BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.1.1.
Peningkatan Jumlah Volume Sampah di Yogyakarta Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami
peningkatan. Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut berakibat pada terus meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat. Pada akhirnya, hal ini akan menyebabkan jumlah volume sampah juga meningkat. Seperti yang terlihat dalam gambar 1.1. Gambar tersebut memperlihatkan jumlah sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun mulai dari 2010 hingga 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Dari gambar dapat diketahui bahwa jumlah sampah meningkat secara signifikan dari tahun 2011 hingga 2013.
Jumlah Sampah 200.000.000 150.000.000 100.000.000
JUMLAH SAMPAH
50.000.000 2010
2011
2012
2013
Gambar 1.1 Volume Sampah dari Tahun ke Tahun di Yogyakarta Sumber : Sekber Kartamantul, 2014
Dengan melihat data tersebut, sampah sudah bukan menjadi hal yang dapat disepelekan. Fakta yang terjadi saat ini, hampir di setiap sudut
1
kota
maupun
desa
sampah
terlihat
menumpuk.
Di
perkotaan,
pemandangan ini sering tampak di perempatan jalan yang berdampingan dengan Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Bau yang tidak sedap, lingkungan menjadi kotor dan tidak indah, hingga berbagai jenis penyakit yang diakibatkan sampah menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat sekitar. Di tempat-tempat wisata, pasar dan jalan-jalan umum hal serupa juga sering terlihat.
Gambar 1.2 Sampah yang Menumpuk di Perkotaan Sumber: R Junaedi, 2013
1.1.2.
Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah Daerah Pengelolaan sampah yang telah dilakukan oleh pemerintah masih
belum dapat mengatasi masalah sampah sepenuhnya. Anggaran dana yang besar menyebabkan pemerintah kesulitan menyelesaikan masalah sampah. Sebagai contoh di Bantul, berdasarkan RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah) Kabupaten Bantul Tahun 2013, volume sampah tahun 2011 sekitar 2.142,04 m3/hari dan yang terlayani baru 113,33 m3/hari. Hal ini disebabkan karena kurangnya armada angkutan sampah. Di Kota Yogyakarta, berdasarkan RKPD Kota Yogyakarta Tahun 2012, dari total 243,56 ton ada sebanyak 178,5 ton
yang diangkut ke TPA
Piyungan. Ini menunjukkan masih ada sebagian sampah yang belum
2
dikelola. Selain itu, juga menunjukkan bahwa ada 178,5 ton sampah yang dibuang begitu saja tanpa diolah lebih lanjut sebelumnya. Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan sampah oleh pemerintah masih kurang maksimal dan masih menyisakan banyak sampah yang belum teratasi. 1.1.3.
Tempat Pembuangan Akhir Piyungan telah Penuh Berdasarkan sistem pengelolaan sampah di Yogyakarta, seluruh
sampah nantinya akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan, di Bantul, untuk diproses akhir, yaitu dengan sistem sanitary landfill. Ini adalah sampah yang berasal dari tiga daerah yaitu Kartamantul (Yogyakarta-Sleman-Bantul). Sementara untuk dua daerah lainnya (Kulon Progo dan Gunung Kidul) memiliki area sendiri di tempatnya masingmasing. Hasil wawancara dengan pengelola TPA Piyungan, Pak Ros, menyampaikan bahwa TPA Piyungan telah beroperasi sejak tahun 1995. Rencana awal, TPA direncanakan mampu beroperasi hingga tahun 2011 dan ternyata telah penuh pada tahun 2012. Namun, TPA ini masih terus beroperasi hingga saat ini (2014). Hal ini terjadi akibat belum adanya lokasi pengganti TPA Piyungan. Sampah terus menumpuk sementara lahan sudah tidak mampu menampung lagi.
