BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan bagian penting karena berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam Renstra Kementerian PU Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa Kementerian PU mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang PU dan Permukiman yang salah satu fungsinya adalah melaksanakan kegiatan teknis bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang berskala nasional. Oleh karena itu Kementerian PU berwenang dalam penyelenggaraaan pembangunan insfrastuktur PU dan Permukiman serta pembinaan penyelenggaraan infrastruktur di daerah. Adapun dasar dari penetapan Renstra ini adalah undang-undang terkait sektor ke- PU-an, diantaranya adalah UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 18 tahun 2002 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU. No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, serta UU. No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur PU tentunya tidak selesai pada pembangunan fisik semata. Sesuai dengan Siklus TURBINLAKWAS, pembangunan fisik (siklus LAK-Pelaksanaan), akan diikuti dengan siklus Was-Pengawasan dengan tujuan agar konstruksi yang dibangun tidak hanya memenuhi spesifikasi teknis tetapi juga memberikan outcome sebesar-besarnya bagi masyarakat selaku pengguna. Infrastruktur yang memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan, urat nadi perekonomian nasional, serta kualitas hidup warganya adalah infrastruktur jalan. Dalam UU no 38 Tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa peran infrastruktur jalan adalah sebagai bagian prasarana transportasi yang mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kondisi infrastruktur jalan di Indonesia secara keseluruhan jika dibandingkan dengan negara-negara di tingkat regional masih tergolong belum maju. Pada tahun
Laporan Akhir 2004, tercatat bahwa kinerja infrastruktur jaringan jalan di Indonesia berada pada peringkat ke 8 dari 12 negara yang terletak di asia tenggara (World Bank, 2004). Satu dekade hampir berlalu namun kondisi tersebut belum banyak perubahan. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2012-2013, kualitas jalan di Indonesia menduduki peringkat 90 dari 144 negara yang menjadi populasi perhitungan. Kondisi tersebut berada di bawah negara asia tenggara lainnya, seperti Singapura (peringkat 2), Malaysia (27), Brunei Darussalam (30), Thailand (49), Kamboja (66), dan Philipina (87). Kualitas jalan di Indonesia hanya ada di atas Vietnam (120). Merujuk data kondisi jalan nasional pada tahun 2011, Indonesia memiliki total 38.569 kilometer panjang jalan nasional. Dari total panjang jalan nasional tersebut, 87,72% termasuk ke dalam kondisi Mantap (kondisi baik dan sedang). Sementara panjang jalan dalam kondisi rusak ringan mencapai 7,44% dan rusak berat mencapai 4,84% dari panjang jalan nasional yang ada (http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20120912203334.pdf tanggal akses 6 Februari 2013). Dalam laporan World Bank disampaikan bahwa tantangan sektor jalan di Indonesia salah satunya adalah penurunan anggaran untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan. Pada tahun 1993, pemerintah mengalokasikan anggaran pembangunan jalan sebesar 22% dari total APBD. Prosentase tersebut mengalami penurunan menjadi 11% pada tahun 2000 dan semakin mengecil pada tahun 2013 menjadi 7% dari total APBN atau setara dengan 34 triliun rupiah. Dana tersebut digunakan untuk penambahan kondisi Mantap pada jalan nasional sehingga dapat melebihi capaian target 90,5% jalan nasional dengan kondisi Mantap yang dicanangkan sebelumnya pada tahun 2012. Dengan demikian, kondisi penurunan anggaran untuk sektor jalan tersebut perlu disikapi dengan perlunya peningkatan efisiensi dan efektivitas investasi untuk pembangunan jalan sehingga tercapai target yang telah dicanangkan. Dalam rangka efisiensi terhadap investasi yang ditanamkan, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan pencapaian output dalam pembangunan jalan, yaitu SPM Jalan Tol yang ditetapkan melalui Permen PU No 392/PRT/M/2005 dan SPM Jalan Umum yang ditetapkan melalui Permen PU No 14/PRT/M/2010. SPM Jalan tol, antara lain meliputi substansi pelayanan terkait kondisi jalan tol; kecepatan tempuh rata-rata; aksessibilitas; Laporan Akhir
5 mobilitas; keselamatan; unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan. Sementara itu dalam Permen PU No 14/PRT/M/2010 mengenai SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang didalamnya meliputi substansi pelayanan minimal bidang Bina Marga untuk jalan kabupaten/kota, berisi mengenai pelayanan jaringan jalan dari aspek aksesibilitas, aspek mobilitas, aspek keselamatan dan pelayanan ruas jalan dari aspek kondisi jalan dan kecepatan. Pasca terbangunnya jalan sesuai dengan SPM yang telah ditetapkan, maka untuk mengetahui efektivitas dari pembangunan tersebut tercermin dari berfungsinya jalan tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas pembangunan jalan tersebut dapat diketahui dengan mengukur outcome sebagai turunan langsung dari output. Namun untuk mengetahui outcome jalan, belum tersedia istrument untuk mengukur kinerja outcome jalan dan teruji pada berbagai kondisi. Oleh karena itu, outcome perlu diformulasikan untuk menjustifikasi anggaran yang akan ditentukan. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui kinerja outcome pembangunan jalan dan jembatan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas investasi untuk pembangunan jalan. Pada tahun 2013 ini, Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk menyusun instrumen untuk mengukur outcome pembangunan infrastruktur PU berupa jalan dan jembatan. 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyan penelitan ini adalah : 1. Apa indikator outcome pembangunan jalan? 2. Bagaimana mengukur outcome pembangunan jalan? 1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui indikator outcome pembangunan jalan dan menyusun instrumen untuk mengukur outcome pembangunan jalan.
6 Laporan Akhir 1.4. Keluaran Keluaran dari penelitian ini antara lain adalah : 1. Naskah ilmiah yang berisi rumusan outcome pembangunan jalan yang antara lain meliputi asumsi, indikator, dan pengukurannya 2. Konsep instrumen untuk mengukur outcome pembangunan jalan a. Lokasi Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi sektor dalam mengidentifikasi dan mengukur outcome pembangunan jalan dan jembatan 2. Sebagai bahan untuk menyusun manual pengukuran indikator outcome pembangunan bidang Jalan dan Jembatan
7