1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemekaran wilayah adalah pemecahan atau pemisahan diri suatu daerah dengan wilayah induknya menjadi daerah yang mandiri dengan syarat dan ketentuan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan hasil amandemen Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan landasan pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Pemekaran wilayah dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan
serta
mempercepatkan
pelayanan,
perekonomian
daerah,
pengelolaan potensi daerah, keamanan dan ketertiban, dan hubungan yang serasi antar daerah dan pusat. Pada prinsipnya tujuan pemekaran wilayah adalah sebagai upaya peningkatan sumberdaya secara berkelanjutan, meningkatkan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar sektor, memperkuat integrasi nasional yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas hidup. Pemekaran wilayah mulai ramai dilakukan sejak era reformasi dengan membentuk suatu daerah otonom baik provinsi baru maupun kabupaten/kota. Hal ini dimungkinkan karena memang telah diatur dalam peraturan perundang-
2
undangan. Namun, pemekaran wilayah sebenarnya sudah lama dilakukan sebelum era reformasi seperti yang terjadi di Kabupaten Cilacap meskipun dalam lingkup yang lebih kecil berupa pembentukan kecamatan baru. Pada awal tahun 1993 dibentuk Kecamatan Sampang yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Maos. Pembentukan kecamatan tersebut dilakukan
dengan
tujuan
untuk
memperlancar
pelaksanaan
tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan serta untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Pemekaran wilayah ini diharapkan menciptakan wilayah baru yang lebih berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Potensi utama kedua wilayah Kecamatan Maos dan Sampang adalah sektor pertanian dengan kondisi tanah dan sistem irigasi yang baik. Penduduk pada kedua kecamatan tersebut juga sebagian besar masih bekerja pada sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani. Sektor lain yang mulai berkembang adalah sektor jasa dan perdagangan. Dengan pemekaran wilayah diharapkan potensi yang ada di Kecamatan Maos dan Kecamatan Sampang dapat lebih dikembangkan agar kesejahteraan penduduknya juga meningkat. Pada awal pembentukannya, wilayah Kecamatan Sampang relatif tertinggal dibandingkan wilayah Kecamatan Maos dilihat dari aspek infrastruktur, sosial dan ekonomi. Namun, dalam perkembangannya, wilayah kecamatan Sampang dianggap lebih berkembang dibanding dengan Kecamatan Maos sebagai wilayah induknya terutama pada aspek ekonomi. Kecamatan Sampang sebagai wilayah hasil pemekaran mempunyai pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita lebih tinggi dibanding Kecamatan Maos. Dalam kurun waktu antara tahun 2007–
3
2012, pertumbuhan ekonomi Kecamatan Maos sebesar 3,50% pertahun, sedangkan kecamatan Sampang sebesar 6,01% pertahun (BPS, 2013). Adanya perbedaan perkembangan pada kedua wilayah hasil pemekaran tersebut perlu dilakukan kajian mengingat potensi kedua kecamatan hasil pemekaran tersebut hampir sama dengan potensi wilayah induknya. Studi tentang perkembangan wilayah hasil pemekaran sudah banyak dilakukan namun sebagian besar dalam lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan studi perkembangan wilayah hasil pemekaran untuk lingkup kecamatan masih relatif sedikit. Hal ini yang menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemekaran wilayah di tingkat kecamatan dengan harapan dapat menambah khasanah keilmuan tentang perkembangan wilayah hasil pemekaran di tingkat kecamatan. 1.2. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1.
Bagaimana perkembangan wilayah Kecamatan Maos dan Kecamatan Sampang atas pengaruh pemekaran wilayah tersebut?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan wilayah kedua kecamatan tersebut atas pelaksanaan pemekaran?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan perkembangan wilayah Kecamatan Maos dan Kecamatan Sampang atas pengaruh pemekaran.
4
2.
Membandingkan perkembangan wilayah antara kedua kecamatan tersebut.
3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan wilayah kedua kecamatan tersebut atas pelaksanaan pemekaran.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan atau perbandingan penelitian-penelitian selanjutnya.
2.
Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam merumuskan arah kebijakan penataan dan pengembangan wilayah khususnya kecamatan hasil pemekaran.
3.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat tentang perkembangan wilayah kecamatan hasil pemekaran.
