BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi protein masyarakat. Kesadaran akan pentingnya konsumsi protein hewani juga mengalami peningkatan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2015, kebutuhan rata-rata konsumsi protein masyarakat mengalami kenaikan setiap tahunnya dari 54,35 g per kapita per hari tahun 2009; 55,01 g per kapita per hari 2010; 56,25 g per kapita per hari 2011; 53,08 g per kapita per hari pada tahun 2013 dan 53, 91 g per kapita per hari pada tahun 2014. Semakin bertambahnya konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia maka produksi protein hewani harus ditingkatkan. Ternak yang mampu menghasilkan produksi protein hewani tinggi dalam waktu relatif singkat adalah unggas. Burung puyuh sebagai salah satu ternak unggas yang cocok diusahakan baik sebagai usaha sambilan maupun komersial. Selain itu burung puyuh memiliki kelebihan dibanding ternak unggas lainnya (ayam dan itik). Kelebihan burung puyuh antara lain di setiap umur burung puyuh memiliki nilai jual tinggi, lahan yang dibutuhkan tidak terlalu luas, cepat menghasilkan telur dan produksi telur tinggi 250-300 butir/ekor/tahun, kandungan gizi telur dan daging yang tinggi, bahkan kotoran dan bulunya masih bisa memberi manfaat (Listiyowati dan Roospitasari, 2004). Burung puyuh rentan terhadap infeksi bakteri patogen yang ada disaluran pencernaan seperti Escherichia coli (Afdora, et al., 2010). Escherichia coli
1
2
merupakan mikroflora yang umum ada di pencernaan manusia dan hewan. Escherichia coli dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok patogen dan kelompok non-patogen (komensal). Kelompok patogen dibagi menjadi dua yaitu diarrheagenic E.coli (DEC) (dengan delapan sub-patotipe) dan extraintestinal patogenic E. coli (ExPEC) (dengan enam sub-patotipe) (Filho, et al., 2015). Avian colibacillosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelompok ExPEC dan telah menyebabkan kerugian besar bagi industri perunggasan di seluruh dunia (Filho, et al., 2015; Mbanga and Nyarai, 2015). Bakteri tersebut menjadi salah satu penyebab utama kematian yang tinggi pada unggas (Afdora, et al., 2010). Dalam penelitian ini dikaji tentang keberadaan Escherichia coli pada burung puyuh dengan karakterisasi dan analisis faktor virulen serta kemampuan sistem imunitas seluler dengan uji in vitro.
Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
karakteristik Escherichia coli
untuk
mengidentifikasi
dan
mengetahui
isolat asal burung puyuh serta mengetahui
hubungan faktor virulen Escherichia coli secara in vitro terhadap kemampuan sistem imunitas seluler dengan uji fagositosis makrofag.
3
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat patogenesitas Escherichia coli isolat asal burung puyuh, sehingga dapat digunakan sebagai sumber ilmiah dalam pengendalian Escherichia coli pada burung puyuh.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Enterobactericeae Karakteristik bakteri anggota Enterobactericeae merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang dan berukuran medium (0,4 – 0,6 x 2 – 3 µm), bersifat motil karena memiliki flagela, fakultatif aerob dan dapat menfermentasi glukosa, katalase positif, oksidase negatif dan dapat tumbuh pada media yang tidak diperkaya (Quinn, et al., 2004; Leboffe and Pierce, 2011). Pewarnaan Gram E. coli dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pewarnaan Gram Escherichia coli tampak berwarna merah (tanda panah) menunjukkan bakteri tersebut termasuk bakteri Gram negatif (Leboffe and Pierce, 2011) Enterobactericeae terdistribusi luas ke seluruh dunia. Keberadaannya banyak di lingkungan seperti tanah, air, tanaman bahkan di dalam sistem pencernaan hewan dan manusia (Quinn, et al., 2004). Anggota Enterobactericeae dapat dilihat pada Gambar 2.
Enterobacteriaceae Mayor Patogen Escherichia coli
Salmonella sp.
Patogen opportunistik Yersinia sp.
Proteus sp.
Klebsiella pneumonia
Enterobacter aerogenes
Gambar 2. Anggota Enterobacteriaceae yang penting dalam dunia veteriner (Quinn, et al., 2002)
4
5
Berdasarkan
kemampuannya
dalam
menyebabkan
Enterobactericeae dapat dikelompokkan menjadi
infeksi
klinis,
tiga kategori yaitu bakteri
patogen, bakteri patogen oportunis, dan bakteri non-patogen. Bakteri non-patogen adalah kelompok bakteri yang tidak menyebabkan gejala klinis pada hewan seperti Hafnia dan Erwinia, dapat diisolasi dari feses dan lingkungan yang terkontaminasi. Bakteri patogen oportunis terkadang menyebabkan gejala klinis pada daerah selain sistem pencernaan, seperti Proteus dan Klebsiella. Sedangkan bakteri patogen merupakan kelompok bakteri yang dapat menyebabkan infeksi klinis baik enterik maupun sistemik, contohnya E. coli dan Yersinia (Quinn, et al., 2002).
Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif dari anggota Enterobactericeae. Bakteri E. coli motil karena memiliki flagela dan fimbria. Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dan menghemolisis darah. Memiliki antigen somatik (O), flagela (H), dan kapsuler (K) yang digunakan untuk serotipe E. coli dapat dilihat pada Gambar 3 (Quinn, et al., 2002) . Karakter pertumbuhan anggota Enterobactericeae dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 3. Skema antigen somatik (O), flagela (H), dan kapsuler (K) yang digunakan untuk serotipe E. coli (Quinn, et al., 2002)
6
Tabel
1.
Karakteristik pertumbuhan Enterobacteriaceae
dan
reaksi
biokimia
Karakteristik A. coli Salmonella sp. Yersinia sp. kultur Media agar Beberapa strain darah hemolitik Motilitas motil motil motila 300C Fermentasi + laktosa IMViC test Produksi + v indol Methytl + + + red test VogesProskauer _ _ _ test Citrate test + TSI agar Slant Kuning Merah Kuning Butt Kuning Kuning Kuning Produksi + H2S Lysine + + decarboxylase Aktivitas +a urease Keterengan : a. kecuali Y. pestis (Sumber : Quinn, et al., 2002).
anggota Enterobacter aerogenes mucoid motil +
+ + Kuning Kuning + -
E. coli merupakan flora normal pada pencernaan hewan dan manusia. Beberapa strain memiliki virulensi rendah akan tetapi dapat menjadi oportunistik dan menyebabkan infeksi di luar saluran pencernaan. Sedangkan strain patogen memiliki faktor virulensi sehingga dapat menyebabkan penyakit. Faktor presdisposisi yang memungkinkan kolonisasi E. coli antara lain umur, diet, status imunitas serta jumlah bakteri E. coli (Quinn, et al., 2002). Dalam saluran pencernaan beberapa unggas biasanya ada 104-107cfu/gram koloni E.coli. Bakteri non-patogen ini juga berkolonisasi di saluran respirasi atas
7
unggas (faring dan trakhea), selain itu juga dapat diisolasi dari kulit dan bulu unggas (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Penularan E.coli pada unggas dapat terjadi melalui jalur vertikal maupun horizontal. Penularan vertikal yaitu dari induk ke anak dapat melalui kerabang telur yang dapat mengakibatkan salpingitis. Sedangkan penularan horizontal melalui kontak unggas sehat dengan unggas sakit atau pun melalui kontaminasi bakteri di pakan dan air minum (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Berdasarkan kemampuan bakteri menimbulkan gejala klinis E. coli dibedakan menjadi bakteri komensal dan bakteri patogen. Bakteri E. coli patogen dapat dikelompokkan menjadi dua subgrup yaitu diarrheagenic E. coli (DEC) dan extraintestinal patogenic E. coli (ExPEC.) DEC digolongkan menjadi delapan subpatotipe yaitu: enteropatogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffusely adherent E. coli (DAEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), adherent invasive E. coli (AIEC) dan higa-toxin producing enteroaggregative E. coli (STEAEC). ExPEC digolongkan menjadi enam subpatotipe yaitu uropatogenic E. coli (UPEC), sepsis atau newborn meningiti assciated E. coli (NMEC), sepsisassociated patogenic E. coli (SePEC), mammary patogenic E. coli (MPEC), endometrial patogenic E. coli (EnPEC) dan avian patogenic E. coli (APEC) (Filho, et al., 2015). Respresentasi gejala klinis grup E. coli dapat dilihat pada Gambar 4.
8
APEC UPEC NMEC ExPEC
SePEC MPEC EnPEC
E. coli patogen
EPEC
E. coli
ETEC E. coli komensal
EHEC EIEC DEC
DAEC EAEC STEAEC AIEC
Gambar 4. Respresentasi grup Escherichia coli (Filho, et al., 2015)
Faktor Virulensi Faktor virulensi dari E. coli patogen antara lain kapsul, endotoksin, enterotoksin dan zat yang diekskresikan lainnya. Kapsul polisakarida yang dimiliki beberapa strain E. coli akan mengganggu aktivitas fagositosis dari sistem imun. Endotoksin sebagai komponen lipopolisakarida bagian dinding sel bakteri berperan dalam menyebabkan penyakit seperti aktivitas pirogenik, kerusakan endotelium, intravascular koagulasi, serta syok endotoksik (Quinn, et al., 2002).
