BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses peacebuilding. Peran yang dimaksud adalah penerapan strategi tertentu oleh komunitas internasional sehingga OMS dapat hadir di Bosnia dalam jumlah yang tidak sedikit serta memiliki peran yang positif pada proses peacebuilding. Selain itu, tesis ini juga akan menjelaskan peran yang dijalankan oleh Organisasi Masyarakat Sipil di Bosnia dalam proses peacebuilding, khususnya dalam upaya memperbaiki hubungan sosial antar kelompok etnis. Pasca perang dingin terdapat beberapa perang sipil yang terjadi di belahan dunia. Sebagai lembaga internasional yang telah mapan, PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) terdorong untuk ikut campur dalam beberapa perang sipil sebagai penjaga perdamaian dan untuk operasi kemanusiaan. Operasi perdamaian yang dilakukan oleh PBB tersebut dinamakan dengan peacekeeping operation. Dalam melakukan operasi perdamaian di negara-negara yang sedang berkoflik, PBB melakukan pembaharuan misi pada awal tahun 1990 an. Hal ini membuat operasi perdamaian pada masa perang dingin disebut dengan traditional peacekeeping, sedangkan pasca perang dingin disebut dengan postconflict peacebuilding.1 Perubahan pada misi tersebut dilakukan bukan tanpa tujuan. Selain demi membantu krisis kemanusiaan dan berusaha menciptakan perdamaian, misi PBB pada postconflict peacebuilding bertujuan untuk menyebarkan ideologi liberal dalam membangun perdamaian di negara-negara yang mengalami perang sipil. 1
Roland. Paris, „At War’s End. Building Peace After Civic Conflict’, Cambridge University Press, Cambridge, 2004, hal. 18
Pada
traditional peacekeeping, PBB merupakan lembaga yang
memonopoli kegiatan operasi perdamaian. Akan tetapi terdapat perubahan pada operasi perdamaian yang kontemporer. Dalam operasi perdamaian peacebuilding, yang telah memiliki fungsi yang beragam, terdapat pembagian tugas antara PBB dengan komunitas internasional yang beragam. Contohnya pada suatu misi, tugas militer di delegasikan kepada NATO (North Atlantic Treaty Organization), sedangkan rekonstruksi perekonomian di delegasikan kepada IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia. Selain itu juga terdapat lembaga internasional lain seperti Uni Eropa, OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe), INGO (International Nongovernmental Organizations), dll. Jadi dapat dikatakan bahwa operasi peacebuilding tidak hanya dijalankan oleh PBB sendiri, melainkan dijalankan secara bersama sama sesuai dengan fokus dari masing masing Komunitas Internasional. Operasi peacebuilding oleh komunitas internasional ke Bosnia dimulai pada tahun 1995, pasca ditandatanganinya perjanjian perdamaian Dayton. Dalam penandatanganan perjanjian perdamaian, tiga kelompok etnis yang saling berperang di Bosnia, yaitu etnis Serb, Bosniak dan Croat ikut serta diundang dengan Amerika Serikat sebagai mediator. Selanjutnya terdapat beberapa komunitas internasional yang masuk ke Bosnia dengan tujuan untuk membangun Bosnia dan menciptakan perdamaian, diantaranya adalah NATO, OSCE, Uni Eropa, dll. Bosnia merupakan negara yang memiliki banyak permasalahan. Oleh karenanya dalam proses peacebuilding dibutuhkan perbaikan pada semua dimensi. Banyaknya permasalahan di Bosnia dipengaruhi oleh masa lalu Bosnia yang tidak menganut sistem demokrasi dan adanya peperangan antara kelompok etnis yang terjadi selama bertahun tahun. Hal ini merupakan tantangan bagi komunitas internasional yang masuk ke Bosnia dan berperan dalam melakukan perbaikan kondisi di Bosnia.
