konsensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompokkelompok masyarakat. 6. Kesetaraan:
semua
warga
masyarakat
mempunyai
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
18
kesempatan
7. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembagalembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumberdaya yang ada seoptimal mungkin. 8. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. 9. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Kesembilan prinsip tersebut memiliki kemiripan dengan konsep good governance UNESCAP (2014) dan Weiss (2007) konsep good governance memiliki delapan komponen yang implementasinya saling mendukung satu sama lain dalam membentuk tatanan institusi yang baik. Hubungan antarkomponen dapat dilihat pada Gambar. 1.1. Komponen tersebut ialah : 1. Participation. Good governance memberikan kesempatan pada setiap masyarakat untuk
dapat perpartisipasi dalam proses pembuatan
keputusan, implementasi, maupun evaluasi di dalam sebuah institusi. 2. Rule of law. Good governance haruslah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. 3. Transparent. Setiap kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh sebuah institusi haruslah jelas. Informasi mengenai kebijakan tersedia dan dapat diakses secara langsung melalui berbagai media komunikasi dan mudah dimengerti oleh masyarakat. 4.
Responsive. Institusi pada pemerintahan yang baik haruslah bersifat responsif, dapat memenuhi kebutuhan layanan seluruh masyarakat
19
dengan cara yang tepat dan dapat menanggapi segala keluhan dan kebutuhan pelayanan bagi masyarakat. 5. Consensus Oriented. Good governance harus mampu menjadi mediator bagi kepentingan masyarakat umum secara keseluruhan dan bagaimana cara mencapainya dengan persetujuan dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. 6. Equitable and Inclusive. Good governance mempunyai kemampuan untuk mengambil emngambil keputusan yang telah terhitung secara matang dan mempertimbangkan keadilan bagi seluruh masyarakat. 7. Effective and Efficient. Efektif yang berarti dilakukan dengan cara -cara yang terbaik dan efisien yang berarti berorientasi pada hasil yang tepat sasaran dengan tujuan membuat keputusan yang terbaik. 8. Accountable. Accountable merupakan sebuah landasan dasar dari konsep good governance. Segala institusi yang menerapkan good governance harus dapat dipercaya oleh publik, harus dapat melaporkan, menjelaskan, dan menjawab pertanyaan terhadap setiap kebijakan yang diambil.
Partisipasi Berorientasi pada Konsesnsus
Akuntabilitas Transparan GOOD GOVERNANCE
Spremasi Hukum
Efektif dan Efisien
Kesetaraan
Responsif
Gambar 1.1 Good Governance menurut UNESCAP
20
1.6.3. Peran Good Governance dalam Pembangunan Wilayah Pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah merupakan sebuah kegiatan yang dinamis. Pembangunan di kawasan perkotaan lebih pada upaya perkembangan perkotaan yang merupakan suatu entitas yang kompleks. Dalam konsep geografi pembangunan wilayah perkotaan menjadi bagian dalam geografi perkotaan yang membahas mengenai manajemen perkotaan. Melalui pengelolaan perkotaan, kota berupaya mengoptimalkan efisiensinya dan secara aktif menggali peluang untuk memperbesar manfaat dari input maupun outputnya bagi penghuni kota sendiri maupun bagi wilayah sekitarnya yang memiliki keterkaitan dengan kota tersebut. SK Mendagri No. 65 tahun 1995, yaitu: manajemen perkotaan adalah pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang tata ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi, prasarana dan sarana perkotaan. Paradigma pengelolaan perkotaan memasukkan unsur good governance yang juga dipandang sebagai penentu dari keberhasilan pembangunan. Konsep good governance sangat penting dalam pembangunan, karena di dalam pembangunan dibutuhkan tata kelola yang baik dari institusi yang membuat perencanaan dan juga pengampu kebijakan. Tata institusi
kelola
yang
baik
pada
pemerintah dimaksudkan untuk dapat membuat masyarakat percaya
terhadap setiap kebijakan yang diambil jika kebijakan tersebut diambil dengan terbuka, transparan, dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat yang mengusung nilai transparansi, akuntabel, efektif dan efisien dalam layanannya. Asas– asas pelayanan publik menurut SK MenPAN Nomor 63/2003 yaitu : 1. Transparan pelayanan publik: aktivitas pelayanan publik diharapkan bersifat terbuka. Mudah diakses oleh semua pihak yang bersifat transparan sehingga institusi diharapkan
menetapkan jaringan
informasi yang dibutuhkan masyarakat secara lengkap.