Gambar 1.3 Kondisi TPA Piyungan Bantul Sumber: www.antarafoto.com, diakses tanggal 10 Maret 2014
3
Dari data sampah yang masuk di TPA Piyungan, setiap harinya ada sekitar 425-450 ton sampah yang masuk ke TPA Piyungan. Sampahsampah tersebut juga setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan tabel 1.1, sampah yang masuk ada sekitar 112.939.847 kg pada tahun 2010. Kemudian sempat mengalami penurunan di tahun 2011 menjadi 111.567.535 kg. Tapi dua tahun berikutnya terus mengalami peningkatan volume dari 129.347.154 menjadi 145.215.194 di tahun 2013 dengan volume sampah dari Kota Yogyakarta terbanyak yaitu sekitar 54,72%. Tabel1.1 Jumlah Sampah TPA Piyungan
KOTA YOGYAKARTA
SLEMAN
BANTUL
NO
THN
PEMDA
SWASTA
PEMDA
SWASTA
PEMDA
SWASTA
TOTAL
1
2010
63.676.312
241.980
36.907.896
1.764.530
9.703.670
645.459
112.939.847
2
2011
60.753.944
190.530
38.050.679
2.018.213
10.204.709
349.460
111.567.535
3
2012
71.591.901
593.423
40.310.489
1.970.329
13.574.062
1.306.950
129.347.154
4
2013
62.640.923
13.418.369
42.024.249
6.515.504
15.622.749
4.993.400
145.215.194
TOTAL
258.663.080
14.444.302
157.293.313
12.268.576
49.105.190
7.295.269
499.069.730
PERSENTASE
51,83%
2,89%
31,52%
2,46%
9,84%
1,46%
100,00%
Sumber: Sekber Kartamantul, 2014
Dengan adanya Pusat Pengomposan Sampah diharapkan mampu mengatasi menumpuknya sampah yang ada di TPA Piyungan sehingga dapat mengurangi beban TPA Piyungan dan mengurangi jumlah sampah yang setiap harinya ditampung oleh TPA Piyungan. 1.1.4.
Sampah Organik Sebagai Sampah dengan Jumlah Terbesar Untuk komposisi sampah sendiri, sampah paling banyak di
Yogyakarta dan juga di kota-kota lain adalah sampah organik, khususnya sampah basah seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini. Sampah organik basah merupakan sampah terbanyak yang menyumbang 75% dari jumlah sampah di berbagai kota di Indonesia. Selebihnya, sampah kertas, kaca, plastik, kaleng, logam, dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di
4
TPA Piyungan. Sampah disana didominasi oleh sampah organik basah. Untuk itu, pengomposan sampah dipilih untuk mengatasi jumlah sampah terbanyak yang ada di TPA Piyungan, yaitu sampah organik. Tabel1.2 Komposisi Sampah di Beberapa Kota di Indonesia
Sumber: BPLH DKI Jakarta, 2014
1.1.5.
Tingkat Kesadaran Masyarakat Akan Sampah Masih Rendah Berdasarkan RKPD Kota Yogyakarta tahun 2012, pengelolaan
sampah mandiri dan jumlah desa yang telah menangani sampah dengan prinsip 3R baru sekitar 30%. Ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah masih cukup rendah. Tercatat ada sekitar 129 bank sampah di Kota Yogyakarta dan 78 Pengelola sampah Mandiri di Bantul. Padahal, apabila seluruh sampah dapat diolah dan dikelola dengan baik, maka residu yang dibuang ke tempat pembuangan akhir seperti TPA Piyungan tidak akan banyak. Seperti dalam bagan di bawah ini, dijelaskan berapa banyak residu yang dibawa ke tempat pembuangan akhir apabila dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Residu yang dibawa ke TPA Piyungan tidak akan sampai lebih dari 20% dari jumlah sampah yang ada.
5
Bagan 1.1 Contoh Neraca Persentase Sampah mulai Sumber sampai TPA
Sumber: www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/.../bagian-8-tl3104.pdf, diakses tanggal 7 April 2014
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1.