Perjanjian perdamaian Dayton yang juga melibatkan tiga kelompok etnis yang saling berkonflik, tidak serta merta menghentikan permusuhan antara tiga kelompok etnis. Perang sipil yang terjadi selama bertahun tahun, menanamkan permusuhan yang tidak mudah untuk dihilangkan. Berbagai insiden saat perang sipil seperti pemusnahan etnis, dan banyaknya kejahatan perang, membuat masing masing kelompok etnis tidak bisa dengan mudahnya berdamai, walaupun telah menandatangani perjanjian perdamaian. Akibatnya hubungan antara kelompok etnis di Bosnia pasca ditandatangani perjanian perdamaian, masih tidak berjalan dengan harmonis. Peacebuilding merupakan suatu proses yang dilalui oleh negara paska konflik dengan tujuan akhir menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Maksud dari perdamaian yang berkelanjutan adalah hilangnya permusuhan antara kelompok yang bertikai, yang mana juga akan menciptakan suatu tatanan sosial yang baru, yang memungkinkan semua individu untuk menggunakan potensi mereka tanpa khawatir kelompok yang lain akan memulai peperangan kembali. 2 Melihat kondisi sosial masyarakat Bosnia yang masih terpecah berdasarkan perbedaan etnis, maka perdamaian yang berkelanjutan akan sulit terwujud apabila dalam proses peacebuilding tidak mengatasi akar permasalahan mendasar yaitu permusuhan antara kelompok etnis. Peran negara (dengan dibantu oleh komunitas internasional) dalam menjembatani interaksi antara kelompok etnis dan mendamaikan kelompok etnis di Bosnia masih rendah. Bahkan politisi yang berada di lembaga negara, sering berkonflik dalam merumuskan suatu kebijakan. Memang dalam perjanjian perdamaian Dayton, diatur
bahwa pemerintahan di Bosnia terdiri dari tiga
golongan kelompok etnis. Hal ini nyatanya semakin mempersulit jalannya pemerintahan di Bosnia karena politisi masih sering berkonflik satu sama lain berdasarkan pada perbedaan latar belakang kelompok etnis. Dikarenakan peran negara lemah dalam mempersatukan kelompok etnis, maka diperlukan aktor lain 2
Martina. Fischer. „Peacebuilding and civil society in Bosnia Herzegovina : Ten years after Dayton’, Berlin, Lit, 2006, hal. 4
yang mampu berperan dalam menjembatani hubungan antara kelompok etnis. Aktor yang dimaksud adalah organisasi masyarakat sipil (OMS). Organisasi masyarakat sipil merupakan
aktor non state yang diyakini oleh Komunitas
Internasional bisa berperan dengan baik dalam proses peacebuilding.
Selain
perannya berusaha mewujudkan integrasi sosial, terdapat peran peran yang lain yang dapat dilakukan oleh OMS untuk berkontrubusi secara posistif di dalam proses peacebuilding. Berkaitan dengan peran OMS untuk mewujudkan integrasi sosial, hal tersebut berdasarkan pada asumsi dari komunitas internasional yang meyakini bahwa perubahan sosial tidak seharusnya di atur oleh negara, melainkan melalui interaksi para anggota masyarakat sipil dengan bantuan peran dari organisasi masyarakat sipil. Keberadaan pihak ketiga yang kuat di dalam masyarakat sipil di Bosnia, akan secara berangsur angsur menciptakan masyarakat yang plural dan demokratis. Dalam melihat kondisi di Bosnia, banyak pendapat yang menyatakan bahwa, pembangunan masyarakat sipil merupakan prasarat bagi demokratisasi di Bosnia. Hal ini karena perang di Bosnia merupakan akibat dari perpecahan etnis dan menggambarkan lemahnya masyarakat sipil di Bosnia. Oleh karena itu menghadirkan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam proses peacebuilding di Bosnia menjadi sesuatu yang penting. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, penulis mengajukan rumusan masalah : 1. Bagaimana Komunitas Internasional berperan dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses peacebuilding ? 2. Bagaimana Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) berperan dalam proses peacebuilding
di
Bosnia
Herzegovina,
khususnya
memperbaiki hubungan sosial antar kelompok etnis ?