21
2. Akuntabilitas pelayanan publik: prosedur pelayanan publik yang ditetapkan harus dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang –undangan, norma sosial dan kepatuhan yangberlaku. Perkembangan dan pengelolaan perkotaan di era informasi ini dipengaruhi oleh penetrasi teknologi dan mulai mengadopsi layanan publik berbasis elektronik. Pengadaan pelayanan yang diberikan di masa lalu dirasa kurang sensitif dan responsif terhadap kebutuhan, khususnya dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki akses yang terbatas. Dengan adanya pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi penyediaan pelayanan gaya baru diharapkan mampu untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan publik, lebih mudah terjangkau di manapun dan kapanpun, lebih responsif, lebih akuntabel dan transparan. Prinsip yang diangkat untuk memberikan pelayanan yang baik ini sesuai dengan konsep good governance itu sendiri. Wujud dari good governance sebagai tata kelola pemerintahan yang baik adalah keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah. Keberhasilan
dalam
pembangungan mulai diukur dengan kepemerintahan yang telah berhasil menerapkan
good governance, dan begitu pula sebaliknya, kegagalan
pengelolaan perkembangan suatu wilayah diakibatkan
oleh kegagalan dari
penerapan good governance.
1.6.4. Persepsi Masyarakat Robbins (2001, dalam Kundiman 2013) mengungkapkan bahwa persepsi dapat
didefinisikan
sebagai
proses
dengan
mana
individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi menurut Thoha (1998, dalam Kundiman 2013) melanjutkan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang
22
dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan maupun pendengaran. Passer dan Smith, (2007, dalam Aurumbita 2013) menjelaskan bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dari individu tersebut, dimana faktor internal terdiri dari motivasi, ketertarikan, dan kerangka berfikir, dan faktor eksternal berupa lingkungan dimana mereka beradaptasi dan menerima rangsangan. Lingkungan dan informasi yang diterima dan dirasakan mengganggu dan mengancam kehidupan, akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap lingkungan atau informasi tersebut buruk, dan sebaliknya lingkungan dan informasi yang dianggap menguntungkan bagi kehidupan mereka, akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap informasi dan lingkungannya menjadi baik pula. Masyarakat sendiri menurut Soelaeman (1998) merupakan sejumlah individu yang tinggal dalam suatu dareah tertentu yang mempunyai kesamaan. Adanya sistem hubungan atas dasar kepentingan bersama, tujuan, dan bekerja sama, ikatan atas dasar rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi atau ketergantungan dan juga diikat oleh norma-norma dan kebudayaan. Dari beberapa defenisi diatas secara umum persepsi masyarakat adalah penafsiran berdasarkan oleh sekelompok individu yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera sebagai pengambilan inisiatif dari proses komunikasi. Persepsi masyarakat dalam penelitian ini adalah segala pernyataan pandangan dari individu sebagai hasil dari pengalaman sebuah kejadian yang pernah dialami individu tersebut.
1.7. Kerangka Penelitian Penelitian ini ini dimulai dari adanya ketertarikan mengenai kebijakan E-Government
yang
diterapkan
oleh
23
Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
konsep Jogja Cyber Province yang selanjutnya diadopsi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Adopsi model e-Government ini mempunyai salah satunya tujuan yaitu untuk mencapai good governance di Kota Yogyakarta (lihat Gambar 1.2). E-Government
Good governance
Kebijakan E-gov Kota Yogyakarta: Perwal No 7 tahun 2007
Pelayanan pemerintah menggunakan TIK
Dinas Perizinan menyediakan layanan perizinan berbasis online
Layanan perizinan berbasis online di Kota Yogyakarta
Persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan berbasis online
1. Tujuan layanan 2. Jenis layanan 3. media layanan 4. Kendala layanan 5. Rencana pengembangan
1. Jenis layanan yang dimanfaatkan 2. Tujuan pemanfaatan 3. Manfaat layanan 4. Persepsi terhadap layanan
Identifikasi urgensi layanan dan kebutuhan pengembangan layanan perizinan online di Kota Yogyakarta
Gambar 1.2 Kerangka pikir penelitian
24
