BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Ambarwati & Wulandari, 2008). Pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif (0-6 bulan) bahkan yang menurut ajaran Islam harus sampai dua tahun merupakan suatu pondasi awal pembentukan sumber daya manusia (SDM ) yang berkualitas. Kelalaian pemberian ASI pada hari-hari pertama dan tahun-tahun pertama kehidupan bayi dapat berakibat fatal pada tahap kehidupan selanjutnya. Ini berarti indikasi adanya ancaman terhadap upaya mewujudkan pembentukan SDM yang berkualitas. Kehilafan pemberian ASI ini tidak dapat dikoreksi pada kehidupan bayi atau anak pada tahap selanjutnya karena pada hari-hari dan tahun-tahun pertama kehidupan bayi terjadi suatu proses yang sangat penting yakni proses penyempurnaan pembentukan sel-sel organ kecerdasan (otak) dan pertumbuhan fisik yang cepat. Kesuksesan proses ini harus didukung oleh asupan gizi dan protein yang sangat kompleks seperti yang terdapat pada ASI (Yanwirasti, 2004). Dari 136,7 juta bayi lahir diseluruh dunia dan hanya 32,6% dari mereka yang disusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama. Sedangkan di negara industri, bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif lebih besar meninggal dari pada bayi yang diberi ASI Eksklusif. Sementara di negara berkembang hanya 39% ibu-ibu yang memberikan ASI Eksklusif (UNICEF, 2013). Cakupan ASI Eksklusif di India mencapai 46%, di Philippina 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (detikhealth, 2012). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, hanya 30,2 % bayi umur kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif, angka ini turun dari tahun 2010 yang
2
mencapai 31,0 % (Riskesdas, 2010-2013). Cakupan pemberian ASI Eksklusif untuk jawa tengah hanya sekitar 25,6%, menurun dibandingkan tahun 2011 (45,18%) (Dinkesprovjateng, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan ASI yang pertama adalah karena kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif (32%) yaitu ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena produksi ASI kurang. Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu. Yang kedua disebabkan oleh ibu bekerja (28%) yaitu ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif karena harus kembali bekerja. Yang ketiga disebabkan oleh gencarnya promosi susu formula (16%), dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya disebabkan oleh faktor sosial budaya (24%) yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif. Faktor dukungan dari petugas kesehatan (24%) dimana kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan kurangnya dukungan dari petugas kesehatan yang dianggap paling bertanggungjawab dalam keberhasilan keberhasilan penggalakan ASI dan yang terakhir adalah faktor dari keluarga (24%) dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena orang tua, nenek atau ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tambahan formula (Bangnes, 2011). Setidaknya ada 5 (lima) hal yang mempengaruhi dan menyebabkan rendahnya pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, yaitu; belum semua RS terapkan 10 LMKM (Langkah Menunju Keberhasilan Menyusui), belum semua bayi memeroleh IMD (Inisiasi Menyusui Dini), jumlah konselor menyusui masih sedikit, promosi susu formula masih gencar, dan belum semua kantor dan fasilitas umum membuat ruang menyusui (Mikail & Candra, 2012). Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hartatik di Puskesmas Bahorok Kabupaten Langkat pada tahun 2010 diperoleh data 20% tenaga kesehatan memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dan yang tidak
3
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sebanyak 80%. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan dikarenakan responden adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya mengenai ASI Eksklusif. Menurut penelitian Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan dirasa sangat lama untuk ibu yang bekerja karena mereka harus menyelesaikan cutinya sesudah tiga bulan dan kembali beraktivitas. Hal ini diiringi oleh jumlah pekerja perempuan Indonesia yang terus menanjak, yaitu bertambah 2,12 juta dalam empat tahun. Selain masalah waktu, kebijakan perusahaan dan minimnya fasilitas menyusui di tempat kerja juga mempengaruhi. Menurut penelitian terbaru dari Program Magister Kedokteran Kerja Departemen Kedokteran Komunitas FKUI, persentase pekerja sektor formal di Jakarta yang memberi ASI Eksklusif hanya 32%. Selain rendahnya pemberian ASI Eksklusif, hasil penelitian lainnya adalah sekitar 45% pekerja perempuan sektor formal berhenti menyusui sebelum empat bulan dan mulai memberikan susu formula atau makanan pendamping ASI kepada anaknya. Alasan mereka kebanyakan adalah cemas atau repot harus kembali bekerja dan merasa tidak nyaman meninggalkan pekerjaan (www.lapor. ukp.go.id , 2013). Bagi ibu bekerja menyusui tidak perlu dihentikan. Ibu bekerja tetap harus memberi ASI kepada bayinya karena banyak keuntungannya. Jika memungkinkan bayi dapat dibawa ketempat ibu bekerja (Ambarwati & Wulandari, 2008). Banyak tantangan ibu bekerja dalam menyusui yang tentunya berkemungkinan akan menyebabkan kegagalan dalam memberikan ASI Eksklusif, diataranya adalah mobilitas kerja yang tinggi, dinas keluar kota atau keluar negeri, jarak kantor dengan rumah yang jauh, dan tidak ada ruang menyusui di kantor (Wageindicator Foundation, 2014). Data Riset Fasilitas Kesehatan Dasar 2011 mengungkapkan bahwa baru sekitar 40% Rumah Sakit yang melaksanakan Rumah Sakit Sayang Ibu dan bayi sebagai penerapan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui (Detikhealth, 2012).