dalam
upaya
1.3. Tujuan Penelitian 1. Menjelaskan peran yang dilakukan oleh Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil di Bosnia. Peran ini menekankan pada pemilihan strategi tertentu oleh Komunitas Internasional, dan diimplementasikan ke Bosnia, sehingga berdampak pada hadirnya dan berkembangnya organisasi masyarakat sipil di Bosnia. 2. Memberikan pemaparan tentang peran yang dijalankan oleh Komunitas Internasional dalam rangka menghadirkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil, beserta contoh kongkrit (studi kasus) berupa program program yang dijalankan oleh beberapa komunitas internasional. 3. Menjelaskan peran yang dijalankan oleh organisasi masyarakat sipil di Bosnia, khususnya melihat pada peran memperbaiki hubungan sosial dan menjembatani interaksi antar kelompok etnis. 1.4. Tinjauan Pustaka Literatur pertama yang penulis gunakan dalam tesis ini adalah tulisan dari Dragana Bodruzic yang berjudul ‘Civil Society in a Post-Conflict Multiethnic Setting : A Case Study of Bosnia’. Tulisan tersebut menjelaskan tentang organisasi masyarakat sipil di Bosnia dan permasalahan yang dihadapi dalam proses peacebuilding. Argumen dari tulisan Bodruzic adalah terdapat beberapa rintangan dalam mendukung perkembangan organisasi masyarakat sipil. Rintangan–rintangan ini yang membuat perkembangan organisasi masyarakat sipil menjadi terganggu. Rintangan yang paling utama terletak di dalam perjanjian Dayton itu sendiri. Perjanjian Dayton di satu sisi berhasil menghentikan perang sipil pada tahun 1995, namun di sisi lain membawa permasalahan dengan melanggengkan perpecahan kelompok etnis. Dalam perjanjian Dayton masih menekankan pada identitas sebagai kelompok etnis tertentu, bukan identitas sebagai masyarakat Bosnia. Selain itu di dalam perjanjian Dayton terdapat pembagian wilayah untuk
dipimpin oleh masing masing kelompok etnis. Hal ini menghasilkan struktur pemerintahan yang kompleks yang terbukti tidak praktis serta menghambat integrasi sosial. Selain itu juga terdapat rintangan-rintangan yang lain yaitu hubungan antara organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah yang tidak dekat. Hal ini juga disebabkan karena pemerintah sulit
membuka diri terhadap pengaruh
organisasi masyarakat sipil. Rintangan selanjutnya adalah komunitas internasional yang membuat organisasi masyarakat sipil memiliki ketergantungan dalam hal mendapatkan bantuan finansial, dan rintangan yang terakhir yaitu partisipasi masyarakat yang lemah. Tulisan dari Bodruzic membahas tentang organisasi masyarakat sipil dan peacebuilding di Bosnia. Akan tetapi memiliki fokus pembahasan yang berbeda dengan tulisan penulis. Bodruzic hanya memaparkan rintangan yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil
sehingga membuat organisasi masyarakat sipil
terhambat untuk berkembang. Sedangkan dalam tulisan ini berusaha menjelaskan tentang organisasi masyarakat sipil dengan skala yang lebih luas. Dimaksud dengan skala yang lebih luas karena dalam tulisan ini akan menjelaskan awal mula hadir dan tumbuhnya organisasi masyarakat sipil beserta peran peran yang bisa dijalankan dalam proses peacebuilding. Penjelasan tentang kehadiran organisasi masyarakat sipil dikaitkan dengan keberadaan komunitas internasional yang
menerapkan
strategi
tertentu
guna
mendukung
eksistensi
dan
berkembangnya organisasi masyarakat sipil. Sedangkan dalam menjelaskan tentang peran-peran organisasi masyarakat sipil, tulisan ini akan menfokuskan pada peran NGO dalam memperbaiki hubungan sosial antar kelompok etnis di Bosnia. Literatur yang kedua dalam tinjauan pustaka ini adalah tulisan dari Jan Klusacek yang berjudul “NGO’s involvement in peacebuilding activities : lessons from Bosnia”. Dalam tulisannya, Klusacek melakukan overview terhadap aktivitas NGO di dalam proses peacebuilding. Pemaparan Klusacek dimulai dari
