19
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring
peningkatan populasi penduduk mengakibatkan meningkatnya jumlah dan keragaman sampah yang dihasilkan baik dari rumah tangga maupun dari kegiatan lain. Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Tanpa disadari penggunaan barang-barang yang dikonsumsi dan diproduksi akan menguras sumber daya alam yang ada dan merusak lingkungan. Budaya konsumerisme masyarakat saat ini mempunyai andil besar dalam peningkatan jenis dan kualitas sampah. Di era globalisasi, para pelaku usaha dan pebisnis bersaing sekeras mungkin untuk memasarkan produknya, tidak hanya itu tapi mereka memiliki strategi bisnis dengan mengemas produknya dengan kemasan yang menarik konsumen. Bervariasinya kemasan produk tersebut menimbulkan peningkatan jenis dan kualitas sampah. Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diikuti kegiatan
kota
yang
makin
berkembang
menimbulkan
dampak
adanya
kecenderungan sampah yang meningkat dan bervariasi. Menurut Kodoatie (2005) jumlah dan laju penduduk perkotaan yang cenderung meningkat mengakibatkan sistem infrastruktur yang ada menjadi tidak memadai, karena penyediaannya lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan penduduk. Permasalahan
dalam
penanganan
sampah
terjadi
karena
ketidakseimbangan antara produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan dinamika kegiatan masyarakat. Sampah yang tidak dikelola menyebabkan gangguan kesehatan karena menjadi sarang penyakit, menjijikan dan menimbulkan bau yang tidak sedap, pencemaran tanah dan air, berkurangnya nilai kebersihan dan keindahan lingkungan. Masalah sampah tidak terlepas dari masalah pembangunan lainnya seperti kependudukan, sosial,
20
ekonomi dan pengadaan lahan. Masalah-masalah tersebut akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kesehatan, lingkungan kamtibmas, dan lainlain. Oleh Karena itu penanganan masalah sampah harus dilakukan secara terpadu dengan masalah-masalah pembangunan lainnya. Pengelolaan
persampahan
sudah
seharusnya
merupakan
prioritas
pembangunan yang sejajar dengan pembangunan di bidang lainnya. Pembangunan di bidang pengelolaan sampah sering tertinggal dibanding dengan dengan pembangunan di bidang lain dan tidak dapat mengejar permasalahan yang timbul. Di daerah pedesaan, pembuangan sampah belum merupakan permasalahan yang serius dan kompleks karena masih tersedianya ruangan yang cukup untuk pengelolaan pembuangan sampah tersebut di wilayah perumahan secara individual atau dimanfaatkan untuk keperluan lain. Namun di wilayah perkotaan sudah dirasakan sulit untuk memperoleh ruang yang cukup guna mengelola pembuangan sampah tersebut baik secara individual maupun kolektif di lingkungan
setempat.
Hal
tersebut
disebabkan
oleh
semakin
pesatnya
pembangunan dan padatnya perkembangan penduduk di wilayah perkotaan, sehingga lahan langka dan mahal. Kondisi ini semakin dipertajam lagi dengan tingginya produksi sampah dan kurangnya sarana pengangkutan serta terbatasnya pengadaan pewadahan sampah untuk memproses pembuangan sampah. Kesenjangan antara volume dan pengelolaan sampah cenderung meningkat, sehingga masalah sampah akan semakin kronis apabila tidak dikelola secara efektif dan efisien. Sebagian besar sumber timbulan sampah di perkotaan Indonesia berasal dari rumah tangga (58%). Sedangkan sumber lainnya meliputi sampah pasar dan pusat perbelanjaan (30%), industri (9%), rumah sakit (2%) dan lain-lain (1%) (indoresporo, 2001). Hasil survey yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan timbulan sampah rata-rata berkisar antara 2 - 2,5 liter dengan kerapatan 200-300 kg/m3 (Sudradjat, 2009). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan JICA (2003), rata-rata produksi sampah meningkat dari 800 gram per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram perkapita pada tahun 2000. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2010.
