BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Riset Manajemen proyek bukan sebuah hal baru. Pembangunan piramid dan aqueduct yang sangat antik di Mesir pastinya membutuhkan sebuah koordinasi dan keahlian perencanaan yang sangat kuat dari seorang manajer proyek atau mungkin pada jaman itu disebut pemimpin tugas kerajaan.
Menurut Donna Deeprose proyek adalah “suatu pekerjaan yang harus diselesaikan untuk menghasilkan sesuatu/ produk yang unik, yang sebelumnya memilah hasil pekerjaannya didalam suatu periode waktu dan budget yang terprediksi”(2002, 6). Jadi bisa diartikan bahwa manajemen proyek adalah kegiatan mengatur suatu pekerjaan yang harus diselesaikan untuk menghasilkan sesuatu/ produk yang unik, yang sebelumnya memilah hasil pekerjaannya didalam suatu periode waktu dan budget yang terprediksi.
Teknik manajemen proyek telah dipraktekan lebih dari 50 tahun pada proyek diseluruh dunia, sekitar tahun 1950-an pada program pertahanan saat perang dingin. Tapi setelah tahun 1990-an, proyek lebih mengutamakan fokus pada proyek-proyek individual. Dengan sedikit pengecualian, proyek telah diperlakukan sebagai anomali organisasi, semuanya dilihat pada keunikan yang terlihat sebagai nilai yang kecil dalam perencanaan ataupun perubahan dalam sebuah organisasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang spesial dalam mengatur proyek-proyek dari organisasi tersebut. Walaupun itu sebuah perusahaan konstruksi raksasa yang bekerja secara eksklusif pada sebuah proyek, pasti akan membayar manajer proyek yang bagus untuk tiap proyek individual dibanding mereka membangun pendekatan secara perusahaan/ korporat untuk mengatur proyeknya.
Namun hal tersebut telah berubah. Sebagai sebuah perusahaan yang ingin menguatkan sisi kompetitif mereka. Proyek telah menjadi fokus mereka, dari membuat produk baru, merubah layanan peusahaan menjadi lebih baik hingga restrukturisasi didalam
1
perusahaanpun sudah menjadi sebuah proyek. Perusahaan yang telah fokus terhadap proyek tidak dapat bergantung pada para “pahlawan” yang mampu membuat sebuah keajaiban setiap saat. Para pahlawan tersebut akan kelelahan dan tidak akan cukup dengan mengandalkan mereka. Perusahaan-perusahaan jenis ini membutuhkan paradigma yang baru. Perusahaan-perusahaan terdepan dalam manajemen proyek yang modern telah mengambil pembelajaran dari tiap tingkatan proyek dan menggunakannya sebagai acuan pada tingkatan organisasi walaupun organisasi itu berupa departemen saja ataupun pada seluruh perusahaan/ korporat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan sebuah proyek untuk mendapatkan kesuksesan: 1. Kesepakatan antara tim proyek, pelanggan, dan manajemen pada tujuan akhir sebuah proyek 2. Perencanaan yang memperlihatkan jalur keseluruhan dan tanggung jawab yang jelas, yang akan digunakan sebagai ukuran dari keberlangsungan sebuah proyek 3. Konstan, komunikasi yang efektif antara setiap personel yang terjun didalam proyek 4. Lingkungan yang terkontrol 5. Dukungan dari manajemen
Apabila seluruh faktor tersebut terjadi dalam pelaksanaan sebuah proyek, maka kemungkinan terjadinya kesuksesan akan meningkat. Pada kenyataannya, menurut Software Engineering Institute (SEI), perusahaan-perusahaan yang telah konsisten melakukan pendekatan secara langsung mengatur proyek-proyeknya mampu membuat pengurangan biaya proyeknya hingga 75% daripada menyerahkan praktek manajemen proyek pada seorang pemimpin proyek yang individual. (Verzuh E., 1999, 264)
Definisi kesuksesan dari sebuah proyek yaitu apabila proyek tersebut telah on time, on budget dan memiliki high quality. Dikatakan on time apabila penyerahan produk tepat waktu, banyak proyek yang akan menjadi tidak berarti apabila tidak tepat waktu. Harus on budget karena proyek adalah sebuah investasi karena itu semua proyek harus sesuai
2
dengan perkiraan estimasi biayanya. Dan produk yang dihasilkan harus memiliki high quality, walaupun kualitas yang tinggi sangat sulit untuk didefinisikan. Menurut Philip Crosby, kualitas adalah “sebuah conformance dari permintaan yang ada”(Crosby,B.P., 1979,n.pag.). Dalam konteks manajemen proyek, kualitas berarti hasil akhir dari sebuah proyek. Hasil akhir ini memiliki dua komponen yaitu: 1. Fungsionalitas. Fungsi dari produk yang dibuat. 2. Performa. Sejauh mana ke-fungsionalitas-an produk tersebut dapat bekerja. Keduanya harus dapat dispesifikasikan pada awal proyek, agar hasil akhir produk dari proyek tersebut dapat mencapai kualitas yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan.
