BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan
sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen atau akuntan publik untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan dapat diandalkan (Singgih & Bawono , 2010) Akuntan publik sangat berperan penting dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan. Sehingga akuntan publik mengemban suatu kepercayaan dari masyarakat untuk memberikan opini atas laporan keuangan dengan menentukan apakah representasi (asersi) atas laporan keuangan tersebut betul-betul wajar atau tidak, yang maksudnya untuk meyakinkan para pengguna terkait kualitas laporan keuangan yang diperiksa (H, Atika, 2012). Berkaitan dengan jasa audit yang diberikan oleh auditor, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110 menyatakan bahwa tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi 1
keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (H,Atika, 2012). Pentingnya pendapat auditor telah disoroti oleh banyak pihak baik dalam maupun luar Indonesia. Terlebih setelah kasus kolapsnya Enron dan beberpa perusahaan terkemuka di Amerika Serikat. Seakan menyentakkan bagi banyak kalangan, tidak hanya publik AS saja namun juga seluruh pelaku usaha di dunia. Stone P. H. (1986) menyebutkan perusahaan-perusahaan savings and loans yang berada di North Carolina, juga telah mencoba untuk menunda pelaporan kerugiannya dan berusaha membuat laporan mereka terlihat lebih sehat. Kasus serupa terjadi pada perusahaan finansial lain yaitu Penn Square yang berhasil mendapat catatan bersih dan pendapat wajar dari auditor independennya Peat Marwick Mitcell & Co. Hanya sebulan sebelum bank tersebut bangkrut. SEC (Securities and Exchange Commision) saat itu mengungkapkan akan perlunya pengungkapan atas perubahan auditor dan sedang mempertimbangkan cara-cara untuk memperkuat persyaratan pelaporan keuangan perusahaan (Stone P. H., 1986) Dalam melakukan tugasnya, auditor mengkomunikasikan hasil auditnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi tersebut merupakan puncak dari proses atestasi (Agoes, 2012). Laporan keuangan yang telah diaudit dapat disebut sebagai hasil negosiasi antara manajemen dengan auditor atas berbagai konflik interpretasi. Sehingga perbedaan pendapat antara manajemen dengan auditor mengenai kewajaran laporan keuangan sebelumnya sangat mungkin terjadi karena perbedaan sudut pandang (Bernadus & Fitriany, 2015). 2
Ketergantungan yang kuat antara auditor dengan pihak manajemen, dapat memberikan tekanan yang besar atas berbagai keputusan auditor atas negosiasi dengan manajemen dalam bentuk opinion shopping (Bernadus & Fitriany, 2015). Opinion Shopping merupakan sebutan dari suatu kasus yang terjadi saat auditor independen melakukan perikatan dengan seorang klien, dimana pihak manajemen dari kliennya tersebut diibaratkan sebagai seorang yang suka berbelanja atau membeli opini. Belanja opini mengacu pada praktek dimana klien audit yang mencari auditor alternatif bersedia untuk memberikan opini audit bersih ketika auditor menjabat kemungkinan untuk mengeluarkan pendapat yang tidak menguntungkan (Chen, Peng, Xue , Yang, & Ye , 2016). AICPA mengatakan praktik mencari pendapat kedua memiliki potensi merugikan dan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan. Di sisi lain keengganan AICPA untuk mengkritik belanja opini bersandar pada argumen bahwa prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum yang kompleks dan terus berkembang. Meskipun belanja opini hampir bukan lagi merupakan fenomena baru, banyak kritikus khawatir bahwa dengan semakin goyahnya lembaga keuangan, tumbuhnya daya saing di industri akuntansi dan ketidakpastian atas bagaimana untuk memperhitungkan transaksi keuangan yang kompleks, iklim inilah yang mengarahkan untuk melakukan upaya belanja opini (Stone P. H., 1986). Dalam ilmu ekonomi, Lubbers (1993) dalam Afriansyah & Siregar (2007) mengungkapkan dampak lebih jauh dari kondisi ini adalah adanya perubahan konsentrasi pasar pada industri auditing. Di negara-negara maju, perhatian atas kondisi pasar audit cukup mendapat perhatian beberapa ekonom, hal ini penting 3
karena peningkatan konsentrasi pasar audit akan berdampak pada meningkatnya audit fee, berkurangnya independensi dari akuntan publik, dan menurunnya kualitas audit. Fenomena ini telah mendorong berbagai upaya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Untuk itu semua informasi terkait auditor eksternal perusahaan sudah sewajarnya perlu diungkapkan pada annual report, agar para pengguna laporan tersebut sedikit banyak dapat mengetahui reputasi auditor atau KAP hingga jumlah biaya yang dikeluarkan dalam menunjang jasa profesional tersebut. Sangat berbeda dengan auditor yang bekerja pada BPK dan sebagainya, mereka mendapat gaji dari pemerintah. Pada sektor privat, auditor ketika melakukan perikatan maupun etika profesional, belanja opini (opinion shopping) dipraktikkan oleh beberapa perusahaan untuk menerima opini positif dari catatan keuangan perusahaan. Sebuah opini akuntan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa keuangan perusahaan yang cukup disajikan dan bahwa mereka sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Ketika auditor tidak dapat memenuhi permintaan dengan klien, ada aturan yang harus dipatuhi, baik yang bersifat teknis operasional manajemen untuk memberikan suatu opini tertentu seperti yang dikehendakinya maka auditor tersebut akan diputuskan kontraknya dan akan digantikan oleh auditor lain yang dapat memenuhi permintaan manajemen dengan upah yang menggiurkan (Singgih & Bawono, 2010). Berdasarkan penelitian Bernadus & Fitriany (2015) menunjukkan bahwa ketransparansian pengungkapan atas laporan keuangan perusahaan-perusahaan go pu blic di Indonesia masih kurang, hal itu ditunjukkan salah satunya oleh 4
