BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Investasi merupakan salah satu hal penting bagi pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan ekonomi di suatu negara dan perbaikan bagi produktifitas kerja. Investasi dapat digunakan sebagai alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tanpa investasi akan sulit untuk melakukan ekspansi usaha. Maka Penanaman Modal Asing ( PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ) merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan akan investasi. Namun ada beberapa faktor yang menghambat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara maupun di daerah, baik dari keadaan ekonomi, situasi politik dan pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan merupakan faktor yang signifikan enggannya investor untuk berinvestasi, terbukti Indonesia berada pada peringkat ke-126 dalam hal pelayanan perizinan menurut
Suhardi. Untuk
meningkatkan dan menarik investor ke dalam negeri Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM) melalui Perpres No.27/2009 berusaha memperbaikinya dengan mendirikan kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di semua daerah dimana saat ini sudah ada 17 kantor dari 33 provinsi seluruh Indonesia. Di sisi lain banyaknya penawaran angkatan kerja menjadi kendala tersendiri mengingat tingginya penawaran tidak didukung dengan lapangan pekerjaan yang mencukupi ditambah lagi dengan rendahnya kualitas skill angkatan kerja. Tingginya suku bunga dalam negeri menjadi perhatian bagi para investor untuk menanamkan modalnya didukung dengan nilai tukar rupiah yang semakin melemah beberapa akhir tahun ini. Rendahnya mutu sarana dan prasarana menjadi faktor yang tidak bisa dimarginalkan karena menjadi acuan dalam perhitungan suatu perusahaan, secara tidak langsung akan mempengaruhi biaya produksi dan hasil produksi. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Wiwin Setyari Dkk tentang determinan investasi di Indonesia menyatakan dengan teknik error correction methode (ECM) akan mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi biasa. Dari studi empiris menunjukkan walaupun faktor ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan , iklim investasi menjadi sorotan yang lebih. Kondisi masih tingginya pengangguran terkait dengan pertambahan penduduk, kualitas pendidikan dan skill sebagian besar SDM yang ada. Disisi lain kerentanan pasar tenaga kerja dimana amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi 1
tenaga kerjanya bila pasar lesu. Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental terkait dengan ketidakpastian hukum menjadi kendala bagi pengusaha untuk menanamkan modalnya. Jamzoni Sodik dan Didi Nuryadin melalui kajian tentang determinan investasi di daerah : studi kasus provinsi di Indonesia. Dengan dynamic methode of fanel dan fixxed effect diperoleh hasil indikator market size yakni PDRB, indikator infrastuktur yakni listrik menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi atau dengan kata lain kedua indikator tersebut signifikan meskipun berlawanan arah dengan teori sedangkan indikator tingkat keterbukaan ekonomi yakni ekspor belum begitu besar perannya dalam menarik investor. Eni Setyowati Dkk (2008) melakukan penelitian tentang kausalitas investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi dimana mengkaji variabel investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebaliknya dengan menggunakan metode model koreksi kesalahan Engle-Granger (EG-ECM). Dengan metode tersebut dapat dijelaskan dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel yang berpengaruh dan signifikan adalah variabel investasi asing berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, begitu juga sebaliknya variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi asing di Indonesia. Tabel 1.1.1 Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Pulau PMA Tahun
2008
2009
Lokasi Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & Nusa Tenggara Maluku & Papua Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & Nusa Tenggara Maluku & Papua
Proyek 95 947 19 14 59 4 123 946 31 16 100 5
