BAB I
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan
dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan
presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Asdak, 2007). Batas-batas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan bertumpang tindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah ekonomi.
DAS merupakan satu kesatuan sistem yang berisi begitu banyak
komponen yang saling mempengaruhi serta sangat sensitif terhadap perubahan,
sehingga sedikit gangguan terhadap satu komponen akan berdampak pada
keseluruhan komponen sebagai perilaku alami untuk mencapai keseimbangan (Charlton, 2007). Perubahan yang terjadi dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
DAS Batanghari merupakan DAS terbesar di Pulau Sumatera mencakup
wilayah administratif Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat, yang di
dalamnya terdapat 13 kabupaten dan satu kota dengan 124 kecamatan. Wilayah
Sungai Batanghari dan wilayah administrasi di dalamnya disajikan pada tabel 1.1 berikut:
1
Tabel 1. 1. Wilayah Administrasi dalam WS Batanghari DAS
PROVINSI Jambi
Batanghari Hulu (1.277.947 Ha)
KABUPATEN Bungo, Tebo, Kerinci Solok, Solok Selatan, Sawahlunto/Sijunjung, Dharmasraya
Sumatera Barat
Batang Tebo Jambi Bungo, Tebo, Kerinci (538.725 Ha) Batang Tabir Merangin, Tebo, Batanghari, Jambi (381.329 Ha) Kerinci, Batanghari, Sarolangun Batang Merangin-Tembesi Jambi Merangin, Kerinci (1.281.907 Ha) Batanghari Hilir Kota Jambi, Tebo, Tanjung, Jabung Jambi (979.559 Ha) Timur, Muaro, Jambi, Batanghari Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi Tahun 2012
Kondisi DAS Batanghari saat ini tidak cukup baik dengan status wilayah
DAS seluas 3.822.261 hektar dinyatakan kritis. Kondisi ini disebabkan oleh
pengelolaan wilayah yang kurang tepat disebabkan oleh banyaknya alih fungsi
lahan untuk perkebunan dan permukiman serta penambangan emas tanpa izin (www.beritasatu.com).
Besarnya wilayah DAS Batanghari memerlukan pengelolaan yang tepat.
Pengelolaan DAS yang kurang tepat akan memunculkan masalah erosi yang intensif di bagian hulu dan menyebabkan menurunnya kualitas air. Kejadian ini juga berdampak pada kondisi di hilir sungai berupa sedimentasi material hasil
erosi sehingga pendangkalan sungai tidak dapat dihindarkan. Kondisi demikian
lebih berpotensi menimbulkan banjir saat musim hujan datang. Permasalahan ini muncul disebabkan oleh terganggunya keseimbangan komponen penyusun DAS, karena konsep DAS sebagai suatu ekosistem yang di dalamnya terjadi suatu
proses interaksi antara komponen-komponen biotik, abiotik, dan manusia, sehingga gangguan mengakibatkan
yang terjadi terhadap
ketidakseimbangan
pada
salah satu
DAS
yang
komponen akan
selanjutnya
menimbulkan perubahan pada komponen lainnya (Charlton, 2007).
akan
Banjir merupakan fenomena umum yang terjadi di wilayah DAS.
Keberadaan banjir dapat menguntungkan bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya karena banjir meningkatkan produksi ikan dan spesies akuatik lainnya
yang menggunakan dataran banjir sebagai habitat (Hickey, 1995). Meskipun 2
banjir merupakan fenomena hidrologi yang umum terjadi, namun banjir dapat
menjadi bencana bagi manusia disebabkan oleh pemanfaatan wilayah DAS yang
cukup intensif baik untuk perikanan, pertanian maupun permukiman di wilayah banjir. Peningkatan aktivitas manusia di wilayah banjir merupakan akibat dari perkembangan populasi manusia dan sedikitnya pilihan lokasi untuk dimanfaatkan sebagai wilayah produktif (Blaikie, 1994)
Banjir merupakan masalah umum yang banyak dihadapi oleh negara-
negara di dunia termasuk Indonesia. Wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami masalah banjir pada umumnya berada di sepanjang sempadan sungai.Peradaban manusia sebagian besar terbentuk pada kawasan dengan ketersediaan air yang
melimpah. Kondisi ini merujuk pada kebutuhan manusia terhadap air dan sumberdaya alam lain yang terkandung didalamnya.