Manajemen proyek pada perusahaan-perusahaan IT dan Telekomunikasi khususnya di Indonesia sudah berkembang sangat pesat sejak tahun 1990-an. Banyak perusahaan yang tumbuh dan ada juga yang kalah bersaing. Kebanyakan dari perusahaan telekomunikasi yang ada saat ini sangat bergantung dari kondisi infrastruktur yang dimiliki dan yang akan dibangunnya, hal ini sangat membantu untuk mendapatkan pangsa pasar yang sangat besar di Indonesia.
Tabel I.1. Operator telekomunikasi di Indonesia
Nama
Spektrum
Teknologi
Lisensi
Pemilik
GSM
Nasional Hutchinson,
(Mhz) Full Mobility Cyber Access
1800/2100
Charoen
Pokpand Excelcomindo 900/1800
GSM
Nasional Telekom
Malaysia,
Khazanah Indosat
900/1800
GSM
Nasional STT,
Pemerintah
Indonesia Mobile 8
800
CDMA 2000 Nasional Bimantara 1x
Mandara Sel.
450
CDMA 450
Nasional Polaris
Natrindo Sel.
1800/2100
GSM
Nasional Maxis, Lippo Group
3
Primasel
1900
CDMA 2000 Nasional Inti 1x
Telkomsel
900/1800
GSM
Nasional Telkom, Singtel
WIN Cell.
1900/2000
GSM
Nasional Sinarmas Group
800
CDMA 2000 Nasional Bakrie Brothers
Fixed Wireless Access Bakrie Telecom Indosat
1x Star 800
One Telkom Flexi
CDMA 2000 Nasional Indosat 1x
800
CDMA 2000 Nasional Telkom 1x
Sampoerna
800
Telekom
CDMA 2000 Nasional Sampoerna Indonesia 1x
(Sumber: Berbagai sumber)
Dengan adanya sekitar 13 perusahaan telekomunikasi yang tumbuh saat ini, dapat terbayangkan pembangunan infratruktur jaringan telekomunikasi yang ada di Indonesia. Terlebih unik dan besarnya negara Indonesia, pembangunan infrastruktur jaringan belum mencapai daerah-daerah rural yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Istilah tender, vendor, kontraktor, konsolidasi, konsorsium, turnkey/ non-turnkey project dan managed service project mulai sering terdengar. Dan apa yang dikatakan oleh SEI diatas terjadi di perusahaan-perusahaan telekomunikasi Indonesia, salah satunya adalah PT Bakrie Telecom, tbk.
PT Bakrie Telecom, tbk telah melakukan strategic planning pada manajemen proyek perusahaannya. Strategic Planning merupakan perubahan dari sebuah metodologi standar dari manajemen proyek. Sebuah metodologi yang dapat digunakan berulang kali, dan menghasilkan kualitas yang tinggi sesuai objektif dari proyek-proyek yang
4
dilakukan. Walaupun perencanaan strategis dalam metodologi dan pelaksanaan dari sebuah proyek tidak dapat memastikan sebuah kesuksesan dan keuntungan finansial, namun dapat menaikkan tingkat kesempatan untuk mencapai kesuksesan. Seperti yang dikatakan Louis J. Gerstner seorang CEO dari IBM “without strategy, you fail. Without strategy in a rapidly changing industry, you fail rapidly”(Fortune, 1999).
Dalam mengimplementasikan sebuah proses manajemen portfolio yang efektif dan mencapai hasil yang dituju dari sebuah perusahaan, dibutuhkan pergerakan melampaui perencanaan strategis dan pendekatan dengan taktik yang konvensional terhadap manajemen proyek dalam strategi manajemen. Diikuti pula dengan sederetan kunci proses bisnis seperti perencanaan strategis, strategi penyesuaian hasil tujuan, manajemen portfolio dan manajemen proyek enterprise.(Hass,K.B., 2005, 3)
1.2. Profil Perusahaan PT Bakrie Telecom, Tbk adalah perusahaan operator telekomunikasi berbasis teknologi CDMA (Code Division Multiple Access) di Indonesia. Bakrie Telecom memiliki produk layanan dengan nama produk Esia, Wifone serta Wimode.