sangat rendahnya tingkat pengungkapan imbal jasa audit pada perusahaan. Dimana atas lebih dari 312 perusahaan terdaftar non finansial pada tahun 2012 hanya terdapat 65 perusahaan yang mengungkapkan tingkat imbal jasa audit pada laporan tahun (annual report). Sehingga hal tersebut dapat diasumsikan bahwa mereka berusaha menutupi sesuatu atas ketidaktransparannya perusahaan publik dengan tidak mengungkapkan imbal jasa audit dibandingkan dengan sebagian kecil perusahaan yang secara terang mempublikasikannya. Beberapa literatur menyebutkan hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya imbal jasa audit. Studi mengenai imbal jasa audit yang dilakukan oleh Wu (2012) dalam Bernadus & Fitriany (2015) menemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara tata usaha perusahaan dengan imbal jasa audit. Jadi apabila suatu perusahaan memiliki tata kelola yang baik maka jumlah imbal jasa audit yang akan dikeluarkan perusahaan untuk membayar jasa audit perusahaan relatif kecil. Sementara itu, studi atas perusahaan Hong Kong oleh Ho & Hutchinson (2010) dalam Bernadus & Fitriany (2015) menunjukkan bahwa imbal jasa audit akan turun seiring dengan fungsi internal audit perusahaan yang diimplementasikan baik. Menurut Lennox (2000) dan SEC (2008) dalam Bernadus & Fitriany (2015) cara yang dapat ditempuh untuk melakukan opinion shopping yaitu pertama dengan pergantian auditor; dan kedua yaitu dengan membeli “shop” opini auditor (Chen, Peng, Xue , Yang, & Ye , 2016; Xie, Cai, & Ye, 2010), hal ini dilakukan dengan memberikan imbalan yang tinggi atas proses audit yang dilakukan oleh auditor. Imbal jasa audit yang tidak wajar akan meningkatkan 5
ketergantungan auditor dengan manajemen (Bernadus & Fitriany, 2015). Kemudian penelitian oleh (Xie, Cai, & Ye, 2010) atas perusahaan pubik yang terdaftar di pasar modal China dengan rentang tahun 2002-2008, menunjukkan bahwa pada perusahaan dengan peningkatan profitabilitas yang tinggi, imbal jasa audit abnormal berkaitan dengan meningkatnya opini audit. Xie, Cai, & Ye (2010) menjelaskan bahwa hanya perusahaan dengan tingkat kualitas akuntansi yang rendah memiliki insentif untuk membayar biaya audit ekstra kepada auditorauditornya untuk menghindari pertanyaan tentang kualitas tersebut, sehingga dengan itu tidak perlu perusahaan membanyar biaya ekstra kepada auditornya untuk memperoleh opini yang lebih baik. Karena jika perusahaan meningkatkan hasil operasinya dalam hal ini, itulah cara meyakinkan peningkatan opini audit. Jika sebaliknya, kualitas laba perusahaan yang tidak meyakinkan maka perusahaan akan membayar auditor dengan biaya ekstra untuk mendorong auditor terkait untuk tidak mempertanyakan kualitas laba tersebut. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat kualitas akuntansi yang rendah menggunakan biaya audit abnormal untuk memperoleh opini audit yang lebih menguntungkan yang berarti terlibat dalam upaya opinion shopping. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh studi yang dilakukan oleh (Bernadus & Fitriany, 2015) atas perusahaan Indonesia tahun 2012-2013 yang termasuk dalam industri non keuangan, terlihat adanya pengaruh atas imbal jasa audit abnormal terhadap terbentuknya opini audit perusahaan. Opini tersebut menunjukkan bahwa independensi auditor terpengaruhi oleh imbal jasa audit dan berhubungan negatif dengan imbal jasa audit. Penelitian-penelitian terdahulu 6
fokus pada hubungan antara peningkatan opini audit dan biaya audit abnormal, tetapi terdapat satu bentuk dari belanja opini (opinion shopping) oleh Xie, Cai, & Ye (2010) yang bertujuan untuk menghindari penurunan opini audit perusahaan (adanya improvement) dan bukan menginginkan adanya perubahan melainkan mereka berhasil mempertahankan opini auditnya . Studi lain terkait belanja opini yang di lakukan oleh Lennox (2000) awalnya mempertanyakan kesimpulan bahwa opini-belanja adalah sia-sia karena kurangnya bukti dalam studi menganalisis pendapat pra dan pasca-switching. Meskipun diamati opini pasca-switch tidak lebih menguntungkan daripada opini pra-switch, penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Inggris berhasil terlibat dalam belanja opini karena keputusan mereka beralih meminimalkan kemungkinan menerima laporan dimodifikasi. Selanjutnya hanya ada satu studi pada belanja opini di tingkat mitra, yaitu Chen, Peng, Xue , Yang, & Ye (2016), yang menggunakan metodologi Lennox dan menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menekan perusahaan audit dalam menghapus mitra non-sepakat di Cina. Sejumlah kekhususan pengaturan Cina membuat keberadaan belanja opini di tingkat mitra relatif mungkin. Pertama, perusahaan mengalami tekanan yang signifikan untuk menghindari laporan yang dimodifikasi, karena ini mungkin berat dalam keputusan delisting dari regulator pasar saham. Kedua, pasar mitra yang tersebar, dan perusahaan memiliki mekanisme kontrol kualitas rendah. Akhirnya, lembaga di China lemah, dan perlindungan investor serta risiko litigasi auditor rendah.