9
Gambar 5. Adesi bakteri pada sel hospes spesifik (Braganca, 2015)
Adesi adalah interaksi antara bakteri dan sel hospes.Setelah terjadi interaksi antara bakteri dan sel hospes selanjutnya terjadi invasi bakteri ke dalam hospes dan menyeybabkan terjadi kolonisasi pada jaringan spesifik. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap patogenesitas bakteri (Ramirez, et al., 2009). Patogenesitas mikroba merupakan kejadian yang kompleks mencangkup berbagai mekanisme seperti dapat dilihat pada Gambar 5 (Braganca, 2015). Patogenesitas bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor virulensi potensial. Faktor virulensi tersebut antara lain fimbria, aerobactin iron-sequestering system, kapsul, temperature-sensitive hemagglutinin, toxin dan sitotoksin (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Fimbria Fimbria adalah bentukan seperti rambut panjang di extraseluler yang dimiliki sel bakteri patogen Gram negatif. Fimbria sebagai media spesifik yang menghubungkan dengan sel epitelium permukaan hospes. Sedangkan protein permukaan fimbria disebut adesin, yang memiliki komponen high-affinity binding
10
spesifik (Braganca, 2015). Deskripsi secara umum fimbria dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fimbria extraintestinal patogen E. coli. Informasi meliputi nama gen, reseptor spesifik adesin Adesin Fimbria tipe 1
Gen
Reseptor spesifik
fim
Mannose oligosaccharides (Mono- and Trimannose) P-blood group antigen-specific glycosphingolipids (αD-Galp-(1-4)-ß-DGalp) Matrix and Plasma Proteins (Fibronectin, Laminin, Plasminogen, HKininogen)
Fimbria P
pap
Curli
csg
Fimbria S
sfa
Neuraminic acid (Sialyl galactosides)
Fimbria F1C
foc
Lactosylceramide containing glycolipids
Fimbria Dr
dra
Afimbria adesi
afa
Dr blood group antigen, Decay accelerating factor (DAF) Decay accelerating factor (DAF)
Sel perlekatan: in vitro dan in vivo Epitelium vesica urinaria manusia Trakhea dan organ pencernaan ayam Ren, kolon, dan enterosit ileum manusia
Trakhea dan usus ayam Ren, vesica urinaria, endotelium otak, dan usus manusia Epitelium bursa fabrisius, duktus dan tubulus ginjal ren manusia, sel tubulus ren Membran basalis ren manusia dan anjing. Epitelium vesica urinara, usus dan eritrosit. Sel uroepitelial
(Sumber : Braganca, 2015)
Adesin fimbria pada E. coli yang mengandung enterotoksin akan berdampak pada mukosa usus dan traktus urinary bagian bawah. Hal ini
11
menyebabkan kolonisasi bakteri pada mukosa sehingga akan mengurangi efek ekspulsif dari peristaltik (Quinn, et al., 2002). Aerobactin iron-sequestering system Dalam proses fisiologis hewan membutuhkan besi dalam konsentrasi rendah sekitar 10-18 mol.L-1. Sedangkan untuk pertumbuhan bakteri biasanya dibutuhkan besi dengan konsentrasi bakteri sebesar 10-6 mol.L-1. Akan tetapi, bakteri E. coli dapat tumbuh pada kondisi konsentrasi besi sangat terbatas. Hal ini dikarenakan 73-98% APEC memiliki dan mengeluarkan aerobactin ironacquisition system (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Aerobactin system bertanggungjawab selama infeksi dan multiplikasi E. coli pada extraintestinal. Reseptor spesifiknya adalah lutA protein untuk adesin ferric aerobactin (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). ColV plasmid juga sebagai salah satu faktor virulensi yang berpengaruh pada, efek bakterisidal dan aerobactin system. Gen yang dimiliki colV plasmid adalah iss (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Kapsul E. coli terdiri dari lipopolisakarida yang merupakan molekul komplek yang terdiri dari lipid dan karbohidrat seperti dilihat pada Gambar 6. N-acetyl neuraminidic acid pada lipopolisakarida E. coli berefek bakterisidal pada jalur alternative complement. Ketika bakteri mati maka lipid A pada lipopolisakarida berfungsi sebagai endotoksin yang berasosiasi dengan dilatasi pembuluh darah, syok dan pembekuan darah (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999; Tortora, et al., 2010).
12
Gambar 6. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif (Tortora, et al., 2010) Temperature-sensitive hemagglutinin Aktivitas hemaglutinasi terjadi pada suhu 26-300C dan diatas 420C hemaglutinasi tidak terjadi. Mannose-resistant hemagutinin dikeluarkan bakteri pada suhu rendah. Fenotip gen hemaglutinasi adalah Tsh (Temperature-sensitive hemagglutinin ) (Braganca, 2015). Tsh berperan dalam aktivitas proteolitik immunoglobulin A. Tsh hanya dapat diisolasi dari hewan sakit karena tsh tidak ditemukan pada hewan sehat. Dan 90,6% isolate positif tsh merupakan bakteri patogen (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999). Toxin dan sitotoksin Faktor virulensi bakteri didapat dari produksi enterotoksin, verotoksin atau faktor nekrositik sitotoksik. Enterotoksin akan mempengaruhi aktivitas fungsional enterosit. Verotoksin dan faktor nekrositik sitotoksik akan menyebabkan kerusakan sel (Quinn, et al., 2002). Enterotoxigenic E. coli (ETEC) terjadi karena adesi antara fimbria dengan reseptor di permukaan sel epitel yang biasa disebut dengan colonization factor antigen (CFA). Selain itu ETEC juga menghasilkan heat labile toxin (LT) dan
13
heat stabile toxin (ST). ST akan meningkatkan kadar cGMP seluler, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan
sekresi
klorida
(Zein,
dkk.,
2004).