Nilai Investasi (US $ Juta) 1.010,0 13.566,7 115,2 65,3 95,6 18,6 776,1 9.370,5 284,3 141,6 233,9 8,7
PMDN Proyek 34 183 12 5 2 3 39 174 22 7 5 1
Nilai Investasi (Rp Miliar) 4.840,2 12.230,6 1.821,5 1.147,4 29,0 294,7 7.819,7 25.766,5 2.934,5 1.187,4 50,8 41,1
2
Lanjutan Tabel 1.1.1 Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Pulau
PMA Tahun
Lokasi Proyek
2010
2011
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & Nusa Tenggara Maluku & Papua Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & Nusa Tenggara Maluku & Papua
362 1.976 253 81 374 35 667 2.632 331 146 474 92
PMDN
Nilai Investasi
Nilai Investasi
Proyek
(US $ Juta)
747,1 11.498,8 2.011,4 859,1 502,7 595,7 2.076,6 12.324 1.918,8 715,3 952,7 1.486,6
(Rp Miliar)
222 397 149 58 39 10 370 601 198 82 32 30
4.224,2 35.140,3 14.575,6 4.337,6 2.119,3 229,3 16.334,3 37.176,2 13.467,4 7227,5 356,7 1.438,6
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Tabel 1.1.2 Perkembangan Realisasi Investasi di Daerah Istimewa Yogyakarta PMA Tahun Proyek 2008 2009 2010 2011
6 5 20 22
Nilai Investasi (US $ Juta) 16,7 8,1 4,9 2,4
PMDN Proyek 2 3 7
Nilai Investasi (Rp Miliar) 18,1 33,4 10,0 1,6
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Tabel 1.1.1. menunjukkan perkembangan realisasi investasi asing dan domestik yang secara keseluruhan mengalami kenaikan baik dari jumlah proyek maupun nilai investasi. Pada tahun 2011, realisasi PMDN tumbuh 25 persen disumbang oleh realisasi investasi di Papua yang tumbuh 521 persen, diikuti oleh pulau Sumatera yang tumbuh sebesar 287 persen serta Sulawesi tumbuh 67 persen, sementara untuk Bali dan Nusa Tenggara mengalami pertumbuhan yang negatif. Untuk PMA, pertumbuhan tahun 2011 total sebesar 20 persen dibanding tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ini disumbang oleh pertumbuhan realisasi 3
investasi wilayah papua yang tumbuh sebesar 288 persen dan wilayah sumatera yang tumbuh sebesar 178 persen, sementara Maluku maupun Sulawesi mengalami pertumbuhan yang negatif dibanding tahun sebelumnya. Adapun untuk lima lokasi utama yang diminati oleh investor baik domestik maupun asing, pulau Jawa tetap merupakan lokasi yang paling diminati investor. Tabel 1.1.2. menunjukkan perkembangan realisasi investasi di Propinsi D.I Yogyakarta. Pada tahun 2011 nilai investasi baru (PMDTB) tercatat tumbuh sebesar 4,57 % yoy, lebih tinggi dari tahun sebelumnya 3,41 %. Ekspansi investasi pada tahun 2011 antara lain terkait dengan pembangunan beberapa proyek infrastruktur dan properti, termasuk hotel di DIY sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional dan DIY sendiri. Paska erupsi merapi, DIY justru semakin eksotis dan menjadi daya tarik bagi investor untuk mengembangkan kegiatan disektor PHR; sektor jasa-jasa; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Dari latar belakang beberapa aspek diatas menarik peneliti untuk melakukan kajian dengan memfokuskan pada masalah investasi domestik, angkatan kerja, nilai kurs, dan produk domestik regional bruto. Dengan memfokuskan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah terdapat pengaruh pendapatan regional (PDRB) terhadap perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta ? 2. Apakah terdapat pengaruh
angkatan kerja terhadap perkembangan investasi
(PMDN) di D.I. Yogyakarta ? 3. Apakah terdapat pengaruh nilai kurs rupiah terhadap perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta ? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk
mengetahui
pengaruh
pendapatan
regional
(PDRB)
terhadap
perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta.
4
2. Untuk mengetahui pengaruh angkatan kerja terhadap perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs terhadap perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Sehubungan dengan faktor keterbatasan yang ada dan mengingat
banyaknya
faktor yang mempengaruhi investasi (PMDN), maka penelitian hanya membahas pada : 1
Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap besar kecilnya investasi (PMDN) di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pada produk domestik regional bruto, nilai kurs rupiah terhadap dollar US, infrastruktur, dan angkatan kerja.
