BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan mangrove mempunyai habitat di kawasan transisi antara ekosistem laut ataupun sungai dengan daratan. Hutan mangrove berada di kawasan sub tropis dan tropis sehingga dikenal sebagai ekosistem yang unik dan kompleks (Suratman, 2008). Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas hutan mangrove sebesar 3,16 juta hektar BAPLAN (2005) dalam Noor dkk (2006). Luas hutan mangrove di Indonesia setara dengan 21 - 23% dari total luas hutan mangrove dunia. Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat mulai dari penyediaan makanan (ikan, kepiting, dan kerang), perlindungan terhadap tsunami, dan manfaat lingkungan lainnya (Kauffman dkk, 2011). Keunikan dan manfaat tersebut memberikan peluang bagi hutan mangrove untuk dieksploitasi ataupun dikonservasi demi tercapainya pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan luasan, hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan akibat aktivitas manusia seperti perubahan lahan menjadi areal tambak yang mencapai 750.000 hektar BAPLAN (2005) dalam Noor dkk (2006), pengusahaan industri yang diambil kayunya Kementerian
1
2
Kehutanan (1990) dalam Noor dkk (2006), maupun menjadi kawasan pemukiman warga (Noor dkk, 2006). Perubahan lahan yang mengakibatkan deforestasi hutan mangrove tersebut mampu menarik para pihak terkait untuk menemukan alasan yang kuat agar hutan mangrove harus dijaga kelestariannya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hutan mangrove mampu berkontribusi terhadap lingkungan. Salah satu kontribusi hutan mangrove terhadap lingkungan adalah jumlah serapan karbon yang mencapai 853 – 1385 Mg C /Ha dimana sekitar 70% sumber karbon berasal dari tanah mineral hutan mangrove yang mengalami pasang surut laut. Penelitian tersebut dilakukan di kawasan Micronesian (Kauffman dkk, 2011). Penelitian mengenai kandungan karbon di Papua masih sangat terbatas. Pulau Papua merupakan kawasan hijau yang memiliki penutupan lahan oleh hutan terbesar di Indonesia. BAPLAN (2005) dalam Noor dkk, (2006) menyatakan bahwa luasan hutan mangrove di papua mencapai 50% dari total hutan mangrove yang tumbuh di Indonesia. Potensi sumberdaya alam tersebut memberi kesempatan untuk pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan mangrove. PT Bintuni Utama Murni Wood Industries merupakan perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat. Pengusahaan hasil hutan kayu tersebut menciptakan keuntungan secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan SK Menhut No. SK.213/Kpts-II/2007 menyatakan bahwa PT Bintuni Utama Murni Wood Industries berhak untuk mengelolah wilayah konsesi
3
hutan mangrove seluas 82.120 Ha. PT Bintuni Utama Murni Wood Industries merupakan perusahaan yang melakukan pengelolaan hutan mangrove untuk kepentingan produksi (pembuatan chip untuk bahan baku kertas). Tipe hutan yang ada di areal PT Bintuni Utama Murni Wood Industries merupakan hutan primer dan hutan sekunder. Dalam skala komersial, berbagai jenis kayu mangrove dapat digunakan sebagai chips untuk bahan baku kertas, penghasil industri papan dan plywood, tongkat dan tiang pancang (scalfold), kayu bakar, dan arang yang berkualitas sangat baik (Kusmana dkk, 2003). Secara ekologis struktur dan komposisi hutan mangrove mampu menyerap karbon yang cukup tinggi dari kandungan biomassa yang ada di atas permukaan maupun di bawah permukaan di kawasan tropis. Potensi karbon di hutan mangrove belum diinventarisasi dengan baik. Perhitungan karbon mangrove umummya dilakukan di hutan alami yang berada di kawasan lindung maupun kawasan konservasi yang masih terjangkau keberadaannya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai potensi kandungan karbon hutan mangrove yang terdapat di PT Bintuni Utama Murni Wood Industries. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui informasi kandungan karbon hutan mangrove yang terdapat di hutan primer dan hutan sekunder PT Bintuni Utama Murni Wood Indutries. Data yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi terhadap pengelola perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan. Secara khusus, kandungan karbon yang terdapat dalam hutan mangrove.
4
1.2.
Rumusan Masalah
Hutan Mangrove di kawasan PT Bintuni Utama Murni Wood Industries merupakan hutan primer dan hutan sekunder yang memiliki potensi karbon yang cukup besar, namun salah satu potensi ekologi tersebut belum dikuantifikasi dan diinventarisasi dengan baik. Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu jenis hutan yang kaya dalam menyerap karbon di kawasan tropis. Oleh karena itu, penelitian mengenai potensi karbon hutan mangrove di PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Teluk Bintuni, Papua Barat perlu dilakukan.
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui komposisi dan struktur jenis pohon hutan mangrove di kawasan industri PT Bintuni Utama Murni Wood Industries; 2. Mengestimasi potensi karbon hutan mangrove yang ada di atas permukaan (batang pohon), karbon organik tanah, dan di bawah permukaan tanah (akar) yang ada di PT Bintuni Utama Murni Wood Industries; 3. Mengetahui kemampuan hutan mangrove dalam menyerap karbon dioksida (CO2) di PT Bintuni Utama Murni Wood Industries.
5
1.4.
Manfaaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai kandungan karbon dan penyerapan karbon dioksida (CO2) hutan mangrove. Oleh karena itu, hasil penelitian yang diperoleh bermanfaat untuk memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada pengelola PT Bintuni Utama Murni Wood Industries dalam menentukan strategi atau program perusahaan baik jangka pendek maupun menengah mengenai potensi penyerapan karbon hutan mangrove yang dapat diserap.