4
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliarsi di kelurahan Sawangan Depok Jawa Barat pada tahun 2012 didapatkan hasil sebagian besar ibu bekerja yang memiliki fasilitas penunjang di tempat kerja (66,7 %) memberikan ASI Eksklusif dan sebagian kecil ibu bekerja yang tidak memiliki fasilitas penunjang di tempat kerja (33,3 %) tidak memberikan ASI Eksklusif, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang memiliki fasilitas penunjang ditempat bekerja berkemungkinan besar dapat memberikan ASI Eksklusif. Menjadi wanita karier dengan berbagai profesi yang sibuk dengan pekerjaan, bukan menjadi alasan tidak bisa menyusui anaknya, termasuk juga wanita yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, apalagi tenaga kesehatan memiliki intelektualitas yang lebih mumpuni terhadap kesehatan ibu dan anak yang dapat menjadi modal dasar dan role model dalam mensukseskan program ASI Eksklusif di Indonesia. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong berada di wilayah kabupaten Kebumen Barat yang beralamat di jl. Yos Sudarso No. 461 Gombong Kebumen Jawa Tengah dan berada di jalur utama Jawa Tengah lintas selatan. Jumlah tenaga kesehatan perempuan yakni bidan dan perawat yang mempunyai balita per Mei 2014 sejumlah 32 orang. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 1.2. Rumusan Masalah Adakah Hubungan Ketersediaan Fasilitas Penunjang Terhadap Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu yang Bekerja Sebagai Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong?
5
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengidentifikasi hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 1.3.2. Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas penunjang pemberian ASI Eksklusif di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong dan yang dimiliki responden. 2) Mengidentifikasi keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 3) Mengidentifikasi hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis Sebagai sumber informasi bagi masyarakat terutama bagi ibu menyusui tentang pentingnya ASI Eksklusif 1.4.2. Manfaat Teoritis 1) Bagi peneliti sendiri, dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman tentang hubungan ketersediaan fasilitas terhadap keberhasilan ASI Eksklusif ibu bekerja. 2) Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pentingnya ASI Eksklusif dan ketersediaan fasilitas sebagai faktor pendukung keberhasilan ASI Eksklusif ibu menyusui di Indonesia.
6
3) Bagi profesi keperawatan secara luas, sebagai bahan kajian/ informasi dalam mengkaji, menganalisa, mendiagnosa dan memberikan perawatan maupun pendidikan kesehatan pada ibu yang sedang menyusui. 4) Bagi wanita umumnya dan ibu bekerja khususnya sebagai bahan masukan agar dapat mengetahui pentingnya ASI Eksklusif bagi generasi mendatang yang lebih baik. 1.5. Keaslian Penelitian Berikut adalah beberapa judul penelitian dengan tema yang serupa dengan yang penulis teliti serta persamaan dan perbedaannya: 1) Saleh, Noer, (2011), Faktor-Faktor Yang Menghambat Praktik ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan (Studi Kualitatif di Desa Tridana Mulya, Kec. Landono Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara), Metode penelitian; Kualitatif deskriptif, Sampel; Purposive Sampling, Analisa data; Analisis kualitatif, Hasil; Tingkat pendidikan SI dan SMA lebih cepat memberi MP-ASI, 84,6 % tidak mengetahui tentang ASI Eksklusif, 31 % gagal memberi ASI Eksklusif karena bekerja, tingkat pendapatan mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif, subjek menghentikan ASI Eksklusif ketika menemui rintangan, dukungan suami sangat kurang, peran tenaga kesehatan sangat mendukung, Persamaan; menggunakan variabel dependent ASI Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent Faktor-faktor yang menghambat praktik ASI Eksklusif. 2) Siallagan, Mutiara, Yusad, (2013), Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi (0-6 Bulan) di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung, Metode penelitian; deskriptif-analitik cross
sectional , Sampel; Purposive sampling , Analisa data; univariat dan bivariat, Hasil; Faktor tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan tradisi/kebiasaan merupakan faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif, Faktor umur, pekerjaan, paritas dan penolong persalinan
7
tidak ada hubungan yang bermakna dengan pemberian ASI Eksklusif, Persamaan; menggunakan variabel dependent ASI Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif 3) Ransum, Syam, Hendrayati, (2013), Hubungan Sikap Ibu, Pendidikan dan Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Umur 6 -11 Bulan di Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar, Metode penelitian; survey analitik dengan rancangan cross
sectional , Sampel; Total sampling, Analisa data; uji chi-square , Hasil; tidak ada hubungan antara sikap ibu dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 6-11 bulan. Pendidikan ibu berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 6-11 bulan, Persamaan; menggunakan variabel dependent ASI Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent sikap ibu, pendidikan dan dukungan petugas kesehatan. 4) Tarigan, Aryastami, (2010), Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bayi Terhadap Pemberian ASI Eksklusif, Metode penelitian; kualitatif dengan disain studi kasus, Sampel; purposive sampling , Analisa data; matriks, Hasil; Karakteristik ibu yang memberikan ASI adalah ibu dengan pendidikan tinggi. Faktor pemicu dalam pemberian ASI Eksklusif adalah pengetahuan, sikap, pekerjaan, pendidikan, balita dan perilaku ibu. Ibu yang bekerja mengalami kendala waktu dan tempat untuk proses menyusui. Pendidikan ibu lebih tinggi, cenderung pengetahuan juga semakin luas. Faktor pemungkin dalam pemberian ASI Eksklusif adalah Inisiasi Menyusu Dini, tempat melahirkan, dan ketersediaan ruangan untuk menyusui. Ketersediaan ruang untuk menyusui di tempat kerja juga salah satu faktor pemungkin untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi. Status kesehatan ibu, dukungan keluarga dan petugas yang menolong persalinan sebagai faktor penguat untuk pemberian ASI Eksklusif kepada bayi, Persamaan; enggunakan variabel dependent ASI
8
Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent pengetahuan, sikap dan perilaku ibu. 5) Fadjriah, Suriah, Hamzah, (2012), Peran Keluarga Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Jeneponto, Metode penelitian; kualitatif, Sampel;
purposive sampling , Analisa data; reduksi, Hasil; kurangnya peran keluarga mengenai ASI Eksklusif, Persamaan; menggunakan variabel