Permasalahan Non Arsitektur
•
Bagaimana mengatasi masalah sampah di Yogyakarta
•
Bagaimana mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan
•
Bagaimana meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengelola sampah.
1.2.2. •
Permasalahan Arsitektur Bagaimana menciptakan Pusat Pengomposan Sampah yang mampu mewadahi fungsi pengolahan sampah organik sekaligus rekreasi edukatif di dalamnya
•
Bagaimana mengekspresikan fungsi rekreasi edukatif lewat fasad dan bentuk bangunan yang mampu menarik perhatian orang untuk masuk dengan mengacu pada pendekatan Biomimicry Architecture
6
•
Bagaimana menciptakan sirkulasi pengunjung, karyawan, dan sampah menjadi sirkulasi yang berbeda dalam satu wadah bangunan.
1.3.
Tujuan dan Sasaran
1.3.1.
Tujuan
1.3.1.1.
Tujuan Umum •
Menanggapi masalah sampah yang setiap tahun selalu mengalami peningkatan
•
Memperpanjang umur Tempat Pembuangan Akhir Piyungan dengan mengurangi beban sampah yang harus dibuang di sana
•
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dengan sampah.
1.3.1.2.
Tujuan Khusus •
Menciptakan fasilitas pengolahan sampah berupa Pusat Pengomposan Sampah dengan fungsi sebagai tempat pengolahan sampah organik sekaligus tempat rekreasi edukatif dengan pendekatan Biomimicry Architecture.
1.3.2.
Sasaran
1.3.2.1.
Sasaran Umum Merumuskan konsep perencanaan dan perancangan Pusat
Pengomposan Sampah sebagai sarana rekreasi edukatif melalui hal berikut: •
Mengidentifikasi permasalahan sampah di Yogyakarta
•
Mengidentifikasi proses pengomposan sampah dan kriteria bangunan pengomposan sampah
•
Mengidentifikasi sebuah sarana rekreasi edukatif yang mampu
meningkatkan
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya pengelolaan sampah.
7
13.2.2.
Sasaran Khusus Merumuskan konsep perencanaan dan perancangan Pusat
Pengomposan Sampah sebagai sarana rekreasi edukatif melalui pendekatan
konsep
Biomimicry
Architecture
dengan
menerapkannya ke dalam sistem bangunan secara arsitektural. 1.4.
Lingkup Pembahasan
1.4.1.
Arsitektural Lingkup pembahasan arsitektural meliputi analisis permasalahan
yang muncul pada daerah perencanaan, jenis perencanaan yang akan dilakukan, serta konsep awal perancangan. 1.4.2.
Non Arsitektural Lingkup permasalahan non arsitektural meliputi isu-isu terkait
dengan permasalahan sampah di Yogyakarta, pentingnya keberadaan fasilitas pengolahan sampah khususnya pusat pengomposan sampah berkaitan dengan jumlah sampah yang terus meningkat dan sampah organik sebagai sampah dengan volume terbesar, tempat pembuangan akhir yang terbatas, serta kurang pedulinya masyarakat terhadap sampah, khususnya sampah organik, yang ada di sekitar mereka.
1.5.
Metode dan Sistematika Pembahasan
1.5.1.
Metode Pembahasan
1.5.1.1.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data terbagi menjadi dua metode, yaitu: a. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer mencakup keadaan lahan, alur kegiatan yang berlangsung, serta permasalahan yang ada. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan diskusi dengan pihak atau instasi terkait.
8
b. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder mencakup studi kasus, standar bangunan, teori penunjang, dan data normatif seputar perancangan pusat pengomposan sampah di Yogyakarta. Data sekunder diperoleh penulis dengan melakukan studi literatur melalui media buku dan internet. 1.5.1.2.
