BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang 1.1.1. Era Kebebasan Berpikir Tingkah laku dan perbuatan remaja
zaman sekarang dipengaruhi oleh
tayangan televisi, film, radio dan internet. Tren berpakaian, gaya bicara, musik, dan gaya hidup menjadi bagian sehari-hari yang ‘diamalkan’ dan dilakukan. Istilah ‘banjir informasi’ dari internet menyebabkan banyak remaja tidak lagi memiliki waktu untuk mendalami atau memilah informasi mana saja yang dibutuhkan dan mana yang hanya berupa bujuk rayu. Selain itu, kebebasan berpikir dan berekspresi juga menandai era lahirnya generasi reformasi. Sejak jatuhnya rezim orde baru, generasi muda menemukan
jati
dirinya
sebagai
agen
perubahan
yang
berhasil
menumbangkan rezim raksasa dengan pola pergerakan mahasiswa dan pelajar. Kemudian, terjadi pergeseran pandangan di kalangan remaja. Mereka terang-terangan menolak cara berpikir orang tua yang seharusnya dijadikan contoh. Mereka kecewa terhadap para petinggi negara, guru, orang tua, ulama, pemuka agama, dan semua politisi pada masa itu yang dianggap hanya sebagai penjilat dan perusak negara. Akibatnya, timbul sebuah pemikiran baru terhadap pola hubungan antar remaja. Mereka sudah menghilangkan nilai-nilai dalam dirinya dan tidak mempercayai normanorma dalam masyarakat yang telah dibangun puluhan tahun karena mereka menganggap bahwa norma itu diciptakan sebagai legitimasi rezim orde baru dan dicap sebagai ‘barang’ lama. Sebagian dari mereka tidak percaya lagi kepada khotbah para pemuka agama karena dianggap terlalu banyak aturan yang mengekang sehingga membatasi euforia kebebasan berperilaku dan berpikir. Mereka tidak lagi percaya kepada guru mereka sendiri karena diangap telah mengajarkan sejarah dengan menutupi sisi gelapnya. Mereka juga tidak percaya kepada orang tua mereka sendiri karena mereka terlalu keras kepala dan menganggap dirinya selalu paling benar. Ekspresi kegembiraan dan kebebasan berpikir yang liar mencari jalan keluar agar bisa tersalurkan. Jalan yang paling mudah adalah mengekspresikannya
1
dalam hal hubungan dengan sesama, cinta, kasih sayang, dan aktifitas seksual. 1.1.2. Perkembangan Teknologi Komunikasi Tumbuh
berkembangnya
teknologi
handphone
membuat
handphone
tersebut memiliki banyak fungsi lain selain fungsi utamanya sebagai alat untuk berkomunikasi. Handphone zaman sekarang sudah dilengkapi dengan fasilitas multimedia audio visual sehingga mempemudah pemiliknya utnuk mengekspresikan euforianya. Selain itu perangkat canggih tersebut menjadi perangkat no.1 yang wajib dimiliki remaja zaman sekarang karena dianggap sebagai salah satu simbol gaya hidup modern. Hal tersebut didukung oleh harga yang murah meriah, ringan dan instant. Setiap pemakai handphone, mendadak ikut serta berkarya apa saja atas nama seni instant. Membuat berbagai macam dokumentasi, memotret apa saja hingga kecenderungan untuk hal-hal lain yang kadang menyimpang. 1.1.3. Fenomena Mini Video Porno dan Foto Bugil Dimulai pada tahun 2004, ketika rekaman aktifitas seks sepasang mahasiswa Universitas Trisakti disebarkan via handphone dengan teknologi bluetooth dan GPRS. Sejak saat itu, ratusan mini video porno yang beredar melalui perangkat handphone dengan fasilitas multimedia dan 3G. Tidak kurang dari 500 rekaman aktifitas seks dan 2000 foto bugil yang direkam melalui handphone terekam dan tersebar di jutaan handphone di Indonesia hingga akhir 2006. Sebuah fenomena yang menggemparkan terjadi ketika diteliti, tidak hanya mahasiswa, bahkan siswa-siswi SMA di beberapa daerah di Indonesia terekspos aktifitas seksnya akibat keisengan mereka merekam adegan-adegan pribadi yang pada akhirnya menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Fakta saat ini adalah kurang lebih dua buah video porno buatan lokal di sebarkan ke internet setiap harinya. 1.1.4. Meningkatnya Crime Sex dan Remaja yang Kecanduan Pornografi Hasil riset membuktikan bahwa tidak sedikit para pelaku crime sex yang memanfaatkan wanita sebagai objek sasarannya. Mulai dari kasus video casting palsu, hidden camera di toilet, hingga perkosaan. Hasil riset juga telah membuktikan bahwa remaja Indonesia telah mengalami kecanduan materi pornografi. Aktifitas mereka sehari-hari tidak jauh dengan pornografi. Mulai dari mengunjungi situs-situs porno, menyimpan materi
2
pornografi seperti video dan gambar porno, hingga melakukan perekaman adegan porno sendiri. 1.1.5. Kampanye Jangan Bugil di Depan Kamera Sebenarnya TV Lab Communications Indonesia telah memiliki program kampanye “Jangan Bugil di Depan Kamera” yang telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April 2007 dan berkembang pesat menjadi gerakan aktif dilapangan. Namun sayangnya kampanye tersebut belum didukung oleh banyak media. Sampai saat ini TV Lab Communications hanya berkampanye melalui internet, radio, dan seminar yang baru dilaksanakan di beberapa kampus dan sekolah di Yogyakarta dan Semarang. Oleh karena itu, perlu dipikirkan sebuah solusi untuk memperluas kampanye tersebut dalam skala nasional mengingat para pelaku dan penikmat mini video porno tersebut tersebar diseluruh pelosok Indonesia terutama di kotakota besar. Diharapkan, dengan dibuatnya sebuah kampanye terpadu yang tepat sasaran dan didukung dengan komunikasi yang
tepat, dapat
meningkatkan kesadaran para pelaku pembuatan mini video porno untuk menghentikan perbuatannya karena akibatnya bukan hanya akan dirasakan oleh si pelaku itu sendiri tapi juga semua kalangan yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan si pelaku. Tidak hanya sebuah tren sesaat, namun diharapkan dapat memberikan dampak yang kontinyu dan konsisten dalam masyarakat. 1.2.
