BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seorang individu memerlukan interaksi atau dengan kata lain memerlukan suatu hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik dalam segi biologis, psikologis dan juga kebutuhan sosialnya. Berinteraksi berarti seorang individu harus berhubungan dengan manusia lainnya baik langsung maupun tidak langsung, jika secara langsung mereka akan saling bertemu satu sama lain. Pada aktifitas inilah seseorang individu dapat tertular penyakit yang diderita manusia lain, salah satunya adalah Tuberculosis. Jika tuberculosis ini menjangkit daerah tulang belakang maka akan mengakibatkan terjadinya spinal cord injuri yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. Spinal cord injury adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi sexual. Meskipun penyebab yang sering terjadi pada spinal cord injury ini adalah trauma seperti fraktur vertebra yang biasanya disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan dalam olahraga, terbentur keras & kecelakaan dalam bekerja. Namun ada juga yang karena infeksi yang menyerang pada collumna vertebralis sehingga dapat merusak medulla spinalis. Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada tahap rehabilitasi. Pada penderita SCI kerusakan yang terjadi pada medulla spinalis 1
bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan pada sistem saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata lain sistem tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali peluangnya. Berdasarkan hal tersebut maka intervensi yang diberikan oleh fisioterapi pun bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pasien dengan kemampuan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Spinal cord injury merupakan salah satu kasus yang cukup besar menimpa masyarakat kota pada masa sekarang ini. Apabila kasus ini tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup seseorang atau bahkan kematian. Seseorang yang mengalami spinal cord injury seringkali mengalami ketidakmampuan
dalam
memenuhi
kebutuhan
hidup
sehari-hari,
bekerja,
bersosialisasi, dan kehilangan rasa percaya diri yang semuanya itu jika tidak diatasi dapat membawa penderita tersebut mengalami masalah yang lebih besar lagi yang menurunkan kualitas hidupnya, juga dapat berakibat kepada keluarga, serta orangorang disekitarnya. 1.2 tujuan Tujuan dalam pembuatan makalah ini meliputi dua bagian yaitu : 1.2.1
Tujuan umum : -
Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan.
-
Memberikan pengetahuan peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome)
-
Menambah wawasan tentang cara peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome)
1.2.2
Tujuan khusus : -
Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah rehabilitasi keperawatan. 2
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah akan dikaji dalam makalah yang berjudul peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome) adalah menjelaskan defenisi spinal injuri, epidemiologi, anatomi, etiologi, patifisiologi, pemeriksaan penunjang, jenis cedera spinal cord injuri, efek dari spinal cord injuri, tingkatan spinal cord injuri dan penatalaksaan spinal cord injuri.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 defenisi spinal cord injuri Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi menyebabkan mobilitas dikurangi atau perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, tembak, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (myelitis melintang, Polio, spina bifida, Ataksia Friedreich, dll). Sumsum tulang belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada kebanyakan orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari cedera punggung seperti disk pecah, stenosis tulang belakang atau saraf terjepit. Hal ini dimungkinkan bagi seseorang untuk "mematahkan punggung atau leher" namun tidak mempertahankan cedera tulang belakang selama hanya tulang (tulang belakang) sekitar sumsum tulang belakang yang rusak, tapi kabel tulang belakang tidak terpengaruh. Dalam kasus ini, orang tersebut tidak mungkin mengalami kelumpuhan setelah tulang belakang yang stabil.
4
2.2 Epidemiologi Sebanyak 400.000 orang Amerika hidup dengan cedera tulang belakang. Kebanyakan cedera tulang belakang terjadi antara usia 16 dan 30, dan sekitar 82 persen dari mereka yang mengalami cedera tulang belakang adalah laki-laki 2.4 Anatomi Sumsum tulang belakang dikelilingi oleh cincin tulang vertebra disebut. Tulang-tulang ini merupakan tulang punggung (tulang belakang). Secara umum, semakin tinggi dalam kolom tulang belakang cedera terjadi, disfungsi semakin banyak orang akan mengalami. Vertebra diberi nama sesuai dengan lokasi mereka. Vertebra delapan di leher yang disebut vertebra servikalis. Vertebra atas disebut C-1, berikutnya adalah C-2, dll serviks SCI biasanya menyebabkan hilangnya fungsi di lengan dan kaki, sehingga quadriplegia. Vertebra dua belas di dada disebut vertebra toraks. Vertebra toraks pertama, T-1, adalah tulang belakang di mana tulang rusuk bagian atas menempel.
