BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang. Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, dengan target pencapaian pada tahun 2015. Tujuan Pembangunan Milenium terdapat dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000. Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator. Salah satu target MDGs adalah mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar, dengan indikator:
Proporsi dari populasi yang menggunakan sumber air minum berkualitas
Proporsi dari populasi yang menggunakan sarana sanitasi berkualitas
MDGs mencanangkan pada 2015 sebanyak 77,2% persen penduduk Indonesia ditargetkan telah memiliki akses air minum yang layak dan minimal 59.1 persen penduduk Indonesia di Kota dan Desa sudah memperoleh pelayanan sanitasi yang memadai (Status Millenium Development Goal Indonesia 2009). Secara nasional, Indonesia telah mencapai target ini, tetapi cakupan ini belum merata dan belum menggambarkan kualitas yang sebenarnya mengenai fasilitas sanitasi tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kondisi ini, antara lain disebabkan lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi, yang ditandai dengan pembangunan sanitasi tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan, serta kurangnya perhatian masyarakat pada perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Pemerintah mendorong kota dan kabupaten di Indonesia untuk menyusun Strategi Sanitasi Perkotaan atau Kabupaten (SSK) yang memiliki prinsip: -
Berdasarkan data aktual
-
Berskala kota atau kabupaten
-
Disusun sendiri oleh kota atau kabupaten (dari, oleh, dan untuk kota atau kabupaten tersebut)
-
Menggabungkan pendekatan bottom-up dan top-dow
Bab I - 1
Untuk menghasilkan SSK yang demikian, maka kota atau kabupaten harus mampu memetakan situasi sanitasi wilayahnya. Pemetaan situasi sanitasi yang baik hanya bisa dibuat apabila kota atau kabupaten mampu mendapatkan informasi lengkap, akurat, dan mutakhir tentang kondisi sanitasi, baik menyangkut aspek teknis mapun non teknis. Dalam konteks ini Buku Putih merupakan prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan SSK. Buku Putih Sanitasi merupakan pemetaan situasi sanitasi kota atau kabupaten berdasarkan kondisi aktual. Pemetaan tersebut mencakup aspek teknis dan aspek non-teknis, yaitu aspek keuangan, kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, dan aspek-aspek lain seperti keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas. Buku Putih merupakan “database sanitasi kota atau kabupaten” yang paling lengkap, mutakhir, aktual, dan disepakati seluruh SKPD dan pemangku kepentingan terkait pembangunan sanitasi. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud penyusunannya, maka Buku Putih Sanitasi Kota Kotamobagu ini akan menggambarkan: 1. Status terkini situasi sanitasi di Kota Kotamobagu 2. Kebutuhan layanan sanitasi dan peluang pengembangan di masa mendatang di Kota Kotamobagu 3. Usulan/rekomendasi awal terkait peluang pengembangan layanan sanitasi, salah satunya adalah “penetapan kawasan prioritas di Kota Kotamobagu. 1.2. Landasan Gerak Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) secara umum sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Sedangkan pengertian yang lebih teknis dari adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003). Sehingga dengan definisi tersebut dapat dilihat 3 sektor yang terkait dengan sanitasi adalah sistem pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan persampahan dan drainase lingkungan. Air limbah rumah tangga adalah air sisa proses dari kegiatan rumah tangga. Berkaitan dengan pengelolaan air limbah rumah tangga, maka limbah yang muncul dari rumah tangga dikelompokkan dalam dua bagian. Bagian pertama adalah limbah yang berasal dari metabolisme tubuh manusia (excreta) berupa air kencing (urine) dan tinja. Kelompok pertama ini biasa disebut sebagai blackwater. Sedangkan kelompok kedua adalah air limbah yang berasal selain dari metabolisme tubuh manusia, antara lain berasal dari sisa pencucian pakaian, dapur, dan sisa air mandi. Bagian kedua ini dikenal sebagai greywater. Sektor lain yang terkait dengan sanitasi adalah sektor sampah. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari Bab I - 2
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. (Undang-Undang No. 18/2008). Di dalam pengelolaan sampah dikenal istilah sampah spesifik dan sampah non spesifik. Sektor terakhir yang berhubungan dengan sanitasi adalah sektor drainase lingkungan. Drainase lingkungan adalah suatu sistem penanganan atau pengaliran air hujan. Secara konvensional, hujan yang turun pada suatu wilayah diusahakan secepat mungkin mengalir melalui saluran-saluran air hujan menuju badan air penerima. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya genangan di pemukiman atau jalan. Sistem ini sebagian besar berhasil digunakan untuk mengendalikan terjadinya genangan, tetapi menjadi tidak terkait dengan konservasi air. Konsep penanganan air hujan dengan memperhatikan konservasi air tanah biasa disebut sebagai konsep drainase berwawasan lingkungan atau ecodrainage. Dengan konsep ini maka air hujan yang turun diusahakan untuk semaksimal mungkin meresap ke dalam tanah atau ditampung untuk dimanfaatkan, sedangkan kelebihannya baru dialirkan melalui saluran air hujan. Peresapan air hujan dapat dilakukan dengan menggunakan kolam retensi atau embung, sumur resapan air hujan dan biopori. Walaupun sektor air besih/air minum tidak termasuk di dalam sektor-sektor yang terkait dengan sanitasi, tetapi sektor air minum dianggap sangat mempengaruhi kondisi sanitasi. Oleh karena itu seringkali sektor air minum disebut beriringan dengan sistem sanitasi, seperti istilah Water and Sanitation(WATSAN) atau AMPL (Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan) Visi Kota Kotamobagu adalah KOTA KOTAMOBAGU SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA, SEHAT, CERDAS, DAN BERBUDAYA. Pencapaian visi di atas dilakukan melalui misi sebagai berikut : 1.