Sejak diluncurkan pada bulan September 2003, Esia telah menjadi market shaker dan market mover. Bakrie Telecom tumbuh sangat cepat sebagai operator telekomunikasi di Indonesia, dengan menyuguhkan portfolio yang menjanjikan dari semua produk dan layanannya.
Bakrie Telecom telah menjadi leader dalam penyedia layanan fixed wireless terhadap para pelanggannya, terutama pada daerah yang belum terjangkau.
Sebagai anak perusahaan difersifikasi dari Bakrie Brothers, Bakrie Telecom telah masuk kedalam industri telekomunikasi nasional dengan secara terus menerus menciptakan “disruptive innovations” seperti salah satu program awareness-nya dengan menghitung lama penggunaan telepon dalam satuan “Talk Time”, dan berhasil melakukan repositioned bahwa satuan “pulsa” akan menjadi lebih mahal serta
5
meyakinkan masyarakat bahwa Esia menawarkan the best value for money. Pada Mei tahun 2008 lalu, Bakrie Telecom meluncurkan inovasi terbarunya yaitu SMS Rp.1,- per karakter. Hal ini yang membuat Bakrie Telecom tetap terdepan dalam inovasi dan pelayanannya.
1.2.1. Sejarah Perusahaan PT Bakrie Brothers Tbk, yang didirikan oleh Ahmad Bakrie, telah terjun ke bisnis telekomunikasi sejak tahun 1993 dengan mendirikan anak perusahaan yang bernama PT Bakrie Communication. PT Bakrie Communication ini berperan sebagai holding company yang membawahi seluruh bisnis yang berhubungan dengan telekomunikasi yang sedang berjalan maupun yang akan berjalan. Tujuannya adalah memberikan platform
untuk
mengembangkan
pendekatan
total
terintegrasi
pada
bisnis
telekomunikasi.
Saat ini PT Bakrie Communication memiliki 5 anak perusahaan dan berafiliasi sebagai operator telekomunikasi. Anak perusahaan tersebut diantaranya, PT Radio Telepon Indonesia (RATELINDO), Bakrie Uzbekistan Telekom (BUZTEL), Uzbektelekom International A.O. (UZI), Link Communications Corporation Pty. Ltd. (LINK), dan PT Multi Kontrol Nusantara (MKN).
PT Radio Telepon Indonesia (RATELINDO) yang didirikan pada bulan Agustus tahun 1993 berubah menjadi PT Bakrie Telecom. PT RATELINDO merupakan anak perusahaan PT Bakrie & Brothers, Tbk. yang memegang lisensi sebagai penyedia layanan jaringan telekomunikasi antara lain jasa suara, data internet dan multimedia. Perusahaan ini diberi penghargaan oleh pemerintah Indonesia sebagai perusahaan yang menawarkan layanan telekomunikasi menggunakan layanan wireless berbasis ETDMA (Extended Time Division Multiple Access) dengan bandwith 10 MHz dan 80 MHz frekuensi di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Semenjak bulan September 2003 PT RATELINDO berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi, PT Bakrie Telecom telah
6
memperoleh lisensi dari pemerintah melalui DitjenPosTel (Direktorat Jendral Pos dan Komunikasi) guna menyelenggarakan pelayanan telepon dan data kepada pelanggan yang membutuhkan di kawasan Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Pada September 2004, manajemen PT Bakrie Telecom diperkuat oleh tim yang sangat profesional, dimana membawa pengalaman yang cukup luas di dalam industri telekomunikasi. Tim tersebut dengan cepat mengambil langkah improvisasi dari berbagai aspek perusahaan, baik dari segi jaringan, distribusi penjualan, CRM (Customer Relationship Management) dan marketing.
Pada tahun 2005, perusahaan menandatangani Memorandum Of Understanding (MOU) dengan operator telekomunikasi nasional di Indonesia. Dimana keuntungan yang diperoleh yaitu perusahaan dapat mengoperasikan telekomunikasi dengan lebih luas. Kemudian pada bulan September 2005, pemerintah Indonesia mmberikan penghargaan kepada PT Bakrie Telecom dengan memberikan lisensi yang membuat perusahaan dapat beroperasi secara nasional di seluruh pelosok Indonesia. Dan pada tahun 2006, perusahaan go public dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) dan terdaftar dalam Jakarta Stock Exchange dengan kode emiten BTEL, dan selanjutnya dalam penulisan riset ini akan disebut demikian.