5
Sumsum tulang belakang sekitar 18 inci panjang dan meluas dari dasar otak, dikelilingi oleh badan vertebra, di tengah belakang, menjadi sekitar pinggang. Saraf yang terletak di dalam sumsum tulang belakang disebut atas motor neuron (UMNs) dan fungsi mereka adalah untuk membawa pesan-pesan bolak-balik dari otak ke saraf tulang belakang di sepanjang saluran tulang belakang. Saraf tulang belakang yang cabang keluar dari sumsum tulang belakang ke bagian lain dari tubuh disebut rendah motor neuron (LMNs). Saraf tulang belakang ini keluar dan masuk pada setiap tingkat vertebra dan berkomunikasi dengan daerah tertentu dari tubuh. Bagian sensorik dari LMN membawa pesan tentang para sensasi dari kulit seperti sakit dan suhu, dan bagian tubuh lain dan organ ke otak. Bagian motor dari LMN mengirim pesan dari otak ke berbagai bagian tubuh untuk melakukan tindakan-tindakan seperti gerakan otot. Sumsum tulang belakang adalah bundel saraf utama yang membawa impuls saraf ke dan dari otak ke seluruh tubuh. Otak dan sumsum tulang belakang merupakan Central Nervous System. Motorik dan saraf sensorik di luar sistem saraf pusat merupakan Peripheral Nervous System, dan sistem lain menyebar dari saraf yang mengontrol fungsi-fungsi tak sadar seperti tekanan darah dan pengaturan suhu adalah Sistem Saraf simpatis dan parasimpatis. 2.5 Etiologi Cedera tulang belakang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh lateral yang lentur, rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion atau hiperekstensi dari kabel atau cauda equina. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga (menyelam, judo dll), dan penetrasi seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh diri dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat menjadi asal non-traumatik,. Seperti dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram intervertebralis, cedera tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang vascular, transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis. 2.6 Patofisiologi
6
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi. Sebuah kejadian patofisiologis yang kompleks yang berhubungan dengan radikal bebas, edema vasogenic, dan aliran darah diubah rekening untuk pemburukan klinis. Oksigenasi normal, perfusi, dan asam-basa keseimbangan yang diperlukan untuk mencegah memburuknya cedera sumsum tulang belakang. Cedera tulang belakang dapat dipertahankan melalui mekanisme yang berbeda, dengan 3 kelainan umum berikut yang menyebabkan kerusakan jaringan: 1. Penghancuran dari trauma langsung 2. Kompresi oleh fragmen tulang, hematoma, atau bahan disk yang 3. Iskemia dari kerusakan atau pelampiasan pada arteri spinalis Edema bisa terjadi setelah salah satu jenis kerusakan. Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen yang cedera tersebut. Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis : 1. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level lesi.
7
2. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di bawah level lesi. 3. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak fungsional. 4. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan fungsional. 5. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit neurologisnya. 2.7 Pemeriksaan penunjang Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb: 1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi ) 2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas 3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal. 4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru. 5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi Cedera tulang belakang diklasifikasikan oleh Cedera Spinal klasifikasi American Association (ASIA). Skala nilai ASIA pasien berdasarkan gangguan fungsional mereka sebagai akibat dari cedera. Sebuah Lengkap B
C
D E
tidak ada motor atau fungsi sensorik yang diawetkan dalam segmen sakralis S4-S5.
Tidak
fungsi sensorik motorik namun tidak dipertahankan di bawah
lengkap
tingkat neurologis dan termasuk segmen sakralis S4-S5.
Tidak lengkap Tidak lengkap
Lengkap: fungsi motorik yang diawetkan di bawah tingkat neurologis, dan lebih dari setengah dari otot kunci di bawah tingkat neurologis memiliki nilai otot kurang dari 3. Lengkap: fungsi motorik yang diawetkan di bawah tingkat neurologis, dan setidaknya setengah dari otot kunci di bawah tingkat neurologis memiliki nilai otot 3 atau lebih.