Menjadikan Kota Kotamobagu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional di kawasan Bolmong Raya berbasis jasa dengan dukungan infrastruktur, pelayanan publik yang memadai, dan didukung oleh iklim usaha yang kondusif dan kompetitif. (Aspek pertumbuhan)
2.
Menjadikan Kota Kotamobagu sebagai pusat peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui program agroindustri, agrobisnis dan ekonomi kerakyatan. (Aspek pemerataan)
3.
Menjadikan Kota Kotamobagu sebagai pusat pengembangan dan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. (Aspek kesejahteraan)
4.
Menjadikan Kotamobagu sebagai kota yang memiliki kualitas lingkungan yang sehat dan bersih, tertata dan berkembang sebagai kota modern yang memiliki karakteristik yang khas berbasis kultur setempat. (Aspek lingkungan)
5.
Menjadikan Kotamobagu sebagai kota dinamis dan kreatif yang didukung oleh masyarakat egaliter, menghargai kesetaraan gender, menghormati supermasi hukum, berkeadilan dan
demokratis
bersendikan Falsafah Dodandian Paloko-Kinalang, serta didukung oleh pemerintahan yang menerapkan
Bab I - 3
prinsip-prinsip Good Governance dan Clean Government. (Aspek partisipasi, demokrasi, keadilan, kepastian hukum dan pemerintahan yang baik) Penataan ruang wilayah kota Kotamobagu bertujuan untuk memaksimalkan fungsi kawasan Kotamobagu sebagai pendorong pusat pertumbuhan ekonomi sektor jasa dan perdagangan, sosial dan budaya kawasan sekitarnya dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan hidup. 1.3. Maksud dan Tujuan. Buku Putih Sanitasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan faktual mengenai kondisi dan profil sanitasi Kota Kotamobagu pada saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Kotamobagu yang menangani secara langsung pembangunan dan pengelolaan sektor sanitasi di Kota Kotamobagu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses penyusunan Buku Putih ini antara lain adalah pembangunan kapasitas (capacity building) Pemerintah Kota Kotamobagu beserta stakeholder lainnya untuk mampu mengidentifikasi, memetakan, menyusun rencana tindak dan menetapkan strategi pengembangan sanitasi Kota. Di samping itu, pembentukan Pokja Sanitasi diharapkan dapat menjadi embrio entitas suatu badan permanen yang akan menangani dan mengelola program pembangunan dan pengembangan sanitasi di tingkat Kota. 1.4. Metodologi A. Metode Penyusunan Secara umum metode di dalam penyusunan Buku Putih ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu : 1. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder sektor sanitasi digunakan sebagai dasar untuk membuat pemetaan kondisi sanitasi secara aktual, serta memotret kebutuhan akan layanan sanitasi yang baik, sesuai standar kebutuhan minimal pembangunan sanitasi. Tidak hanya sekedar kompilasi, tetapi juga dilakukan proses seleksi dan verifikasi data. Banyak dokumen kegiatan program yang mampu memberikan informasi mengenai apa yang terjadi dimasa lampau yang erat kaitannya dengan kondisi yang terjadi pada masa kini.