2
Data yang digunakan adalah data tahunan yaitu dari tahun 1990 sampai 2011 terdiri atas : a) Produk domestik regional bruto b) Tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri c) Banyaknya penduduk angkatan kerja d) Nilai kurs rupiah terhadap dollar US
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang terkait dalam studi ini. Manfaat tersebut sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah untuk meningkatkan minat investor menanamkan modalnya di D.I. Yogyakarta 2. Bagi dunia akademik, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian selanjutnya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1. Pengertian Investasi Sadono Sukirno (2000) mendefinisakan investasi sebagai pengeluaranpengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian. Menurut Dornbusch dan Fischer (2004), investasi adalah arus pengeluaran yang menambah stock modal fisik. Dimana modal merupakan stock ketika nilai uang dari gedung-gedung, mesin-mesin, dan inventaris lain adalah tetap pada suatu waktu. Dengan membagi investasi dalam tiga kategori yaitu, investasi bisnis tetap, investasi perumahan, dan investasi inventori. Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (1998), investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesinmesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut. Kekuatan ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa depan. 2.1.1.1. Teori Investasi Klasik Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa keinginan individu atau masyarakat untuk menabung adalah sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan investasi. Pandangan ini dapat ditulis sebagai : I = S..............................................................................................................(2.1)
6
Dalam teori investasi klasik diasumsikan bahwa : 1. Tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga Yaitu semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya bahwa pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengurangi pengeluaran untuk konsumsi dengan maksud untuk menambah tabungan. 2. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga Yaitu semakin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi akan semakin rendah. Dimana investasi akan dilakukan apabila pendapatan dari investasi (return on investment) lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku atau tingkat riil sebab tingkat bunga merupakan biaya atau ongkos penggunaan dana (Cost of Capital). Dengan demikian, teori klasik merupakan hubungan antara tabungan dan investasi dengan tingkat bunga yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1.1.1.1 Hubungan Investasi dan Tabungan Dengan Tingkat Bunga Menurut Klasik Tingkat Bunga S
E0
R0
I0 R1
E1 I1
I0
I0=S1
I0=S0
Investasi dan Tabungan
Dari gambar diatas dapat diterangkan bahwa kurva tabungan (S) menunjukkan tingkat tabungan pada kesempatan kerja penuh atau full employment pada berbagai tingkat bunga sedangkan keinginan berinvestasi perusahaan ditunjukkan oleh kurva I0. Sehingga bila pada mulanya keseimbangan diantara tabungan dan investasi (I0 = S0) dicapai pada titik E0, dimana keseimbangan tingkat bunga ada pada titik R0. 7
Apabila misalnya permintaan investasi berubah dari I0 menjadi I1 maka pada tinhkat bunga R0 sebanyak S0 tabungan ditawarkan dalam pasar, sedangkan investasi yang terjadi akan merosot menjadi I0. Kelebihan tabungan inilah yang akan menurunkan tingkat bunga menjadi R1 sehingga terjadi keseimbangan baru pada titik E1, dimana tabungan yang baru telah lama kembali dengan permintaan investasi (I1 = S1). Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kelebihan tabungan maka para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya sehingga akan menekan tingkat bunga. Demikian juga bila terjadi kondisi sebaliknya. Teori investasi klasik ini dapat disimpulkan bahwa terdapat fleksibilitas tingkat bunga yang akan menjamin terwujudnya keadaan tabungan selalu sama dengan investasi (I = S) sehingga keseimbangan antara tabungan dan investasi selalu tercapai. Dengan kata lain, tingkat bunga merupakan hasil interaksi antara tabungan (S) dan investasi (I). 