ETEC
juga
yang
bertanggungjawab untuk diare bayi dan traveler (Leboffe and Pierce, 2011). Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) menghasilkan sitotoksin sehingga menyebabkan kolitis hemoragik dan sindrom uremik hemolitik (Zein, dkk., 2004). Enteropatogenic E. coli (EPEC) yang menyebabkan diare pada bayi, enteroinvasive E. coli (EIEC) yang menyebabkan diare invasif, enteroaggregative E. coli (EAEC) penyebab diare akut dan kronis (Leboffe and Pierce, 2011).
Imunitas Seluler Imunitas merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mempertahankan diri dari benda asing (infeksi) yang masuk ke dalam tubuh (Playfair dan Chain, 2001). Sistem imun ini sangat komplek dan berhubungan antara reaksi biokimia dan seluler. Apabila ada mikroorganisme masuk ke dalam tubuh maka akan melewati tiga lapisan perlindungan tubuh yaitu phisical barrier, innate immunity dan adaptive immunity (Tizard, 2013) dapat dilihat Gambar 7.
14
microoganisme
Phisical barrier
Innate immunity
Adaptive immunity Gambar 7. Tiga lapisan perlindungan tubuh hewan (Tizard, 2013)
Mekanisme pertahanan tubuh dimulai dari phisical barrier yaitu pertahanan fisik pertama dikulit baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Contohnya secara fisik dan kimia di kulit ada sekresi asam lemak dan asam laktat melaui kelenjar keringat dan sebase. Sedangkan secara biologi terjadi simbiosis bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi mikroorganisme seperti Lactobacillus pada epitel organ (Munasir, 2001). Innate immunity merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme di dalam tubuh. Komponen innate immunity terdiri dari polimorfonuklear, makrofag, komplemen, sel Natural Killer, dan interferon. Sedangkan adaptive immunity adalah sistem pertahanan tubuh spesifik yang terdiri dari imunitas humoral (produksi antibodi) dan Cell Mediated Immunity (CMI) (Munasir, 2001).
15
Perbedaan antara innate immunity dan adaptive immunity yaitu respon imun terhadap mikroorganisme.
Innate immunity memiliki banyak variasi
reseptor sehingga apabila ada mikroorganisme masuk segera dapat direspon dengan cepat dan tidak spesifik. Sedangkan pada adaptive immunity direspon secara lambat akan tetapi spesifik dan memiliki memori apabila terjadi infeksi berulang (Tizard, 2013). Respon imun dari sistem kekebalan tubuh dapat mengidentifikasi mikroorganisme ataupun sel-sel abnormal yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini memiliki peranan penting untuk mengatasi terjadi infeksi. Apabila terjadi infeksi berulang dari mikroorganisme yang sama maka akan terjadi respon imun seluler yang cepat. Kemampuan untuk merespon infeksi seluler ini diperantarai limfosit dan makrofag yang ditemukan di limpa, nodus limfatikus dan darah (Tizard, 2013). Makrofag disebut juga reticuloendothelial system. Morfologi makrofag sangat besar, banyak sitoplasma, sitoplasma berganular dan bervakuola. Makrofag berasal dari monosit sumsung tulang belakang yang masuk sirkulasi darah kemudian menetap di dalam jaringan (Salasia dan Hariono, 2010). Makrofag merupakan sel fagosit yang hampir ditemui pada setiap organ diseluruh tubuh dan berumur panjang. Makrofag memiliki kemampuan untuk mengenali tidak hanya benda asing tetapi juga antibodi dan klompemen terikat untuk meningkatkan fagositosis (Tizard, 2013). Fagositosis berarti suatu proses untuk memakan bakteri atau benda asing yang dilakukan setelah benda asing atau bakteri melekat pada permukaan
16
makrofag. Sel makrofag akan membentuk tonjolan sitoplasma dan melekuk ke dalam membungkus bakteri atau benda aing tersebut. Di dalam makrofag bakteri atau benda asing akan dihancurkan (Efendi, 2003).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bahan Dalam penelitian ini digunakan 24 isolat E. coli yang diisolasi dari feses dan jaringan burung puyuh di Godean, DIY yang berasal dari 62 spesimenl puyuh sakit (panoptalmitis, sinusitis, perikarditis, airsakulitis, asites, feses encer). Sampel dari isolat E. coli merupakan bagian dari penelitian drh. Khusnan, MP. Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta. Identifikasi dan isolasi dilakukan di Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Untuk uji imunitas seluler digunakan sel makrofag yang diisolasi dari peritoneum mencit.
Identifikasi E. coli Uji MacConkey Agar (MCA) Isolat E. coli diidentifikasi dengan cara menanam pada media MacConkey Agar (MCA). Media dibuat dengan cara sebanyak 5 gram MCA dalam 100 ml aquades, kemudian distirrer sampai homogen, di autoclave selama 10-15 menit. Media dituang di dalam cawan petri, diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Apabila bakteri dapat menfermentasi laktosa maka medium dan koloni akan berwarna pink. Media MCA berguna untuk isolasi dan diferensiasi anggota Enterobacteriaceae yang memiliki kemampuan menfermentasi laktosa (Leboffe and Pierce, 2011; Quinn, et al., 2004).
