BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media massa, televisi melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Informasi massal adalah informasi yang diperuntukan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh pribadi (Bungin Burhan 2007:72). Di Indonesia dan juga di berbagai negara lain di dunia, televisi tidak hanya menyebarkan informasi dan menyuguhkan hiburan, melainkan juga iklan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tayangan televisi tidak lepas dari iklan, meskipun iklan sendiri bisa juga disebarluaskan melalui media massa yang lain misalnya radio dan media cetak seperti spanduk, poster, dsb. Iklan terbagi menjadi dua jenis yaitu iklan komersil dan iklan nonkomersil. Iklan non-komersil berisi pesan-pesan dan juga pelayanan masyarakat, sedangkan iklan komersil ditandai dengan adanya syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap obyek iklan (Bungin Burhan 2001:78). Dengan kata lain, iklan komersial adalah bentuk promosi suatu barang produksi atau jasa melalui media massa dalam bentuk tayangan gambar maupun bahasa yang diolah ,melalui film maupun media berita (Kuswandi, 1996:8). Iklan akan mempermudah produsen untuk menyampaikan pesan kepada konsumen. Iklan di media televisi lebih menarik bagi konsumen daripada melalui media lain, seperti radio, media cetak semacam surat kabar dan majalah atau media internet, karena iklan televisi mampu menampilkan visualisasi dari
1
suara dan gerakan dengan peluang yang lebih banyak untuk mendemonstrasikan produknya, disini iklan televisi juga memiliki kekuatan dalam audio dan visualnya yang tentunya dapat lebih menarik perhatian khalayak jika dibandingkan dengan media iklan yang lainnya. Demonstrasi secara langsung ini menyebabkan iklan televisi lebih mengena daripada media lain. Konsumen juga dapat melihat produk yang ditawarkan, melalui demonstrasi pembuatan atau demonstrasi penggunaan. Dan untuk membangun sebuah sistem komunikasi yang efektif, manusia memerlukan media atau sarana simbolik (Kasiyan,2008:128).
Bila dicermati tayangan iklan komersial di televisi saat ini, hampir sebagian besar selalu menampilkan model perempuan dengan peran yang bermacam-macam.
Seperti
yang
kita
ketahui,
media
massa
gencar
menggunakan perempuan sebagai obyek atau simbol dalam penawaran barang dan jasa. Hal ini dapat dicermati dari iklan yang banyak menampilkan sosok perempuan hanya dari aspek kecantikan, kemolekan dan keindahan tubuhnya saja. Sementara itu peran perempuan yang digambarkan dalam iklan masih belum beranjak dari urusan-urusan sebagai ibu rumah tangga yang baik, mengasuh anak, mencuci, memasak, menyuapi anak dan melayani kebutuhan suami, dan masih banyak urusan domestik (tradisional) lainnya. Jika dilihat dari aspek kecantikan, kemolekan dan keindahan tubuh perempuan memiliki keunggulan perempuan yaitu pada aspek fisik biologis dan kodrat sedangkan laki-laki pada aspek akal dan rasio. Sebagian besar iklan televisi merupakan pengabdian atau reproduksi dan penstereotipan kaum laki-laki terhadap peran tradisional kaum perempuan (Mulyana, 1999:157). Penyajian iklan biasanya berkaitan dengan stereotipe para perempuan, karena pemirsa iklan televisi pada umumnya adalah perempuan. Malah dapat dikatakan antara iklan televisi dan perempuan adalah dua hal yang hampir selalu berkaitan. Barang-barang yang banyak diiklankan adalah barang-barang yang ditujukan dan selalu berhubungan dengan perempuan.
2
Stereotip sendiri dapat diartikan sebagai “pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena ia berasal dari suatu kelompok tertentu in group atau out group, yang bisa bersifat positif maupun negatif” (Amanda G. 2009)1. Di sini laki-laki dan perempuan digambarkan sebagai sesuatu yang mempunyai kegiatan yang sangat berbeda dalam segala bidangnya. Kebanyakan dari iklan yang ada cenderung menggambarkan kaum perempuan sebagai manusia yang selalu peduli dengan permasalahan yang penuh dengan peraturan dan tanggung jawab, baik dalam urusan rumah tangga dan fisik mereka, sedangkan kepedulian dari kaum laki-laki adalah pekerjaan, bisnis, urusan publik dan sebagainya. Ketika tokoh laki-laki muncul dalam iklan, tokoh itu digambarkan dengan karakter agresif, kuat, pemberani, mandiri, kuat, tegar, berkuasa dan tangguh. Hal ini berbanding terbalik dengan sosok perempuan yang lebih sering dianggap lemah, emosional, dan penuh peraturan. Perempuan hanya dianggap sebagai objek pemuas bagi kaum laki-laki, sebagai makhluk yang nilai-nilainya terletak pada fisik biologisnya. Iklan di media massa juga sering menggunakan tubuh perempuan sebagai alat untuk menciptakan citra tertentu pada suatu produk. Hal ini berbanding terbalik dengan sosok perempuan yang lebih sering dianggap sebagai objek pemuas bagi kaum laki-laki, sebagai makhluk yang nilai-nilainya terletak pada fisik biologisnya. Stereotype perempuan itulah yang memperkuat pencitraan sosok perempuan dalam iklan televisi. Disini iklan masih tetap saja memposisikan perempuan berada dalam peran tradisional, meskipun pada kenyataannya saat ini perempuan sudah dalam era modern. Pencitraan produk sendiri merupakan salah satu bagian terpenting dalam konstruksi iklan televisi, di mana iklan televisi dituntut berperan sebagai media
1
Definisi Stereotipe, (Amanda,G.2009), dalam Andi Sanjaya24.blogspot.com/ diunduh pada 01
April 2013, 09:03.