dependent ASI Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent peran keluarga.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Ambarwati & Wulandari, 2008). Pemberian ASI Eksklusif tidak selalu harus langsung dari payudara. Ternyata, ASI yang ditampung dari payudara ibu dan ditunda pemberiannya kepada bayi melalui metode penyimpanan yang benar relatif masih sama kualitasnya dengan ASI yang langsung dari payudara ibunya (Sulistyawati, 2009). Pengenalan makanan tambahan dimulai saat usia 6 bulan bukan 4 bulan, hal ini dikarenakan jumlah komposisi ASI masih cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi apabila ASI diberika secara tepat dan benar sampai bayi berumur 6 bulan. Baru saat 6 bulan sistem pencernaan bayi mulai matur. Jaringan pada usus bayi seperti saringan pasir. Pori-porinya berongga sehingga memungkinkan kuman akan langsung masuk dalam sistem peredaran darah dan dapat menimbulkan alergi. Pada umur 6 bulan pori-pori dalam usus bayi ini akan tertutup. Dengan demikian, usus bayi setelah 6 bulan mampu menolak faktor alergi ataupun kuman yang masuk. Namun pada kenyataannya, 60 % bayi belum berumur 4 bulan sudah mendapat tambahan susu sapi (Ambarwati & Wulandari, 2008). Komposisi ASI sampai 6 bulan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi, meskipun tanpa tambahan makanan atau produk minuman pendamping. Pemberian ASI dapat dapat membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu pertama mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. Penting sekali bagi bayi untuk segera meminum ASI dalam jam
10
pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran dari berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna bayi. ASI saja, tanpa tambahan makanan lain merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa makanan lain harus ditambahkan pada bayi. Sedangkan pemberian ASI bagi ibu dapat memulihkan diri dari proses persalinan. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan karena hisapan pada puting susu merangsang dikeluarkanya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim (Sulistyawati, 2009). Bagi bayi, ASI punya banyak manfaat. Di antaranya merupakan nutrisi paling sempurna karena komposisi zat-zat gizinya lengkap dan seimbang, mengandung zat kekebalan yang membantu meningkatkan daya tahan tubuhnya, menghindari bahaya diare dan infeksi saluran napas, ASI steril dan tersedia setiap saat, sehingga sangat praktis dan ekonomis, mempererat ikatan emosional antara anak dengan ibu, sehingga sangat positif dampaknya bagi perkembangan psikologisnya. Penelitian juga membuktikan, bayi-bayi yang memperoleh ASI umumnya terhindar dari risiko obesitas. Sedangkan manfaat ASI bagi ibu adalah memberi kepuasan batin, ketenangan, serta kebahagiaan emosional, mempercepat kontraksi rahim, sehingga dalam waktu singkat rahim kembali ke ukuran normal. Ini menyebabkan menurunnya risiko perdarahan rahim di masa nifas, serta memperkecil risiko kanker payudara (Parenting Indonesia, 2014). Kolostrum adalah ASI yang diberikan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental berwarna kekuningan, lebih kuning dibanding dengan ASI matur, bentuknya sedikit kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel. Kasiat kolostrum adalah sebagai pembersih selaput usus BBL (Bayi Baru Lahir) sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan. Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum juga mengandung zat
11
antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan. Lain halnya dengan susu formula yang tidak mengandung zat anti infeksi sebagaimana yang terkandung dalam ASI. Perlu diwaspadai, susu buatan bisa merupakan media pembiakan bakteri patogen enterik dan produksi enterotoksin yang merugikan (Ambarwati & Wulandari, 2008). Dari sebuah penelitian yang dilakukan di Jakarta, angka bayi yang terkena diare pada bayi yang diberi ASI hanya 6 %, yang diberi ASI dan susu botol 14 %, sedang bayi yang hanya diberi susu botol saja meningkat hingga 18 % (Adiningsih, 2010). Ada 12 masalah dalam menyusui yaitu; kurang atau salah informasi, puting susu terbenam, puting susu nyeri, puting susu lecet, payudara bengkak, mastitis, sindrom ASI kurang, ibu hamil, bayi bingung puting, bayi prematur dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), ibu sakit, dan ibu bekerja. Kurang atau salah informasi yang mana bayi pada minggu pertama defekasinya encer dan sering, sehingga dikatakan menderita diare. Padahal sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laksan. Bayi yang lahir matur dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankanya tanpa minum selama beberapa hari oleh karena itu apabila ASI belum keluar pada hari pertama, bayi tidak perlu di beri minuman. Pemberian minuman sebelum ASI keluar akan membuat bayi kenyang dan malas menyusu. Puting susu nyeri terjadi pada masa awal menyusi. Nyeri akan berkurang setelah ASI keluar. Puting susu lecet dapat terjadi karena posisi menyusui yang salah, tapi dapat juga disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis. Payudara bengkak yang bisa dikarenakan posisi mulut dan puting yang salah, produksi ASI berlebihan, terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, atau waktu menyusui yang terbatas. Mastitis atau abses payudara terjadi akibat sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini bisa disebabkan kurangnya ASI dihisap/ dikeluarkan atau pengisapan yang tidak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena
12
tekanan BH. Sindrom ASI kurang. Tanda ASI kurang biasanya berat badan bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, BB (Berat Badan) lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali, dan ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan berwarna kuning. Ibu hamil. Dalam hal ini tidak ada bahaya bagi ibu dan janinnya. Bila ibu meneruskan menyusui bayinya, ibu harus makan lebih banyak lagi. Bayi bingung puting. Adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusui pada ibu. Bayi prematur dan BBLR. Pada kondisi ini refleks menghisap bayi masih lemah. Oleh karenanya bayi harus sering dan lebih cepat dilatih menyusu (Ambarwati & Wulandari, 2008). Menurut penjelasan atas PP RI No.33 tahun 2012, kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat pengobatan antara lain yang pertama adalah ibu yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus . Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman ( acceptable, feasible, affordable, sustainable, and
safe ). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman bagi bayi dan demi kepentingan terbaik bayi. Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit menular lainnya. Yang kedua ibu yang menderita penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis yang menyebabkan demam tinggi hingga tidak sadarkan diri dan infeksi Virus
Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas. Dalam ajaran agama Islam, seseorang ibu yang baru melahirkan anak disarankan untuk menyambut kelahiran bayi, salah satunya adalah dengan mentahnik. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan bahwa tahnik adalah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya Dilakukan .
