1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma dan karya-karya arsitektur di belahan dunia selalu mengalami perubahan. Dalam beberapa dekade terjadi perubahan prinsip-prinsip dan kecenderungan arsitektural. Gejala muncul dan tenggelam juga tak dapat dihindari. Perubahan wujud karya arsitektural tidak terlepas dari paradigma yang terbangun pada para arsitek. Gejala sosial diluar bidang arsitekturpun turut mempengaruhi pergeseran paradigma. Misalnya Tragedi pada bangunan Apartemen Pruitt Igoe, karya Yamasaki pengikut aliran modern ortodoks. Sejak kejadian itu terjadi peralihan paradigma di dunia arsitektur menyebabkan munculnya beragam manifesto. Gerakan-gerakan baru yang muncul berlabel Rationalism, Structuralism, Neo-Modernism, Late-modernism, Post modernism, dan lain-lain. Perkembangan gerakan arsitektur setelah arsitektur modern memunculkan variasi paradigma dari para ilmuan arsitektur. Pemikiran arsitektur Post-modern dipopulerkan oleh Charles Jencks, yang kemudian menerbitkan buku The New Modern. Selanjutnya ada istilah baru yaitu Super-Modern Architecture oleh Conrad Jameson. Buku Chaos and Machine oleh Kauzo Shinohara dari Jepang dan sekaligus melontarkan istilah Modern next, yang dapat di artikan lebih modern dibandingkan dari yang paling modern sekalipun (Budihardjo, 1997). Interpretasi dalam mencetuskan istilah-istilah tersebut tentu berdasarkan indikator yang ada. Fenomena tentang perbedaan pemikiran sejak dahulu telah ada dalam sejarah mencari kebenaran dan ilmu pengetahuan. Bila kembali merujuk ke sejarah para filsuf mencari kebenaran dengan filsafat dan logika, dahulu Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis. Tokoh besar dalam paham rasionalisme adalah Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Dalam perkembangan pengetahuan muncullah tokoh-tokoh penentangnya yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Ketika kebenaran
2
masih diragukan, kata Descartes, matematika pun bisa salah, ia sering salah menjumlah (angka), salah mengukur (besaran) juga demikian dengan gerak. Jadi, ilmu pasti pun masih dapat Descartes ragukan (Tafsir, 2005). Wacana Pruitt igoe telah menjadi fenomena dalam sejarah perkembangan arsitektur. Namun fenomena pengeboman lainnya yang serupa tidak serta merta disertai dengan perubahan paradigma dalam arsitektur. Seperti ketika terjadi tragedi World Trade Centre tidak ada diskusi mengenai Post-Modernism. Wacana “Dan Brown” mengemuka mengenai Piramid Louvre, yang dirancang oleh I.M Pei. Pada tahun 2012 media memperbincangkan spekulasi doomsday yang dielaborasi oleh inskripsi kuno Maya, namun tidak lagi ada diskusi ketika di awal tahun 2013 terjadi tabrakan komet dengan bumi di Rusia (http://iplbi.or.id). Pada tahun 2013, dunia arsitektur menganugerahkan Gold Medal Awards kepada Thom Mayne, setelah sebelumnya meraih piala Pritzker Prize pada tahun 2005 (Peltason dan Grace, 2010). Thom Mayne berpendapat bahwa salah satu tantangan utama arsitektur adalah integrasi sejarah masa lalu dan sekarang. Untuk mencapai persatuan ini, terdapat permadani post-modern yang terjalin dari elemen dengan hubungan kontradiktif (Peter cook, 1989). Ia telah berkecimpung di dunia perancangan bersama perusahaannya bernama Morphosis. Perusahaan Morphosis merupakan praktek interdisipliner dalam desain dan penelitian yang menghasilkan inovasi, bangunan ikonik dan lingkungan perkotaan (http://morphopedia.com). Thom Mayne memenangkan kompetisi desain bangunan ikonik di Paris yang akan bersanding dengan Eiffel Tower. Seperti yang dikutip dalam sebuah situs menjelaskan sebagai berikut: "Phare" (lighthouse) is a new 300 metre (almost as high as Eiffel) tower to be built in La Defence to help Paris compete with other thriving business centres with-iconic buildings like London's Swiss Re building, knicknamed "the Gherkin" . They don't like towers much in Paris- the Eiffel tower was initially described by the author Guy de Maupassant as "an odious tower of extreme bad taste". Mayne beat out the likes of Norman Foster and Rem Koolhaas to win the competition. (sumber: http://www.treehugger.com/sustainable-product-design/thom-mayne-tobuild-big-eco-tower-in-paris.html, diunduh tanggal 03-12-13)
