BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan-memberi pengharapan untuk pengairan, perhubungan, ataupun makanan. Banyak kebudayaan yang tercipta ketika manusia mulai menyesuaikan kebiasaannya dengan karakter tempat ia tinggal.1 Dimana kawasan pantai atau sungai merupakan publik space bagi masyrakat suatu kota, yang memiliki area tertentu yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu di perkotaan tepian air, biasanya keadaan fisik perkampungan nelayan itu sebagian besar masih kumuh sehingga memerlukan langkah penataan dan pengembangan. Karena tujuan pembangunan kota Waingapu tidak lepas dari tujuan pembangunan nasional dan tujuan pembangunan daerah propinsi Nusa Tenggara Timur, (Di ambil dari Rencana Umum Tata Ruang Kota Waingapu Tahun 1999-2019)) yaitu ; •
Meningkatkan taraf hidup, kecerdasan serta kesejahteraan seluruh rakyat Nusa Tenggara Timur yang semakin merata.
•
Menciptakan kemajuan yang seimbang di dalam daerah dan dengan daerah lain, serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
Bentuk dan pola tata ruang kota Waingapu saat ini masih bisa dimanfaatkan untuk penatan dan pengembangan kearah dalam dalam arti meningkatkan kepadatan masa bangunan di setiap wilayah. Perlu adanya rencana mengatasi laju pertumbuhan penduduk kota Waingapu yang semakin meningkat, dimana laju pertumbuhan ratarata pertahun 0.83 %. Pada tahun 1985 penduduk kota Waingapu sebesar 23.777 jiwa
1
P. Wijayanto, “Pengembangan kawasan tepi air berkarakter local”, Desaian Arsitektur, 6, No. #6 (2000).
1
dengan kepadatan 7.37 jiwa/ha atau 737 jiwa/km² dan pada tahun 1999 menglami peningkatan menjadi 43.312 jiwa dan kepadatan rata-rata sebesar 440 jiwa/km², berarti dalam kurun waktu 14 tahun penduduk kota Waingapu mengalami peningkatan dua kali lipat Pada tahun 2002 telah menjadi 46.950 jiwa dengan kepadatan 1.060 jiwa/km²..(Data dari RUTRK Waingapu 1999-2019). Letak Geografis Kecamatan Kota Waingapu terletak di pulau sumba bagian utara kabupaten Sumba Timur propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas kecamatan kota Waingapu 44.3 Km² atau 4.430 Hektar. Menurut PP No.46 tahun 1992 kecamatan kota Waingapu berbatasan dengan: ¾ Sebelah Utara dengan selat sumba. ¾ Sebelah selatan dengan kecamatan pandawai. ¾ Sebelah timur dengan kecamatan pandawai.Sebelah ¾ Barat dengan kecamatan Pandawai dan Kecamatan Haharu.
Peta Nusa Tenggara Timur
Peta Pulau Sumba
”Kecendrungan terjadinya pemukiman ditepian air dikarenakan pola kehidupan turun temurun dengan alasan mata pencaharian, kemudahan sarana transportasi dan kawasan perdagangan pada pusat-pusat perekonomian.”2 Dimana hal ini hampir memiliki kesamaan dengan kawasan kampung bugis di Waingapu-Sumba 2
M. Ichsan, “Pembangunan kawasan perairan pantai yang berwawasan lingkungan”, Sketsa, 23, No. 09 (1993)
2
Timur, yang pada mulanya berawal dari datangnya pengembara dari seberang (bugis) yang menetap di Waingapu yang lama-kelamaan menjalin hubungan dengan masyarakat setempat melalui ikatan pernikahan. Faktor sosial budaya lebih berpengaruh pada tipe-tipe hunian manusia, sehingga muncullah berbagai tipe hunian dengan masing-masing karakteristiknya. Seperti tumbuhnya hunian-hunian baru yang tidak memikirkan bagaimana cara mendirikan bangunan yang layak di bangun. Pemukiman-pemukiman nelayan di Indonesia hampir selalu identik dengan persoalan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan keterbatsan. “Jumlah desa-desa pantai di Indonesia kurang lebih 7.122 desa dan sebagian besar diantaranya belum layak.”3 Bentuk rumah tidak hanya merupakan hasil tekanan fisik atau faktor penyebab tunggal, tetapi juga merupakan konsekuensi dari seluruh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Adapun pengaruh faktor ekonomi terkait dengan persoalan matapencaharian dan kesejahteraan ekonomi. Pada pemukiman nelayan proses pengolahan hasil laut paling banyak dilakukan di luar rumah sehingga membutuhkan ruang terbuka yang cukup untuk membersihkan dan mengeringkan peralatanperalatan laut seperti jaring/pukat pantai, pukat cincin dan proses pembuatan ikan asin. Kesederhanaan menjadi salah satu ciri khas kehidupan nelayan dan itu tercermin melalui pola ruang rumah dan bentuk gubahan massa bangunan yang memiliki ruang dengan multi fungsi. Corak arsitektur rumah nelayan pada umumnya mementingkan fungsionalitas ruang, yang dikaitkan dengan kemudahan pekerjaan sebagai nelayan.