13
demikian kepada bayi agar supaya ia terlatih terhadap makanan dan untuk menguatkannya. Dan yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut (bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah dikunyah) masuk ke dalam perutnya. Dan yang lebih utama (ketika) mentahnik ialah dengan kurma kering ( tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering ( tamr) maka dengan kurma basah ( ruthab ) . Dan kalau tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya (kecuali kurma)(Bahraen, 2012). Berdasarkan penelitian para dokter, tahnik memiliki pengaruh terhadap kesehatan bayi. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau menyebutkan bahwa tahnik dengan ukuran apa pun merupakan mukjizat Nabi dalam bidang kedoktean selama empat belas abad agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah baiknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua bayi, terutama yang baru dilahirkan dan masih menyusui, memiliki risiko terancam kematian apabila mengalami penurunan kadar gula dalam darah (karena kelaparan, masa transisi dari menerima asupan makanan secara langsung dari ibu melalui plasenta menjadi harus meminta dulu untuk mendapat ASI). Kejadian ini dapat dicegah dengan tahnik, karena tahnik pada dasarnya memberi zat gula yang sangat dibutuhkan pada bayi yang baru lahir (Fathi, 2011). ASI Eksklusif memang memiliki pengertian hanya ASI sampai 6 bulan, air putih bahkan madu pun tidak diperkenankan. Mengenai tahnik, sama dengan obat-obatan. Ia diijinkan karena proses tahnik memiliki banyak manfaat dibandingkan mudharatnya (Assunah, 2010). Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2009) sesungguhnya yang dimaksud dengan pemberian ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat.
14
Perlu diketahui bahwa tahnik berbeda dengan makanan, jadi walaupun sudah masuk makanan selain ASI yaitu kurma pada tahnik, maka statusnya bukan seperti makanan biasa yang sudah tidak terhitung lagi ASI Eksklusif. Ibnu Hajar Al -Asqalani rahimahullah berkata “Yang dimaksud dengan makanan adalah yang selain susu yang ia menetek darinya, selain kurma yang ia ditahnik dengannya, dan selain madu yang ia disuapi untuk pengobatan dan yang selainnya. Yang dimaksud adalah bahwa tidak dihasilkan kekenyangan baginya selain dari susu (ASI) saja (Bahraen, 2012). 2.2. Pemberian ASI Eksklusif Oleh Ibu Bekerja Menjadi wanita karier dengan berbagai profesi yang sibuk dengan pekerjaan, bukan menjadi alasan tidak bisa menyusui anaknya, termasuk juga wanita yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Menurut undang-undang nomer 6 tahun 1963 yang termasuk dalam tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, apoteker, asisten apoteker, bidan, perawat, fisioterapis, penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain. Saat ini wanita yang mempunyai anak, terlebih balita, semakin sedikit waktunya bisa bertemu sang buah hati, namun banyak wanita memutuskan untuk tetap menyusui. Masalahnya, pemberian ASI Eksklusif merupakan satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi selama 6 bulan, namun perusahaan hanya memberikan kebijakan cuti hanya selama 3 bulan, bahkan ada yang kurang. Seiring dengan kemajaun di bidang kesehatan, para orang tua kini dapat mengetahui perkiraan kelahiran anaknya. Perkiraan kelahiran tersebut dapat menjadi pedoman bagi ibu yang bekerja untuk mengambil cuti menjelang kelahiran agar mempunyai waktu yang lebih banyak sesudah kelahiran (Yuliarti, 2010). Pada dasarnya, ada 3 aspek penting bagi ibu menyusui yang ingin tetap bekerja, yaitu faktor fisik, psikologis dan sosiologis. Secara fisik, jika ditinjau secara medis, ibu harus memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan. Oleh karena itu, kondisi ibu harus benar-benar sehat. Ada perkecualian untuk kondisi-kondisi tertentu yang memang tidak memungkinkan ibu untuk
15
memberikan ASI Eksklusif. Dari aspek psikologis ada berbagai alasan yang digunakan oleh para ibu untuk menolak pemberian ASI Eksklusif, misalnya takut kariernya terganggu dan kuatir badanya tidak bagus lagi. Pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah benar. Jika ditinjau dari sisi psikologis, ASI justru menciptakan hubungan keterikatan emosional antara ibu dan anak. Sedangkan dari aspek sosiologis agar pemberian ASI Eksklusif dapat berjalan dengan lancar, harus ada upaya khusus dan tidak boleh malas. Ibu harus menyisihkan waktunya untuk memeras ASI atau menyusui anaknya. Di rumah, perlu adanya dukungan dari suami, orang tua, saudara, dan anak yang lebih besar. Suami turut berperan dalam mendukung atau membantu pekerjaan istri di rumah, misalnya ketika pagi hari istrinya harus menyusui, suami dapat memandikan anak pertama mereka. Selama ibu menyusui, suami harus mengambil alih tugas-tugas domestik lainnya (Yuliarti, 2010). Dukungan sosial dari atasan di tempat kerja, rekan kerja, dan kondisi pekerjaan juga sangat penting. Bagi ibu yang menyusui, biasanya perusahaan akan memberikan toleransi. Seseorang pimpinan perusahaan hendaknya dapat memahami jika stafnya yang ingin meminta izin untuk memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya. Jika sakit saja kantor masih memberikan toleransi, apalagi dalam soal pemberian ASI. Pihak perusahaan hendaknya memberikan toleransi berupa pemberian izin selama 1-2 jam agar stafnya dapat pulang sekedar menyusui bayinya atau memerah ASI jika memang persediaan telah habis. Jika diperlukan, perusahaan dapat membangun tempat penitipan bayi yang sekaligus menjadi tempat bagi ibu untuk menyusui anaknya (Yuliarti, 2010). Menyusui sambil bekerja sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan dan sifatnya fleksibel sekali. Begitu pula dengan rekan kerja. Saat ini pemberian ASI makin dimudahkan dengan adanya teknologi penyimpanan dan pemerasan ASI, serta adanya pengetahuan tentang ASI yang semakin baik (Yuliarti, 2010).