3
Menurut artikel tersebut, Thom Mayne mampu mengalahkan Norman Foster dan Rem Koolhaas dalam persaingan merancang menara di Paris. Suatu bangunan ikonik dengan ketinggian 300 meter yang akan menjadi salah satu bangunan tertinggi di Paris, menyaingi ketinggian Eiffel Tower. Menurut seorang penulis yang bernama Guy de Maupassant mengatakan, Eiffel Tower dinilai sebagai menara yang menjijikkan dan selera ekstrim yang buruk. Fenomena tentang ikon sudah ada sejak dahulu dalam dunia arsitektur. Pro dan kontra tentang arsitektur ikonik menghiasi media. Seperti kritik yang dilakukan oleh Morrison (2004), ia mengatakan bahwa bangunan yang secara sadar didesain untuk menjadi ikon itu tidak layak, isyarat minim makna dan angkuh. Namun dalam sumber yang sama, kritikan itu ditanggapi oleh Piers bahwa penilaian ikonik berasal dari masyarakat yang menilai bangunan itu beresonansi. Pada kasus yang lain, Eiffel Tower yang notabene sudah lama menjadi ikon Paris, apakah mungkin dapat tergantikan dengan munculnya Phare Tower yang menurut perencanaannya akan selesai pembangunannya pada tahun 2017. Secara intuitif, arsitektur ikonik merupakan konsep yang memunculkan gambar bangunan seperti Piramida di Mesir, Amphitheatrum Flavium atau Colosseum di Roma, gedung Opera House di Sydney, gedung kembar Petronas di Malaysia dan lain-lain. Gagasan ikonisitas pertama diawali dalam diskusi tentang hubungan antara bentuk dan isi (Newmeyer, 1992). Terkait dengan hubungan antara bentuk dan isi, terdapat dalam beberapa penelitian mengenai hubungan tersebut dalam telaah penanda dan petanda. Dalam semiotika juga membahas terkait dengan ikon, Seperti Charles Pierce dalam Broadbent (1980) mengklasifikasikan tanda dalam tiga jenis yaitu ikon, simbol dan indeks. Tanda juga dibahas oleh Juan Pablo Bonta (1979) dalam istilah indikator, sinyal, sinyal semu, indeks dan indeks semu. Indikasi ikonisitas misalnya Monumen Tugu menjadi salah satu tanda kota Jogja, Gedung
Pusat
menjadi
penanda
kampus
Universitas
Gadjah
Mada.
Pengkategorian bangunan menjadi gedung dan bukan gedung agar fungsinya menjadi jelas, misalnya gedung pusat yang merupakan bangunan gedung sedangkan tugu merupakan bangunan bukan gedung.
4
Tidak hanya pada dunia arsitektur akan tetapi juga diaspek kebudayaan manusia yang lainnya. Misalnya batik yang menjadi penanda kebudayaan bangsa Indonesia, Ka’bah menjadi penanda umat muslim di Dunia. Alam juga bisa menjadi penanda suatu daerah seperti Danau Toba, Gunung Bromo dan lain sebagainya. Seperangkat simbol yang diperoleh dari proses belajar dalam suatu masyarakat dan jadikan untuk beradaptasi akan menghasilkan suatu kebudayaan. Manusia atau lembaga dapat juga dipandang sebagai ikon atau penanda. Fransiskus dkk (2008), dalam bukunya yang berjudul ‘bakti untuk indonesia, ikon pembawa tradisi baru’, memilih beberapa tokoh nasional menjadi ikon atau penanda dalam era reformasi. Tokoh-tokoh yang dipilih yaitu Amin Rais, Baharuddin Jusuf Habibie, Denny J A, Sedangkan lembaga yang dipilih menjadi ikon adalah Kontras, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Keenam nama tersebut sedikit banyaknya telah membuat sejarah, meninggalkan perubahan yang telah memberi warna dan bentuk negara indonesia dalam era reformasi. Manusia tidak hanya bisa menjadi ikon tetapi juga menciptakan sesuatu yang ikonik. Beberapa contoh bangunan ikonik dalam Muge Riza dkk (2011), yaitu The Dancing House dan Guggenheim Museum oleh Frank O'Gehry, Piramida Louvre oleh I.M.Pei, Swiss Re Office building oleh Norman Foster. Menurut Jencks (2005), dalam Muge Riza dkk (2011), bangunan ikonik memiliki kontribusi besar terhadap identifikasi citra dari kota atau tempat. Pada sampul buku Jencks yang berjudul Iconic Building, tampak bangunan Swiss Re Office Building karya Norman Foster, yang mengindikasikan bahwa bangunan tersebut telah menjadi ikon dalam sejarah perkembangan arsitektur. Jencks (2005) menganalisis hampir pada semua bangunan dalam bukunya menjadi suatu bangunan ikonik yang metaforis bagaikan Gereja Ronchamp. Arti penting bangunan ikonik terhadap aspek lain sangat berpengaruh, salah satunya di bidang ekonomi. Menurut Ahlfeldt dan Maennig (2010b) dalam Ahlfeldt dan Mastro (2012) arsitektur ikonik memiliki potensi dampak positif bagi ekonomi, karena: 1) pengeluaran wisatawan yang mengunjungi arsitektur ikonik, 2) efek gambar meningkatkan modal sosial dan optimisme konsumen, 3) utilitas