17
18
Uji Kligler’s Iron Agar (KIA) Kligler’s Iron Agar (KIA)
digunakan untuk diferensiasi anggota
Enterobacteriaceae dan membedakan dari bakteri Gram negatif batang yang lain. Media KIA merupakan media yang cocok untuk bakteri yang memfermentasi glukosa, fermentasi laktosa dan reduksi sulfur. Setelah tumbuh koloni bakteri terpisah berwarna pink dari media MacConkey Agar, koloni bakteri diinkubasi dalam KIA selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Formulasi media, setiap 5,2 gram KIA ditambahakn 100 ml kemudian distirrer supaya homogen dan di autoclave, dituangkan dalam tabung dan dimiringkan selama 10-15 menit. Apabila bakteri dapat menfermentasi glukosa dan laktosa maka akan terjadi akumulasi asam sehingga warna slant dan butt menjadi kuning. Warna media akan menjadi hitam apabila terjadi reduksi sulfur dan media akan terangkat dengan adanya produksi gas (Leboffe and Pierce, 2011).
Uji Sorbitol MacConkey Agar (SMAC) Bakteri yang ditumbuhkan pada media KIA dipindahkan dengan ose ke dalam media Sorbitol MacConkey Agar (SMAC), dengan tujuan untuk mengisolasi dan identifikasi Escherichia coli patogen.
Formulasi media
digunakan 5,1 gram MCA untuk 100 ml aquades kemudian distirrer sampai homogen, media di autoclave, dituang di cawan petri, diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Apabila bakteri dapat menfermentasi laktosa dan tidak memfermentasi sorbitol, medium dan koloni akan tampak berwarna colorless.
19
Bakteri yang tumbuh pada media SMAC dipindahkan dengan ose pada media Plat Agar Darah (PAD) (Atlas, 2010; Al-Dawny and Yousif, 2013).
Uji Plat Agar Darah (PAD) Koloni bakteri colorless dari media Sorbitol MacConkey Agar (SMAC) dipindahkan dengan ose pada media Plat Agar Darah (PAD). Media PAD digunakan untuk mengisolasi, identifikasi dan diferensial karakteristik bakteri berdasarkan kemampuan menghemolisis darah domba. Media PAD dibuat dengan menggunakan Tryptic Soy Agar, diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Penambahan 5% darah domba (defibinated) ada tiga tipe hemolisis pada kultur di PAD yaitu β-hemolisis, α-hemolisis, dan ɤ-hemolisis. β-hemolisis berwarna hijau (parsial), α-hemolisis berwarna terang (sempurna), dan ɤ-hemolisis lemah (Leboffe and Pierce, 2011).
Uji Aglutinasi Pada uji aglutinasi digunakan darah kelinci, ayam dan domba dengan antikoagulan 0,2M sodium sitrat pH 5,2. Preparasi eritrosit dilakukan dengan cara darah disentrifus, 2000rpm selama 5 menit, cairan jernih dibuang dan endapan yang terbentuk dicuci dua kali dengan 0,15M NaCl, kemudian dibuat larutan 2% dengan NaCl. Uji ini dilakukan dengan mereaksikan 20 µl larutan bakteri yang telah ditentukan optical density (OD)nya dengan spektrofotometer transmisi pada λ 620 nm (kira-kira 109 bakteri/ml 0,15 NaCl) dengan 20 µl larutan eritrosit dalam mikroplat. Bakteri yang mengaglutinasi eritrosit akan terlihat larutan berwarna
20
merah difus, sedangkan yang tidak bereaksi dengan eritrosit akan tampak endapan merah dibawah sumuran mikroplat (Wibawan, et al., 1993).
Uji Fagositosis Makrofag Preparasi Bakteri Isolat E. coli dari media SMAC ditanam pada media Todd Herwitt Broth (THB) dalam tabung reaksi, diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm pada selama 5 menit. Endapan dilarutkan dalam aquades steril dan divortex sampai kekeruhan sama dengan Mc. Farland 108 (Santosa dan Hertiani, 2005).
Isolasi Sel Makrofag Isolasi sel dilakukan dari peritoneum mencit. Caranya mencit dieutanasi dengan kloroform, kemudian dilakukan pembukaan abdomen mencit, diinjeksikan larutan RPMI 5 ml. Peritoneum mencit dimasase selama 3 menit secara perlahan agar makrofag yang menempel dirongga peritoneum dan di sekitar usus dapat terlepas dan tersuspensi dalam medium RPMI. Larutan RPMI diambil dengan spuit steril, setelah itu disentrifus 2000 rpm selama 15 menit dengan dua kali pengulangan (Munawaroh, dkk., 2008).