1.5. Keaslian Penelitian Fokus penelitian ini adalah menjelaskan perkembangan wilayah kecamatan
hasil
pemekaran
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perkembangannya, dengan lokus di Kecamatan Maos dan Kecamatan Sampang di Kabupaten Cilacap. Sepengetahuan penulis, penelitian ini belum ada yang melakukan sebelumnya seperti judul, lokasi dan waktu penelitian. Sebagai pembanding dengan penelitian ini, akan disajikan berbagai penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian Metheus M.g. Rumbiak (2012) berjudul Evaluasi Kebijakan Pemekaran Wilayah, Kasus: Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi, Provinsi
5
Papua. Penelitian ini menggunakan metode deduktif rasionalistik dengan teknik triangulasi. Fokus penelitian tersebut tentang kebijakan pemekaran mampu menciptakan kemampuan otonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pemekaran. Penelitian dilakukan di Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan pemekaran Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi tidak melalui kajian akademis, tetapi lebih berdasarkan pada pertimbangan subyektif politis dari pada pertimbangan obyektif-ekonomis. Faktor pendorong pemekaran adalah politik lokal yang semakin menguat karena isu Papua merdeka, perekonomian regional atas kegagalan konsep KAPET dan rentang kendali pelayanan yang panjang. Faktor penghambat berupa urbanisasi penduduk yang masuk sangat minim, keberhasilan program KB, dan kondisi budaya dan adat istiadat. Penelitian Ady Setiawan (2007) berjudul Perkembangan Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Samarinda Utara dan Kecamatan Sungai Kunjang Sebelum dan Sesudah Pemekaran Kecamatan di Kota Samarinda. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pendataan eksplorasi dengan pendekatan deduktif. Fokus penelitian berupa pemanfaatan ruang di Kecamatan Samarinda Utara dan Kecamatan Sungai Kunjang dan serta pola perkembangan fisik Kota Samarinda yang terbentuk sebelum dan sesudah dilakukan pemekaran kecamatan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Samarinda Utara dan Kecamatan Sungai Kunjang di Kota Samarinda. Adapaun hasil penelitiannya adalah pemanfaatan ruang di Kecamatan Samarinda Utara dan Kecamatan Sungai Kunjang setelah pemekaran mengalami pergeseran pemanfatan ruang dari areal
6
hutan dan perkebunan ke arah pemanfaatan ruang untuk perumahan serta fasilitas umum, fasiltas perdagangann dan jasa. Sebelum pemekaran, terdapat dua pola perkembangan fisik, yaitu berbentuk pola konsentris di bagian tengah pusat kota dan juga linier menyusuri pinggiran sungai Mahakam. Setelah pemekaran terdapat tiga pola perekembangan fisik yaitu gabungan antara pola konsentris, linier dan meloncat. Penelitian Kairullah (2007) berjudul Evaluasi Kebijakan Pemekaran wilayah Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini menggunakan metode deduktif-kuantitatif-rasionalistik. Fokus penelitannya tentang evalusi konsep dan pola spasial pemekaran wilayah Kabupaten Lahat. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemekaran wilayah tidak dikaji dan dianalisis secara komprehensif karena tidak mempertimbangkan pola spasial secara menyeluruh. Kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Lahat belum sepenuhnya memenuhi tujuan pemekaran. Ekoryna
Dian
Phermata
(2012)
berjudul
Studi
Komparatif
Perkembangan Wilayah Pemekaran Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak di Propinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan deduktif. Fokus dari penelitian ini adalah perkembangan wilayah sebelum dan sesudah pemekaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak di Propinsi Riau; Hasil penelitian adalah adanya perbedaan dan persamaan terhadap tingkat perkembangan antara kabupaten hasil pemekaran, Kabupaten
7
Pelalawan dan Kabupaten Siak. Sebelum pemekaran, kedua kabupaten belum berkembang karena mempunyai banyak permasalahan diantaranya, SDM, infrastruktur yang belum memadai, sarana perkentoran yang masih terbatas serta perekonomian yang masih dalam tahap pembangunan. Setelah pemekaran, kedua wilayah mengalami perkembangan yang pesat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan wilayah adalah kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, kondisi infrastruktur. Penelitian Saleh Gunawan Budjang (2005) berjudul Studi Komparasi Perkembangan Wilayah KAPET Batui Sulawesi Tengah dan KAPET Pare-pare Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan deduktif. Fokus penelitian menganai tingkat perkembangan wilayah KAPET Batui Sulawesi Tengah dan KAPET Parepare Sulawesi Selatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan di Kabupaten di Sulawesi Tengah dan Kabupaten di Sulawesi Selatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat perkembangan wilayah KAPET Parepare cenderung lebih berkembang dibanding KAPET Batui, faktor yang menyebabkan perbedaan perkembangan wilayah di KAPET Parepare adalah meningkatnya produktivitas tanaman pangan, perkebunan, rasio tenaga kerja terhadap industri, pertumbuhan dan kepadatan penduduk, dan meningkatnya ketersediaan infrastruktur, sedangkan di KAPET Batui adalah meningkatnya rasio nilai investasi dan nilai produsksi terhadap industri, kepadatan penduduk dan peningkatan ketersediaan infrastruktur.
8
Penelitian Sariman (2003) berjudul Perkembangan Wisata Batang Koban Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah Kabupaten Indragiri Hulu. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan deduktif. Fokus penelitiannya mengenai perkembangan Wisata Batang Koban sebelum dan sesudah pemekaran silayah Kabupaten Indragiri Hulu. Penelitian berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Kawasan Wisata Batang Koban lebih berkembang sesudah pemekaran wilayah artinya tujuan pemekaran wilayah untuk mempercepat pembangunan benar adanya. Penelitian ini meskipun memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu tentang pekermbangan wilayah hasil pemekaran, namun ada perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya lebih banyak dilakukan pada pemekaran tingkat kabupaten, kecuali penelitian yang dilakukan oleh Ady Setiawan (2007). Penelitian tersebut dilakukan pada pemekaran tingkat kecamatan seperti penelitian ini. Hanya saja, penelitian tersebut difokuskan pada perkembangan pemanfaatan ruang wilayah kecamatan, sedangkan penelitian ini difokuskan pada perkembangan wilayah ditinjau dari tujuan pemekaran. Perbedaan lain dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah waktu penelitian. Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan pada pemekaran yang terjadi setelah otonomi daerah, sedangkan penelitian ini dilakukan pada pemekaran sebelum era otonomi daerah.