1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia, dengan wilayah perairan laut 5,6 juta km2 dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Sepanjang garis pantai terdapat kekayaan sumber daya yang sangat besar, terdiri dari sumber daya hayati seperti : ikan, terumbu karang, mangrove dan lamun dan sumber daya non hayati seperti: migas, bahan tambang, dan pasir laut, serta jasa lingkungan yang sangat berarti. Kekayaan sumberdaya pesisir diharapkan dapat menjadi modal dasar pembangunan nasional. Ketersediaan sumberdaya alam diwilayah daratan dan daya dukungnya yang semakin terbatas telah mengubah fokus perhatian pemerintah kesektor kelautan dan perikanan yang masih memberikan peluang dan harapan dimasa mendatang. Sumber daya kelautan dan perikanan diharapkan dapat menjadi tumpuan utama penggerak roda perekonomian nasional melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Namun dalam dekade terakhir ini kondisi sumber daya dan lingkungan pesisir dan laut dibeberapa wilayah telah menunjukkan akibat kegiatan pemanfaatan yang dilakukan cenderung mengabaikan aspek kelestarian. Diketahui bahwa sumber daya pesisir dan laut secara ekologis sangat rentan, sehingga kegiatan pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan daya dukung sumber daya dan lingkungan.
1
2
Masalah yang di jumpai dalam bidang kelautan dan perikanan pada umumnya yaitu tingkat kemiskinan nelayan yang tinggi. Diperkirakan sekitar 80% masyarakat yang tinggal diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tergolong miskin, hal ini antara lain disebabkan terbatasnya pendidikan, akses terhadap modal, tekhnologi, informasi
dan pasar serta terbatasnya
keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Akibat kemiskinan tersebut memicu mereka untuk melakukan eksploitasi secara berlebihan sumber daya pesisir yang semakin menipis, sehingga menyebabkan kualitas ekosistem terumbu karang dan mangrove semakin menurun yang berimplikasi menurunnya populasi dan jenis ikan. Masyarakat Indonesia dipesisir yang bermata pencaharian sebagai nelayan secara umum masih tergolong miskin dan merupakan bagian dari sumber daya manusia yang rendah, baik dilihat dari pendidikan, akses kesehatan dan juga kesejahteraannya, Dirjen Kelautan, pesisir dan PulauPulau Kecil (2007:2) menjelaskan beberapa permasalahan yang dialami di bidang kelautan adalah: 1)Penguasaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan masyarakat
yang
terbatas
telah
menyebabkan
kemampuan
dalam
memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan terbatas pula, sehingga berakibat pada rendahnya keadaran mereka dalam melestarikan sumberdaya kelautan dan perikanan serta kemampuan bersaing dengan pihak luar rendah, 2) keterbatasan kapasitas kelembagaan dan fasilitasi peningkatan kualitas SDM dibidang kelautan dan perikanan masih kurang, 3) pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang rendah terhadap fungsi dan peran ekologis
3
wilayah pesisir terhadap kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, dan 4) sebagian besar masyarakat pesisir tergolong miskin. Untuk memberikan layanan bagi masyarakat pesisir, pemerintah menyelenggarakan program Coremap-II dibawah binaan Departemen Perikanan dan Kelautan dengan fokus kegiatan utama pelestarian terumbu karang, salah satu kawasan yang termasuk kedalam daerah pesisir yang mendapatkan program tersebut adalah kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau di Laut China Selatan . Kawasan Pulau Tiga merupakan lokasi Coremap pertama di Kabupaten Natuna. sebagian besar dari kawasan ini merupakan wilayah laut dengan sumberdaya laut yang sangat potensial terutama terumbu karang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Secara umum Kabupaten Natuna khususnya Kecamatan Pulau Tiga sangat membutuhkan usaha pemerintah untuk dapat melestarikan terumbu karang dengan alasan terumbu karang merupakan sumber utama masyarakat dalam berusaha untuk meningkatkan usahanya dalam budi daya ikan laut. Berikut ini akan dijabarkan luas dan sebaran terumbu karang di Kabupaten Natuna ( Dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Natuna:2005) sebagai berikut: 1) Kecamatan Bunguran Timur, mati 5.2531 Km2 (33,50 %), Hidup 10,4260 Km2 (66,50 %), Luas 15,6791 Km2. 2) Kecamatan Bunguran Barat, mati 10.3514 Km2, (16,02 %). Hidup 54,2540 Km2, (83,98 %), dengan Luas 64,6054 Km2. 3) Kecamatan Bunguran Utara,mati 2.1236 Km2, (31,41%), Hidup 4,6382 Km2 (68,59 %), Luas 6,7618 Km2, 4) Kecamatan Jemaja, Mati 7.1793 Km2, (43,55%), Hidup 9,3074Km2 (56,45%) Luas 16,4867 Km2, 5)