16
2.3. Tantangan Pemberian ASI Eksklusif Bagi Ibu Bekerja. Mobilitas kerja yang terlalu tinggi bisa menyulitkan kegiatan menyusui. Tidak memungkinkan bagi ibu bekerja untuk mengambil banyak jam lembur untuk urusan pekerjaan atau banyak bekerja di luar kantor yang lingkungannya bisa membahayakan produksi ASI. Tips yang bisa digunakan adalah dengan mencari tahu apakah lingkungan pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan ibu ataupun produksi ASI misal, pekerjaan mengharuskan kita untuk bersentuhan dengan zat kimia, polusi udara, atau tertular penyakit dari pasien. Jika hal tersebut terjadi anda dapat mengajukan mutasi untuk sementara. Jika Ibu tetap diharuskan bekerja, ekstra waspada dan lakukan tindakan preventif seperti lebih sering cuci tangan, mengenakan masker, minum air kemasan (jika kantor di kawasan industri yang airnya kemungkinan tercemar) dan menjaga stamina tubuh. Apabila Ibu bekerja sebagai jurnalis, koordinator tur atau purchasing
manager, dinas keluar kota/keluar negeri sudah merupakan suatu keharusan. Tips untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mendelegasikan tugas dinas kepada junior atau asisten, membawa anak beserta pengasuhnya dalam perjalanan dinas, dan pilihan terakhir dengan tetap berangkat namun pastikan persediaan ASI cukup selama Ibu tidak ada dan selama dinas tetap memerah ASI. Masih banyak kantor yang tidak menyediakan ruang menyusui yang tidak memadai bagi ibu menyusui. Yang ada hanya toilet yang tidak higienis dan ruang sholat yang sempit. Cara mengatasinya adalah dengan menjadikan mobil pribadi sebagai ruang menyusui. Tutup jendela, sisakan sedikit ruang agar udara bisa keluar (lebih baik apabila disertai dengan tirai/horden mobil), nyalakan AC, pasang musik dan perahlah ASI setelah cuci tangan terlebih dahulu. Alternatif lain yaitu dengan menggunakan ruang rapat yang kosong atau Anda bisa meminjam rumah/apartemen teman yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari kantor. Pulang pergi kerja menghabiskan waktu 4 jam atau 1-2 kali waktu perah. Payudara bisa bengkak di jalan, ASI perah yang disimpan bisa rusak.
17
Cara mengatasinya dengan mencari lokasi memerah di perjalanan (seperti ruang menyusui di mal), jadikan mobil sebagai ruang menyusui. Agar ASI yang diperah tetap baik, beli cooler box yang memuat minimal 5 bungkus ASI (Wageindicator Foundation, 2014). Pemerintah Republik Indonesia mendukung sepenuhnya tentang program ASI Eksklusif. Dukungan program ASI Eksklusif tersebut menyebutkan bahwa pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI Eksklusif melalui penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI, pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja, pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga terlatih pemberian ASI. Selain dukungan tersebut, penyelenggara tempat sarana umum berupa fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat kebijakan yang berpedoman pada sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (Kemenkes, 2013). 2.4. Fasilitas Pendukung Program ASI Eksklusif Fasilitas adalah alat atau sarana untuk melancarkan pengerjaan atau pelaksanaan tugas atau kegiatan (kamus saku bahasa indonesia, 2010). Kementerian kesehatan telah mengeluarkan peraturan nomor 15 tahun 2013 tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI. Fasilitas yang harus disediakan oleh tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum adalah ruang ASI, fasilitas di dalam ruang ASI dan penanggungjawab ruang ASI yang dapat merangkap sebagai konselor menyusui. 2.4.1. Ruang ASI Adalah ruangan yang dilengkapi dengan prasarana menyusui dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui bayi, memerah ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau konseling menyusui ASI (Kemenkes RI, 2013).
18
1) Ruang ASI atau ruang laktasi minimal berukuran 3x4 m 2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui. 2) Terdapat pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup. Lantai ruangan dapat berupa keramik, semen atau karpet. 3) Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup. 4) Bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi. 5) Lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan. 6) Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan. 7) Kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%. 8) Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. 2.4.2. Peralatan Ruang ASI 1) Lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI. Adalah alat untuk mengurangi atau untuk mempertahankan suhu ruang di bawah suhu sekitarnya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). 2) Gel pendingin (ice pack) Kantong adalah tempat membawa sesuatu (belanjaan dan sebagainya) yg terbuat dari kain, plastik, dan sebagainya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). Es adalah air beku atau air membatu.
Ice pack/kantong es adalah tempat membawa es yang terbuat dari kain, plastik, dan sebagainya. 3) Tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag) Tas adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi dan sebagainya, biasanya bertali, dipakai untuk menaruh, menyimpan, atau membawa sesuatu (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). Tas ASI perahan adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi dan sebagainya, dipakai untuk menaruh, menyimpan, atau membawa ASI perahan.