21
Sistem penanganan sampah yang umum dilakukan selama ini adalah pengumpulan/pewadahan, pemindahan/pengangkutan, pemusnahan/pengurugan. Kenyataannya, pola penanganan sampah tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul. Hal ini dikarenakan tidak seimbangnya jumlah timbulan sampah dengan kapasitas pengelolaannya. Berdasarkan target dan sasaran yang ditetapkan dalam MDGs (Millenium Development Goals) bahwa cakupan pelayanan persampahan harus mencapai 70 % penduduk pada tahun 2015, komitmen tersebut juga diperkuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengeloaan Persampahan (KSNP- SPP). Untuk mencapai target pelayanan persampahan tersebut memerlukan investasi sarana dan prasarana persampahan juga harus didukung oleh kesiapan manajemen dan dukungan peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun di daerah. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas maka kajian ini menjadi penting untuk merumuskan strategi pengelolaan sampah khususnya sampah perumahan di Kabupaten Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan termasuk di perumahan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik merupakan salah satu penyebab makin meningkatnya pencemaran air, tanah dan udara serta meningkatkan potensi banjir di perkotaan. Permasalahan persampahan perlu ditangani secara serius dengan teknis, operasional dan manajemen yang tepat dan terpadu berdasarkan kondisi dan kebijakan daerah masing-masing. Instansi pemerintah di Kabupaten Bogor yang berwenang dalam hal pengelolaan sampah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor saat ini telah mencapai 4.477.296 jiwa dan setiap harinya aktivitas masyarakat menghasilkan sampah sebanyak ± 8.955 M3/hari, yang dilayani oleh 66 truk sampah. Sebanyak 58 % limbah sampah berasal dari rumah tangga, sedangkan sisanya berasal dari perkantoran 15%, Industri 15 % dan pasar 10 %. Untuk sampah pasar sepenuhnya dikelola oleh PD Pasar Tohaga, sedangkan
22
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor melayani pengelolaan sampah yang berasal dari perumahan/rumah tinggal, industri, rumah sakit, pertokoan, hotel dan restoran/rumah makan, SPBU, pariwisata, perkantoran dan sekolah. Berdasarkan data yang didapat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013 diketahui bahwa cakupan pelayanan pengangkutan sampah perkotaan yang terlayani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor hanya sebesar 24,17% dari timbulan sampah. Angka tersebut masih di bawah angka pelayanan nasional yang sebesar 40% dan pelayanan Propinsi Jawa Barat yang mencapai 53 %. Walaupun sudah diketahui mengenai angka cakupan pelayanan namun masih diperlukan informasi lebih lanjut yang mendalam dan rinci mengenai kinerja pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah perkotaan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, khususnya di UPT Wilayah Cibinong serta keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan persampahan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pertanyaan kajian pertama adalah “Bagaimanakah pelaksanaan pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor dalam pengelolaan sampah perumahan, khususnya di UPT Wilayah Cibinong? Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan munculnya masalah penyediaan pelayanan perkotaan, salah satunya adalah masalah pelayanan persampahan yang masih rendah. Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat atas arti pentingnya kualitas layanan publik, termasuk pelayanan persampahan, maka berbagai institusi publik makin dituntut untuk senantiasa memberikan layanan yang berkualitas bagi pelanggannya. Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai salah satu institusi publik pun tidak lepas dari upaya tersebut. Untuk memenuhi keinginan publik atas layanan jasa yang berkualitas, dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat atas kualitas pelayanan persampahan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pertanyaan kajian kedua adalah “Bagaimanakah persepsi masyarakat mengenai pelayanan persampahan perumahan di Kabupaten Bogor? “
23
Berdasarkan
kondisi-kondisi
di
atas
dan
mengingat
pentingnya
pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor maka pertanyaan kajian yang ketiga adalah “Bagaimanakah rumusan strategi peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di UPT Wilayah Cibinong Kabupaten Bogor?”
1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan kajian ini adalah : 1. Mengevaluasi pelaksanaan dan mutu pelayanan pengelolaan sampah perumahan Kabupaten Bogor khususnya di UPT Wilayah Cibinong. 2. Menganalisa
persepsi
masyarakat
mengenai
pelayanan
persampahan
perumahan. 3. Merumuskan strategi peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di UPT Wilayah Cibinong Kabupaten Bogor.