1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Definisi Judul Kalimat judul ditulis sebagai “Analisis Sintesis Citra Sekuensial Berdasar Watak Citra melalui Rekayasa Cerebellar Model Articulation Controller (CMAC) menjadi Penyandi Laju Bit Rendah”. Mengacu pada arti kata dalam KBBI Online (2014), makna operasional kalimat judul adalah merekayasa CMAC menjadi sistem penyandi laju bit rendah yang memiliki skema penyandian penguraian (analisis) dan penggabungan (sintesis) antara citra sekuensial dan suatu representasi parameter watak citra. Watak citra dapat didefinisikan sebagai karakteristik khas terkandung dalam suatu citra yang mempengaruhi pemaknaan data dan informasinya. CMAC adalah jaringan syaraf tiruan yang menggunakan postulat model otak kecil sebagai struktur dasarnya. Penyandi laju bit rendah dapat dimaknai sebagai suatu sistem yang mengolah data citra sekuensial menjadi aliran bit tersandikan yang dioptimasi untuk keperluan penyimpanan atau pengiriman data. Skema penyandian analisis-sintesis (analysis-synthesis coding) sendiri disebut sebagai skema penyandian generasi ke-3 oleh Harashima dkk. (1989), dan penyertaannya dalam kalimat judul adalah untuk memberi penekanan pada perbedaan prinsip penyandian antara skema CMAC yang dihasilkan dan skemaskema penyandian generasi berbeda yang dilaporkan oleh (Pearson, 1995). Dalam naskah ini, nomenklatur “analisis-sintesis” mengandung pengertian yang sama dengan
“enkoding-dekoding”,
“kompresi-dekompresi”,
dan
“menyandi-
mengawasandi”, karena, secara praktis, nomenklatur tersebut berkaitan dengan dua ruang representasi data berbeda dan dua tahapan pengolahan yang diterapkan di antara dua ruang data tersebut. 1.1.2. Latar Belakang Perkembangan pesat teknik penyandian citra sekuensial dalam beberapa tahun terakhir antara lain disebabkan oleh peningkatan kualitas dan kuantitas dari persyaratan beragam aplikasi di berbagai bidang. Dalam hal ini, suatu teknik
2
penyandian tidak saja wajib memenuhi persyaratan baku yang berkaitan dengan aspek kualitas dan faktor kompresi, namun juga memenuhi persyaratan penting lain yang berkaitan dengan aspek skalabilitas dan pengolahan berbasis Region Of Interest (ROI). Kekangan aspek skalabilitas menekankan pada kemampuan suatu teknik penyandian untuk melakukan pengolahan atau manipulasi secara langsung pada aliran bit data tersandikan tanpa melalui proses mengawasandi, sementara, kekangan aspek pengolahan ROI menitikberatkan pada kemampuan suatu teknik penyandian untuk menerapkan pengolahan pada suatu wilayah spasio-temporal tertentu dalam citra sekuensial (Lata dan Singh, 2013), (Kashyap dan N. Singh, 2013), (Sindhu dan Rajkamal, 2009), (Ketharnavaz, dkk. 2006), (Pearson, 1995), (Taubman, D. S., 1994). Kekangan dua aspek ini harus mampu dipenuhi oleh suatu teknik penyandian, baik secara simultan maupun secara parsial. Inspirasi ini memberikan dua pilihan untuk para peneliti, yaitu mengembangkan teknik penyandian yang ada, atau, mencari dan menemukan teknik penyandian yang baru. Penelitian ini menerima pilihan yang kedua. Sebagian besar teknik penyandian saat ini menerapkan skema pengolahan berbasis blok (Mishra dkk., 2014), (Dimililer, 2013), (Anjana dan Shreeja, 2012), (N. Reddy dkk., 2012), (Karthikeyan dan Sreekumar, 2011), dan (Bartjatya, 2004). Skema ini membagi suatu bingkai menjadi sejumlah blok dan mengolah masingmasing blok secara independen. Skema ini juga melakukan estimasi dan kompensasi gerak pada blok-blok yang terletak di beberapa bingkai berurutan untuk mendapatkan suatu himpunan nilai gerak yang berisi informasi perubahan suatu blok bingkai referensi dalam suatu wilayah pencarian blok bingkai prediksi. Hasil pengolahan blok dan informasi gerak tersebut kemudian disimpan dalam suatu aliran bit data tersandikan untuk digunakan dalam proses rekonstruksi bingkai. Teknik penyandian blok ini diketahui mampu (secara relatif) memenuhi persyaratan kualitas dan faktor kompresi, dan terus dikembangkan untuk mengakomodasi aspek skalabilitas dan pengolahan ROI. Pengembangan ini relatif tidak mudah atau bahkan tidak mungkin, karena pondasi teknik blok adalah pengolahan secara independen masing-masing blok suatu bingkai atau sekelompok bingkai, sehingga formasi dan komposisi bit blok dalam aliran data tersandikan