Normal
8
2.8 Jenis Cedera Spinal Cord Ada dua jenis cedera tulang belakang. cedera tulang belakang mengacu pada jenis cedera yang mengakibatkan hilangnya fungsi yang lengkap di bawah tingkat cedera, sementara tidak lengkap cedera tulang belakang adalah mereka yang menghasilkan sensasi dan perasaan bawah titik cedera. Tingkat dan derajat fungsi dalam luka yang tidak lengkap sangat individu, dan tergantung pada cara di mana sumsum tulang belakang telah rusak. 1. Cedera Spinal Cord Lengkap Cedera lengkap berarti bahwa tidak ada fungsi di bawah tingkat cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan sukarela. Kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap menyebabkan paraplegia lengkap atau tetraplegia lengkap. Paraplegia Lengkap digambarkan sebagai kerugian permanen fungsi motorik dan saraf pada tingkat T1 atau bawah, yang mengakibatkan hilangnya sensasi dan gerakan di kaki, usus, kandung kemih, dan wilayah seksual. Lengan dan tangan mempertahankan fungsi normal. Sebuah cedera tulang belakang yang lengkap berarti bahwa tidak ada gerakan atau sensasi di bawah tingkat cedera. Dalam cedera yang lengkap, kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap jatuh di bawah lima klasifikasi yang berbeda: •
Kabel sindrom anterior: dicirikan oleh kerusakan pada bagian depan tulang belakang, mengakibatkan gangguan suhu, sentuhan, dan sensasi nyeri di bawah titik cedera. Beberapa gerakan nantinya dapat dipulihkan.
•
Kabel pusat sindrom: ditandai oleh kerusakan di tengah dari sumsum tulang belakang yang mengakibatkan hilangnya fungsi dalam pelukan tetapi beberapa gerakan kaki. Pemulihan Beberapa mungkin.
•
Kabel posterior sindrom: ditandai oleh kerusakan bagian belakang sumsum tulang belakang, sehingga kekuatan otot yang baik, rasa sakit, dan sensasi suhu, tetapi koordinasi yang buruk.
•
Brown-Sequard sindrom: dicirikan oleh kerusakan pada satu sisi tulang belakang, mengakibatkan hilangnya gangguan pergerakan tapi sensasi diawetkan pada satu sisi tubuh, dan diawetkan gerakan dan hilangnya sensasi di sisi lain tubuh. 9
•
Cauda equina lesi: ditandai dengan cedera pada saraf yang terletak antara wilayah lumbalis pertama dan kedua tulang belakang, mengakibatkan hilangnya sebagian atau lengkap dari sensasi. Dalam beberapa kasus, saraf tumbuh kembali. Paraplegia lengkap adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerugian
permanen gerakan dan sensasi di tingkat T1 atau bawah. Pada tingkat T1 ada fungsi tangan normal, dan sebagai tingkat bergerak ke bawah kolom tulang belakang meningkatkan kontrol perut, fungsi pernapasan, dan keseimbangan duduk mungkin terjadi. Beberapa orang dengan paraplegia lengkap memiliki gerakan batang parsial, yang memungkinkan mereka untuk berdiri atau berjalan jarak pendek dengan peralatan bantu. Pada kebanyakan kasus, paraplegics lengkap memilih untuk mendapatkan sekitar melalui self-propelled kursi roda. 2. Cedera Spinal Cord Tidak Lengkap Dalam cedera tidak lengkap, pasien sering dapat memindahkan satu anggota gerak lebih daripada yang lain, mungkin memiliki fungsi yang lebih pada satu sisi dari yang lain, atau mungkin memiliki beberapa sensasi di bagian tubuh yang tidak dapat dipindahkan. Efek dari cedera tidak lengkap tergantung pada apakah bagian depan, belakang, samping, atau pusat sumsum tulang belakang terpengaruh. Ada lima klasifikasi cedera tulang belakang lengkap: kabel sindrom anterior, sindrom kabel pusat, sindrom serabut posterior, Brown-Sequart sindrom, dan cauda equina lesi. •
Kabel Sindrom Anterior: Cedera terjadi pada bagian depan tulang belakang, meninggalkan orang dengan hilangnya sebagian atau lengkap dari kemampuan untuk nyeri akal, suhu, dan sentuhan di bawah tingkat cedera. Beberapa orang dengan jenis cedera kemudian memulihkan beberapa gerakan.
•
Sindrom Kabel Tengah: Cedera terjadi di pusat sumsum tulang belakang, dan biasanya mengakibatkan hilangnya fungsi lengan. Beberapa kaki, usus, dan kontrol kandung kemih dapat dipertahankan. Beberapa pemulihan dari cedera ini dapat mulai di kaki, dan kemudian bergerak ke atas.
•
Sindrom Kabel posterior: Cedera terjadi ke arah belakang sumsum tulang belakang. Biasanya listrik otot, nyeri, dan sensasi suhu diawetkan. Namun, orang tersebut mungkin mengalami kesulitan dengan koordinasi ekstremitas. 10
•
Sindrom Brown-Sequard: Cedera ini terjadi pada satu sisi dari sumsum tulang belakang. Nyeri dan sensasi suhu akan hadir di sisi yang terluka, tetapi kerusakan atau kehilangan gerakan juga akan menghasilkan. Sisi berlawanan dari cedera akan memiliki gerakan yang normal, tetapi rasa sakit dan sensasi suhu akan terpengaruh atau hilang.