3
Direktorat Perumahan Cipta Karya, Hasil loka karya pembinaan perumahan nelayan, Jakarta, 1984
3
“Secara histories, telah ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa perumahan yang buruk dapat mempunyai dampak fisik dan mental yang negatif pada penghunipenghuninya. Orang-orang yang tinggal di perumahan yang sangat buruk biasanya mengalami penderitaan dalam bentuk lebih banyak sakit, mempunyai tingkat kecelakaan dirumah lebih banyak, dan mempunyai pandangan pesimistis atas persil mereka dan kemampuannya untuk merubah kondisi tersebut, dari pada orang-orang yang tinggal dirumah yang lebih baik”.4
Seringkali ada keluhan dari masyarakat yang tinggal di perkampungan nelayan bahwa bentuk rumah nelayan seringkali mengalami hambatan dalam hal kesehatan dan kenyamanan. Kampung Nelayan Kelurahan
Kamalaputi
memiliki
tingkat
kepadatan
yang
tertinggi
dibandingkan dengan kelurahan lain. Bisa dilihat pada tabel di bawah... Masyarakat nelayan di Kampung Bugis sering melakukan kerja sambilan pada saat masa penceklik ikan, yaitu menjadi pedagang dan petani. Mereka mengalami kesulitan pengembangan profesi sambilan tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan bercocok tanam dan waktu pengerjaannya bersifat temporer. Tabel... No.
Kelurahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Malumbi Lambanapu Mauliru Mauhau Kambaniru Prailiu Wangga Kamalaputi Matawai Hambala Kambajawa Waingapu
4
%Penduduk Kepadatan kelurahan thp Penduduk Per Pddk Km² Kecamatan 1.715 11.2 153 1.63 2.497 6.9 362 5.32 3.272 5.8 564 6.97 1.475 1.5 983 3.14 4.987 1.8 2.770 10.62 6.606 5.3 1.246 14.07 3.857 4.1 941 8.22 6.113 1.2 5.094 13.02 3.646 1.4 2.604 7.76 5.521 2.4 2.300 11.76 7.261 2.7 2.689 15.46 46.950 44.3 1.060 100.00 Data dari Badan Pusat Statistik Kab. Sumba Timur Propinsi NTT
Jumlah Penduduk
Luas Daerah(Km²)
Anthony. J. C, James. C. S, and Susongko, Pengantar Perencanaan Kota (Jakarta: Erlangga, 1979), no. 379.
4
Fhoto udara dari BAPEDDA Sumba Timur
1.2. Permasalahan Umum. Pola pemukiman tidak tertata, akan menimbulkan suatu masalah yang sangat serius bagi kesehatan rumah dan lingkungan dimana akan mengakibatkan suatu hambatan bagi kesehatan, kanyamanan dan perekonomian masyarakat setempat. Serta kurangnya sarana dan prasarana umum yang memadai.
1.3. Permasalahan fisik. Permasalahan fisik mencakup : ¾
Pola pemukiman tidak tertata . Sehingga pengembangan pemukiman nelayan dan persemaian budaya kurang berjalan dengan baik.