Uji Viabilitas Makrofag Uji viabilitas makrofag dilakukan dengan mencampurkan 100 µl larutan sel makrofag dengan 10 µl tryphan blue dan didiamkan selama satu menit. Sel-sel
21
makrofag dihitung dalam hemocytometer, sel yang hidup berwarna cerah dan20 yang mati berwarna biru. Dalam penelitian digunakan sel-sel makrofag > 70% dalam kondisi hidup untuk uji fagositosis.
Uji Fagositosis Sel Makrofag terhadap Escherichia coli Uji fagositosis dilakukan dengan cara mencampur 100 µl makrofag dengan 100 µl bakteri dan pewarnaan 10-20 µl safranin. Campuran larutan diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit (setiap 10 menit dihomogenisasi). Setelah itu, diteteskan pada obyek glass dan amati dibawah mikroskop, lalu hitung jumlah bakteri yang terfagosit oleh makrofag (1-20 makrofag) (Santosa dan Hertiani, 2005).
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk meneguhkan diagnosa kolibasilosis dilakukan identifikasi bakteri penyebab. Dalam penelitian ini sampel berasal dari puyuh yang menunjukkan gejala seperti radang pada mata, sinusistis, asites, airsaculitis, cairan jantung maupun feses yang encer karena diare. Hasil identifikasi E. coli dari 62 spesimen asal burung puyuh dapat dilihat pada Tabel 3. Identifikasi isolat E. coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkey Agar (MCA) dan Klinger’s Iron Agar (KIA). Sedangkan karakterisasi dilakukan dengan Sorbitol MacConkey Agar (SMCA), Plat Agar Darah (PAD) dan Uji Aglutinasi. Isolat diidentifikasi dengan cara menanam pada media MacConkey Agar (MCA). MacConkey Agar (MCA) berguna untuk isolasi dan diferensiasi anggota Enterobacteriaceae yang memiliki kemampuan menfermentasi laktosa. (Quinn, et al., 2004).
Gambar 8. Pertumbuhan E. coli (tanda panah hitam) pada media MacConkey Agar terlihat koloni sirkuler berwarna pink
22
23
Tabel 3. Hasil identifikasi E. coli isolate asal puyuh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Kode sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 P1 P2 P3 P4 P4.2 P5
MCA + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
KIA SMAC + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + +
No. 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Kode MCA KIA SMAC sampel P5.2 P5.3 + + + P6 + + + P6.2 + + P6.3 P7 P7.1 P8 P8.1 + + P9 P9.1 + P9.2 P10 + + + P11 + P11.1 + + + P12 + + + P12.1 + + P13 + + P14 + + P14.1 P15 + + + P16 P16.1 + + P16.2 + + + P17 + + + P17.1 + + + P17.2 + P18 + + P18.1 + + + P.19 + + + P19.1 + + +
Apabila bakteri dapat menfermentasi laktosa maka hasil metabolisme asam sehingga medium dan koloni berwarna pink. MCA mengandung bile salts, Neutral red dan crystal violet. Bile salts dan crystal violet yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Neutral red sebagai indikator pH,
24
dimana apabila pH diatas 6,8 maka koloni berwarna colorless dan pH dibawah 6,8 koloni akan berwarna merah. Asam akan terbentuk dari fermentasi laktosa dan menyebabkan perubahan warna koloni menjadi merah seperti pada Gambar 8 (Leboffe and Pierce, 2011). Hasil penanaman sebanyak 62 spesimen pada media MacConkey Agar (MCA) menunjukkan sebanyak 44 isolat tumbuh dengan koloni sirkuler dan berwarna pink (merah) karena terjadi fermentasi laktosa seperti tampak pada Gambar 8 (Quinn, et al., 2004). Namun perlu pembuktian lebih lanjut, maka koloni bakteri terpisah ditanam pada media Kligler’s Iron Agar (KIA). Kligler’s Iron Agar (KIA)
merupakan media selektif untuk E. coli.
Digunakan untuk diferensiasi anggota Enterobacteriaceae dan membedakan dari bakteri Gram-negatif basil yang lain. Media KIA merupakan media yang cocok untuk bakteri yang memfermentasi glukosa, fermentasi laktosa dan reduksi sulfur. Pada prinsipnya apabila bakteri dapat menfermentasi glukosa maka akan terjadi akumulasi asam sehingga akan menurunkan PH dan mengubah warna slant dan butt menjadi kuning. Karena glukosa akan habis dalam waktu 12 jam, sebagai pengganti organisme di area slant (aerob) akan mulai memecah amino yang tersedia menjadi asam, memproduksi NH3 dan meningkatkan pH (Leboffe and Pierce, 2011). Hidrogen sulfida (H2S) dihasilkan oleh penguraian tiosulfat maupun pemecahan pepton. Warna media akan menjadi hitam apabila terjadi reduksi dan fermentasi sulfur. Apabila terjadi fermentasi pepton dan asam amino warna media
25
akan berubah menjadi merah baik dalam kondisi aerob maupun anaerob, media akan terangkat dengan adanya produksi gas (Leboffe and Pierce, 2011). Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa dan tidak dapat memproduksi sulfur (Quinn, et al., 2002). Apabila dapat memfermentasi laktosa dan glukosa akan terjadi akumulasi asam di slant dan butt sehingga media berwarna kuning. Apabila bakteri hanya mampu memfermentasi glukosa maka terjadi katabolisasi protein aerob di slant sehingga slant berwarna merah dan butt berwarna kuning. Sedangkan media akan akan terangkat apabila ada produksi gas (Leboffe and Pierce, 2011).