Metode Pengolahan Data Data diperoleh dari proses berikut ini. a. Analisis Proses analisis diterapkan dengan mengemukakan datadata standar, tipologi, dan morfologi. b. Sintesis Proses sintesis diterapkan dengan mengolah data keadaan lahan, kondisi bangunan eksisting, permasalahan yang ada, studi kasus, serta
teori dan standar menjadi rumusan
konsep awal perencanaan dan perancangan. c. Penyusunan Konsep Hasil dari proses analisis dan sintesis akan diolah menjadi rumusan konsep dasar perencanaan dan perancangan pusat pengomposan sampah. 1.5.2.
Sistematika Pembahasan Penulisan ini terdiri dari beberapa bagian:
a. Bab I Pendahuluan Berisi latar belakang pemilihan kasus, permasalahan kasus, tujuan dan sasaran, ruang lingkup pembahasan, metode dan sistematika penulisan yang digunakan. b. Bab II Kajian Teori dan Faktual Berisi kajian umum tentang sampah dan pusat pengomposan sampah serta beberapa studi kasus pusat pengomposan sampah yang ada.
9
c. Bab III Kajian Lokasi Berisi tentang kajian lokasi atau site meliputi data-data dan kondisi di
lapangan,
beberapa
peraturan-peraturan
daerah,
analisa
permasalahan lokasi saat ini serta alasan pemilihan site. d. Bab IV Pendekatan Konsep Berisi
tentang
permasalahan
arsitektur,
pendekatan
yang
digunakan, dan pernyataan konsep yang akan digunakan. e. Bab V Konsep Berisi konsep desain perencanaan dan perancangan Pusat Pengomposan Sampah Kota Yogyakarta sebagai Sarana Rekreasi Edukatif dengan Pendekatan Biomimicry Architecture. 1.6.
Keaslian Penulisan Penulisan Pra Tugas Akhir dengan judul Pusat Pengomposan
Sampah Kota Yogyakarta Sebagai Sarana Rekreasi Edukatif dengan Pendekatan Biomimicry Architecture, dalam beberapa hal memiliki persamaan tema dengan beberapa judul pra tugas akhir berikut: Tabel1.3 Keaslian Penulis No
Nama-Judul-Tahun
Abstraksi
Perbedaan •
Canes Sinang Aribowo
1
•
Tema judul adalah re-desain TPA Piyungan dan Pengolahan Sampah di dalamnya dengan menambahkan fungsi publik
•
Tema judul adalah pembuatan fasilitas pengolahan sampah sebagai sarana rekreasi edukatif dengan Landasan Eco Waste Exhibition Park di TPA Suwung, Bali
•
Pengolahan sampah yang dilakukan adalah Insenerasi, Pengomposan, Daur Ulang
TPA di Piyungan 2004
Lecia Mona Karlina
2
TPA Suwung Kota Denpasar, Bali dengan Landasan Eco Waste Exhibition Park 2013
•
•
Pusat Pengomposan Sampah merupakan bangunan industri yang terpisah dari kompleks TPA Piyungan dengan pengolahan sampah difokuskan pada pengolahan sampah organik menjadi kompos Lokasi Pembuatan Fasilitas Pengolahan Sampah berbeda. Lecia mengambil lokasi di TPA Suwung Bali, sementara Pusat Pengomposan Sampah ini ada di Bantul, Yogyakarta Dalam Pusat Pengomposan Sampah,
10
•
•
M Aditia Candra Dewa
3
Eco Recycler di Piyungan Bantul, Fasilitas Industri Pengolahan Sampah Berbasis Ekologi
•
2004
4
Eco Recycler merupakan sebuah bangunan industri (Daur Ulang Sampah, Pengomposan, Insenerasi) dan fungsi komersial (rekreasi edukatif) Pendekatan Konsep yang digunakan adalah Mutualism Eco-Symbolic, yaiu tentang bagaimana hubungan manusia lingkungan dan alam yang saling bersimbiosis mutualisme
•
Lokasi Pembuatannya berada di Kompleks TPA Piyungan, Bantul
•
Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Sampah ini adalah sebuah bangunan produksi (Daur Ulang Sampah, Pengomposan, Insenerasi) dan rekreasi edukatif serta dengan menyajikan taman publik sebagai pendukungnya