7
Gambar I.1. Milestones PT Bakrie Telecom, Tbk (www.bakrietelecom.com)
Dengan Anindya Novyan Bakrie sebagai CEO sekaligus Presiden Direktur dan Erik Meijer sebagai Wakil Presiden Direktur, BTEL berkembang sangat pesat. Pada 17 September 2007, Pemerintah Indonesia memberikan lisensi atas jaringan tetap Sambungan Langsung Internasional (SLI) Indonesia kepada BTEL. Sebagai bagian dari lisensi ini, BTEL diharuskan membangun jaringan tetap untuk sambungan langsung internasional. Pada 5-tahun pertama, BTEL diharuskan membangun jaringan yang menghubungkan Batam, Singapura dan Amerika Serikat. Jika target ini tidak terpenuhi, pemerintah
akan
mendenda
BTEL.
Dirjen
PosTel
Basuki
Yusuf
Iskandar
memperkirakan “Bakrie Telecom akan dapat mengkomersialisasi layanan ini dalam tiga tahun ke depan.”(www.wikipedia.com)
1.2.2. Visi, Misi, dan Values Perusahaan Berikut ini adalah Visi dan Misi BTEL, Visi perusahaan: “To create better life for indonesias by providing them information connectivity” (“Untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dengan menyediakan sambungan informasi”)
8
Misi perusahaan: “To provide affordable and high quality information connectivity to 1 of every 5 indonesians (by year 2015)” (“Untuk menyediakan sambungan informasi dengan kualitas yang tinggi dan terjangkau kepada 1 dari 5 orang masyarakat Indonesia (pada tahun 2015)”)
Values Perusahaan: 1. We know what matters to customers and treat customers the way we want to be treated 2. We will always find ways to make it easier to do business with us 3. Lerner is better, eliminate bureaucracy 4. Waste is no good, we could invest it somewhere else 5. Operations should be fast and simple 6. Take calculated risks 7. Don’t critizice the persons, debate the ideas 8. Having fun is good 9. No meeting without agenda, minutes and follow-up are critical 10. Whatever the cometitors do, we do better 11. We are in this crussade together 12. Be polite, no matter how pissed we are, don’t forget to say thank you
Selain Visi, Misi dan Values diatas BTEL juga memiliki motto yang mereka terapkan dalam operasional perusahaan terhadap pelanggan yaitu : “Better products, Better Services, Lower Prices.”
1.2.3. Struktur Organisasi Berikut merupakan struktur organisasi dari Bakrie Telecom bagian network services yang merupakan inti dari infrastruktur perusahaan. Pada bagian lain terdapat
9
Gambar I.2. Struktur organisasi manajemen tingkat atas dari Bakrie Telecom (Sumber: Laporan akhir tahun 2006 BTEL, dari www.bakrietelecom.com)
Berikut merupakan struktur organisasi dari Bakrie Telecom bagian network services yang merupakan inti dari infrastruktur perusahaan.
10
Gambar I.3 Struktur organisasi PT Bakrie Telecom, tbk. khusus bagian Network Services (Sumber: Hasil wawancara pada 15 Mei 2008 dengan Bpk. Achmad S. dari BTEL)
Pada bagian dibawah VP Regional Network Maintenance & Construction terdapat 6 posisi GM Network Regional, disinilah terletak Project Manager yang juga terbagi atas 6 regional.
1.3. Lingkup Bidang Usaha Bidang usaha BTEL yang merupakan core business adalah jasa pelayanan telekomunikasi dengan mobilitas terbatas (hanya satu kode area) terhadap pelanggan.
BTEL seperti halnya Bakrie Communication mengejar tujuan dengan berfokus pada 3 area utama, yaitu mendukung ekspansi jaringan, mengembangkan solusi inovatif bagi jaringan telekomunikasi yang dapat diandalkan, dan menaikkan kualitas layanan telekomunikasi.