3
yang diharapkan dapat membujuk dan juga mempengaruhi minat khalayak terhadap suatu produk melalui pesan-pesan yang disampaikannya. Salah satu bentuk pencitraan produk dari iklan televisi saat ini, yang cukup menarik untuk ditelaah adalah ikan provider atau iklan telekomunikasi. Sebagaimana kita ketahui, saat ini banyak sekali iklan provider yang berlomba-lomba menawarkan tarif murah dan promo free dengan memberikan berbagai macam bonus dan mengemas pesan iklan semenarik dan sekreatif mungkin, dalam ajang persaingan antara provider satu dengan provider lainnya. Jika dicermati, pencitraan produk dalam
iklan-iklan tersebut hampir selalu melibatkan
perempuan. Perempuan selalu dijadikan alat untuk menarik perhatian khalayak dan membawa pesan iklan. Misalnya saja iklan provider “3” yang kehadirannya dalam dunia telekomunikasi dapat dibilang baru. Provider 3 merupakan salah satu jaringan operator seluler yang mengusung slogan “Bebas itu nyata, always on” yang divisualisaikan dalam iklan 3 always on versi bebas itu nyata. Iklan ini mencitrakan produknya dengan menganalogikan suatu pesan kebebasan bagi kaum perempuan di zaman modern sekarang ini, namun dari pesan kebebasan tersebut masih tersirat adanya keterbatasan dan peraturan yang biasanya diberikan kepada kaum perempuan. Contohnya: a)
Kebebasan itu omong kosong.......
b)
Katanya aku bebas berekspresi asal rok masih dibawah lutut…….
Ungkapan kata-kata di dalam iklan tersebut mengandung pesan bahwa perempuan di zaman modern ini boleh bebas namun kebebasan perempuan masih dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat. Karena itu iklan ini mengajak khalayak untuk memikirkan kembali soal kebebasan tersebut. Di sini si pembuat iklan menganalogikan kebebasan semu kaum perempuan itu dengan dunia provider telekomunikasi yang menawarkan berbagai „kebebasan‟ (promo free) namun masih terbatas. Karena itu si pengiklan menganjurkan khalayak untuk mempertimbangkan lagi berbagai tawaran promo free. Anjuran itu mengandung bujukan bahwa produknyalah (provider „3‟) yang menawarkan „kebebasan‟ (promo free) yang sesungguhnya. 4
Cara beriklan dengan memanfaatkan aspek-aspek realitas sosial untuk kepentingan pencitraan produk seperti ini oleh Marchand disebut sebagai hall of distorting mirrors, yakni iklan berfungsi sebagai arena cermin yang mendistorsi (Noviani, 2002:54).
Di sini stereotipe kebebasan kaum perempuan hanya
dijadikan alat untuk menarik perhatian audiensnya. Si pembuat iklan merangkum aspek-aspek realitas sosial tentang kebebasan perempuan yang semu lalu dibelokkan untuk kepentingan daya tarik iklannya. Terlepas dari cara beriklan yang demikian itu, yang jelas iklan provider “3” tersebut telah disebarkan kepada khalayak melalui media televisi, sehingga khalayak sudah tentu akan berespon terhadap ungkapan kata-kata tentang kebebasan perempuan dalam iklan tersebut. Khalayak sendiri adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa. Melalui media massa ini khalayak atau penonton pada umumnya akan mempelajari apa realitas pesan yang disampaikan dalam media masssa tersebut. Disini khalayak tentunya akan menyikapi realitas dunia sosial ketika fenomena di televisi muncul dalam kenyataan hidup sehari-hari. Seperti yang ditampilkan dalam iklan 3 always on versi bebas itu nyata. Pada iklan itu terdapat pesan tentang kebebasan perempuan yang memang sesuai dengan fakta kehidupan sehari-hari, dengan realitas stereotip yang diberikan kepada para perempuan pada umumnya. Jika memang kebebasan bagi kaum perempuan sekarang ini sudah lebih terbuka dan dapat dinikmati meskipun tetap harus tunduk pada norma-norma yang ada, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana penilaian para mahasiswa sebagai golongan yang berpendidikan tinggi terhadap iklan 3 always on versi bebas itu nyata, dan memaknai kebebasan perempuan dalam iklan tersebut.
5
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah yang akan dikaji seperti berikut : Bagaimanakah persepsi mahasiswa UKSW terhadap kebebasan perempuan yang terdapat dalam iklan 3 always on versi bebas itu nyata?
1.3.Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Mendeskripsikan kebebasan perempuan dalam iklan 3 always on versi bebas itu nyata menurut mahasiswa UKSW Salatiga.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat dalam segi akademis maupun praktis, yaitu : a)
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
pengetahuan tentang iklan dan persepsi terhadap kebebasan perempuan, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kebebasan perempuan.
b) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penelitian bagi mahasiswa dalam ilmu komunikasi khususnya untuk penelitian mengenai iklan dan kebebasan perempuan.
6