menceritakan tentang perubahan operasi perdamaian PBB dari operasi perdamaian yang tradisional, ke operasi perdamaian peacebuilding. Generasi kedua operasi perdamaian (peacebuilding), dijelaskan dapat menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di suatu negara paska konflik. Pada tahapan peacebuilding inilah, muncul NGO yang selanjutnya dikenal sebagai agen yang penting dalam memperkuat masyarakat sipil dengan kemampuannya untuk menjembatani komunitas yang terpecah. Selain itu keberadaan NGO memiliki peran yang positif di dalam proses peacebuilding. NGO dinilai oleh komunitas internasional akan memberikan kontribusi yang positif karena kemampuan NGO untuk bekerja diluar struktur formal politik, dimana dalam kasus Bosnia, proses politik sering terjadi deadlok akibat dari pertentangan berdasarkan latar belakang etnis yang berbeda. NGO selanjutnya diyakini dapat berperan secara fleksibel, mampu untuk menyediakan keahlian teknis dan pengetahuan tertentu pada suatu topik tertentu. Tulisan Klusacek
menjadi acuan penulis dalam melihat sejarah
kemunculan NGO dan urgensi NGO di Bosnia. Akan tetapi pembahasan dalam tesis ini memiliki perbedaan dengan tulisan Klusacek. Klusacek dalam tulisannya, hanya memberikan pemaparan secara umum mengenai lahirnya dan berperannya NGO di dalam peacebuilding Bosnia. Klusacek tidak terlalu menjelaskan tentang kehadiran komunitas internasional dalam mendorong kemunculan NGO. Sedangkan dalam tesis penulis, akan memberikan penjelasan tentang kehadiran NGO yang di dukung oleh peran dari Komunitas Internasional. Selain itu tesis penulis akan memberikan studi kasus contoh peran Komunitas Internasional dengan memaparkan program program dari komunitas internasional dalam menghadirkan dan mendukung NGO. Dalam pembahasan tentang peran NGO, tulisan Klusacek hanya memberikan penjelasan yang singkat tentang peran NGO. Sedangkan tulisan penulis akan menjelaskan peran 3 NGO dalam proses peacebuilding khususnya dalam kemampuan menjembatani interaksi antar kelompok etnis.
1.5. Kerangka Konseptual Konsep Peacebuilding Istilah Peacebuilding pertama kali digunakan oleh Johan Galtung di dalam essay nya pada tahun 1975. Galtung memasukan istilah peacebuilding, kedalam tiga pendekatan tentang damai
yaitu
peacemaking,
peacekeeping,
dan
peacebuilding. Pemahaman Galtung tentang peacebuilding berdasarkan pada perbedaan konsep antara perdamaian negatif dan perdamaian positif yang juga diperkenalkan oleh Galtung. 3 Maksud dari perdamaian negatif adalah tidak adanya kekerasan fisik. Sedangkan perdamaian positif lebih menekankan pada ketiadaan kekerasan struktural. Perdamaian negatif sama dengan peacemaking, yang mana dalam resolusi konflik bertujuan untuk menghilangkan ketegangan antara pihak yang berkonflik. Sedangkan dalam peacebuilding, yang ingin diwujudkan adalah perdamaian positif
dengan menciptakan struktur dan institusi perdamaian
berdasarkan pada keadilan, dan kerjasama, serta secara permanen mengatasi penyebab konflik dan menghindari berulangnya konflik. Penggunaan istilah peacebuilding selanjutnya lebih dikenal lagi pada tahun 1992, pada saat sekjen PBB Boutros Ghali menyampaikan
“An Agenda for
Peace”. Dalam An Agenda for Peace, Boutros Ghali mengklasifikasikan aktivitas operasi perdamaian, meliputi peacekeeping, peace enforcement, dan postconflic peacebuilding.4 Selain itu Agenda for Peace juga merupakan tonggak perubahan operasi perdamaian yang dilaksanakan oleh PBB. 3
Edward Newman, Roland Paris, Oliver P Richmond (ed), „New Perspectives on Liberal Peacebuilding‟ United Nation University Press, New York, 2009. 4