4
Kecamatan Midai Mati 3,9739 Km2(9,59%), Hidup 37,4673 Km2 (90,41 Km2) luas 41,442 Km2,
6) Kecamatan Palmatak,
Mati 9,5525 Km2,
(43,96%), Hidup12,1792 Km2, ( 56,04%), Luas 21,317 Km2, 7) Kecamatan Serasan Mati 9,5498 Km2 (44,66%), Hidup, 11,8323 Km2(55,34%), Luas 21,3821 Km2, 8) Kecamatan Siantan, Mati 18,8203 Km2 (40,87%), Hidup 27,2339 Km2, (59,13), Luas 46,0542 Km2, 9) Kecamatan Subi, Mati, 39,9308 Km2(47,45%), Hidup 44,2191 Km2 (52,55%). Kabupaten Natuna
Mati,
106,7347 Km2 (33,53%) hidup, 211,5574 Km2,(66,47%) Luas 318,2921 Km2 Data diatas menunjukkan bahwa terumbu karang di Kabupaten Natuna 33,53 % dalam keadaan mati atau rusak yang perlu dilestarikan dan dipelihara agar dapat hidup dan berfungsi kembali sesuai dengan fungsi terumbu karang itu sendiri. Untuk itulah diperlukan langkah yang konkrit dalam melestarikan dan memanfaatkan terumbu karang yang baik dan benar supaya tumbuh dan kembang ikan laut terus meningkat yakni melalui sebuah pelatihan terhadap nelayan-nelayan tradisional. Kegiatan yang dapat memberikan kerusakan langsung terhadap ekosistim terumbu karang antara lain pengambilan karang untuk bahan bangunan, penangkapan ikan dengan bahan peledak, pembiusan (sianida), pengoperasian trawl dan sebagainya. Sedangkan kegiatan lain yang dapat memberikan dampak tidak langsung misalnya kegiatan penambangan pasir dan penggundulan hutan pantai yang menyebabkan tingginya sedimentasi, pembuangan limbah industri, sampah dan sebagainya ke laut. Eksploitasi sumber daya alam khususnya perairan laut secara besar-besaran ataupun
5
dengan menggunakan alat-alat yang memiliki dampak merusak atau menghancurkan tanpa mempertimbangkan kelestarian dari sumber daya alam tersebut yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup termasuk terumbu karang. Pengelolaan terumbu karang diarahkan pada terlaksananya fungsi-fungsi manajemen dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dan evaluasi pemanfaatan pelestarian terumbu karang. Terumbu karang dan segala kehidupan didalamnya merpakan salah satu kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Manfaat yang terkandung didalam ekosistem terumbu karang sangatlah banyak dan penting, baik itu manfaat langsung maupun tidak langsung, untuk itu dibutuhkan keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan terumbu karang tersebut. Untuk mendukung keterlibatan peran masyarakat dan stake holders secara luas didalam program dan dalam upaya pengelolaan sumber daya alam laut, perlu diukung oleh kualitas sumberdaya manusia
yang memiliki
ketrampilan dalam mengidentifikasi, inventarisasi dan pengelolaan potensi sumber daya laut baik pada tingkat masyarakat maupun pelaksana program dan pengambil kebijakan, sehingga untuk mendukung hal tersebut, kelompok masyarakat dan pelaksana program perlu diberikan pelatihan sebagai upaya peningkatan kapasitas (capacity building) dan penyadaran terhadap arti penting ekologis dan ekonomis ekosistem maupun pengenalan terhadap ekosistem itu sendiri. Maka untuk itu melalui pelatihan pemeliharaan terumbu karang bagi masyarakat ini diharapkan dapat lebih meningkatkan wawasan
6
dan
pengetahuan
masyarakat
tentang
pemeliharaan,pelestarian
dan
perlindungan terhadap ekosistem laut khususnya ekosistem terumbu karang. Sehubungan dengan hal itu maka perlu adanya kajian yang seksama tentang strategi komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan penyelematan terumbu karang di Kabupaten Natuna khususnya di Kecamatan Pulau Tiga, mengingat kondisi masyarakat terkait langsung dengan keberadaan dan eksploitasi ekosistem terumbu karang seperti masyarakat nelayan, pengusaha dan aparat setempat. Sudah saatnya kita semua lebih tanggap dengan pelestarian alam di daerah ini. Dimulai dari diri sendiri dengan tidak membiasakan prilaku tidak merusak, ini semua mesti diantisipasi agar permasalahan yang selalu mengiringi kehidupan masyarakat pesisir yakni kemiskinan dan rendahnya sumber daya manusia ditandai dengan rendahnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki masyarakat. Kegiatan budidaya ikan laut bagi nelayan sangat penting dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup mereka, budi daya ikan laut selain sebagai upaya meningkatkan taraf hidup nelayan juga merupakan usaha untuk mencegah ketidakseimbangan ekosistem dengan mempelajari cara-cara dan sifat hidup pada habitat asli masing-masing organisme laut agar tekhnik pemeliharaan atau pembesaran organisme yang dipelihara, dapat dimanipulasi pada lingkungan budidayanya, yaitu menyesuaikan sifat dan cara hidupnya, dengan demikian dipastikan kegiatan budi daya ikan laut diharapkan dapat meningkatkan produksi tanpa merusak lingkungan atau terumbu karang, dengan meningkatnya produksi tentu akan meningkat pula pendapatan nelayan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat nelayan.
7
Pemberdayaan masyarakat nelayan (Purwanto,2006) bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial-budaya
pada dasarnya
serta meningkatkan
taraf hidup masyarakat nelayan, dan hal ini menjadi basis membangun fondasi civil society di kawasan pesisir. Untuk mencapai hal ini diperlukan dukungan sumber daya manusia (SDM), kapasitas, dan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang optimal dalam kehidupan warga
serta tingkat partisipasi
masyarakat yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan wadah atau lembaga yang dapat mewujudkan pemberdayaan masyarakat nelayan. Tujuan pemberdayaan masyarakat nelayan, menuju meningkatnya taraf hidup nelayan secara umum dapat diwujudkan dan
khususnya dalam
pengembangan sumber daya manusia termasuk nelayan teradisional agar lebih meningkat pengetahuannya
adalah melalui pendidikan yang berkelanjutan,
melalui berbagai pelatihan yang di berikan kepada masyarakat . Uraian diatas memaparkan tentang akar dari semua permasalahan yang dialami masyarakat pesisir adalah rendahnya SDM, kemiskinan, dan kebodohan,
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir
dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang handal, berwawasan keunggulan dan terampil. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut diharapkan pada era reformasi sekarang ini. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, ada dua hal penting yang perlu mendapat perhatian secara baik dan benar, seperti yang dikemukakan Emil Salim (1994:49) yaitu: Peningkatan kualitas sumber daya manusia secara fisik yang meliputi peningkatan
kualitas
kesehatan dan kesegaran jasmani, serta usaha meningkatkan perbaikan gizi mayarakat. Peningkatan kualitas sumber daya manusia non fisik, usaha yang
8
ditujukan
bagi
peningkatan
kualitas
pendidikan
dan
ketrampilan,
pengembangan mental spiritual, peningkatan etos kerja dan yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan kadar produktivitas kerja. Pendapat diatas memberikan makna bahwa meningkatkan sumber daya manusia harus dilakukan secara seimbang antara perbaikan pada bidang fisik maupun non fisik, sehingga dapat diwujudkan masyarakat yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya sehingga mereka bebas dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan di yakini sebagai komponen strategis dan mendasar untuk mendukung dan mendorong setiap upaya meningkatkan SDM dan pembangunan masyarakat, termasuk dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan tradisional. Kebijakan pemerintah dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dilakukan secara terencana sejak tahun 1969 melalui Jangka panjang (25—30 tahun) yang dibagi menjadi program jangka pendek yaitu Program Pembangunan Lima Tahun (Pelita), melalui proyek-proyek pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi serta pendidikan luar sekolah. Hingga saat ini secara kuantitatif hasilnya terlihat antara lain dengan bertambahnya jumlah Sekolah Dasar, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi serta bertambahnya jenis dan satuan pendidikan luar sekolah, bertambahnya jumlah jenis dan sarana pendidikan, banyaknya guru dan tenaga kependidikan. Namun secara kualitas, hasil dan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini
9
terlihat dan rendahnya kualitas sumber daya manusia terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Dalam upaya mengatasi masalah pendidikan yang diakibatkan kemajuan ilmu dan teknologi serta perkembangan global tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-undang No.23 tersebut dijelaskan bahwa: Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu prioritas utama dan pelaksanaan pendidikan nasional adalah pemerataan perolehan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas akan memiliki daya saing yang tinggi dan daya tahan terhadap perubahan global termasuk masyarakat nelayan yang tinggal didaerah pesisir dengan berbagai kekurangan dan kelemahan. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. Hal ini diperkuat oleh gambaran pada pasal 26 ayat 1 UU