3
kurang (atau bahkan tidak) mengakomodasi aspek skalabilitas dan pengolahan ROI. Oleh karena itu, pencarian dan penemuan teknik penyandian baru adalah sangat diharapkan. Pencarian dan penemuan teknik penyandian baru berkaitan erat dengan perkembangan teknik dan algoritma yang terjadi di berbagai bidang ilmu, termasuk Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Salah satu hasil perkembangan bidang JST adalah Cerebellar Model Articulation Controller (CMAC). CMAC adalah JST yang menggunakan postulat model otak kecil (cerebellum) Albus (1971) sebagai struktur dasarnya. Postulat tersebut berdasar pada modifikasi jaringan Perceptron (Rosenblatt, 1958), sementara Perceptron sendiri diinspirasi oleh mekanisme pengolahan informasi visual dalam sistem syaraf retina. Dalam mekanisme itu, masukan yang mirip cenderung memberikan respon (keluaran) yang mirip, dan masukan yang cukup saling independen cenderung menghasilkan respon yang berbeda. Karakteristik ini menjadi dasar untuk sifat generalisasi CMAC yang memberi kemampuan belajar cepat meskipun dengan algoritma belajar yang relatif sederhana. Dalam formasi data citra sekuensial, karakteristik tersebut mempunyai relevansi dengan prinsip watak citra yang bertumpu pada dependensi antar piksel dan kelompok piksel dalam kategori similaritas, diskontinuitas, dan atau tekstur. Relevansi ini mendasari potensi yang terkandung dalam CMAC untuk dieksplorasi dan dieksploitasi lebih jauh menjadi teknik penyandian citra sekuensial yang berdasar watak citra. 1.2. Rumusan/Pernyataan Masalah 1.
Struktur dan fungsi CMAC adalah tidak terkait dengan aspek-aspek penyandian citra sekuensial, seperti representasi data, watak citra, dan korelasi antar bingkai.
2.
Rekayasa CMAC diperlukan untuk membuat CMAC menjadi sistem penyandian citra sekuensial berdasar watak citra.
3.
Implementasi sistem penyandian citra sekuensial CMAC dan pembandingan unjuk kerjanya dengan sistem penyandian citra sekuensial berbasis blok.
4
1.3. Keaslian Penelitian Cerebellar Model Articulation Controller (CMAC) adalah JST yang menggunakan postulat model otak kecil (cerebellum) Albus (1971) sebagai struktur dasarnya. Postulat itu berdasar pada modifikasi jaringan Perceptron Rosenblatt (1958) yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan generalisasi jaringan. CMAC diusulkan pertama kali oleh Albus (1975) untuk aplikasi kendali. Dalam usulan itu, suatu rangkaian pemetaan alamat yang khas dan berdasar tabel (Look Up Table (LUT)) dikemukakan untuk memetakan masukan menjadi sejumlah alamat aktif yang saling tumpangsusun. Skema pemetaan alamat yang mirip diusulkan oleh Ker dkk. (1997) dan diklaim sebagai skema yang dapat mereduksi kebutuhan penyimpanan. Secara prinsip, kedua skema tersebut tidak berbeda dan menghasilkan tumpangsusun alamat yang berorientasi diagonal. Situasi tumpangsusun yang demikian itu menciptakan keadaan yang kurang (dan bahkan tidak) kondusif untuk kemampuan generalisasi jaringan. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan skema pemetaan alamat berdasar rumus alamat. Skema ini memetakan masukan menjadi sejumlah alamat yang saling tumpangsusun melalui suatu rumus alamat dan menghasilkan suatu keadaan tumpangsusun alamat yang berorientasi lebih merata sehingga kemampuan generalisasi jaringan meningkat. Penelitian ini juga mengusulkan skema pemetaan alamat balik yang memetakan alamat menjadi masukan. Skema balik ini dapat dipergunakan untuk melihat dinamika internal jaringan dari perspektif ruang masukan. Setiap alamat bersesuaian dengan suatu fungsi basis sedemikian sehingga sejumlah masukan yang terletak di suatu alamat adalah juga tercakup oleh fungsi basis yang bersesuaian. Ketika suatu masukan dipetakan ke suatu alamat, maka operator sifting fungsi basis akan bekerja untuk menghitung nilai fungsi basis pada posisi masukan tersebut. Nilai fungsi basis bergantung pada bentuk fungsi basis yang digunakan. Beragam bentuk fungsi basis selain Biner (Albus, 1975), seperti Gaussian (Ngo dkk., 2011), (Lee dan Lin, 2013), Radial (Rudenko dan Bezsonov, 2011), (Wu dkk., 2012), dan Triangular (Grif dan Dulau, 2011), memerlukan posisi masukan relatif terhadap ruang masukan (bukan ruang fungsi basis) untuk memelihara bentuk fungsi basis di masing-masing alamat ketika CMAC sedang
5
beroperasi. Posisi tersebut dapat diperoleh dari lokasi pusat fungsi basis relatif terhadap ruang masukan. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan rumus pusat fungsi dalam sistem ruang masukan sehingga konsistensi bentuk fungsi basis dapat terpelihara dan operasional dalam CMAC. CMAC telah digunakan untuk banyak aplikasi kendali (Albus, 1975), (Sebald dan Schlenzig, 1994), (Wang dkk., 2012), (Lalithmma dan Puttaswamy, 2013), sistem reproduksi warna (Ker dkk., 1997), sistem klasifikasi citra (Lee dkk., 2003), sistem pemodelan data geoid (Achmad dkk., 2009), dan sistem prediksi data runtun waktu (Lee dan Lin, 2013). Terkait secara khusus dengan aplikasi penyandian citra, CMAC (dan JST yang relevan) telah diterapkan untuk sistem kompresi citra bingkai tunggal (still image) dalam (Iiguni, 1996), (Achmad dkk., 2004), (Karthikeyan dan Sreekumar, 2011), (N. Reddy dkk., 2012), (Anjana dan Shreeja, 2012), (Dimililer, 2013), dan (Mishra dkk., 2014). Dalam penerapan tersebut, citra bingkai tunggal (dan atau bloknya) dipergunakan sebagai masukan proses pelatihan JST untuk menghitung nilai sehimpunan bobot (atau parameter), dan kompresi terjadi karena kebutuhan bit representasi bobot lebih kecil dari citra masukan. Sehimpunan bobot itu merupakan perkiraan terdekat parameter Alihragam Principal Component Analysis (PCA) (Karthikeyan dan Sreekumar, 2011), dan adaptasi nilai-nilai nya adalah menuju (konvergens) ke nilai parameter Alihragam Singular Value Decomposition (SVD) (Achmad dkk., 2014). Kemiripan antara struktur penerimaan masukan CMAC dan Nyquist Sampling Theory dalam perspektif Alihragam Fourier
oleh Gonzalez-Serrano dkk. (1998) juga
mengandung potensi untuk menginkorporasi watak (atau karakteristik) masukan dalam desain struktur CMAC. Segenap fitur potensial yang terlihat dalam penjejakan penelitian-penelitian tersebut menginspirasi penelitian ini untuk merekayasa CMAC menjadi sistem penyandian citra sekuensial yang berdasar watak citra.
6
1.4. Tujuan Penelitian 1.
Menemukan keterkaitan antara struktur dan fungsi CMAC dengan aspekaspek penyandian citra sekuensial.
2.
Merekayasa CMAC menjadi sistem penyandian citra sekuensial berdasar watak citra.
3.
Mengimplementasikan sistem penyandian citra sekuensial CMAC dan membandingkan unjuk kerjanya dengan sistem penyandian citra sekuensial berbasis blok. 1.5. Manfaat Penelitian
1.
Mengetahui
bagaimana
perubahan
formasi
data
dan
inkorporasi
watak/karakteristik citra sekuensial dalam struktur CMAC. 2.
Sistem penyandian citra sekuensial berbasis CMAC dapat melakukan proses analisis (enkoding) dan sintesis (dekoding) berdasar watak citra sehingga representasi data citra sekuensial menjadi lebih kompak (ukuran aliran bit lebih kecil) dan suatu bingkai (atau wilayah dalam bingkai) dapat diperoleh dengan mudah dari data aliran bit hasil analisis (enkoding).
3.
Mengetahui cara kerja dan unjuk kerja sistem penyandian citra sekuensial berbasis CMAC.