Perbedaan ketiganya adalah sebagai berikut. Peacekeeping : meliputi penyebaran pasukan militer PBB ke negara dengan mandat seperti pada operasi perdamaian yang tradisional (yang terjadi pada era perang dingin). Peace enforcement : mengacu pada sesuatu yang baru dimana penyebaran pasukan yang mana menyerupai operasi perdamaian tradisional melainkan dengan pasukan yang lebih dipersenjatai dan diperbolehkan untuk menggunakan kekuatan militer untuk tujuan tertentu, tidak hanya untuk melindungi diri. Postconflic peacebuilding : mengidentifikasi dan mendukung dibentuknya struktur yang mana dapat memperkuat dan mengokohkan
Dalam Agenda for Peace memperkenalkan konsep post-conflict peacebuilding sebagai tahapan yang penting dalam rangkaian operasi perdamaian PBB. Konsep tersebut menjadi komponen yang melekat dalam usaha PBB untuk mengatasi konflik, mencegah terjadinya peperangan kembali serta menciptakan perdamaian di dunia. Proses peacebuilding merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional dibandingkan dengan operasi perdamaian sebelumnya. Kofi Annan menjelaskan bahwa proses post-conflict peacebuilding mencakup beberapa dimensi yaitu keamanan, politik, sosial, ekonomi, dan psycho-social dimana tujuannya adalah mencapai perdamaian secara negatif dan positif. Pondasi teoritis dari peacebuilding adalah „the liberal peace’ (perdamaian liberal) yaitu gagasan bahwa dengan menerapkan sistem liberal, maka masyarakat akan cenderung untuk menjadi lebih damai, baik dalam urusan dalam negeri mereka dan dalam hubungan internasional, dibandingkan dengan negara negara yang tidak liberal. Selain itu juga terdapat teoritis “democratic peace” yang mana meyakini bahwa negara bersistem demokrasi tidak akan pergi berperang dengan satu sama lain karena demokrasi memiliki hambatan institusional yang membuat terjadinya konflik dengan negara lain akan lebih sulit. Disamping itu, sesama negara demokrasi akan bergantung satu sama lain secara perekonomian, sehingga apabila terjadi perang maka akan mengganggu hubungan perekonomian/ hubungan perdagangan. 5 Sejalan dengan pondasi teoritis „the liberal peace’ dan „democratic peace’, dalam proses peacebuilding mencerminkan sebuah proyek liberal yang mana tidak hanya mengelola instabilitas suatu negara tetapi juga berusaha untuk perdamaian. Aktivitasnya antara lain : pelucutan senjata pihak yang berkonflik dan pemulihan ke kondisi yang tenteram, penjagaan dan apabila memungkinkan penghancuran senjata, mengamankan pengungsi, memberi pelatihan dalam keamanan personal, mengawasi pemilu, berusaha secara keras untuk melindungi HAM, memperkuat atau mereformasi istitusi pemerintahan, dan memajukan proses yang formal dan informal untuk partisipati politik. Dari Roland Paris,’At Wars End- Building Peace After Civil Conflict’, Cambridge University Press, New York, 2004, hal. 18 5
Jeff. Pugh, ’Democratic Peace Theory : a review and evaluation’, CEMPROC working paper series in peace, 2005, http://www.cemproc.org
membangun perdamaian di dalam negara serta antar negara atas dasar demokrasi liberal dan ekonomi pasar. Selain itu juga dilaksanakan pembenahan di beberapa lembaga untuk membangun negara yang lebih moderen dan kuat guna menciptakan perdamaian. pelaksanaan
pendekatan
Jadi di dalam proses peacebuilding menekankan yang
multidimensional,
dengan
memperhatikan
kebutuhan sosial, ekonomi, dan institusional.
1.6. Argumen Pokok Peran komunitas internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia dilakukan melalui penerapan strategi pembangunan masyarakat sipil. Strategi ini menggantikan strategi terdahulu yaitu „top-down’. Pada strategi terdahulu fokus kepada state-building yaitu memperkuat struktur dan institusi negara. Sedangkan penekanan dari strategi pembangunan masyarakat sipil adalah mementingkan dialog antar etnis dan pemberdayaan sosial.
Komunitas Internasional selanjutnya mengeluarkan
program-program yang ditujukan memberikan bantuan finansial dan non-finansial ke Bosnia yang ditujukan untuk menghadirkan dan mendukung perkembangan Organisasi Masyarakat Sipil.