10
Sisdiknas no 20 tahun 2003 bahwa Pendidikan non formal adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, sedangkan Satuan pendidikan luar sekolah menurut Undang-Undang Sisdiknas pada bagian kelima pasal 26 ayat 4 terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Pasal 26 ayat 5, kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar dan strategis dalam mewujudkan SDM bermutu, untuk memberikan layanan yang lebih fokus kepada masyarakat nelayan,
pendidikan luar sekolah memegang peranan
penting, Sudjana (2004 :105) mengemukakan bahwa pendidikan nonformal memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan pedesaan secara terpadu. Pendidikan nonformal memberikan dukungan terhadap pembangunan pedesaan karena program-programnya yang (1) berorientasi untuk memenuhi kebutuhan belajar penduduk pedesaan, (2) memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, (3) menumbuhkan inovasi karena sifatnya yang luas dan fleksibel, (4) menggunakan terdapat
di masyarakat setempat, (5)
masyarakat,
(6)
mendorong
sumber-sumber yang
menjadi forum saling belajar bagi
terjadinya
komunikasi
antar
lembaga
11
pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat dan pihak-pihak lain yang bergerak dalam kegiatan pendidikan nonformal dan pembangunan masyarakat, dan (7) lebih murah biaya penyelenggaraannya dibandingkan dengan biaya pengeluaran pendidikan formal. Salah satu satuan pendidikan luar sekolah adalah lembaga pelatihan, karena itulah
pelatihan merupakan solusi dan sekaligus alat transformasi
pengetahuan dan berbagai keahlian kepada masyarakat tersebut. Kegiatan pelatihan untuk membekali nelayan tradisional harus lebih dikedepankan. Kegiatan pelatihan dapat memberikan jalan bagi masyarakat pesisir atau nelayan tradisional untuk memperoleh pengalaman dan belajar sehingga pelatihan selalu mendapat tempat. Di tangan para pengelolanya, berbagai pelatihan ini bisa bergerak cepat mengikuti irama perkembangan dan tuntutan yang terjadi di masyarakat. Pelatihan pemeliharaan terumbu karang bagi masyarakat nelayan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan kepada masyarakat terhadap pemeliharaan terumbu karang dan keterlibatan
peran aktif
masyarakat. Adanya pelatihan pengelolaan terumbu karang bagi masyarakat adalah supaya masyarakat semakin terlatih
dalam mengelola/memelihara
terumbu karang (laporan kegiatan Coremaf 2005) Dampak yang diharapkan dari penyelenggaraan Pelatihan pemeliharaan terumbu karang khususnya terhadap peningkatan usaha budi daya ikan laut bagi masyarakat kecamatan Pulau Tiga antara lain : 1) Meningkatnya kesejahteraan nelayan, 2) adanya dukungan dan partisifasi aktif masyarakat terhadap penataan
12
daerah perlindungan laut (laporan kegiatan-2005), adanya kesesuaian
hasil
pelatihan dengan peningkatan pendapatan nelayan, pelatihan ini juga diharapkan dapat berdampak adanya peningkatan usaha budidaya ikan laut, hasil usaha masyarakat nelayan tradisional Kecamatan Pulau Tiga terjadinya perkembangan yang lebih baik atau meningkat sehingga tumbuh kemandirian nelayan dalam menjalankan hasil-hasil kegiatan yang telah diselenggarakan Coremap-II, melalui pelatihan terjalin kerjasama yang lebih baik antara sesama nelayan, masyarakat, dan pemerintah daerah (DKP-Natuna, 2005) serta tumbuhnya kesadaran nelayan untuk memelihara terumbu karang dengan baik dan mengelola sumber daya laut dengan benar. Sumber daya laut tersebut selain ikan laut, banyak lagi sumber daya lainnya seperti teripang dan juga rumput laut. B. Identifikasi Masalah Kegiatan pelatihan pemeliharaan terumbu karang yang diselenggarakan oleh Coremap-II Natuna
bekerja sama dengan
PT. Rekayasa
Pratama
Grhayasa Ciptaloka memiliki banyak hal yang dapat di teliti antara lain: Masalah sosial ekonomi nelayan tradisional dikecamatan Pulau Tiga setelah mengikuti pelatihan tersebut, dilihat dari aspek hasil pelatihan, perkembangan usaha budidaya ikan laut, peningkatan pendapatan serta kemandirian nelayan setelah mengikuti pelatihan.Kehidupan masyarakat nelayan Pulau Tiga sangat memprihatinkan hal ini antara lain dikarenakan tuntutan kehidupan dan ekonomi masyarakat
