BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Desentralisasi telah menjadi sebuah kebijakan yang dianggap ideal dan strategis yang dipercaya dapat membuat perubahan dalam pembangunan menuju kesuksesan di beberapa negara di dunia dalam era globalisasi saat ini. Namun, kegagalan dalam mengantisipasi permasalahan pada masa persiapan atau pra-kondisi desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah yang tidak diperhitungkan dengan baik menyebabkan banyak negara menghadapi beragam masalah yang akhirnya berpotensi besar terhadap gagalnya pelaksanaan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah. Studi di beberapa negara seperti Thailand, Filipina dan Bangladesh, dan juga Argentina menunjukkan penyebab tidak berjalannya desentralisasi secara efektif, karena pemerintah pusat enggan menyerahkan kekuasaannya kepada daerah (Sarker 2003; Krongkaew 1995b). Desentralisasi juga tidak berhasil karena adanya dominasi elit lokal dalam proses politik di daerah (elite capture). Bardhan dan Mookherjee (2000) dan Malley (2003), misalnya, berpendapat bahwa pemerintahan lokal rentan terhadap fenomena elite capture dimana kepentingan elite mendominasi proses politik di daerah sehinga tujuan pelaksanaan desentralisasi sulit tercapai. Kondisi ini juga diperburuk oleh keadaan ketika konstituen lokal tidak memiliki perhatian terhadap proses-proses politik yang berlangsung di daerahnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak aktif, dan media tidak berperan optimal (Kaiser, Pattinasarany & Schulze 2006). Beberapa pengalaman lain di Afrika dan Kamboja memperlihatkan bahwa ketiadaan pengalaman dalam praktik desentralisasi, ketidakcocokan kondisi sosio-kultural dan ketiadaan antusiasme pemerintah serta penduduk lokal telah berkontribusi kepada permasalahan dan kompleksitas implementasi desen1
tralisasi di wilayah tersebut (Ouedraogo 2003; Blunt & Turner 2005). Pengalaman Tanzania menururt Frank Holt Meier, 2009. Desentralisasi di dukung penuh oleh masyarakat tetapi masyarakat tidak mengetahui kebijakan yang ada dalam desentralisasi tersebut, bahkan pemerintah daerah tidak memiliki otoritas dan masih dikendalikan oleh pusat. Sebagaimana, 90% anggaran daerah disubsidi oleh pemerintah pusat, kebijakan desentralisasi yang ambisius dan tidak terkoordinir berdampak pada lambatnya disentralisasi yang tidak terkendali. Selain itu, konsep desentralisasi yang rumit menyebabkan terjadinya kegagalan. Selanjutnya menurut Hadiz, desentralisasi bukan merupakan tuntutan masyarakat yang secara sadar terorganisir atau lepas dari kepentingan elite lokal, gagasan desentralisasi di Filipina dan Thailand bukan muncul atas adanya tuntutan desentralisasi dari masyarakat, akan tetapi desentralisasi lebih merupakan kreasi para teknokrat neoliberal yang sangat dipengaruhi oleh gagasan good governance. Filipina telah melakukannya sejak tahun 1991 melalui local government code dan Thailand melalui konstitusi tahun 1997. Kedua negara tersebut telah melakukan desentralisasi tetapi mengalami kegagalan, kondisi semacam ini disebut Weber sebagai konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended consequences). Dalam mempercepat upaya mencapai keberhasilan pembangunan, Timor Leste saat ini mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan konsep disentralisasi dan otonomi daerah yang didasarkan pada UU Pasal 5 no 2 tentang desentralisasi 1 dan pasal 72 tentang pemerintahan daerah 2 . Sebagai refleksi atas penerapan disentralisasi oleh beberapa negara yang telah diuraikan dalam hasil studi terdahulu, penting untuk diketahui hal-hal yang sangat esensial guna mengantisi-
Dalam hal penataan daerah, Negara akan menghormati asas desentralisasi pemerintahan umum. 2 a). Pemerintah daerah terdiri atas badan-badan hukum yang memiliki lembagalembaga perwakilan, dengan tujuan untuk mengatur keikutsertaan warga masyarakat dalam penyelesaian persoalan-persoalan dalam masyarakatnya sendiri dan memajukan pembangunan daerah, tanpa mengesampingkan keikutsertaan Negara. b). Penataan, wewenang, tata kerja dan susunan badan-badan pemerintah daerah akan diatur dengan undang-undang. 1
2
pasi terjadinya kegagalan dalam sistem disentralisasi di Timor Leste. Antisipasi dapat dilakukan melalui penjaringan aspirasi atau pandangan para aktor di Timor Leste yakni para birokrat, aka-demisi dan sektor swasta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode Delphi, guna memperoleh persepsi para aktor dalam proses penjaringan aspirasi terkait potensi masalah dalam penerapan disentralisasi dan otonomi daerah di Timor Leste. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh pengambil kebijakan sehingga dapat meLSMptimalkan proses penyelenggaraan disentralisasi dan otonomi daerah di Timor Leste. Disisi lain, penelitian terkait penjaringan aspirasi guna mengantisipasi permasalahan desentralisasi masih belum ditemukan peneliti hingga saat ini, sehingga hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan yakni memperkaya kajian tentang desentralisasi yang melibatkan persepsi para aktor dari birokrat, akademisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan.
Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana persepsi para aktor yakni birokrat, akademisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan terhadap penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste ?
Pertanyaan Penelitian Sebagai upaya untuk memperoleh solusi atas rumusan masalah penelitian diatas, terdapat tiga pertanyaan penelitian yakni : 1. Bagaimana persepsi para aktor sebagai pengambil keputusan dalam pemerintahan tentang penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste ? 2. Bagaimana persepsi para aktor sebagai akademisi tentang penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste ? 3
3. Bagiamana persepsi para aktor sebagai pengusaha tentang penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste ? 4. Bagaimana persepsi para aktor organisasi kemasyarakatan tentang penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste ?
Tujuan dan Maksud Penelitian Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Menguraikan persepsi para aktor selaku pengambil keputusan yang memiliki peran dalam pembangunan yakni birokrat, akademisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan tentang penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste. 2. Berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan secara khusus kajian tentang dinamika penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah dalam meLSMptimalkan fungsi pemerintahan sebagai referensi pengambilan kebijakan pembangunan negara. Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut : Menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan peneliti maupun pembaca terkait dengan dinamika penyelenggaraan desentralisasi di berbagai negara untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan.
Sistematika Penulisan Alur penulisan tesis ini bersifat deduktif yakni teknik menulis dari umum ke khusus yang ditujukan untuk memberikan gambaran tentang persepsi para aktor tentang desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste, dengan menjabarkan rumusan 4
masalah menjadi beberapa pertanyaan penelitian kemudian membahasnya secara mendalam. Dengan demikian, sistematika penulisan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : Bab I
:
Latarbelakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan maksud penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
:
Tinjauan pustaka tentang dinamika penyelenggaraan desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah sebagai pedoman penelitian.
Bab III
:
Metode penelitian yang mencakup alasan pemilihan pemilihan metode, teknik pengambilan data, lokasi penelitian, informan dan pengalaman peneliti dalam proses penelitian.
Bab IV
:
Konteks yang merupakan gambaran umum lokasi penelitian serta dinamika penyelenggaraan pemerintahan di Timor Leste.
Bab V
:
Konten yang merupakan pembahasan tentang persepsi para aktor sebagai pengambil keputusan yakni birokrat, akademisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan tentang desentralisasi administratif dan pemerintahan daerah di Timor Leste.
Bab VI
:
Kesimpulan dan saran serta potensi penelitian lanjutan.
5