BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Rendahnya kemampuan dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang sah.
Selama ini, selain disebabkan oleh faktor Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan yang disebabkan oleh batasan hukum. Pemberlakuan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 yang mengalokasikan sebagian jenis-jenis pajak yang gemuk bagi pemerintah merupakan salah satu faktor penyebab keterbatasan kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaannya. Kondisi semacam ini tidak mampu mendukung pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diharapkan. Pemerintah daerah kurang memberi keleluasaan untuk menentukan kebijakan daerah sendiri. Otonomi yang selama ini diberikan tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan Sumber Daya Manusia yang profesional dan pembiayaan yang adil. Akibatnya bukan terciptanya kemandirian daerah tetapi justru ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dengan disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang memberikan peluang bagi perubahan paradigma Pembangunan Nasional dari Paradigma Pertumbuhan menuju Paradigma Pemerataan Pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan keuangan daerah. Otonomi daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun kedua Undang-undang tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang terus berkembang. Ketatanegaraan serta kebutuhan penyelenggaraan daerah, maka Presiden RI atas persetujuan DPR pada tanggal 15 Oktober 2004 telah mengesahkan dan memberlakukan Undang-undang Otonomi Daerah yang baru, yaitu : •
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
•
Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Membuka Peluang dan Harapan untuk Memperoleh Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan yang Lebih Adil dan Proporsional. Berdasarkan pasal 157 Undang-undang No. 32 tahun 2004, Sumber Pendapatan
Daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pajak-Pajak daerah b. Retribusi Daerah c. Bagian laba perusahaan daerah d. Penerimaan dari dinas - dinas dan pendapatan lain. 2. Dana Perimbangan Adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari : a. Dana bagi hasil bersumber dari pajak •
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
•
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
•
Pajak Penghasilan pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan pasal 21.
b. Dana bagi hasil bersumber dari Sumber Daya Alam, berasal dari :
•
Kehutanan,
•
Pertambangan umum,
•
Perikanan,
•
Pertambangan Minyak Bumi,
•
Pertambangan Gas Bumi,
•
Pertambangan Panas Bumi.
•
Dana Alokasi Umum
•
Dana Alokasi Khusus.
Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah. Dalam hal ini, peneliti akan mengupas lebih dalam mengenai Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam Dana Perimbangan, walaupun cukup besar nilainya dianggap tidak cukup untuk menopang pendapatan daerah,. karena Dana Perimbangan yang bersumber dari pajak pusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan Pemerintah Pusat. Artinya tidak keseluruhan pendapatan dari Pajak Bumi dan Bangunan dapat dikontribusikan pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang Pajak Bumi dan Bangunan terutama mengenai pengaruh efektivitas penerimaannya terhadap Dana Perimbangan di suatu daerah, yang bermaksud menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Dana Perimbangan daerah” (Studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah kota Bandung).
I.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, sebagai pembatasan dan
pembahasan nanti peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Berapa besar Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung. 2. Berapa besar Penerimaan Dana Perimbangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap tingkat Penerimaan Dana Perimbangan Daerah Kota Bandung.
I.3.
Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi dari
objek penelitian yang kompeten dan relevan dengan masalah pokok dalam penelitian. Setiap penelitian ditujukan untuk memecahkan permasalahan. Berdasarkan identifikasi di atas tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Pajak Bumi dan Bangunan pada Pemerintah Daerah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui Dana Perimbangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan atas efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap tingkat
Penerimaan Dana
Perimbangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Bandung.
I.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan mempunyai kegunaan antara lain ; 1. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan tentang Pemerintah Daerah tentang pemerintah daerah terutama mengenai Pajak Bumi dan Bangunan serta Dana Perimbangan Daerah. 2. Bagi Peneliti lain
•
Untuk dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian sejenis.
•
Untuk memberikan sumbangan sebagai bahan bacaan tentang pengaruh efektivitas pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Dana Perimbangan Daerah pada suatu daerah.