5
langsung berasal dari pengaturan estetika dan 4) meningkatkan identifikasi dan kebanggaan warga berkaitan dengan landmark. Melalui peningkatan permintaan untuk ruang yang dekat dengan arsitektur ikonik, efek ini memiliki potensi berpeluang dalam harga properti. Penentuan suatu bangunan yang dapat dikategorikan sebagai bangunan ikonik cenderung berdasarkan indikator tertentu. Ikonisitas suatu bangunan relatif mampu membawa nilai simbolis dan estetika tertentu sesuai dengan lokasi keberadaannya. Di lain sisi, obyektifitas estetika arsitektur ikonik dapat menimbulkan pertentangan karena estetika relatif subyektif dan tergantung kepada selera. Dalam penelitian Matt Patterson yang dipublikasikan tahun 2012, memilih cara dengan menggunakan bangunan dari pemenang Pritzker Prize sebagai bangunan ikonik. Bangunan-bangunan dikumpulkan dari karya-karya yang dipilih dan terdaftar sebagai pemenang di website resmi Pritzker Prize (Hyatt Foundation, 2011). Meskipun bukan merupakan ukuran yang tepat, hadiah adalah indikator kongkret yang sering digunakan untuk mengoperasionalkan konsep jelas tentang ‘starchitectutre’ yaitu bangunan yang dirancang spektakuler dan ikonik terutama untuk menarik perhatian pada skala internasional (Patterson, 2012). Penafsiran secara praktis dan instan cenderung tidak dapat dihindari dalam memberi nama bangunan menjadi bangunan ikonik. 1.2. Rumusan permasalahan Karya-karya arsitektur yang dirancang untuk menjadi ikon seperti karya Tom Mayne yaitu Phare Tower. Secara empirik, ada indikasi metaforis pada menara tersebut. Apakah menara akan menjadi ikon bagi kebudayaan masyarakat atau tidak. Secara empirik, ada indikasi metaforis pada Phare tower. Mengingat ada ikon yang secara alamiah dan tanpa disengaja telah menjadi simbol kebudayaan seperti Eiffel Tower. Penting untuk mengkaji apa yang ada dibalik bangunan yang telah menjadi ikon bagi objek yang dilambangkannya. Kejelasan dibutuhkan dengan mengidentifikasi bangunan ikonik dari suatu karya arsitektur. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memiliki pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah yang melatar belakangi perkembangan arsitektur ikonik ?
6
2. Bagaimanakah konsep bentuk dan strategi desain arsitektur ikonik rumpun metafora ?
1.3. Tujuan penelitian 1. Verifikasi konsep-konsep ikonisitas dalam arsitektur ikonik dengan kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim Museum dan Burj Al Arab.
1.4. Manfaat penelitian 1.
Secara umum memberikan pemahaman mengenai makna baru dalam interpretasi karya-karya yang terlihat secara visual.
Pengetahuan tentang
suatu proses yang dilakukan oleh peneliti secara ekspresif terhadap karyakarya seni dan bentuk berdasarkan indikator tanda melalui semiotika. 2.
Penelitian ini
secara
khusus
bermanfaat
bagi
perkembangan
ilmu
pengetahuan secara teoritis dalam disiplin pendidikan arsitektur, seperti sejarah perkembangan arsitektur, penentuan analogi bentuk dalam proses studio perancangan, interpretasi makna pada karya arsitektural dengan kacamata semiotika. 3.
Secara khusus bagi kalangan praktisi dan profesional arsitektur, dapat menjadi salah satu alternatif dalam menciptakan suatu karya arsitektural terkait dengan hubungan antara bentuk dan isi. Memberikan pendekatan konsep bentuk untuk menghasilkan suatu karya yang dapat menjadi ikon tehadap objek yang akan dilambangkannya. Melalui konsep bentuk dan strategi desain agar bangunan yang dirancang menjadi suatu karya arsitektur ikonik.