11
Didalam bisnis intinya BTEL menyediakan layanan seluler dengan produk Esia dan Wifone yang diluncurkan pada 23 September 2006 sebagai produk kedua, juga ada layanan internet wireless dengan nama produk wimode. Adapun anak dari produk selulernya juga disediakan produk warnet Esia dan telepon umum Esia. Pada tahun 2005 jangkauan jaringan telekomunikasi BTEL mencapai 15 kota pada daerah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sejak awal tahun 2007 pembangunan infrastruktur dan pemasaran Bakrie Telecom telah mencapai Medan, Makasar, Bali, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang dan pada akhir 2008 berencana mencakup seluruh wilayah Indonesia.
1.3.1. Teknologi Teknologi yang digunakan sebelumnya adalah ETDMA, namun seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi dan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat serta mengisi peluang bisnis di bidang telekomunikasi maka Bakrie Telecom bermigrasi menjadi layanan komunikasi dengan menggunakan teknologi CDMA dan mulai menyediakan layanan mobilitas terbatas dengan meluncurkan Esia dan Wifone.
Beberapa hal yang menyebabkan BTEL memilih teknologi CDMA 2000 1X adalah memiliki teknik kompresi yang lebih baik, adanya fasilitas data paket, dan metode sinyalisasi yang efisien. Fitur-fitur tersebut membuat biaya operasi jaringan yang rendah dan penggunaan spektrum yang lebih efisien, hal ini menyebabkan OPEX (Operational Expenditure) dari BTEL rendah. Dan teknologi ini membutuhkan BTS (Base Transmission Station) dalam jumlah kecil dalam suatu wilayah, yang menyebabkan rendahnya biaya CAPEX (Capital Expenditure) dari infrastruktur yang dimiliki oleh BTEL.
Teknologi CDMA yang digunakan adalah teknologi CDMA 2000 1X dimana pembangunan infrastrukturnya dilakukan dengan menggandeng Nortel Network dari Amerika Serikat dan Huawei dari China.
12
Pada saat ini terdapat 227 operator telekomunikasi komersial yang menggunakan teknologi CDMA 2000 1X pada 97 negara dan 32 operator yang sedang dibangun. Seluruh operator tersebut terbagi melayani 350.820.000 pelanggan CDMA 2000 yang tersebar di Asia, Amerika dan Eropa.(www.cdg.org)
1.3.2. Keunggulan Bakrie Telecom BTEL memiliki beberapa keunggulan di industri telekomunikasi yang memiliki nilai cukup potensial menjadi value driver bagi kinerja operasional dan nilai saham BTEL : 1. Biaya frekuensi (BHP) yang murah. HP yang dibebankan bagi operator fixed wireless access (FWA) jauh lebih murah dari BHP yang dibebankan kepada operator seluler. 2. Biaya modal untuk teknologi yang lebih rendah dibandingkan pemain lama. BTEL sebagai pemain baru di industri telekomunikasi dapat mengakses teknologi terbaru dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pemain-pemain lama. Dalam dua tahun terakhir harga untuk sebuah teknologi telah mengalami penurunan setidaknya 40%, sementara fitur–fitur yang ditawarkan telah meningkat pesat. 3. Sub sektor yang menguntungkan. Produk layanan Perseroan berada di sub sektor fixed wireless access yang memberikan kualitas layanan sama dengan fixed line namun dengan capex per subscriber yang sangat murah. 4. Blended ARPU di atas rata–rata industri. Dengan blended ARPU sebesar Rp113 ribu, BTEL merupakan operator dengan blended ARPU tertinggi jika dibandingkan dengan rata – rata industri yang sebesar Rp80 ribu.
13
Grafik I.1. Blended ARPU industri telekomunikasi Indonesia tahun 2005 (sumber: berbagai sumber)
5. Product mix yang kompetitif. BTEL memiliki product mix yang cukup kompetitif dengan layanan Ratelindo dan Wartel yang memiliki ARPU cukup tinggi, serta dikombinasikan dengan Esia yang cukup ekspansif dan agresif namun dengan capex per-subscriber yang relatif murah.