Terbentuknya permukiman di sepanjang tubuh air menghadirkan sejumlah
risiko bencana. Kawasan tubuh air merupakan kawasan yang dinamis dan selalu
mengalami perubahan dari waktu ke waktu.Perubahan yang terjadi pada kawasan
ini salah satunya adalah fluktuasi debit air yang disebabkan oleh tingkat presipitasi. Air hujan yang jatuh pada wilayah DAS akan mengalir menuju
channel atau tubuh sungai (Charlton, 2007). Kondisi tersebut pada satu waktu akan menimbulkan tingginya debit air yang melebihi kemampuan sungai menampung jumlah air yang masuk sehingga air menggenangi wilayah disekitarnya.
Salah satu wilayah yang sering mengalami kejadian banjir adalah Kota
Jambi. Kota ini berkembang di sepanjang Sungai Batanghari Hilir. Kejadian banjir di wilayah ini mengalami peningkatan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
yang disebabkan oleh meningkatnya debit air di Sungai Batanghari oleh tingginya curah hujan. Kejadian banjir yang cukup besar terjadi pada tahun 2001 hingga
2005 dengan ketinggian banjir bervariasi antara 1 meter hingga 5 meter dan
menggenangi banyak lokasi di Kota Jambi (lihat tabel 1.2). Peningkatan jumlah kejadian bencana ini perlu diwaspadai karena perkembangan permukiman padat penduduk lebih terkonsentrasi di sepanjang sempadan sungai.
3
Tabel 1. 2. Kejadian Banjir di Kota Jambi Tahun Tempat Kejadian Banjir Kelurahan Tanjung Raden, Tanjung Pasir, Ulu Gedong, Mudung 2001 -2002 Laut,Sijenjang, Pasir Panjang, Teluk Kenali Dan Legok Kelurahan Pasir Panjang, Tanjung Raden, Tanjung Pasir Olak 2003 Kemang, Ulu Gedong, Jelmu, Mudung Laut, Arab Melayu, Legok, Tanjung Johor Kelurahan Pasir Panjang, Tanjung Raden, Tanjung Pasir Olak 2004-2005 Kemang, Ulu Gedong, Jelmu Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Jambi Tahun 2010
Pertumbuhan permukiman pada kawasan tubuh air membutuhkan upaya-
upaya strategis agar dapat mengurangi kemungkinan dampak bencana banjir. Penduduk terdampak bencana memiliki kearifan lokal yang berkaitan dengan bencana yang pernah dialami, sehingga mereka harus dilibatkan dalam membangun
upaya
pengurangan
risiko
bencana
(Peters-Guarin,
2011).
Pengetahuan bencana seperti intensitas, durasi, kedalaman banjir dan besarnya
kerugian yang disebabkan banjir akan menumbuhkan kearifan lokal berkaitan
dengan kemampuan dalam menghadapi banjir sehingga kerugian bencana dapat dikurangi.
Peningkatan kewaspadaan bagi penduduk di kawasan bencana dapat
dilakukan dengan upaya mitigasi dan penilaian terhadap risiko bencana sebagai
salah satu unsur penting untuk dapat bertahan pada kawasan tersebut li,2013). Berdasarkan kondisi itu maka penilaian dan pengukuran terhadap
bencana akan sangat berguna dalam upaya manajemen bencana.
Kajian pengelolaan pada kawasan bencana perlu dilakukan sebagai bagian
dari strategi adaptasi terhadap bencana. Pemanfaatan dan pengelolaan ruang sangat berperan dalam mengurangi dampak bencana
, 2013).