1.5. Keaslian Penelitian Fokus penelitian ini yang membedakan dengan penelitian lainnya terletak pada indentifikasi mengenai perkembangan arsitektur ikonik berdasarkan proses yang melatar belakanginya, pendekatan filosofis, serta studi tentang tanda khususnya ikon dengan pendekatan semiotika. Ikon dalam lingkup penanda dan petanda terkait dengan karya-karya arsitektural sebagai produk budaya. Berbeda
7
dengan penelitian lainnya pada Program Pascasarjana Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada mengenai tema yang berkaitan dengan arsitektur. Namun dapat dijadikan rujukan dalam proses penelitian karena mempunyai kesamaan dalam metode penelitian, yaitu metode content analysis. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tesis tentang Arsitektur Minimalis yang diteliti oleh Harry Kurniawan (2009) Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
2.
Tesis tentang Arsitektur Ekletik yang diteliti oleh Afifah Harisah (2005) Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
3.
Tesis tentang Arsitektur Postmodern yang diteliti oleh Ikhwanuddin (2004) Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
4.
Tesis tentang Arsitektur Dekonstruksi yang diteliti oleh Adityarini Natalisa (2002) Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Penelusuran penelitian dengan mengidentifikasi substansi tentang arsitektur ikonik di luar lingkup Universitas Gadjah Mada adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian tentang Kajian Karakteristik Bangunan Ikonik pada Gedung Puspa Iptek Kota Baru Parahyangan oleh Erwin Yuniar Rahadian dkk (2013) jurusan Arsitektur – FTPS – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.
2.
Makalah tentang perkembangan Arsitektur Ikonik di berbagai belahan dunia yang ditulis oleh Udjianto Pawitro (2012), Staf pengajar kopertis wilayah IV pada Jurusan Arsitektur – FTPS – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.
3.
Jurnal tentang Ikonisitas Tata Panggung: Sebuah Kajian Semiotika Seni Rupa Teater oleh Untung Tri Budi Antono (2008) dari Jurusan Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
4.
Jurnal tentang Semiotika dalam Arsitektur oleh Agus Dharma dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma Posisi keaslian penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya berdasarkan
substansi penelitian yaitu mengenai arsitektur ikonik dan studi semiotika. Setelah
8
melakukan penelusuran dengan substansi yang sejenis, maka peneliti melakukan suatu rangkuman terkait dengan isi dari penelitian sebelumnya. Untuk lebih detailnya, maka peneliti menyajikannya sebagaimana terangkum pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1. Posisi keaslian penelitian Judul penelitian
Tolak ukur pembanding Identifikasi pada substansi yaitu arsitektur ikonik
Garis besar isi penelitian
Kajian karakteristik Bangunan Ikonik Pada Gedung Puspa Iptek Kota Baru Parahyangan
Identifikasi pada substansi yaitu arsitektur ikonik
- Sejarah perkembangan arsitektur ikonik - Ciri-ciri visual dari arsitektur ikonik - Tinjauan pengolahan fasad - Analisis pada kasus Gedung Puspa Iptek Kota Baru Parahyangan
Semiotika dalam arsitektur
Identifikasi pada substansi yaitu semiotika
- Perkembangan aliran semiotika - Klasifikasi tanda dalam semiotika - Aplikasi semiotika dalam arsitektur
Ikonisitas Tata Panggung : Sebuah Kajian Semiotika Seni Rupa Teater
Identifikasi pada substansi yaitu semiotika
- Pengertian semiotika - Semiotika dan tata panggung - Semiotika seni rupa teater - Studi tentang ikonisitas pada seni rupa teater - Ikonisitas tata panggung teater abad pertengahan - Ikonisitas panggung renesans serlians
Perkembangan Arsitektur ikonik diberbagai belahan dunia
- Pemaparan secara deskriptif perkembangan arsitektur ikonik - Hubungan Arsitektur Ikonik dan trend globalisasi ekonomi kapitalis - Arsitektur penanda tempat (place icon) di belahan dunia.
9
Judul penelitian
Tolak ukur pembanding Ikonisitas dan Substansi Arsitektur Ikonik penelitian terkait Rumpun Metafora: arsitektur ikonik Kasus Sydney Opera dan semiotika. House, Bilbao Guggenheim Museum dan Burj Al Arab
Garis besar isi penelitian - Perkembangan Arsitektur Ikonik - Menggali substansi “Icon” secara spesifik melalui semiotika. - Studi gejala ikon (ikonisitas) dalam arsitektur. - Analisis desain beberapa kasus. bangunan yang termasuk arsitektur ikonik untuk mendapatkan konsep bentuk dan strategi desain. arsitektur ikonik.
(Sumber: konstruksi penulis, 2014)