I.5.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan Undang-undang 1945 yang menempatkan pajak sebagai salah satu
perwujudan kewajiban kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lain harus ditetapakan dengan Undang-undang. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro, yang kemudian dikutip oleh Mardiasmo (2006 : 1) menyatakan bahwa : " Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum." . Peraturan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Dalam Undang-undang tersebut, pengertian Pajak Bumi dan Bangunan adalah “Pajak kebendaan atas bumi dan/atau bangunan yang dikenakan terhadap orang pribadi atau badan secara nyata mempunyai hak dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Definisi Pemungutan berdasarkan Undangundang No. 34 tahun 2000, “Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak/retribusi, penentuan besarnya pajak/retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak/retribusi kepada wajib pajak/retribusi serta pengawasan dan penyetorannya.”
Dari definisi – definisi di atas terdapat ha-hal yang perlu dijelaskan khususnya Pajak Bumi dan Bangunan : 1. Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan Perairan) dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah kontribusi teknik yang ditanamkan atau dilekaykan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia. 2. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata : a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau b. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau c. Memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau d. Memperoleh manfaat atas bangunan. 3. Besarnya pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan adalah Tarif dikali Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan adalah 0.5%. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah Dasar perhitungan NJKP dikali Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurang Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang setinggi-tingginya Rp.12.000.000,-. Dasar perhitungannya berdasrkan objel pajak : a. Objek pajak perkebunan adalah 40%. b. Objek pajak kehutanan adalah 40%. c. Objek pajak pertambangan adalah 40%. d. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) ; •
Apabila NJOP-nya > Rp.1.000.000.000,- adalah 40%.
•
Apabila NJOP-nya < Rp.1.000.000.000,- adalah 40%.
4. Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan harus dapat dilakukan dengan baik agar dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi penerimaan Dana Perimbangan Daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan Efektivitas menurut Mardiasmo, dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik” (2002:132) adalah sebagai berikut : “Efektivitas adalah hubungan antara keluaran dengan tujuan/sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif, apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran aktif bijaksana.” Dalam membahas suatu pusat pertanggungjawaban, pengertian efektivitas akan timbul dalam menggambarkan hubungan antara output yang dihasilkan dengan sasaran
yang
harus
dicapai
dan
menjadi
tanggung
jawab
pusat
pertanggungjawaban. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian tersebut, maka dapat dikatakan semakim efektif pula suatu bagian. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penerimaan khususnya untuk Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang harus direncanakan, dilaksanakan dan dikoordinasi sedemikian rupa karena besarnya realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tergantung pada efektivitas pemungutan Pajak itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Pengaruh Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Dana Perimbangan Daerah Kota Bandung.”
DIAGRAM 1.1 KERANGKA PEMIKIRAN
Pengaruh Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Dana Perimbangan.
Variabel Independent (X)
Variabel Dependent (Y)
X : Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Y : Dana Perimbangan.
HIPOTESIS : Efektivitas Penerimaan Pajak dan Bumi dan Bangunan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan Dana Perimbangan.
Pengujian Hipotesis : Menggunakan Analisa Regresi
I.6.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan deskriptif analisis dengan pendekatan
studi kasus yaitu suatu metode penelitian yang memberikan deskripsi secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2003:54) adalah sebagai berikut : “Metode panelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”
Aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, diamati secara seksama, sehingga diperoleh data primer maupun sekunder yang mendukung penelitian. Penelitian ini rencananya akan dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Data yang peneliti kumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori – teori yang dipelajari. Dalam mengumpulkan data, cara — cara yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Primer Data primer diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dengan menggunakan adalah wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara Tanya jawab langsung dengan pejabat yang berwenang yang ada kaitannya dengan objek penelitian. 2. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder diperoleh dan dikumpulkan melalui study literature/studi kepustakaan
I.7.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian untuk masalah ini adalah di kantor Dinas Penerimaan Daerah
Kota Bandung yang berlokasi di Jln. Wastu Kencana No.2 Bandung. Sedangkan waktu penelitian dimulai pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008.