19
4) Pompa ASI Pompa adalah alat atau mesin untuk memindahkan atau menaikkan cairan atau gas dengan cara mengisap dan memancarkannya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). Pompa ASI adalah alat atau mesin untuk memindahkan ASI dengan cara menghisap. 5) Botol ASI Botol adalah wadah untuk benda cair, yang berleher sempit dan biasanya dibuat dari kaca atau plastik (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). Botol ASI adalah wadah untuk ASI, yang berleher sempit dan biasanya dibuat dari kaca atau plastik. 6) Sterilizer botol ASI. Sterilisasi adalah perlakuan untuk menjadikan suatu bahan atau benda bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan, penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan mikroorganisme hidup maupun sporanya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). Sterilizer adalah alat yang digunakan untuk menjadikan suatu bahan atau benda bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan, penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan mikroorganisme hidup maupun sporanya. Sterilizer botol ASI adalah alat yang digunakan untuk menjadikan botol ASI bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan, penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan mikroorganisme hidup maupun sporanya. 2.4.3. Peralatan pendukung 1) Meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI. 2) Kit konseling menyusui yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc.
20
3) Media KIA tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster, foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui. 4) Lemari penyimpan alat. 5) Dispenser dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan penutup 6) Penyejuk ruangan (AC/Kipas angin). 7) Nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI, waslap untuk kompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk menopang saat menyusui. Bila peralatan pendukung tidak atau belum dapat disediakan, sekurang-kurangnya yang harus disediakan adalah: 1) Meja Adalah perkakas (perabot) rumah yg mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya (bermacam-macam bentuk dan gunanya) (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). 2) Wastafel Adalah tempat membersihkan diri (cuci muka, cuci tangan, gosok gigi, bercukur), letaknya menempel pada dinding (di luar atau di dalam kamar mandi), dilengkapi dengan keran air, cermin, dan rak untuk menaruh sabun, pasta gigi, atau alat-alat kecantikan (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). 3) Sabun cuci tangan Adalah bahan yang dapat berbuih, digunakan untuk mencuci tangan, biasanya berupa campuran alkali, garam, dan natrium (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). 2.4.4. Penanggungjawab Ruangan ASI Penanggungjawab ruang ASI dapat merangkap sebagai konselor menyusui. Dalam memberikan konseling menyusui, tenaga terlatih pemberian ASI juga menyampaikan manfaat pemberian ASI Eksklusif antara lain berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak,
21
peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis dan penundaan kehamilan. 2.5. Kerangka Teoritis Bagan 2.1. Kerangka Teori Fasilitas pendukung ASI Eksklusif
Ruang ASI: 1. Lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI. 2. Gel pendingin (ice pack). 3. Tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag). 4. Pompa ASI 5. Botol ASI 6. Sterilizer botol ASI. Peralatan pendukung: 1.Kursi dan meja. 2. Wastafel. 3. Sabun cuci tangan. Penanggung jawab ruang ASI Konselor menyusui
ASI Eksklusif: Pemberian ASI saja selama 6 bulan Sumber: Kemenkes RI (2013) 2.6. Kerangka Konsep Untuk lebih jelasnya tentang hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan dapat dilihat dari variabel independent dan
dependent yang tergambar pada skema kerangka konsep penelitian berikut ini:
22
Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independent Variabel Dependent Fasilitas pendukung ASI Eksklusif 1. Ruang ASI 2. Lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI. 3. Gel pendingin (ice pack). 4. Tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag). 5. Pompa ASI 6. Botol ASI 7. Sterilizer botol ASI. 8. Kursi dan meja. 9. Wastafel. 10. Sabun cuci tangan. Penanggung jawab ruang ASI Konselor menyusui
ASI Eksklusif
1. Kurangnya pengetahuan 2. Gencarnya promosi susu formula 3. Sosial budaya 4. Dukungan dari petugas kesehatan keluarga 5. Dukungan suami Variabel Penganggu
Keterangan: : Diteliti - - - - - :Tidak diteliti 2.7. Hipotesa Penelitian Ho : Tidak terdapat hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. Ha : Terdapat hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan survei analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi (korelasional) (Notoatmodjo,2012). Dengan teknik korelasi peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel. Penelitian ini dilakukan tanpa memberikan intervensi pada suatu kelompok dan bertujuan untuk mencari ada tidaknya sebab-akibat antara kedua variabel tersebut. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependent) dihubungkan dengan penyebab (variabel independent) (Nursalam, 2008). Rancangan yang di gunakan adalah cross sectional yaitu untuk mempelajari dinamika korelasi antara ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan perempuan yang mepunyai anak balita, mempunyai beban kerja yang sama dan diakui statusnya sebagai karyawan RS PKU Muhammadiyah Gombong yaitu sejumlah 32 orang. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007). 3.2.2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan perempuan RS PKU Muhammadiyah Gombong yang memiliki balita dan memiliki beban kerja yang sama yaitu sebanyak 32 orang.
24
Sample adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Probalility
Sampling, yaitu dengan metode Sampling Jenuh yaitu teknik penetuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010). Kriteria Inklusi 1) Karyawati RS PKU Muhammadiyah Gombong 2) Mempunyai anak usia minimal 6 bulan dan maksimal 5 tahun terhitung bulan Mei 2014 3) Bekerja sebagai tenaga kesehatan (perawat atau bidan) 4) Bekerja di RS PKU Muhammadiyah Gombong saat anaknya berumur 0-6 bulan. 5) Mempunyai beban kerja 3 sif. 6) Karyawati yang bersedia menjadi responden Kriteria Eksklusi 1) Karyawati dengan indikasi medis tidak boleh memberikan ASI Eksklusif saat anaknya berumur 0-6 bulan. 2) Karyawati yang tidak bersedia menjadi responden 3.3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 19 Mei sampai 10 Juni 2014. Pengambilan data dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Gombong. 3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Independent Yang menjadi variabel independent dalam penelitian ini adalah fasilitas penunjang. Variabel independent atau variabel risiko adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan variabel tergantung (Notoatmodjo, 2012).