Pengelolaan kawasan berbasis bencana merupakan salah satu cara untuk
memperoleh efek positif dari hadirnya bencana, baik dalam pemanfaatan untuk penghidupan masyarakat, ataupun pemanfaatan sumberdaya untuk mengurangi risiko kejadian bencana.
4
Pelaksanaan pemanfaatan ruang berbasis bencana harus berdasarkan
pertimbangan tren kejadian bencana. Evaluasi dan review terhadap efektifitas pemanfaatan wilayah terhadap pengurangan bencana saat ini sangat penting dan bermanfaat dalam menentukan pengelolaan wilayah di masa mendatang 2013).
1.2.
,
Permasalahan Penelitian Wilayah dataran aluvial merupakan wilayah produktif yang didalamnya
terdapat pemanfaatan lahan oleh manusia untuk permukiman, pedagangan dan pertanian. Kondisi ini didorong oleh ketersediaan sumberdaya yang melimpah
berupa kondisi tanah yang subur, ketersediaan air tawar dan aksesibilitas yang memadai.
Wilayah dataran aluvial adalah wilayah yang rawan dan berpotensi untuk
muncul bencana banjir. Kejadian bencana banjir menimbulkan dampak sosial
ekonomi yang sangat besar bagi penduduk yang mengalaminya. Sebagai contoh
pada tahun 2010 terjadi bencana banjir di Kelurahan Legok yang menggenangi
sebanyak 662 rumah (sumber : Jambikota.go.id). Masalah yang ditimbulkan oleh banjir cukup besar yaitu terganggunya aktifitas sosial dan ekonomi akibat tergenangnya ruas jalan serta terganggunya kesehatan masyarakat.
Besarnya konsentrasi aktivitas manusia di wilayah ini harus diimbangi
dengan tindakan mitigasi guna mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh banjir sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dalam melaksanakan
tindakan mitigasi diperlukan informasi spasial berkaitan dengan bencana banjir (durasi, kedalaman, ekstensi) dan tingkat kerentanan fisik dan sosial.
Pemetaan terhadap bencana banjr sebagai upaya mitigasi bencana perlu
dilakukan. Upaya penanganan terhadap kejadian banjir dapat lebih baik jika
ditambahkan dengan kajian tingkat kerentanan fisik dan sosial pada wilayah terdampak bencana. Kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana serta bentuk pengelolaan wilayah rawan bencana juga perlu dikaji sebagai strategi
5
dalam menghadapi bencana yang telah berkembang sebagai kearifan lokal bagi masyarakat sekitar.
Pengelolaan wilayah berbasis bencana sangat penting untuk tindakan
mitigasi karena melibatkan bermacam unsur baik itu masyarakat terdampak serta
pemerintah yang bersama-sama menentukan rencana pemanfaatan wilayah. Selain itu kajian ini dilakukan untuk evaluasi
apakah rencana dan kebijakan telah
berjalan efektif untuk mengurangi dampak bencana. Metode ini diharapkan dapat bermanfaat bagi wilayah lainnya dengan karakter permasalahan yang sama.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sebaran bencana banjir terbesar di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi?
2. Bagaimana kerentanan fisik dan sosial akibat bencana banjir di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi?
3. Bagaimana strategi adaptasi masyarakat Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi?
4. Bagaimana bentuk dan efektivitas pengelolaan wilayah rawan bencana oleh penduduk dan pemerintah setempat?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian yang
akan dicapai adalah:
1. Memetakan bencana banjir di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi
2. Menganalisis kerentanan fisik dan sosial akibat bencana banjir di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi
3. Menganalisis strategi dan tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Legok Kecamatan Telanaipura Kota Jambi
4. Menganalisis bentuk dan efektivitas pengelolaan wilayah rawan bencana oleh penduduk dan pemerintah setempat
6
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah mengenai aspek kerentanan fisik maupun sosial yang dapat digunakan sebagai informasi dasar penyusunan kebijakan pengelolaan wilayah.
2. Memberikan gambaran perencanaan pengelolaan wilayah yang dapat
digunakan untuk mengurangi dampak bencana banjir di masa yang akan datang.
7