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan cara menghimpun data dari berbagai literatur. Selanjutnya melakukan pengolahan data sesuai dengan hukum logika. Literatur yang digunakan tidak terbatas hanya pada buku, melainkan juga menggunakan data yang terdapat di dalam jurnal, artikel yang di dapat melalui internet. Data dan informasi yang didapat dari literatur, dipergunakan oleh penulis
untuk membantu menguraikan gagasan, menganalisa dan menjawab pertanyaan penelitian dalam tulisan ini. 1.7.2. Teknik Analisa data Teknik analisa dalam penelitian ini, terdiri dari langkah langkah pengumpulan data, penilaian/ pemilihan data, penafsiran /interpretasi data dan penyimpulan data. Agar bisa mendapatkan data yang komprehensif, sesuai dengan yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah, diperlukan adanya pemilihan data. Hal ini dikarenakan semua data yang tersedia, tidak selalu relevan dengan informasi yang dibutuhkan. Pemilihan data penting untuk memudahkan pengolahan, agar bisa memperoleh kesimpulan dan penafsiran data yang sesuai dengan konsep yang digunakan. 1.8. Jangkauan Penelitian Penelitian ini menjelaskan tentang peran komunitas internasional dalam menghadirkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil di Bosnia pada proses peacebuilding. Oleh karena itu batasan waktu dalam tulisan ini adalah dimulainya proses peacebuilding di Bosnia yaitu tahun 1995. Tulisan ini juga menjelaskan tentang organisasi masyarakat sipil, dan tulisan ini akan fokus pada organisasi masyarakat sipil dalam bentuk NGO (Non-Governmental Organization). Hal ini dikarenakan usaha Komunitas Internasional dalam menghadirkan OMS di Bosnia, fokus dalam bentuk NGO. Sehingga NGO merupakan organisasi masyarakat sipil yang tumbuh dan berkembang dengan jumlah yang banyak di Bosnia. 1.9. Organisasi Penulisan Setelah Bab I Pendahuluan, tulisan ini akan dilanjutkan dengan Bab II yang menjelaskan tentang peacebuilding dan organisasi masyarakat sipil di Bosnia. Pada bagian pertama akan menjelaskan tentang latar belakang Peacebuilding di Bosnia Herzegovina yang terdiri dari penjelasan tentang sejarah konflik, operasi perdamaian PBB, dan proses peacebuilding di Bosnia. Sedangkan pada bagian kedua dalam Bab ini akan membahas tentang Organisasi Masyarakat
Sipil di Bosnia yang terdiri dari penjelasan tentang pengertian organisasi masyarakat sipil, sejarah organisasi masyarakat sipil di Bosnia, dan pentingnya keberadaan organisasi masyarakat sipil di dalam proses peacebuilding. Tujuan dari Bab ini untuk memberi gambaran umum tentang kondisi konflik di Bosnia, dan proses peacebuilding di Bosnia serta tentang konsep masyarakat sipil dalam kerangka peacebuilding. Pada Bab III akan menjelaskan tentang peran komunitas internasional dalam menghadirkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil di Bosnia. Pada bagian awal akan memaparkan tentang peran yang dilakukan oleh komunitas internasional sehingga berimbas pada hadir dan berkembangnya organisasi masyarakat sipil di Bosnia. Selanjutnya akan memaparkan contoh kasus peran dari beberapa komunitas internasional, yaitu program program yang ditujukan untuk menghadirkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil di Bosnia. Dua Komunitas internasional yang akan dijelaskan dalam tulisan ini adalah Uni Eropa dan OSCE. Pada Bab IV akan menjelaskan peran dari organisasi masyarakat sipil di dalam proses peacebuilding, khususnya pada usaha memperbaiki hubungan sosial dan menjembatani interaksi antar kelompok etnis. Terdapat 3 NGO yang akan dijadikan studi kasus dalam tulisan ini yaitu SARA, Youth Council dan CDO (Centre drama on education). Pada bagian akhir dari Bab 4 akan menjelaskan tentang pengaruh interaksi yang positif terhadap perbaikan hubungan sosial masyarakat Bosnia.