2.1.1.2. Teori Investasi Keynes : The Marginal Efficiency of Capital Dasar teori permintaan dari Keynes adalah konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC didefinisikan sebagai tingkat pendapatan bersih yang diharapkan diperoleh dari tambahan pengeluaran investasi. Dimana angka MEC ini adalah angka yang menyamakan harga investasi dengan nilai sekarang (Present Value) dari semua penerimaan yang diharapkan dari pengoprasian suatu proyek investasi ditambah nilai sekarang dari nilai sisa (residu) investasi tersebut. Rumus MEC adalah : .................................2.2 Keterangan : C
= Pengeluaran untuk memperoleh investasi hingga siap pakai
R1, R2,..Rn
= Penerimaan bersih yang diperkirakan diperoleh dari proyek investasi
1,2.......n
= periode waktu dari masing-masing penerimaan
S
= Nilai residu
r
= MEC atau internal rate of return
8
Keputusan menjalankan investasi : Bila MEC > suku bunga, maka proyek dijalankan Bila MEC = suku bunga, maka proyek dijalankan atau tidak sama saja Bila MEC < suku bunga, maka proyek tidak dijalankan
2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Sadono Sukirno (2011), Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing dalam satu tahun tertentu. Menurut Susanti, dkk (2000 :23-24) indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ada bebarapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) bukan indikator lainnya yaitu : 1)
PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi didalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.
2)
PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasikan kepada suatu priode tertentu.
3)
Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik) Menurut Todaro (2000:137) ada tiga faktor komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :
1)
Akumulsi modal, yakni meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.
2)
Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak angkatan kerja.
3)
Kemajuan teknologi.
9
2.1.3. Angkatan Kerja Tenaga kerja merupakan seluruh penduduk yang dianggap memiliki potensi untuk bekerja secara produktif (Adioetomo :2010). Hal ini berarti penduduk yang mampu menghasilkan barang dan jasa dapat disebut sebagai tenaga kerja. Terdapat tiga pendekatan pemberdayaan yang didasarkan pada pengukuran kegiatan ekonomi yang dijadikan tolok ukur untuk analisis ketenagakerjaan
yaitu Gainful Worker
Approach, Labor Force Approach dan Labor Utilization Approach. Masing-masing konsep tersebut atau teori tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1)
Konsep Gainful Worker Approach Konsep ini menjelaskan tentang aktivitas ekonomi orang yang pernah bekerja
atau biasa dilakukan seseorang(usual activity). Kata biasa dalam hal ini
dapat
disimpulkan bahwa usaha tidak menggangap penting kegiatan-kegiatan lain yang tidak termasuk biasa dilakukan. Contohnya orang yang biasanya sekolah namun pada kondisi sekarang sedang mencari kerja maka hal ini diklasifikasikan sebagai orang yang sekolah. Teori ini tidak dapat menggambarkan secara statistik mengenai kondisi mereka yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan sehingga angka pengangguran terbuka relatif kecil.
2) Konsep Angkatan Kerja (Labor Force Approach) Pendekatan ini memberikan batas yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan dalam semiggu ini, sehingga secara tegas dapat diketahui kegiatan apa yang benarbenar dilakukan sebagai kegiatan utamanya. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan aktivitas kini dengan jangka waktu tertentu (Mantra ,2009) . Menurut Adioetomo, 2010 terdapat dua perbaikan yang diusulkan dalam konsep yaitu : a)
Activity Concept, bahwa yang termasuk dalam angkatan kerja (labor force) haruslah orang yang secara aktif bekerja atau sedang aktif mencari pekerjaan.
10
b)
Aktivitas tersebut dilakukan dalam suatu batasan waktu tertentu sebelum wawancara. Dengan kata lain, konsep angkatan kerja umumnya disertai dengan referensi waktu.