•
Cauda lesi kuda: Kerusakan pada saraf yang keluar dari kipas sumsum tulang belakang pada daerah lumbal pertama dan kedua tulang belakang bisa menyebabkan hilangnya sebagian atau lengkap dari gerakan dan perasaan. Tergantung memperpanjang kerusakan awal, kadang-kadang saraf dapat tumbuh kembali dan melanjutkan fungsi.
2.9 Efek dari Spinal Cord Injury Cedera di wilayah dada biasanya mempengaruhi bagian dada dan kaki dan mengakibatkan kelumpuhan. Vertebra di punggung bawah antara vertebra toraks, di mana tulang rusuk melampirkan, dan pelvis (tulang pinggul), adalah vertebra lumbal. Vertebra sakralis lari dari Pelvis ke akhir kolom tulang belakang. Cedera vertebra lumbal lima (L-1 sampai L-5) dan sama dengan vertebra sakralis lima (S-1 sampai S5) umumnya mengakibatkan hilangnya beberapa fungsi di bagian pinggul dan kaki. Efek dari SCI tergantung pada jenis cedera dan tingkat cedera. 2.10 Tingkat Spinal Cord Injury Tingkat cedera sangat membantu dalam memprediksi apa bagian tubuh yang mungkin akan terpengaruh oleh kelumpuhan dan hilangnya fungsi. Ingatlah bahwa dalam luka tidak lengkap akan ada beberapa variasi dalam prognosis. Servikal (leher) luka biasanya menghasilkan quadriplegia. Cedera di atas level-4 C mungkin memerlukan ventilator bagi orang untuk bernapas. C-5 sering mengakibatkan cedera bahu (deltoid) dan kontrol bisep, tetapi tidak ada kontrol di pergelangan tangan atau tangan. C-6 cedera pergelangan umumnya memberi kontrol (ekstensor pergelangan tangan), tetapi tidak ada fungsi jari tangan. Individu dengan C7 dan T-1 luka dapat meluruskan lengan mereka (trisep) tetapi mungkin masih memiliki masalah ketangkasan dengan tangan dan jari. Cedera pada tingkat dada dan 11
bawah mengakibatkan paraplegia, dengan tangan tidak terpengaruh. Pada T-1 sampai T-8 yang paling sering ada kendali dari tangan, tetapi kontrol batang miskin sebagai akibat dari kurangnya kontrol otot perut. Rendah T-luka (T-9 ke T-12) memungkinkan kontrol truk yang baik dan kontrol otot yang baik perut. Duduk keseimbangan yang sangat baik. Lumbalis dan sakralis cedera menghasilkan penurunan kontrol dari fleksor pinggul dan kaki. Kelumpuhan juga memiliki efek lain serta hilangnya sensasi atau motor berfungsi Individu dengan SCI juga mengalami perubahan neurologis lainnya. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengalami disfungsi usus dan kandung kemih,. Fungsi seksual yang sering terkena pada pria dengan SCI, karena mereka mungkin memiliki kesuburan mereka terpengaruh, sementara kesuburan perempuan umumnya tidak terpengaruh. Tinggi cedera tulang belakang cedera (C-1, C-2) dapat mengakibatkan hilangnya banyak fungsi tubuh secara sukarela, termasuk kemampuan untuk bernapas. Pernapasan bantu seperti ventilator mekanik atau alat pacu jantung diafragma mungkin diperlukan untuk mengatur orang-orang yang bernapas dalam kasus ini. Efek lain dari SCI mungkin termasuk tekanan darah rendah postural (Hipotensi postural), ketidakmampuan untuk mengatur tekanan darah dengan efektif, kontrol penurunan suhu tubuh (poikilothermic), ketidakmampuan untuk berkeringat di bawah tingkat cedera, dan rasa sakit kronis. 2.11 penatalaksanaan Prinsip-prinsip utama penatalaksaan trauma Spinal -
Immobilasi Tindakan immobiliasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan
sampai rutin ke Unit Gawat Darurat. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal dengan menggunakan “Cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara “4 men lift” atau menggunakan robinson’s orthopaedic -
Stabilisasi Medis
Terutama sekali pada penderita tetraparesis/etraplegia: 12
o Periksa vital signs o Pasang ’nasogastric tube’ o Pasang kateter urin o Segera normalkan ’vital signs’. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis. -
Mempertahankan posisi normal vertebra (”Spinal Alignment”)
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi. -
Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi dekompresi. Bila ’realignment’ dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan ’open reduction’ dan stabilisasi dengan ’approach’anterior atau posterior. -
Rehabilitasi
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda Bowel training Membantu pasien untuk melatih bowel terhadap evakuasi interval yang spesifik, dengan tujuan untuk melatih bowel secara rutin pada pasien yang mengalami gangguan pola bowel, dilakukan pada pasien yang mengalami masalah eliminasi bowel tidak teratur