Identifikasi Masalah / Pembatasan Masalah Pembahasan dilakukan dalam lingkup perancangan sebuah kampanye sosial sebagai solusi masalah yang fokus membahas permasalahan perilaku remaja menyimpang yang dapat mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat luas. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai aktifitas pembuatan film-film porno amatir atau mini video porno dan foto-foto bugil. Dinamakan mini video porno karena video tersebut dibuat dengan menggunakan handphone sebagai alat perekamnya yang sebagian besar dilakukan oleh anak SMA dan mahasiswa Indonesia. Batasan porno atau bugil disini yaitu: 1. Adegan hubungan seksual 2. Adegan oral seks
3
3. Kegiatan masturbasi 4. Memperlihatkan alat kelamin laki-laki atau perempuan 5. Memperlihatkan buah dada perempuan 6. Telanjang bulat 7. Aktifitas seks lainnya Permasalahan yang dihadapi para pelaku pembuatan video dan foto porno ini adalah kurangnya kesadaran akan bahaya dan resiko yang ditimbulkan akibat kecerobohan mereka sendiri. Dampak terbesarnya timbul pada masyarakat luas yang cenderung akan atau telah termotivasi untuk berbuat hal yang sama. Lebih buruknya lagi dapat menimbulkan perbuatan sex crime. Hal tersebut tentu saja bersentuhan dengan nama baik diri pelaku, keluarga, bangsa dan agama. Program TV Lab Communications Indonesia, “Jangan Bugil di Depan Kamera”, merupakan sebuah gerakan moral atas dasar keprihatinan atas ratusan mini video porno amatir yang dibuat oleh sebagian besar remaja Indonesia, namun belum berjalan sesuai harapan. Pesan untuk tidak coba-coba bugil di depan kamera baik merekam adegan seks atau foto bugil belum tersampaikan dengan baik ke masyarakat luas. Untuk mendukung program “Jangan Bugil di Depan Kamera”, maka dibuatlah sebuah rumusan masalah yaitu bagaimana cara untuk meningkatkan kesadaran pasangan remaja, individu atau kelompok bahwa akibat atau resiko yang ditimbulkan oleh kecerobohannya saat membuat mini video porno dan foto bugil dapat berpengaruh terhadap kehidupan mereka dan Skehidupan masyarakat luas. 1.3.
Maksud dan tujuan Karena jumlah mini video porno dan foto bugil yang beredar di internet dan handphone semakin meningkat dan dampak negatif yang ditimbulkan semakin nyata, untuk itu perlu adanya dukungan terhadap kampanye sosial “Jangan Bugil di Depan Kamera” untuk memutuskan mata rantai penyebaran materi pornografi buatan lokal di Indonesia. Mata rantai yang paling urgent untuk segera diputus adalah para pelaku atau pembuatnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengubah perilaku remaja yang tidak terkendali secara perlahan menjadi bertanggung jawab dan mengurangi tingkat kecanduan materi pornografi di kalangan remaja sehingga dapat memperlambat tingkat peredaran materi pornografi di masyarakat beserta akibat-akibat buruknya.
4
1.4.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pembuatan kampanye sosial ini yaitu melakukan survey melalui studi literatur, wawancara serta investigasi. Studi literatur dilakukan dengan penelaahan dari buku-buku yang berhubungan dengan psikologi dan seksualitas remaja, studi kasus, dan internet. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait diantaranya TV Lab Communication, PKBI/MCR, pemuka agama dan komunitas yang peduli terhadap kasus ini termasuk para penikmat film porno itu sendiri. Investigasi dilakukan terhadap penyebar dan pelaku pembuatan film dan foto porno. Kemudian data-data tersebut diolah untuk memberikan gambaran umum mengenai permasalahan ini dan dijadikan sumber ide untuk menciptakan sebuah pesan melalui konsep serta strategi kampanye baik secara verbal maupun visual sehingga dapat menghasilkan kampanye yang persuasif, tepat dan efektif.
1.5.
Kerangka Pemikiran
5