Berdasarkan konsep tersebut , angkatan kerja (labor force) dibagi menjadi dua yaitu : 1)
Bekerja
2)
Mencari pekerjaan (menganggur), yang dapat dibedakan antara : a. Mencari pekerjaan, tetapi sudah pernah bekerja sebelumnya b. Mencari pekerjaan untuk pertama kalinya (belum pernah bekerja sebelumnya) Angkatan kerja dapat dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam konsep angkatan kerja ini harus ada referensi waktu yang pasti, misalnya satu minggu sebelum pencacahan. 3)
Konsep Pemanfaatan Tenaga Kerja ( Labor Utilization Approach) Pendekatan ini awalnya dikembangkan oleh Philip M Hauser untuk
memperbaiki konsep Labor Force, Pendekatan Labor Utilization dimaksudkan untuk lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja, terutama supaya lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam konsep ini lebih ditujukan untuk melihat potensi tenaga kerja, apakah telah dimanfaatkan secara penuh. Dengan konsep ini, angkatan kerja dikelompokkan sebagai berikut : a. Pemanfaatan penuh (Full Utilized) b. Pemanfaatan kurang (Under-Utilized), karena jumlah jam kerja yang rendah, pendapatan upah atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan atau keahliannya, biasa disebut setengah penganggur. Untuk point a dan b didasarkan pada jumlah jam kerja seminggu. c. Pengangguran terbuka (Open Unemployment)
11
2.1.4. Nilai Kurs Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang satu negara terhadap harga mata uang negara lain. Menurut Krugman (2000) mengartikan nilai tukar adalah harga sebuah mata uang dari sebuah negara yang diukur dan dinyatakan dengan mata uang lain. Nilai tukar mata uang dapat didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang terhadap mata uang negara lainnya. Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura Jeff, 1993) : 1. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral. 2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pasa saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawran tetap, maka harga valuta asingakan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi. 3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau beritasudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.2.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh
Ni Putu Wiwin Setyari
Dkk
tentang
determinan investasi di Indonesia menyatakan dengan teknik error correction methode (ECM) akan mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi biasa. Dari studi empiris menunjukkan walaupun faktor ekonomi 12
memiliki pengaruh yang signifikan , iklim investasi menjadi sorotan yang lebih. Kondisi masih tingginya pengangguran terkait dengan pertambahan penduduk, kualitas pendidikan dan skill sebagian besar SDM yang ada. Disisi lain kerentanan pasar tenaga kerja dimana amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya bila pasar lesu. Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental terkait dengan ketidakpastian hukum
menjadi kendala bagi pengusaha untuk
menanamkan modalnya. Jamzoni Sodik dan Didi Nuryadin
melalui kajian tentang
determinan
investasi di daerah : studi kasus provinsi di Indonesia. Dengan dynamic methode of fanel dan fixxed effect diperoleh hasil indikator market size yakni PDRB, indikator infrastuktur yakni listrik menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi atau dengan kata lain kedua indikator tersebut signifikan meskipun berlawanan arah dengan teori sedangkan indikator tingkat keterbukaan ekonomi yakni ekspor belum begitu besar perannya dalam menarik investor. Eni Setyowati Dkk (2008) melakukan penelitian tentang kausalitas investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi dimana mengkaji variabel investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebaliknya dengan menggunakan metode model koreksi kesalahan Engle-Granger (EG-ECM). Dengan metode tersebut dapat dijelaskan dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel yang berpengaruh dan signifikan adalah variabel investasi asing berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, begitu juga sebaliknya variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi asing di Indonesia. 2.3.
Hipotesis
Beberapa hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah : Hipotesis
1 Diduga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Hipotesis
2 Diduga Angkatan Kerja berpengaruh positif terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Hipotesis
3 Diduga Nilai Tukar Kurs terhadap dollar US berpengaruh negatif terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang digunakan adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan variabel bebasnya (independent variabel) yaitu produk domestik regional bruto, nilai kurs terhadap dollar US (KURS) dan angkatan kerja (AK). 3.1.2. Definisi Operasional Variabel Variabel yang akan digunakan dalam analisis ini didefinisikan sebagai berikut : 1.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Penanaman Modal Dalam Negeri adalah realisasi investasi perseorangan atau perusahaan yang berasal dari dalam negeri/domestik pada perusahaan yang berlokasi di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau seluruh unit ekonomi di suatu wilayah atas dasar harga konstan.