semakin tinggi serta banyaknya nelayan asing yang
menjarah perairan Natuna, sehingga mau tidak mau nelayan tradisional mulai
13
mencari celah sebagai upaya mudah memperoleh penghasilan yang lebih antara lain dengan menggunakan bom ikan, bius karang serta pukat harimau, yang semuanya dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang yang merupakan sumber pokok dari tumbuh dan berkembangnya habitat laut khususnya ikan. Sarana dan prasarana pendukung dalam mengembangkan usaha budi daya ikan laut selama ini dilakukan secara tradisional dan apa adanya, banyak usaha yang telah ditempuh oleh pemerintah daerah khususnya oleh Dinas kelautan dan perikanan, oleh Dinas Koperasi dan UKM dengan memberikan berbagai bantuan modal usaha serta modal berupa sarana/prasarana seperti pompong penangkap ikan, namun karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat mengelola itu semua mengakibatkan nilai guna dan keterlanjutan program bantuan permodalan kepada nelayan tradisonal terancam gagal ditambah lagi tidak tepat sasaran bantuan tersebut, mengakibatkan tidak berdampak baik terhadap nelayan. Jaringan kerja nelayan masih sangat minim artinya mereka melakukan kegiatan budi daya ikan laut hanya dilakukan melalui kelompok-kelompok kecil yang terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan dan kekeluargaan, namun berbeda dengan kegiatan penjualannya hal itu dilakukan langsung kepada penampung ikan yang dikelola oleh etnis China yang menguasai pasar ikan hidup dan juga memberi modal kepada nelayan dalam menangkap dan memelihara ikan, ini tentunya menunjukkan bahwa kemandirian nelayan tradisional masih kurang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan modal kerja.
14
Pengetahuan masyarakat nelayan tentang pengelolaan terumbu karang, kegunaan dan fungsi serta manfaat terumbu karang sangat minim, hal ini tercermin dari perilaku mereka yang tidak canggung dalam menagkap ikan dengan merusak terumbu karang seperti dengan merusak terumbu karang itu sendiri melalui putasium, pengeboman ikan serta pembongkaran terumbu karang, dan tidak ada upaya masyarakat nelayan untuk memelihara terumbu karang yang telah rusak akibat dari prilaku mereka. Identifikasi
diatas
memberikan
gambaran
betapa
pentingnya
penyelenggaraan pelatihan pemeliharaan terumbu karang bagi masyarakat nelayan, penyelenggaraan pelatihan tersebut harus memberikan dampak yang positif bagi masyarakat itu sendiri, seperti: Nelayan yang aktif menggeluti usaha budi daya ikan laut dapat menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan hasil pelatihan itu membantu lebih berkembang usahanya, sehingga dengan adanya pelatihan akan terjadi peningkatan pendapatan nelayan yang lebih baik dari sebelumnya, dengan adanya peningkatan pendapatan maka diharapkan nelayan dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan pokok, kebutuhan pendidikan, dan juga kebutuhan kesehatan. Pelatihan pemeliharaan terumbu karang
merupakan pelatihan yang
memberikan solusi bagi nelayan tradisional terhadap berbagai langkah yang harus dilakukan oleh nelayan supaya dapat mewujudkan terumbu karang yang sehat dan menghasilkan ikan yang berlimpah, dengan demikian perkembangan hasil usaha nelayan terus terjadi peningkatan bukan sebaliknya, upaya mengurangi kemiskinan bagi masyarakat pesisir dapat di lakukan agar tumbuh
15
kesadaran nelayan untuk menjaga dan memelihara terumbu karang yang ada disekitarnya.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
identifikasi
masalah
diatas
dapatlah
dirumuskan permasalahan penelitian adalah : Bagaimanakah dampak pelatihan pemeliharaan terumbu karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna? Pengkajian berikut lebih difokuskan pada permasalahan yang akan diteliti dengan rumusan berikut ini: 1. Bagaimanakah pemanfaatan hasil pelatihan pemeliharaan terumbu karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga ? 2. Bagaimanakah pendapatan dan
kemandirian nelayan tradisional setelah
mengikuti pelatihan pemeliharaan terumbu karang, dibandingkan dengan sebelumnya? 3. Bagaimanakah pendapat
masyarakat terhadap hasil-hasil pelatihan
pemeliharaan terumbu karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau tiga?