5
¾
Pemanfaatan ruang terbuka dan jalan belum optimal. Permasalahan-permasalahan yang akan timbul dari Jalan, open space, bangunan dengan bangunan, bangunan dengan jalan, bangunan dengan open space, jalan dengan jalan, jalan dengan open space, open space dengan open space.
¾
Kondisi rumah nelayan rumah nelayan belum memenuhi syarat sehat. Yaitu misalnya sistem buangan air limbah, penghawaan yang belum baik.
¾
Kurangnya sarana dan prasarana umum. Belum memiliki fasilitas sarana prasarana umum misalnya pos ronda, Tempat penampungan sampah, dan jaringan drainase yang baik, dll.
¾
Belum digali potensi rumah nelayan sebagai daya tarik wisata bahari.
1.4. Permasalahan non fisik. 1. Tingkat kesehatan individu dan keluarga kurang baik, masih rendah. 2. Kurangnya alternatif pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga / masyarakat nelayan.
1.5. Permasalahan Khusus Bagaimana membangun lingkungan perumahan yang layak dan sehat, melalui penataan perumahan dan pemukiman, membangun sarana dan prasarana lingkungan, pelestarian lingkungan serta mengatasi pertambahan penduduk di masa akan datang
6
1.6. Rumusan Permasalahan Bagaimana Penataan Kampung Nelayan di Waingapu Sumba Timur-NTT untuk menciptakan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya dengan landasan konseptul perencanaan dan perancangan di tepian air. 1.7. Tujuan Pembahasan Menata Kampung Nelayan di Waingapu Sumba Timur-NTT untuk menciptakan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya dengan landasan konseptul perencanaan dan perancangan di tepian air.
1.8. Sasaran Permasalahan 1. Melakukan studi penatan kampung nelayan. 2. Melakukan studi tentang Kampung Nelayan Kelurahan kamalaputi di Waingapu Sumba Timur-NTT. 3. Melakukan studi tentang Arsitektur Tepian Air.
1.9. Lingkup Permasalahan 1. Penatan Kampung meliputi/dibatasi pada penataan di tepi laut. 2. Kampung bugis dibatasi pada Rt. 03 dan Rt. 04, Rw. 01, Kelurahan Kamalaputi. 3. Arsitektur tepian air yang dibatasi pada detil-detil dan elemen-elemen struktur 4. Dibatasi pada prinsip-prinsip struktur sosial masyarakat yang ada di kampung bugis Rt. 03 dan Rt. 04, Rw. 01, Kelurahan kamalaputi.
7
1.10. Metode 1.10.1. Metode mencari data : a. Wawancara. Wawancara dilakukan pada orang-orang yang bertempat tinggal di lokasi penelitian serta kepada yang memiliki hubungan dengan penataan kampung di kota waingapu. b. Observasi. Pengamatan langsung pada lingkungan kampung bugis, Kelurahan kamalaputi. c. Studi Pustaka / Literatur. Mempelajari buku-buku tentang penataan kampung nelayan, arsitektur tepian air.
1.10.2. Metode menganalisis data. a. Kuantitatif. Analisis temuan-temuan tentang data kependudukan di kota waingapu dalam angka. b. Kualitatif. Interpretasi kualitatif terhadap temuan-temuan tentang data kependudukan di kota waingapu .
1.10.3. Metode Perancangan. •
Menggunakan prinsip-prinsip pengamatan.
•
Prrisip-prinsip mencari data.
8
1.11. Sistematika Penulisan Bab I.
Pendahuluan. Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Penataan Kampung nelayan di Waingapu-Sumba Timur-NTT. Mengungkapkan potensi dan keadaan sosial masyarakat.
Bab III. Tinjauan Teoritis Penataan kampung Nelayan. Mengungkapkan design requirement penataan kampung nelayan, kampung nelayan yang sehat, Waterfront dan studi kasus.
Bab IV. Analisa Pendekatan menuju konsep perencanaan dan perancangan kampung nelayan. Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide konsep perancanagan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site terpilih.
Bab V
Konsep perencanaan dan perancanagan penataan kampung nelayan. Mengungkapkan kosep-konsep yang akan ditrasnpormasikan dalam rancangan fisik arsitektural.
9