13
Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontimensia feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya, program ini didasarkan pada faktor dalam kontorl klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal, program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai berikut : 1. Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal 2. Desain suatu rencana dengan klien meliputi a. Asupan cairan sekitar 2500-3000 cc/hari b. Peningkatan diit tinggi serat c. Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi d. Peningkatan aktivitas/latihan 3. Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2-3 minggu a. Berikan suppository katarsis ( seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien b. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet/duduk commode bedpan, catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan keinginan defekasi c. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi
waktunya, biasanya
cukup 30-40 menit d. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari mengedan berlebihan 4. Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi, hindari negatif feedback jika klien gagal, banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai bulan untuk mencapai keberhasilan
LANGKAH-LANGKAH BOWEL TRAINING
14
Anda dapat menggunakan stimulasi digital untuk memicu buang air besar: -
Masukkan jari pelumas kedalam anus dan membuat gerakan melingkar sampai sphincter berelaksasi. Ini mungkin memakan waktu beberapa menit.
-
Setelah melakukan rangsangan, duduk dalam posisi normal untuk buang air besar.Jika dapat berjalan, duduk di toilet atau toilet samping tempat tidur. Jika terbatas padatempat tidur, gunakan pispot. Masuk ke sebagai dekat dengan posisi duduk mungkin,atau menggunakan posisi berbaring sebelah kiri jika tidak mampu untuk duduk.
-
Cobalah untuk mendapatkan privasi sebanyak mungkin. Beberapa orang menemukan bahwa membaca sambil duduk di toilet membantu mereka bersantai cukup untuk memiliki gerakan usus.
-
Jika rangsangan digital tidak menghasilkan buang air besar dalam waktu 20 menit,ulangi prosedur.
-
Lakukan stimulasi digital setiap hari sampai membangun pola buang air besar teratur.
Bladder Training Bladder training adalah melakukan pengontrolan pola berkemih secara normal Tujuan Bladder Training -
Mengembalikan pola berkemih secara normal dan menstimulasi urine secara normal
-
Dilakukan pada klien yang mengalami gangguan sistem perkemihan (BAK)
Cara kerja Bladder Training 1. Turun dari tempat ridur 2. Meminum air putih sebanyak 6-8 gelas (30 menit setelah berkemih) 3. Jangan pernah diabaikan keinginan untuk berkemih 4. Merangsang pengeluaran urine (misal, air mengalir, dan menepuk paha bagian dalam)
BAB III 15
PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dari makalah diatas tentang peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome) dapat kita ambil kesimpulan bahwa : 1. Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi menyebabkan mobilitas dikurangi atau perasaan. 2. Prinsip-prinsip utama penatalaksaan trauma Spinal : •
Immobilasi
•
Stabilisasi medis
•
Mempertahankan posisi normal vetenrata (“spinal aligment”)
•
Dekompresi dan stabilisasi spinal
•
Rehabilisasi
3. Bowel trining dan bladder training Membantu pasien untuk training dan bladdek melatih bowel terhadap evakuasi interval yang spesifik, dengan tujuan untuk melatih bowel secara rutin pada pasien yang mengalami gangguan pola bowel, dilakukan pada pasien yang mengalami masalah eliminasi bowel tidak teratur 3.2 SARAN 1. Diharapkan
dengan
hadirnya
makalah
ini
mahasiswa/i
dapat
meningkatkan rasa ingin tahu mengenai isi makalah yang berjudul peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengna masalah dan spinal cord injuri(termasuk bowel syndrome) 2. Diharapkan mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai reperensi bacaan dalam mata kuliah rehabilitasi keperawatan.
16
3. Diharapkan hadirnya makalah mahasiswa/i dapat mengetahui peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien dengna masalah dan spinal cord injuri(termasuk bowel syndrome)
17
DAFTAR PUSTAKA •
Diakses dari http://id.scribd.com/doc/133059727/Laporan-PendahuluanSCI, September 2013
•
Diakses
dari
http://id.scribd.com/doc/64046739/Bowel-Training,
September 2013 •
Diakses dari http://suka2-bayu.blogspot.com/2011/11/askep-spinal-cordinjury.html, September 2013.
18