Gambar 9. Hasil KIA E. coli dimana slant berwarna kuning, butt berwarna kuning dan terangkat (tanda panah) Dari penanaman sebanyak 44 isolat pada media Kligler’s Iron Agar (KIA) menunjukkan hasil 33 isolat tumbuh yang diindentifikasi sebagai E. coli. Untuk karakterisasi, maka koloni bakteri Escherichia coli perlu ditanam pada Sorbitol MacConkey Agar (SMAC). Media Sorbitol MacConkey Agar (SMAC) tujuannya untuk mengisolasi dan identifikasi Verocytotoxin Escherichia coli patogen. bakteri pada media SMAC dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil pertumbuhan
26
Gambar 10. Pertumbuhan E. coli pada Sorbitol MacConkey Agar terlihat koloni berwarna colorless Apabila bakteri dapat menfermentasi laktosa dan tidak memfermentasi sorbitol sehingga medium dan koloni berwarna colorless. SMAC sebagai media diferensial E. coli karena hanya beberapa E. coli saja yang dapat tumbuh pada media ini seprti EHEC (Al-Dawny and Yousif, 2013). Hasil penanaman sebanyak 33 isolat menunjukkan hasil sebanyak 24 isolat tumbuh pada Sorbitol MacConkey Agar (SMAC) dengan warna koloni bakteri colorless. Determinasi lanjutan perlu dilakukan dengan menanam koloni terpisah pada media Plat Agar Darah (PAD). Plat Agar Darah (PAD) digunakan untuk mengisolasi, identifikasi dan diferensial karakteristik bakteri berdasarkan kemampuan menghemolisis darah domba terutama Streptocooccus, Enterococcus dan Aerococcus. Pada prinsipnya bakteri memproduksi exotoxin (hemolysin) akan merusak eritrosit dan hemoglobin darah domba. (Leboffe and Pierce, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Braganca (2010), E. coli memiliki faktor virulensi Temperatur-sensitive hemaglutinin (tsh) dimana reseptor spesifiknya adalah hemoglobin, eritrosit, ekstraseluler protein matriks fibronektin dan kolagen IV. Faktor tsh hampir ditemukan pada semua strain E. coli. Aktivitas
27
hemaglutinasi optimal ketika tumbuh pada suhu 26oC dan suhu tumbuh didalam sel 37oC. sedangkan pada suhu lebih dari 42oC aktivitas tsh berkurang. Adesin fimbria pada enterotoksin akan berdampak pada mukosa usus dan traktus urinary bagian bawah. hal ini menyebabkan kolonisasi bakteri pada mukosa sehingga akan mengurangi efek ekspulsif dari peristaltik. Selain itu, faktor virulensi virus didapat dari produksi enterotoksin, verotoksin atau faktor nekrositik sitotoksik. Enterotoksin akan mempengaruhi aktivitas fungsional enterosit. Verotoksin dan faktor nekrositik sitotoksik akan menyebabkan kerusakan sel (Quinn, et al., 2002).
A
B
Gambar 11. β-hemolisis koloni Escherichia coli pada media Plat Agar Darah (PAD) dengan zona terang (A) (tanda panah) dan ɤ-hemolisis memiliki zona gelap (B) (tanda panah) Ada tiga tipe hemolisis yaitu β-hemolisis, α-hemolisis, dan ɤ-hemolisis. αhemolisis menyebabkan kerusakan parsial eritrosit dan hemoglobin sehingga berwarna hijau (parsial). β-hemolisis berwarna terang (sempurna) karena terjadi kerusakan eritrosit dan hemoglobin secara sempurna. Dan ɤ-hemolisis lemah atau non-hemolitik biasanya ditandai dengan adanya pertumbuhan koloni bakteri tetapi tidak terjadi perubahan media (Leboffe and Pierce, 2011).
28
Tabel 4. Jenis hemolisis E. coli pada media Plat Agar Darah (PAD) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kode sampel 2 8 9 12 16 18 19 20 21 P2 P4.2 P5
Hemolisa ɤ ɤ β ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ β
No 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kode sampel P5.3 P6 P10 P11.1 P12 P15 P16.2 P17 P17.1 P18.1 P.19 P19.1
Hemolisa β β ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ ɤ β ɤ ɤ
Hasil pertumbuhan E. coli pada media PAD dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 3. Berdasarkan hasil penanaman dari 24 sampel yang ditanam pada media PAD sebanyak 19 isolat Escherichia coli pada Plat Agar Darah (PAD) menunjukkan karakter pertumbuhan koloni bakteri yang beragam yaitu αhemolisis (79%) dan
β-hemolisis (21%).
