BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014 (FAO, 2015). Dari 23 juta ton hasil produksi ubi kayu per tahun, diperkirakan batang ubi kayu yang dihasilkan sebesar 2,3 juta ton dengan asumsi ubi kayu : batang (10:1). Batang ubi kayu ini 10% bagiannya digunakan sebagai bahan replanting (penanaman kembali) untuk budidaya tanaman selanjutnya, sedangkan 90% merupakan limbah (Sumada dkk., 2011) yang belum termanfaatkan secara optimal, bahkan hanya ditumpuk dan dibakar sehingga dapat mencemari lingkungan. Komposisi kimia batang ubi kayu terdiri dari selulosa sebesar 38,76%, hemiselulosa 24,35%, lignin 13,15%, ekstraktif 22,16% dan abu 1,55%, sedangkan komponen fisik terdiri dari bagian kulit sebesar 29,75%, gabus 4,46% dan kayu 65,79% (Widodo dkk., 2012). Kandungan lignoselulosa batang ubi kayu yang cukup tinggi dapat berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan papan komposit. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rita dkk. (2015) menghasilkan papan komposit batang ubi kayu dengan nilai modulus patah 168-190 kg/cm2, modulus elastisitas 7086-9249 kg/cm2, keteguhan rekat internal 5,5-7,9 kg/cm2, daya serap air 18-32 %, dan pengembangan tebal 1,3-3,3 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
1
papan yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik karena telah memenuhi standar JIS A 5908, kecuali untuk nilai modulus elastisitas. Selain batang ubi kayu, limbah plastik juga belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu jenis plastik yang banyak digunakan sehari-hari adalah polipropilena (PP). Tahun 2012 konsumsi PP di Indonesia sebesar 1,3 juta ton per tahun, meningkat di tahun 2013 menjadi 1,46 juta ton, dan diprediksi akan terus meningkat setiap tahunnya (Sadiman, 2013). Menurut Meier (1996) dalam Setyawati (2009), PP memiliki potensi sebagai matriks molding dalam pembuatan produk komposit skala besar karena harga yang relatif murah, memiliki rigiditas, kekerasan, stabilitas dimensi, kehalusan permukaan, dan melt flow yang lebih baik dibandingkan material termoplastik lainnya. Komposit kayu plastik merupakan gabungan antara kayu atau bahan berlignoselulosa dan polimer termoplastik (Clemons, 2002). Seiring perkembangan teknologi, khususnya di bidang komposit telah menghasilkan produk komposit plastik yang tidak hanya berasal dari kayu, melainkan gabungan antara bahan lignoselulosa non kayu dan plastik daur ulang. Penelitian yang pernah dilakukan diantaranya, Setyawati (2009) yang membuat papan komposit dari serat sabut kelapa dan PP daur ulang, penelitian Septiari (2014) yang membuat papan partikel dari tangkai bambu dan PP, juga papan komposit limbah batang ubi kayu dan plastik PP oleh Rita dkk. (2015). Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat papan komposit plastik adalah komposisi antara matriks (plastik) dan filler (kayu/non kayu). Umumnya, jika sebagai 2
matriks plastik digunakan dengan kadar lebih dari 50%, sedangkan sebagai binder plastik yang digunakan kurang dari 50% (Youngquist, 1999). Komposisi plastik dan partikel yang optimal pada papan komposit juga dapat berbeda-beda sesuai dengan karakteristik bahan bakunya. Berdasarkan penelitian Septiari (2014), papan partikel dari limbah PP dan tangkai bambu dengan rasio PP : tangkai bambu (10:90, 20:80, 30:70, 40:60, dan 50:50), menghasilkan papan terbaik untuk daya serap air dan kuat tekan pada rasio 40:60 dengan suhu kempa 35 kgf/cm2. Penelitian Idawati dkk. (2014) yang membuat papan komposit batang kelapa sawit dengan rasio PP : kelapa sawit (40:60, 50:50, 60:40) memberikan peningkatan sifat fisika dan mekanika papan dengan meningkatnya PP, dan papan terbaik dihasilkan dari rasio 40% batang kelapa sawit dan 60% PP. Penelitian Rita dkk. (2015), papan komposit dengan perbandingan batang ubi kayu : PP (60:40, 50:50, 40:60), terjadi penurunan nilai MOR, MOE, IB dan kuat pegang sekrup dengan semakin bertambahnya jumlah plastik, dan komposisi 60% batang ubi kayu : 40% PP di nyatakan sebagai perlakuan yang paling optimal. Gabus pada batang ubi kayu diduga juga dapat mempengaruhi sifat papan komposit, karena memiliki kemampuan menyerap air sangat tinggi sehingga dapat menurunkan sifat fisika papan. Penelitian Tiammeka dkk. (2015) menyatakan gabus ubi kayu pada kondisi segar memiliki kerapatan 0,024 g/cm2 dan kemampuan penyerapan air 11,37 gram per gram berat gabus. Pada pra penelitian sebelumnya, Fadhillah dkk. (2015) membuat papan komposit dari batang ubi kayu dan plastik HDPE dengan faktor komposisi partikel (batang ubi kayu keseluruhan dan batang ubi kayu tanpa gabus dan kulit) dan faktor jumlah perekat HDPE (20, 30 dan 40% dari 3
total berat). Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor komposisi partikel memberikan pengaruh nyata, dimana pada komposisi batang tanpa gabus dan kulit menghasilkan sifat fisika dan mekanika papan yaitu pada kerapatan, penyerapan air, pengembangan tebal, modulus elastisitas dan keteguhan rekat internal yang lebih baik dari papan dengan komposisi batang keseluruhan. Faktor perekat HDPE juga memberikan pengaruh nyata, dimana setiap penambahan HDPE terjadi peningkatan sifat fisika dan mekanika papan. Interaksi antara kedua faktor juga berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai pengembangan tebal dan papan terbaik dihasilkan dari perlakuan komposisi partikel batang tanpa gabus dan kulit dengan HDPE 40%. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penelitian ini dirancang untuk menghasilkan papan komposit dari limbah batang ubi kayu dan PP daur ulang sebagai perekat (binder) dengan membandingkan faktor komposisi partikel dan rasio PP : partikel yang optimum. Variasi komposisi partikel dengan batang ubi kayu keseluruhan dan batang ubi kayu tanpa gabus sedangkan rasio PP : partikel batang ubi kayu sebesar 20:80, 30:70, dan 40:60. Adapun bagian kulit pada penelitian ini tetap disertakan karena mempertimbangkan efisiensi pemanfaatan limbah kulit yang memiliki proporsi cukup besar yaitu 29,75% dari berat batang ubi kayu, selain itu penelitian Cetin dkk. (2014) menunjukan terjadi peningkatan nilai modulus elastisitas dan modulus patah pada komposit kulit kayu pinus dan HDPE dengan semakin meningkatnya kadar kulit kayu pinus. Suhu yang diterapkan pada pembuatan papan komposit ini adalah 180oC dengan tekanan kempa 3,5 MPa selama 15 menit. 4
1.2 Tujuan Penelitian Mengetahui interaksi pengaruh komposisi partikel dan rasio polipropilena : partikel terhadap sifat fisika mekanika papan komposit batang ubi kayu serta optimasi perlakuan papan yang terbaik.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai interaksi komposisi partikel dan rasio polipropilena : partikel terhadap sifat fisika dan mekanika papan komposit batang ubi kayu sehingga dapat diperoleh perlakuan yang optimal. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi alternatif pemanfaatan limbah batang ubi kayu dan plastik polipropilena sebagai inovasi papan ramah lingkungan.
5