D. Definisi Operasional 1. Pelatihan merupakan usaha sadar dan disengaja untuk mewujudkan perubahan prilaku seseorang atau kelompok peerta atau lulusan pelatihan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang akan datang sehingga pelatihan mempunyai fungsi utama sebagai pemicu terjadinya perubahan
16
prilaku sesuai dengan visi, misi, dan performansi pelayanan yang dilakukan oleh lembaga (Sudjana: 2007) 2. Pemeliharaan adalah proses, cara, perbuatan memelihara-(kan), penjagaan, dan perawatan (Kubi, 2005:846) 3. Terumbu Karang adalah “masyarakat” kehidupan didasar laut yang penghuni utamanya adalah karang batu. Berbagai jenis karang ini bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya membentuk sebuah ekosistem atau masyarakat alami (Coremap:2007:3) 4. Dampak
adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif,
fositif. (Kubi :2005) 5. Pemberdayaan
adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis,
secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif, dengan keterlibatan semua potensi. Lebih jauh lagi mengemukkan bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah sbuah konsep yang menekankan
pada pembangunan ekonomi pada mulanya yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai masyarakat. {Suhendra (2006:74-75)} 6. Budi
daya
adalah
usaha
yang
bermanfaat
dan
memberi
hasil
(Kubi,2005:170)
E. Tujuan penelitian Tujuan umum dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mendeskrifsikan tentang Dampak pelatihan Pemeliharaan Terumbu Karang dalam meningkatkan usaha budidaya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
17
1. Mendeskripsikan
tentang pemanfaatan
hasil pelatihan pemeliharaan
terumbu karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga. 2. Mendeskripsikan
tentang
pendapatan
dan
kemandirin masyarakat
nelayan setelah mengikuti pelatihan pemeliharaan terumbu karang dibandingkan sebelumnya. 3. Mendeskripsikan
tentang pendapat masyarakat terhadap hasil-hasil
pelatihan pemeliharaan terumbu karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga.
F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian tentang pelatihan Pemeliharaan Terumbu Karang dalam meningkatkan usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga-Kabupaten Natuna, adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan Konstribusi bagi pengembangan keilmuan terutama dalam memperkaya kajian-kajian pendidikan non formal (Pendidikan Luar Sekolah) khususnya bidang Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat pesisir b. Sumbangan
bagi
pengembangan
konsep-konsep
pemberdayaan
terutama pemberdayaan masyarakat nelayan melalui Pendidikan Non Formal Informal (PNFI) c. Sebagai masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam perumusan
kebijakan pembangunan
bidang pendidikan bagi
18
masyarakat
nelayan
tradisional
sebagai
salah
satu
strategi
pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
d. Manfaat Praktis a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pelaksana
program
pendidikan
non
formal
Informal
dalam
memberikan layanan pendidikan/pelatihan bagi masyarakat pesisir dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan tradisional. b. Institusi Pendidikan dan Pelatihan khususnya di Dinas Perikanan dan kelautan serta Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna dapat mencontoh dan melakukan pelatihan yang diselenggarakan Coremap II secara berkelanjutan c. Sebagai landasan perbaikan program pelatihan khususnya pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat nelayan/pesisir, d. Sebagai usaha untuk menemukan solusi dalam meningkatkan taraf hidup nelayan khususnya di Kecamatan Pulau Tiga-Natuna.