1.3.3. Kelemahan Bakrie Telecom Di samping keunggulan yang dimiliki, juga terlihat adanya beberapa kelemahan yang dimiliki BTEL : 1. Lack of coverage. Hingga periode Quarter 4 2005, BTEL hanya memiliki total 198 base transceiver station (BTS) untuk CDMA dan 37 BTS untuk E-TDMA yang mencakup area layanan Jakarta, Banten dan Jawa barat. Sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah BTS Telkom Flexi yang mencapai 1.382 BTS. Setelah IPO, BTEL akan mulai memperluas jangkauannya di 15 kota di Jawa barat dengan memperbanyak jumlah BTS. Pada tahun 2006 BTEL tengah konsentrasi memperkuat jangkauannya di Jakarta dan Bandung dengan penambahan BTS di kedua kota besar tersebut. Tanpa menyampingkan strategi fokus yang diterapkan BTEL, kami melihat coverage area merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi market share operator telekomunikasi bergerak. 2. Jaringan distribusi yang relatif lemah. Jaringan distribusi BTEL saat ini hanya terdiri dari 20 gerai dan 50 distributor, sangat lemah jika dibandingkan Telkom Flexi yang bersinergi dengan Telkomsel yang
14
setidaknya memiliki 15–20 gerai di tiap propinsi. Jaringan distribusi yang tidak kuat akan menyulitkan BTEL dalam melakukan penetrasi pasar dan meningkatkan pangsa pasar-nya. 3. Ketergantungan interkoneksi jaringan. BTEL sangat bergantung pada perjanjian interkoneksi dengan operator lain, terutama Telkom selaku incumbent (operator dominan). Adanya gangguan pada perjanjian interkoneksi dapat mengakibatkan terganggunya layanan BTEL kepada pelanggan. Perjanjian interkoneksi dengan Telkom di 15 kota di Jawa Barat diharapkan akan rampung pada 2006, sehingga BTEL sudah dapat beroperasi di 15 kota tersebut pada 2006. 4. Keterbatasan dana dalam memenuhi capex. Adanya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan capex BTEL dalam lima tahun ke depan sejak tahun 2005, di mana agar dapat bersaing dengan ‘bigger player’ dibutuhkan capex setidaknya US$125 juta per tahun, yang pastinya akan sulit dipenuhi dari kas internal Perseroan pada tahun 2005. Kemampuan BTEL dalam memenuhi capex-nya akan sangat ditentukan dari sumber eksternal, sehingga tidak menutup kemungkinan BTEL akan menerbitkan obligasi guna mendanai capex-nya.
1.3.4. Target Perusahaan Tahun 2006 merupakan tahun penting bagi BTEL di mana akan dilakukannya ekspansi nasional yang didanai dari IPO saham dan right issue Bakrie Brothers tahun 2005. BTEL akan mengembangkan layanan di 15 kota di Jawa Barat dan diharapkan sudah dapat beroperasi di area tersebut pada pertengahan 2006 setelah perjanjian interkoneksi dengan Telkom rampung.
Kerja sama dengan Indosat melalui konsep MVNO (Mobile Virtual Network Operator) telah membuka peluang Perseroan untuk beroperasi di luar wilayah lisensi pada tahun 2006, di samping akan mengurangi network roll-out cost yang diperlukan untuk dapat beroperasi secara nasional. BTEL menargetkan sudah dapat beroperasi di 15 area baru di pertengahan 2006 melalui kerja sama penggunaan jaringan milik Indosat di 15 kota
15
tersebut. Daerah layanan baru tersebut mencakup kawasan Sumatera Utara dan Jawa Timur, sehingga pada akhir 2006 diharapkan Esia sudah dapat beroperasi di 32 kota.
BTEL menargetkan untuk mencapai 5 juta pelanggan di akhir 2009 dan 1.3 juta pelanggan di akhir 2006. Ditopang oleh pertumbuhan Esia, dapat diekspresikan pelanggan BTEL akan tumbuh rata–rata 133% per tahun dengan tingkat pertumbuhan 88% CAGR selama lima tahun. Diperkirakan pelanggan Ratelindo akan terus turun hingga cenderung flat di tahun 2008 dengan jumlah pelanggan di kisaran 100 ribu pelanggan. Keoptimisan BTEL mampu mencapai target tersebut mempertimbangkan tingkat pertumbuhan pelanggan Esia yang mencapai 2,300 pelanggan per hari dengan rekor mencapai 5,000 pelanggan dalam satu hari. Diluncurkannya paket hand set baru CDMA 1X Huawei seharga Rp299.999 yang pada tahun 2008 menjadi RP. 249,000 akan semakin menopang pertumbuhan pelanggan Esia, di mana terlihat harga hand set yang relatif murah sangat sesuai dengan profil target segmen Esia, yakni middle-low segment.