Berdasarkan karakter hemolisis
diketahui bahwa ke-24 sampel bakteri tersebut bersifat patogen pada hospes (DhoMoulin and Fairbrother, 1999). Hemolisin merupakan enzim yang bersifat toksik yang melisiskan eritrosit, meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga hospes lebih rentan terhadap agen infeksi. Selain itu hemolisin juga merupakan eksoprotein untuk menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri dalam proses infeksi sel (Khusnan, dkk., 2012) Uji hemaglutinasi terhadap 24 isolat E. coli dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengaglutinasi eritrosit kelinci, domba dan ayam. Dalam penelitian ini E. coli yang mengaglutinasi eritrosit terlihat larutan berwarna
29
merah difus, sedangkan yang tidak bereaksi dengan eritrosit akan tampak endapan merah dibawah sumuran mikroplat (Gambar 12).
Gambar 12. Uji Aglutinasi E. coli dengan menggunakan eritrosit ayam terlihat ada endapan merah dibawah sumuran mikroplat menunjukkan hasil negatif (kotak hijau) dan difus menunjukkan hasil positif (kotak merah) Reaksi aglutinasi positif terjadi karena ada ikatan antara eritrosit dan fimbria bakteri. Fimbria sebagai media spesifik yang menghubungkan dengan sel epitelium permukaan hospes memiliki protein permukaan yang disebut adesin. Adesin memiliki komponen high-affinity binding spesifik sebagai reseptor spesifik fimbria. D-mannosa dari fimbria tipe 1 memiliki kemampuan mengikat maksimum epitelium hospes. Fimbria tipe 1 biasanya ditemukan pada epitelium vesica urinaria manusia, trakhea dan organ pencernaan ayam (Braganca, 2015; Shankar, et al., 2010). Hasil aglutinasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Aktivitas hemaglutinasi terjadi pada suhu rendah 26-300C dan diatas 420C hemaglutinasi tidak terjadi. Mannose-resistant hemagutinin dikeluarkan bakteri pada suhu rendah. Isolat E. coli dalam penelitian ini mampu mengaglutinasi eritrosit kelinci sebanyak 6 isolat (25%), mengaglutinasi eritrosit ayam sebanyak 10 isolat (42%) dan mampu mengaglutinasi eritrosit domba sebanyak 10 isolat (42%).
30
Tabel 5. Hasil uji hemaglutinasi E. coli Serum Isolat P19.1 P6 P10 20 8 P11.1 21 P12 2 P17.1 P17 P18.1 P16.2 P2 16 P19 18 P4.2 P5 P15 P5.3 9 19 12
Kelinci
Ayam
Domba
+ + + + + +
+ + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + +
Uji fagositosis sel makrofag terhadap E. coli dilakukan dengan menggunakan 12 isolat E. coli. Hasil aktivitas fagositosis sel makrofag terhadap E. coli dapat dilihat pada Gambar 13. Fagositosis berarti suatu proses untuk memakan bakteri atau benda asing yang dilakukan setelah benda asing atau bakteri melekat pada permukaan makrofag (Efendi, 2003). Makrofag merupakan sel fagosit yang hampir ditemui pada setiap organ diseluruh tubuh dan berumur panjang. Makrofag memiliki
31
kemampuan untuk mengenali tidak hanya benda asing tetapi juga antibodi dan klompemen terikat untuk meningkatkan fagositosis (Tizard, 2013) . Makrofag juga berfungsi untuk mensistesis komponen-komponen tertentu, tranferin, endogenous pyrogen, lysozyme dan interferon. Serta sebagai imunitas seluler (Salasia dan Hariono, 2010).
a b Gambar 13. Sel makrofag yang sedang memfagositosis E. coli (a), Escherichia coli yang difagositosis sel makrofag (b) Tabel 6. Rata-rata penghitungan bakteri E. Coli oleh makrofag Sampel 8 9 12 18 P2 P5 P5.3 P6 P10 P17 P18.1 P19
Asal Sampel Mata kanan Snus Sinus Paru Airsac Sinus Tinja Mata kanan Mata kanan Hidung Hidung Hidung
Rata-rata fagositosis 12,05 14,55 10,75 13,6 14,05 13,1 16,4 13,65 12,25 13,5 16,5 15,05
Hasil uji daya imunitas seluler sel makrofag selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil perhitungan fagositosis E. coli oleh makrofag
32
terlihat aktivitas fagositosis tertinggi terdapat pada kode sample P 18.1 (16,5 bakteri/sel), sedangkan aktivitas fagositosis terendah terdapat ada kode sampel 12 (10,75 bakteri/sel). Rata-rata aktivitas fagosiosis E. coli oleh bakteri sekitar 14 bakteri/sel. Perbedaan hasil perhitungan jumlah E. coli yang difagositosis dalam sel
makrofag kemungkinan disebabkan adanya faktor-faktor virulen seperti
fimbria, aerobactin iron-sequestering system, kapsul, temperature-sensitive hemagglutinin, resistensi bakeri, toxin dan sitotoksin (Dho-Moulin and Fairbrother, 1999).