3.
Angkatan Kerja (AK) Angkatan Kerja yang dimaksudkan disini adalah jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang
bekerja berdasarkan kegiatan selama seminggu yang lalu di Daerah
Istimewa Yogyakarta, yang dinyatakan salam bentuk satuan orang.
4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar US (KURS) Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang satu negara terhadap harga mata uang negara lain / harga sebuah mata uang dari sebuah negara yang diukur dan dinyatakan
14
dengan mata uang lain. Nilai tukar yang digunakan kurs rupiah terhadap dollar selama periode 1990 – 2010 yang dinyatakan dalam rupiah.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data runtut waktu (time series) dengan rentang waktu 22 tahun. Data yang dipilih adalah data dari tahun 1990 sampai 2011. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mencari data yang berhubungan dengan variabel penelitian secara urut sesuai dengan tahun penelitian dan mendokumentasikannya, data-data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu , Badan Pusat Statistik (BPS-Yogyakarta), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Bank Indonesia Daerah Yogyakarta. 3.3. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi dari Badan Pusat Statistik Yogyakarta. Data yang diperoleh adalah data dalam bentuk tahunan untuk masing – masing variabel.
3.4. Metode Analisis Dalam penelitian ini dilakukan dua analisis, yaitu analisis keseimbangan jangka panjang dengan menggunakan persamaan kointegrasi (cointegration test) dan analisis jangka pendek dengan metode regresi linier ECM (Error Correction Methode). Sebelum melakukan analisis harus dilakukan uji terhadap kestationeran data. Konsep terkini yang banyak dipakai untuk menguji kestationeran data runtut waktu adalah uji akar unit (unit root test) atau dikenal juga dengan Uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis runtut waktu perlu dilakukan untuk memenuhi keshahihan analisis ECM
(Error Correction Methode). Ini berarti bahwa data yang
digunakan harus bersifat stasioner, atau dengan kata lain perilaku data yang stasioner memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Hipotesis yang dikemukan adalah : 15
H0 : = 0 artinya terjadi unit root (data tidak stasioner) H1 :
≠ 0 artinya tidak terjadi unit root (data stasioner) Teknik pengujian adalah dengan membuat regresi antara
didapat koefisien regresinya, yaitu
dan Yt-1 sehingga akan
. Regresi metode yang sama secara parsial juga akan
dilakukan terhadap semua variabel independen yang digunakan. Namun signifikansi tidak dapat dilakukan dengan uji t karena hipotesis diatas tidak mengikuti distribusi t. DickeyFuller membuktikan bahwa Uji t terhadap hipotesis diatas mengikuti statistik ɩ (tau). Statistik ini selanjutnya dikembangkan oleh Mc Kinnon. Model yang akan digunakan adalah model dengan intersep (Nachrowi, 2006), yaitu :
∑
Keterangan : m = panjangnya lag yang digunakan. H0 ditolak bila nilai ADF lebih kecil atau lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis mutlak Mc Kinnon pada level 1%, 5%, dan 10%, yang juga berarti bahwa distribusi (t) mengarah pada kondisi yang signifikan. 3.4.1. Pengujian Kointegrasi Jika semua variabel lolos dari uji akar unit, maka selanjutnya dilakukan uji kointegrasi (cointegration test) untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Dalam penelitian ini digunakan metode Engel dan Granger untuk menguji kointegrasi variabel-variabel yang ada dengan memanfaatkan uji statistik DF-ADF untuk melihat apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Untuk menghitung nilai DF dan ADF terlebih dahulu adalah membentuk persamaaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Persamaan regresi yang akan diujikan pada penelitian ini adalah seperti yang dikemukakan Nachrowi(2006). INVt = β0 + β1PDRBt + β2AKt + β3KURSt + et
16
Keterangan : β0
= intersep/konstanta
β1, β2, β3 = koefisien regresi INVt
= nilai investasi pada periode t
PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada periode t AKt
= Angkatan Kerja pada periode t
KURSt = nilai tengah kurs rupiah terhadap dolar Amerika pada periode t et
= error term Dari regresi terhadap persamaan diatas didapatkan nilai residunya. Kemudian nilai
residu (et) tersebut diuji menggunakan metode Augmented Dickey Fuller untuk melihat apakah nilai residual tersebut stasioner atau tidak. Nilai residu dikatakan stasioner apabila nilai hitng mutlak ADF lebih kecil atau lebih besar daripada nilai kritis mutlak Mc Kinnon pada α = 1%, 5%, atau 10% dan dapat dikatakan regresi tersebut adalah regresi yang terkointegrasi. Dalam ekonometrika variabel yang saling terkointegrasi dikatakan dalam kondisi keseimbangan jangka panjang. Pengujian ini sangat penting apabila model dinamis akan dikembangkan. Dengan demikian, interpretasi denga menggunakan model diatas tidak akan menyesatkan, khususnya untuk analisis jangka panjang.