1.3.5. Tantangan Bisnis Dengan gagalnya BTEL memenangkan tender lisensi layanan 3G tidak mengurungkan niat BTEL untuk memasuki pasar high speed data transmission (transmisi data berkecepatan tinggi), BTEL tahun ini akan merealisasikan layanan CDMA Evolution Data Optimized (EVDO), yang merupakan teknologi lanjutan dari CDMA 2000-1X yang memiliki kemampuan setara dengan 3G. Kelebihan EVDO adalah kecepatan transfer data yang mencapai lebih dari 2.4 Mbps atau 37 kali lebih cepat dari GPRS (64 Kbps). Penerapan EVDO tidak membutuhkan capex sebesar yang dibutuhkan apabila Perseroan menerapkan teknologi 3G berbasis GSM, sehingga dapat dilakukan efisiensi penggunaan capex.
Dimana menurut James A. O’Brien telekomunikasi merupakan pertukaran informasi dalam bentuk apapun (suara, data, teks, gambar, video dan audio) melalui jaringan yang berbasiskan komputer. Tren yang lebih besar terlihat dalam industri telekomunikasi,
16
teknologi dan aplikasi, telah menimbulkan akibat yang sangat signifikan dalam melakukan penentuan pilihan oleh pihak manajemen. (2004, 104)
Oleh karena itu BTEL sebagai perusahaan yang bergerak pada sektor telekomunikasi sangat menyadari akan adanya resiko yang datang dari dalam dan luar perusahaan, seperti: •
Resiko ekonomi: perusahaan sangat melihat kondisi ekonomi domestik dan global, termasuk indikator makro ekonomi seperti inflasi, bunga rata-rata dan nilai tukar mata uang. BTEL telah mengantisipasi tiap resiko dengan melakukan pengawasan dan mencari saran-saran dari para pakar ekonomi untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu.
•
Resiko teknologi: perusahaan sangat terpengaruh oleh perubahan-perubahan dalam industri teknologi dan telekomunikasi yang sangat cepat berganti. BTEL telah
mengantisipasinya
dengan
selalu
melakukan
inovasi
didalam
organisasinya, untuk menyediakan solusi-solusi yang mampu menambahkan nilai jual terhadap para pelanggan dan sekaligus meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. •
Resiko politik: industri telekomunikasi merupakan pasar yang memiliki tingkat regulasi yang tinggi. Operasional perusahaan akan sangat terpengaruh walaupun perubahan regulasi yang dibuat oleh pemerintah hanya perubahan kecil. BTEL telah mengantisipasi resiko ini dengan memformulasikan perencanaan yang kemungkinan akan dibutuhkan untuk menanggulangi situasi politik yang tidak diinginkan.
•
Resiko kompetisi: dengan banyaknya pemain di industri telekomunikasi, BTEL sanagt terpengaruh oleh ketatnya kompetisi yang ada. Perusahaan telah mengantisipasi resiko seperti ini dengan memperkecil margin, menaikkan tingkat pelayanan, secara konsisten memegang teguh praktek-praktek dari Good Coorporate Governance (GCG) dan selalu mempromosikan inovasi yang telah dibuat.
Dengan adanya perkembangan industri pertelekomunikasian, maka BTEL harus mampu menyediakan layanan dan infrastruktur jaringan yang tumbuh sangat cepat. Maka BTEL 17
memerlukan pemilihan strategi yang tepat bukan hanya dalam proses bisnisnya, namun juga strategic planning dan manajemen proyeknya.
Dengan pemilihan model manajemen proyek yang bersifat non-turn key project, BTEL harus mampu bersaing dengan kompetitor yang menggunakan model turn key project ataupun yang dilakukan oleh salah satu penyedia layanan telekomunikasi yang baru berdiri dengan menggunakan model manajemen proyek managed services.
1.4. Tujuan Riset Berikut adalah tujuan dari riset ini adalah, 1. Untuk mengetahui tingkat kematangan manajemen proyek terhadap standar kualitas manajemen proyek dalam penerapan perencanaan strategi manajemen perusahaan. 2. Untuk mengetahui kekurangan dari standar manajemen proyek yang dilakukan oleh PT Bakrie Telecom, tbk sehingga kekurangan dalam pelaksanaan proyek dapat diperbaiki untuk mencapai sustainable competitive advantage. 3. Untuk mengetahui skor kesesuaian antara harapan dan kenyataan sehingga jelas terlihat faktor dalam dimensi mana yang masih jauh dari harapan manajemen PT Bakrie Telecom, tbk. 4. Untuk memberikan masukan (feedback) perencanaan strategi model manajemen proyek yang sebaiknya dilakukan oleh PT Bakrie Telecom, tbk.