2. Pendalaman data Sekunder yang telah diperoleh Dari data sekunder yang telah diperoleh, maka dilakukan verifikasi lanjutan, pengecekan silang data-data yang diperoleh dan pendalaman data tersebut dengan melaksanakan: Bab I - 4
pertemuan secara berkala dengan anggota Pokja yang dikoordinasikan oleh Bappeda Kota Kotamobagu selaku Sekretaris Pokja. meninjau tempat-tempat yang dilayani program sanitasi serta sebagian dari daerah pelayanan di kawasan perkotaan dan daerah kumuh (survey dan observasi) diskusi yang bersifat teknis (focus group discussion) dan mendalam juga akan dilakukan dengan pihakpihak yang terlibat dalam sanitasi. Diskusi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kondisi yang ada serta upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat di bidang sanitasi 3. Pengumpulan Data Primer Data primer yang dikumpulkan meliputi : -
Studi Kelembagaan dan Keuangan
-
Penilaian Sanitasi Berbasis Masyarakat (Community-based Sanitation Assessment)
-
Studi Penyedia Layanan Sanitasi (Sanitation Supply Assessment/SSA)
-
Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment/ EHRA)
-
Studi Komunikasi dan Pemetaan Media
B. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam tahap ini sebagian besar berasal dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), baik berupa data umum maupun data khusus yang menyangkut teknis, keuangan, kebijakan daerah dan kelembagaan, peran serta swasta dalam layanan sanitasi, dan media. Sumber data lainnya adalah LSM atau universitas yang pernah melakukan penelitian di Kota Kotamobagu. Aspek-aspek data yang dikumpulkan sebagai dasar informasi dalam Buku Putih Sanitasi Kota adalah: a.
Umum dan Teknis: Diberikan daftar kebutuhan data yang perlu dikumpulkan oleh anggota Pokja Sanitasi Kota Kotamobagu. Data tersebut nantinya terutama dibutuhkan dalam diskusi Manajemen dan Operasi Sistem Sanitasi.
b.
Kebijakan Daerah dan Kelembagaan: Selain diberikan daftar kebutuhan data yang perlu dikumpulkan oleh Pokja Sanitasi Kota, maka akan dilakukan Focus Group Discussion (FGD) bersama anggota Pokja Sanitasi Kabupaten. FGD dimaksudkan untuk membahas aspek tersebut lebih mendalam dan bersama anggota Pokja Sanitasi Kota melakukan analisis terhadap aspek kelembagaan dan peraturan. Ini nantinya harus bisa dibagi ke dalam beberapa fungsi (di antaranya fungsi perencanaan, implementasi – fisik maupun non-fisik, operasi, pengawasan, serta monitoring dan evaluasi). Termasuk juga keterkaitan kerja antar SKPD dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Berdasarkan pengalaman, diskusi ini sebaiknya dilakukan dengan dibantu oleh tenaga ahli sebagai nara sumber yang memahami kebijakan daerah dan kelembagaan, serta berpengalaman bekerja di bidang sanitasi. Data ini dibawa pada saat diskusi Manajemen dan Operasi Sistem Sanitasi.
c.
Keuangan: Pokja Sanitasi Kota perlu memilah anggaran yang terkait dengan sanitasi. Penting Bab I - 5
dipahami, Pokja Sanitasi Kota harus memiliki kesamaan pemahaman dan kesepakatan bagaimana memilah data keuangan yang terkait dengan sanitasi. Selain biaya investasi infrastruktur sanitasi, perlu dicatat juga besarnya biaya operasi dan pemeliharaan dalam beberapa tahun terakhir. d.
Peran serta swasta dalam layanan sanitasi: Sebagian data diperoleh dari pihak swasta yang memiliki kontrak kerja sama dengan Pemerintah Kota ataupun informasi lain yang dimiliki oleh SKPD terkait. Pada tahap ini, proses pengumpulan data dilakukan berdasarkan informasi lisan atau tertulis yang dimiliki SKPD atau jika diperlukan dilakukan pencarian data secara langsung di lapangan.
e.
Pemberdayaan masyarakat dan jender: Informasi tentang pemberdayaan masyarakat dalam bidang sanitasi dapat diperoleh melalui institusi lokal. Isu jender sudah menjadi perhatian dalam programprogram Pemerintah Kota, hanya saja kaitannya dalam bidang sanitasi serta kedalaman dari isu tersebut masih bisa dipertanyakan lebih jauh. Tetapi informasi mengenai isu jender tersebut umumnya sudah tersedia.
f.
Komunikasi: Informasi yang dibutuhkan berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dan jenis media yang digunakan oleh Pemerintah Kota, melalui SKPD atau lembaga lainnya (misalnya PKK), untuk penyebarluasan informasi yang berhubungan dengan sanitasi.
1.5. Dasar Hukum dan Kaitannya dengan Dokumen Perencanaan Lain Buku Putih Sanitasi menyediakan data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi, dan kebutuhan sanitasi Kota Kotamobagu. Buku Putih Sanitasi Kota Kotamobagu Tahun 2012 ini, diposisikan sebagai acuan perencanaan strategis sanitasi tingkat Kota. Rencana pembangunan sanitasi Kota Kotamobagu dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku Putih Sanitasi. Setiap tahun data yang ada akan dibuat “Laporan Sanitasi Tahunan” yang merupakan gabungan antara Laporan Tahunan SKPD dan status program/kegiatan sanitasi. Laporan Sanitasi Tahunan menjadi Lampiran Buku Putih Sanitasi 2010 dan setelah 3 tahun, semua informasi tersebut dirangkum dalam Revisi Buku Putih Sanitasi.
Bab I - 6