3.4.2.Analisis Error Corecction Model (ECM) Teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang disebut Error Corecction Model (ECM). Metode ini adalah suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi pertama pada variabel terikat (
dan
diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam model. Metode ini dikembangkan oleh Engel dan Granger pada tahun 1987. Bentuk umum metode ECM (Nachrowi:2006) adalah sebagai berikut :
17
Untuk mengetahui spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid, dapat terlihat pada hasil uji statistik terhadap koefisien
atau residual dari regresi
pertama, yang selanjutnya akan disebut Error Corecction Term (ECT). Jika hasil pegujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang diamati valid. Pada penelitian ini model analisis ECM yang digunakan dapat dirumuskan secara lengkap sebagai berikut : INVt = f (PDRBt , AKt, KURSt, ECTt-1)
Keterangan : INVt
= nilai investasi pada periode t
PDRBt
= Produk Domestik Regional Bruto pada periode t
AKt
= Angkatan Kerja pada periode t
KURSt
= rata-rata nilai tengah kurs rupiah terhadap dolar pada periode t = error correction term pada periode sebelumnya Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis regresi linear ECM diatas, maka dapat
diketahui nilai variabel ECT (error correction term), yaitu variabel yang menunjukkan keseimbangan investasi. Hal ini dapat menjadikan indikator bahwa spesipikasi model baik atau tidak melalui tingkay signifikansi koefisien koreksi kesalahan(Wing Wahyu, 2007). Jika variabel ECT signifikansi pada α = 5%, maka koefisien tersebut akan menjadi penyesuaian bila terjadi fluktuasi variabel yang diamati menyimpang dari hubungan jangka panjang. Dengan kata lain spesipikasi model sudah shahih (valid) dan dapat menjelaskan variasi variabel tak bebas.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dornbusch, R and Fischer S.2003. Makroekonomi.PT. Media Global Edukasi.Jakarta Febriananda, Fajar. Analisis Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Investasi Dalam Negeri Di Indonesia Periode Tahun 1988 – 2009. Skripsi Sarjana. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.2011 Setyowati, Eni, dkk.Kausalitas Investasi Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Error Correction Model.Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan.Volume 9.Nomor 1.April 2008 Setyari, Ni Putu W, dkk.Determinan Investasi Di Indonesia.Buletin Studi Ekonomi.Vol.13.No.2.2008 Sodik, Jamzoni dan Didi Nuryadin.Determinan Investasi Di Daerah: Studi Kasus Propinsi Di Indonesia.Jurnal Ekonomi Pembangunan.Vol.13.No.1.April 2008. Sukirno, Sadono.2011.Makroekonomi Teori Pengantar.Edisi Ketiga. PT.Raja Grafindo Persada
WEBSITE Bank Indonesia Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Pusat Statistik
19