1.5. Ringkasan Metode Riset Riset yang dilakukan merupakan riset yang menganalisa model manajemen proyek yang telah digunakan oleh BTEL, dan melakukan pengumpulan data berupa hasil assesment yang menggunakan tools Maturity Model, wawancara dan observasi langsung untuk mencapai pilot model manajemen proyek. Setelah pilot model didapat, akan dilakukan pilot case study untuk mendapatkan model akhir dari manajemen proyek yang akan direkomendasikan kepada BTEL.
18
Setelah model akhir didapatkan akan dilakukan pattern matching dengan hasil analisa assesment agar dapat disimpulkan pada final model ataupun emerging model yang dapat diaplikasikan oleh BTEL.
1.6. Cakupan Riset Berikut akan diuraikan batasan obyek yang akan diukur, 1. Obyek yang akan diukur adalah, a) Tingkat kematangan dari manajemen proyek yang dilakukan oleh perusahaan. b) Tingkat kesesuaian antara harapan dan kenyataan terhadap penerapan standar manajemen proyek. c) Strategi perencanaan dari proses bisnis yang telah dilaksanakan menjadi lebih baik. 2. Alat yang digunakan untuk mengukur standar kemampuan personal dan perusahaan ini adalah menggunakan model PMMM dengan lima variabel pengukuran, yaitu :
common language, common processes, singular
methodology, benchmarking, dan continuous improvement (dimana pada riset ini hanya dilakukan tiga tahapan pertama saja). 3. Mengevaluasi secara mendasar bisnis proses dan manajemen proyek yang telah dilaksanakan selama ini oleh PT Bakrie Telecom, tbk.
19
Gambar I.4. Life cycle dari sebuah proyek (Sumber: Gray, C.F. & Larson, E.W., 2006, Project Management: The Managerial Process, New York, McGraw-Hill)
Sesuai dengan gambar siklus hidup sebuah proyek yang terdiri dari penentuan, perencanaan, pelaksanaan dan penyerahan diatas, maka cakupan riset yang terdapat pada penulisan ini akan terbagi atas 4 bab/ bagian utama diluar 2 bab pendahuluan dan penutup (kesimpulan).
1.7. Struktur Riset Pada riset yang dilakukan terdapat bagian-bagian yang perlu disebutkan pada strukturnya, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Membahas mengenai Latar Belakang Riset, Profil Perusahaan, Sejarah Perusahaan, Visi, Misi, dan Values Perusahaan, Struktur Organisasi, Lingkup Bidang Usaha, Teknologi, Keunggulan Bakrie Telecom, Kelemahan Bakrie Telecom, Target Perusahaan, Tantangan Bisnis, Tujuan Riset, Ringkasan Metode Riset, Cakupan Riset, dan Struktur Riset.
BAB II STUDI LITERATUR DAN LANDASAN TEORI 20
Membahas mengenai Definisi Project Management, Turn Key Project, Non-Turn Key Project, Managed Services, Sejarah Maturity Model pada Management Project, Project Management Maturity Models (PMMM), Organization Project Management Maturity Models (OPM3), Portfolio, Programme, and Project Management Maturity Model (P3M3), PRINCE2 Maturity Model (P2MM), Literatur Project Management Maturity Model, Penggunaan Maturity Model dalam Manajemen Proyek. Lalu diakhiri dengan pembahasan mengenai studi literatur yang berkaitan dengan pembahasan riset ini.
BAB III METODOLOGI Membahas mengenai Conceptual Framework, Keuntungan Menggunakan Maturity Model Dalam Manajemen Proyek, Penggunaan PMMM Pada Manajemen Proyek Bakrie Telecom, Teknik Pengumpulan Data, Rencana Analisa Data Menggunakan Triangulation.
BAB IV STUDI KASUS Membahas mengenai Analisa Hasil Assessment, Analisa Dimensi PMMM, Analisa Dimensi Common Language, Analisa Dimensi Common Processes, Analisa Dimensi Singular Methodology, Analisa Dimensi Benchmarking, Analisa Dimensi Continuous Improvement, Analisa Resiko, Analisa Kesenjangan, Analisa Penggunaan Model Manajemen Proyek, Preliminary Model dengan Variabel dan Dimensi, Pilot Case, Revisi Model Pilot Case, Case Final.
BAB V ANALISA TEMUAN Membahas mengenai Analisa Pattern Matching, Model Akhir (Emerging Model).
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Membahas mengenai Kesimpulan, Kontribusi dan Implikasinya Terhadap Riset dan Prakteknya, Rekomendasi Riset Selanjutnya.
21