G. Kerangka berpikir Pelatihan adalah upaya pembelajaran, yang diselenggarakan oleh organisasi (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan dan lain sebagainya) untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan, organisasi, dan/atau masyarakat (sudjana,2007:373), pelatihan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar, terencana dan terarah dan terorganisir serta sistematis yang diselenggarakan diluar sistem pendidikan formal/persekolahan dengan
19
tujuan untuk membantu masyarakat miskin, yakni miskin ilmu pengetahuan, miskin harta, dan juga miskin ketrampilan, yang diselenggarakan secara singkat namun mampu memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat yang membutuhkannya, penekanan kegiatan pelatihan terletak pada hasil yang diperoleh dan outcome/dampaknya bagi keberhasilan peserta pelatihan dalam menopang kehidupannya, serta berubahnya perilaku masyarakat dari kurangnya pengetahuan tentang terumbu karang menjadi tahu dengan baik, dari tidak tahu cara memelihara dan membuat terumbu karang buatan menjadi tahu, intinya tumbuh kesadaran untuk memelihara terumbu karang. Program pelatihan yang benar adalah program yang diselenggarakan sesuai aturan yang benar yakni mengikuti rancangan pelatihan yang diawali dari identifikasi masalah dilanjutkan dengan penyusunan program pelatihan mulai dari menentukan tujuan program pelatihan, sasaran, bahan belajarnya, metode,waktu pelatihan, biaya dan alat yang digunakan,sampai kepada evaluasi termasuk evaluasi tindak lanjut. kegiatan pelatihan pemeliharaan terumbu karang ini merupakan kegiatan yang menjembatani pengetahuan nelayan
tradisional
terhadap terumbu karang secara tradisional dengan
pengetahuan yang lebih baik yakni kegiatan membudidayakan
terumbu
karang yang dikaitkan dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan yang menggeluti usaha budi daya ikan laut, artinya pelatihan ini mampu memberikan mereka kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor sekaligus dampaknya dalam bidang usaha budi daya ikan laut di Kecamatan Pulau Tiga
20
Kabupaten Natuna, dampak tersebut antara lain pemanfaatan hasil pelatihan seperti pengetahuan dan perbuatannya, partisipasi masyarakat setelah mengikuti pelatihan, serta bagaimanakah pendapatan nelayan, sarana prasarana, jaringan kerja serta kemandirian nelayan dibandingkan sebelum mengikuti pelatihan. Kerangka berpikir yang digunakan sebagai asumsi dasar dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan komponen-komponen dalam pendidikan luar sekolah yang dikemukakan oleh Djuju Sudjana (2004:34), yang terdiri dari: masukan sarana, masukan mentah, masukan lingkungan, proses, keluaran, masukan lain dan pengaruh, apabila komponen-komponen tersebut dilakukan secara terpadu maka diharapkan mampu memberikan dampak/outcome terhadap peserta pelatihan. Adapun kerangka berpikir tersebut dijabarkan pada bagan 1.1. berikut ini:
21
Masukan Lingkungan 1.Dukungan pemerintah, 2. Dukungan masyarakat 3. Lingkungan alam
Masukan sarana Penyelenggara, Biaya,sarana,, tutor
Masukan lain Adanya Program Coremap-II
Proses Pelatihan 1. Identifikasi keb,belajar 2. Rekrutmen peserta pel. 3. Menentukan tujuan dan materi pelatihan 4. Strategi dan evaluasi
Output/hasil Adanya Peningkatan 1.
Memiliki Pengetahuan,
2.
Memiliki Ketrampilan
Pengaruh / Dampak
Masukan Mentah 1. Nelayan usia produktif 2. Nelayan miskin 3. Tidak memiliki ketrampilan
Dampak pelatihan pemeliharaan terumbu karang terhadap usaha budidaya ikan laut bagi meliputi:
•
• •
Pemanfaatan hasil pelatihan, terdiri dari pengetahuan,ketrampilan dalam memelihara terumbu karang dan usaha budidaya (kuantitas &kualitas ikan yang dibudidayakan) Pendapatan , dan kemandirian nelayan setelah mengikuti pelatihan Pendapat masyarakat terhadap hasil-hasil pelatihan
Masukan lingkungan
Gambar 1.1. Paradigma Berpikir yang menjadi acuan Penelitian Sumber : Modifikasi dari H.D. Sudjana (2004:34)