25
3.4.2. Variabel Dependent Yang menjadi variabel dependent dalam penelitian ini adalah ASI Eksklusif. Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau diakibatkan oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). 3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1 : Definisi Operasional Definisi No 1. Ruang ASI adalah ruangan yang dilengkapi dengan prasarana menyusui dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui bayi, memerah ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau konseling menyusui/ASI RI, (Kemenkes 2013). 2. Refrigerator adalah alat untuk mengurangi atau untuk mempertahankan suhu ruang di bawah suhu sekitarnya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
Hasil Ukur Alat ukur Skala yang 1. Ada Nominal Kuesioner terdiri dari 1 Skor 1 pertanyaan yang 2. Tidak ada telah diberi skor. Skor 0 Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 1
3. Ice pack/kantong es adalah tempat membawa es yang terbuat dari kain, plastik, dan sebagainya.
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2 yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
26
4. Cooler Bag/ tas ASI perahan adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi dan sebagainya, dipakai untuk menaruh, menyimpan, atau ASI membawa perahan. 5. Pompa ASI adalah alat atau mesin untuk memindahkan ASI dengan cara menghisap.
6. Botol ASI adalah wadah untuk ASI, yang berleher sempit dan biasanya dibuat dari kaca atau plastik.
7. Sterilizer botol ASI adalah alat yang digunakan untuk menjadikan botol ASI bebas dr mikroorganisme dengan cara pemanasan, penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan mikroorganisme hidup maupun sporanya.
yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2 yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2 yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2 yang Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan yang telah diberi skor. Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
1. Ada Nominal Skor > 1 2. Tidak ada Skor 0
27
8. Meja adalah perkakas (perabot) rumah yg mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya (bermacam-macam bentuk dan gunanya) (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). adalah 9. Wastafel tempat membersihkan diri (cuci muka, cuci tangan, gosok gigi, bercukur), letaknya menempel pd dinding (di luar atau di dl kamar mandi), dilengkapi dng keran air, cermin, dan rak untuk menaruh sabun, pasta gigi, atau alat-alat kecantikan (Kamus Bahasa Indonesia, 2014). 10. ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat (Prasetyono, 2009).
yang 1. Ada Nominal Kuesioner terdiri dari 2 Skor > 1 pertanyaan yang 2. Tidak ada telah diberi skor. Skor 0 Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2
yang 1. Ada Nominal Kuesioner terdiri dari 2 Skor > 1 pertanyaan yang 2. Tidak ada telah diberi skor. Skor 0 Jawaban “ada” diberi skor 1 dan jawaban “tidak ada” diberi skor 0. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 2
Kuesioner terdiri 1. Eksklusif Nominal dari 4 pertanyaan Skor 4 yang telah diberi 2. Tidak skor. Untuk Eksklusif Skor <4 pertanyaan nomer 1, Jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomer 2,3 dan 4, Jawaban “ya” diberi skor 0 dan jawaban “tidak” diberi skor 1. Skor terendah 0 dan skor tertinggi 4
28
3.6. Instrumen Penelitian Jenis instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori dan konsep. Lembar kuesioner terdiri dari 24 pertanyaan. Sebelum pengumpulan data dilakukan uji coba untuk menghindari adanya kesulitan dalam mengartikan pertanyaan. Uji coba dilakukan pada 5 orang yang bukan responden tetapi memiliki kriteria sama. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengisian angket ini diperkirakan 15 menit setiap angketnya. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Kuesioner No
1
Variabel
Fasilitas Penunjang
2. ASI Eksklusif
Tambahan
Indikator-indikator Ruang ASI Refrigerator Icepack/kantong es Cooler Bag/ tas ASI perahan Pompa ASI Botol ASI Sterilizer botol ASI Meja Wastafel Sabun cuci tangan Pemberian ASI selama 6 (enam) bulan pertama Pemberian makanan tambahan Pemberian minuman tambahan Pemberian susu formula Tahnik
Nomor Pertanyaan 1C 2C, 1D 3C, 2D 4C, 3D 5C, 4D 6C, 5D 7C, 6D 8C, 7D 9C, 8D 10C, 9D 1E 2E 3E 4E F
3.7. Manajemen Data 1) Coding Peneliti memberikan kode 0 dan 1 disebelah kanan masingmasing pilihan jawaban pada setiap pertanyaan di lembar kuesioner. Penentuan kode disesuaikan dengan kebutuhan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisa jawaban.
29
Coding yaitu memberikan kode berupa nomor pada setiap jawaban yang diisi oleh responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam pengolahan dan analisa data.
2) Editing Sebelum meninggalkan tempat pengambilan data, peneliti mengecek kelengkapan data. Memastikan lembar persetujuan telah ditandatangani oleh responden dan memeriksa kembali kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan responden. Jika data belum lengkap, maka peneliti memberi kesempatan pada responden untuk melengkapi data yang masih kosong.
Editing, yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan responden.
3) Tabulating Setelah data diperoleh dan di input, maka data dikelompokkan berdasarkan 9 kategori fasilitas kemudian di intepretasikan hasilnya.
Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan kategori yang telah dibuat untuk tiap-tiap sub variable yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. 4) Cleaning Setelah data di input, peneliti melakukan pengecekan ulang satu per satu kuesioner dan memastikan bahwa data di input sesuai kategori.