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, penelitian ini diawali dengan adanya ketertarikan pada konsep e-Government yang menuju pada perwujudan good governance sebagai bentuk dari manajemen sebuah institusi kepemerintahan yang mampu memilih dan membuat keputusan yang terbaik bagi masyarakat untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan E-Government di Kota Yogyakarta sendiri telah dicanangkan dalam Peraturan Walikota No.78/2007. Salah satu poin penting yang terkandung didalamnya adalah memberikan pelayanan publik yang berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Langkah strategis ini sebagai upaya peningkatan pelayanan publik melalui beberapa aspek diantaranya regulasi dan debirokratisasi pengembangan sarana dan prasarana termasuk pemanfatan e-Government itu sendiri. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mulai menggunakan media layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini, salah satunya adalah Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang juga sudah mendapatkan banyak penghargaan dalam pelaksanaan e-Government itu sendiri. Salah satu layanan Dinas Perizinan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi ialah layanan perizninan online. Layanan ini dilihat dari dua aspek yaitu penyediaan layanan dan persepsi masyarakat terhadap layanan tersebut. Aspek penyediaan layanan selanjutnya dibagi menjadi sub-aspek yaitu mulai dari tujuan pelayanan, jenis dan media layanan, kendala layanan hingga rencana pengembanan. Persepsi masyarakat terhadap perizinan online dibagi mejadi beberapa sub-aspek yaitu jenis layanan yang dimanfaatkan, tujuan pemanfaatan serta manfaat layanan yang dirasakan. Kedua aspek ini selanjutnya dipertemukan dalam lingkup urgensi penyediaan layanan perizinan online bagi masyarakat. Setelah mengidentifikasi manfaat dari layanan perizinan online ini lalu bisa mengidentifikasi kebutuhan pengembangan layanan perizinan online di Kota Yogyakarta untuk masa yang akan datang
25
1.8. Batasan Operasional Batasan operasional di sini dimaksudkan agar penelitian ini tetap fokus dan terbatas. Menurut Moleong (2002) penelitian kualitatif tetap memiliki batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang ada dalam masalah penelitian. Batas ini ditentukan karena akan mempermudah fokus penelitian, dapat lebih dekat hubungan antara peneliti dengan fokus yang dimaksud. Batas dalam penelitian ini pertama adalah lokasi. Lokasi penelitian nantinya akan terbatas pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebagai tempat mengambil data primer maupun sekunder. Konteks analisis juga mempunyai fokus tersendiri seperti yang telah disampaikan pada tujuan penelitian. Tujuan pertama yaitu mendeskripsikan layanan perizinan online yang akan mencoba dijawab dengan mengidentifikasi tujuan pelayanan, jenis pelayanan, media pelayanan, kendala layanan, hingga pada rencana pengembangan. Tujuan kedua yaitu mendeskripsikan persepsi masyarakat sekaligus pemanfaatan perizinan online dengan mengidentifikasi jenis layanan yang dimanfaatkan, tujuan pemanfaatan, manfaat layanan, dan juga persepsi terhadap layanan. Tujuan yang terakhir lebih kepada memberikan rekomendasi pengembangan layanan perizinan online sesuai dengan identifikasi kebutuhan pengembangan yang sudah dilakukan. Batasan operasional juga akan lebih ditekankan dengan memberikan definisi pada beberapa fokus penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini:
26
Tabel 1.3 Batasan Operasional Penelitian No 1.
Kata Persepsi
Keterangan Persepsi dalam penelitian ini adalah pernyataan pandangan sebagai hasil dari pengalaman sebuah kejadian yang pernah dialami (Passer dan Smith 2007, dalam Aurumbita 2013). Persepsi yang dikaji dalam penelitian ini diambil dari pernyataan dan pendapat masyarakat mengenai segala pengalaman mereka yang berkaitan dengan perizinan online.
2.
Masyarakat
Masyarakat sendiri menurut Soelaeman (1998) merupakan sejumlah individu yang tinggal dalam suatu dareah tertentu yang mempunyai kesamaan. Masyarakat dalam penelitian ini direpresentasikan oleh individu yang diambil sebagai sumber informasi. Informan di sini merupakan warga masyarakat yang menggunakan layanan perizinan di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
3.
Perizinan online
Merupakan layanan publik berbasis elektronik (e-service) yang disediakan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang mencakup pelayanan perizinan penelitian, perizinan Kuliah Kerja Nyata (KKN), perizinan Praktek Kerja Lapangan (PKL), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan TTanda Daftar Perusahan (TDP) yang dapat diakses melalui website Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yaitu perizinan.jogjakota.go.id
27