•
Pendekatan Konsep yang digunakan adalah Eko Arsitektur dengan menerapkan Organo Architecture
•
Lokasi Pembuatannya berada di Sleman, Yogyakarta dengan daerah sumber sampah yang ditangani adalah Sampah kampus UGM
•
Tema judul adalah Aquaworld Park Kebun Binatang Surabaya dengan menggunakan Pendekatan
Diko Midian Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Sampah UGM sebagai Sarana Produksi dan Rekreasi Edukatif Terpadu di Berbah Sleman
Rekreasi Edukatif yang diterapkan adalah Learning by Doing (Praktek pemilahan dan pengomposan Sampah) dan Ecorium Corridor (Melihat Proses Produksi)
2010
Holanda Desy Prawitasari
5
Aquaworld Park Kebun Binatang Surabaya dengan Pendekatan
fungsi utama pengolahan sampah yang diterapkan hanya fungsi pengomposan sampah •
Rekreasi Edukatif yang ditawarkan adalah praktek pengomposan, tour melihat proses produksi dan wisata agro dengan praktek pemanfaatan kompos sebagai media tanam bangunan
•
Pusat Pengomposan Sampah hanya fokus pada fungsi pengomposan sampah dan rekreasi edukatif
•
Pendekatan Konsep yang digunakan adalah Biomimicry Architecture.
•
Lokasi Pembuatannya ada di luar TPA Piyungan, tetapi masih dekat dengan TPA Piyungan
•
Pusat Pengomposan Sampah hanya fokus pada fungsi pengomposan sampah dan rekreasi edukatif berupa tour melihat proses produksi serta adanya Bangunan Tanam sebagai Rekreasi Agro secara aktif
•
Pendekatan Konsep yang digunakan adalah Biomimicry Architecture.
•
Lokasi Pembuatannya ada di Piyungan, Bantul, dekat dengan TPA Piyungan dengan daerah sumber sampah yang ditangani adalah Sampah Kota Yogyakarta Hal yang sama hanya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu Biomimicry Architecture.
•
11
Arsitektur Biomimicry 2011
Arsitektur Biomimicry •
Konsep Biomimikri yang diangkat adalah penerapan konsep Coral pada bangunan
Untuk tema judulnya berbeda •
Konsep Biomimikri yang diangkat adalah mengambil konsep Daun untuk diterapkan dalam bangunan
Sumber: Analisa Penulis, 2014
Dari kelima Pra Tugas Akhir yang memiliki persamaan di atas, persamaan paling mendekati ada pada Pra Tugas Akhir milik Lecia Mona Karlina dengan judul TPA Suwung Kota Denpasar, Bali dengan Landasan Eco Waste Exhibition Park dan Diko Midian dengan judul Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Sampah UGM sebagai Sarana Produksi dan Rekreasi Edukatif Terpadu di Berbah Sleman. Perbedaan Pra Tugas Akhir ini dengan keduanya terletak pada lokasi dan jenis pengolahan sampah yang dilakukan. Untuk sarana rekreasi edukatifnya memiliki jenis yang sama yaitu rekreasi edukatif secara aktif (praktek) dan pasif (pengunjung hanya sekedar melihat), tetapi dengan bentuk penerapan yang berbeda.
12
1.7.
Kerangka Pemikiran Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Konsumsi Produk Terus Bertambah
Banyak Masyarakat yang Kurang Peduli dengan Sampah
Jumlah Sampah Meningkat Semakin Banyak
Beban TPA Piyungan semakin berat
Bagaimana mengurangi beban TPA Piyungan dengan mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke sana setiap harinya?
Sampah Organik sebagai sampah terbesar
Program Baru
Pusat Pengomposan Sampah
Proses pengomposan
Sarana Rekreasi Edukatif
pemanfaatan
Bangunan Tanam
Sumber: Pemikiran Penulis, 2014
13