Cleaning, yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari kesalahan dalam data. 3.8. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Untuk menguji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). 3.8.1. Uji validitas Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing
30
variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid apabila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Riyanto, 2009). Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pearson Product Moment :
= {.
z
(
z
—
z . (z }. . z (z (z —
(
—
Keterangan : r=
Koefisien korelasi(validitas)
X
=
Skor pada subyek item n
Y
=
Skor total subyek
xy
=
Skor pada subyek item n dikalikan skor total
n
=
Banyaknya subyek
Keputusan Uji: Bila hitung (r pearson) > r tabel; maka Ho ditolak, artinya pertanyaan valid. Bila hitung (r pearson) d” r tabel; maka Ho gagal ditolak, artinya pertanyaan tidak valid. Setelah dilakukan uji validitas ternyata ada 4 pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan C8, C9, C10 dan D9, kemudian keempat pertanyaan tersebut di hapus dan di analisis kembali sehingga tersisa 20 pertanyaan (Lampiran 11). Khusus pertanyaan F tidak dilakukan uji validitas karena tidak dapat diuji dan tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian. 3.8.2. Uji Reliabilitas Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu pertanyaan, dikatakan reliabel jika jawaban sesorang terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dilakukan setelah semua pertanyaan valid semua. Untuk mengetahui reliabilitas, dilakukan pembandingan antara r hasil dengan r tabel
31
atau konstanta (0,6). Dalam uji reabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai alpha (Riyanto, 2009). Keputusan Uji: Bila r Alpha > r konstanta/ tabel; maka pertanyaan tersebut reliabel. Bila r Alpha d” r konstanta/ tabel; maka pertanyaan tersebut tidak reliabel. Prinsip ujinya adalah dilakukan untuk masing-masing pertanyaan dari variabel, dilakukan terhadap seluruh pertanyaan dari variabel dan antara pertanyaan variabel satu dengan variabel lain tidak boleh dilakukan uji validitas dan reliabilitas secara bersamasama (Riyanto, 2009). Dari hasil uji reliabilitas diperoleh bahwa semua data reliabel sehingga tidak diperlikan analisis ulang (lampiran 11). 3.9. Tekhnik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini di lakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden setelah semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid dan reliabel. Peneliti meminta surat ijin penelitian dari Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat STIKes Muhammadiyah Gombong dan mengajukan ijin penelitian ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Kebumen dengan terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dari Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik kabupaten Kebumen. Setelah mendapat ijin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah Gombong, peneliti memberikan kuesioner kepada kepala ruangan masingmasing bangsal tempat responden bekerja dengan didampingi Staf Litbang RS PKU Muhammadiyah Gombong dan menjelaskan tujuan penelitian serta meminta kesediaan kepala ruang untuk memberikan kuesioner kepada responden. Setelah mendapatkan kesediaan dari kepala ruang, peneliti
32
memberikan lembar kuesioner kosong, lembar informed consent dan lembar petunjuk pengisian kuesioner yang dijadikan satu dalam sebuah stofmap. Jumlah kuesioner telah disesuaikan dengan data yang diperoleh berdasar hasil studi pendahuluan dan masing-masing stofmap ditulis jumlah dan nama responden untuk meminimalisir data salah sasaran. Pembagian kuesioner oleh kepala ruangan disesuaikan dengan jadwal jaga responden. Setelah responden mendapat kuesioner dari kepala ruangan, responden menandatangani informed consent kemudian mengisi data. Setelah data selesai diisi, kuesioner dikembalikan kepada kepala ruangan. Satu minggu kemudian peneliti kembali menemui kepala ruangan di masing-masing bangsal dan mengumpulkan kuesioner yang telah dibagikan. Sebelum peneliti meninggalkan ruangan, peneliti memeriksa kelengkapan data. Untuk kuesioner yang belum lengkap pengisiannya, kuesioner dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi. Setelah empat hari peneliti kembali ke masing-masing bangsal untuk mengambil kuesioner yang tersisa. Setelah data terkumpul kemudian data di input dan dianalisis sesuai teknik analisa data yang sesuai. 3.10. Tekhnik Analisa Data Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji chi-square . Metode chi-square (x2 ) digunakan untuk mengadakan pendekatan (mengestimate) dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi (fo) dengan frekuensi yang diharapkan (fe) dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak (Riyanto, 2009). Cara menguji x 2 dengan membuat hipotesis berbentuk kalimat, menetapkan tingkat signifikansi, kemudian menghitung x 2 . Keputusan uji: jika p value < a (x
2
hitung ≥
x
2
tabel ),
maka ho ditolak yang artinya signifikan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung x 2 yaitu: =
(
33
Keterangan: X2 = Nilai chi-square Fo = frekuensi yang diobservasi Fe = frekuensi yang diharapkan Rumus mencari frekuensi teoritis (fe): e=(
∑k
(∑ ∑T
Keterangan: fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) ∑fk = jumlah frekuensi pada kolom ∑fb = jumlah frekuensi pada baris ∑T = jumlah keseluruhan baris atau kolom Rumus x 2 tabel: k = (k
—
(
—
Keterangan: k = jumlah kolom b = jumlah baris 3.11. Etika Penelitian Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada pihak RS PKU Muhammadiyah Gombong untuk mendapatkan ijin. Setelah mendapatkan ijin selanjutnya peneliti membagikan kuesioner kepada responden dengan tetap menekankan masalah etika yang meliputi: 1) Confidentiality Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden. Apapun yang ditemukan tentang responden akan dijaga ketat dan hanya peneliti yang mengetahuinya. Setelah kuesioner terkumpul dan dianalisis, kuesioner di dihanguskan agar tetap terjamin kerahasiaan datanya dan menghindari penyalahgunaan dari pihak lain.
34
2) Independent Peneliti tidak memaksa responden untuk ikut manjadi partisipan dalam penelitian ini jika responden tidak bersedia. Dalam lembar permintaan menjadi responden, peneliti menjelaskan bahwa responden berhak menolak untuk menjadi objek penelitian dan boleh tidak mengisi kuesioner.
3) Informed Consent Sebelum mengisi kuesioner, responden menandatangani lembar
informed consent yang telah peneliti sediakan sebagai bukti bahwa responden bersedia menjadi objek penelitian dan bersedia memberikan data yang sebenarnya. 4) Anonimity Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya mencantumkan nomer responden di dalam data rekapitulasi kuesioner. Nama dan identitas lain tidak dicantumkan.
35