7
DeFond dan Zhang (2014) dalam Chen et.al (2016) juga menunjukkan bahwa suksesnya upaya belanja opini menyiratkan gangguan dalam independensi auditor, dan kurangnya independensi auditor dapat tercermin dalam kualitas laba yang lebih miskin dan pada penyelidikan menunjukkan kualitas laba perusahaan yang berhasil adalah melakukan belanja opini di tingkat mitra. Berdasarkan berbagai penelitian terdahulu diatas dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi opinion shopping, yaitu pasca peralihan auditor (Lennox, 2000), kualitas laba atau tingkat profitabilitas (Chen et al., 2016 dan Xie et al., 2010), pemberian imbalan yang tinggi atas proses audit atau abnormal audit fee (Xie et al., 2010; Bernadus & Fitriany, 2015), serta adanya partner-level audit switch (Chen et al., 2016). Berhasilnya upaya opinion shopping tersebut dapat diproksikan oleh adanya perubahan opini audit baik peningkatan opini audit maupun (deterioration) penurunan opini audit dan atau kemungkinan adanya perubahan opini yang lebih baik. Studi ini memperluas literatur audit terhadap opini belanja dalam beberapa cara. Pertama, kami menyajikan bukti empiris pertama yang menunjukkan bahwa klien audit yang berhasil terlibat dalam opini belanja melalui keputusan sebuah perusahaan untuk beralih (switch) firma audit. Kedua, kami mengeksplorasi variasi cross-sectional praktik belanja opini dan menunjukkan bahwa tingkat belanja opini dipengaruhi oleh audit klien dan karakteristik perusahaan audit Chen et al., (2016). Kecuali untuk studi bersamaan dengan Newton et al., (2015), yang menunjukkan bahwa tingkat internal belanja opini kontrol bervariasi dengan tingkat persaingan pasar audit. 8
Pada studi ini kami memberikan bukti empiris tambahan mengenai hubungan antara imbal jasa audit abnormal dan opinion shopping di Indonesia. Penggunaan variabel imbal jasa audit abnormal didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan masih sangat rendahnya tingkat pengungkapan imbal jasa audit pada laporan tahunan perusahaan go public di Indonesia pada tahun 2012. Kemudian penelitian sebelumnya mengenai opinion shopping masih berfokus pada pasar audit di Inggris, China, dan Spanyol, sehingga kami mencoba untuk melakukan studi terkait opinion shopping di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas seberapa besar “Pengaruh Imbal Jasa Audit Abnormal Terhadap Opinion Shopping Perusahaan Non Finansial Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015”. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan Louis Bernadus dan Fitriany, (2015). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Terdapat penambahan variabel dependen yaitu probabilitas perbaikan opini audit (improvement) dengan menggunakan model estimasi audit fee dari Xie, Cai, & Ye (2010) untuk memperoleh imbal jasa abnormal sebagai nilai residualnya. 2. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari perusahaan non finansial yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dengan data laporan keuangan tahunan periode 2013-2015. 9
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai
berikut: 1.
Bagaimana pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap kemungkinan perusahaan mendapat opini audit yang lebih buruk ?
2.
Bagaimana pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap kemungkinan perbaikan opini audit?
3.
Bagaimana pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap terbentuknya opini audit ?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Untuk menguji secara empiris bagaimana pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap upaya belanja opini (opinion shopping). Tujuan Khusus: 1.
Untuk menguji secara empiris pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap kemungkinan sebuah perusahaan mendapat opini audit yang lebih buruk.
2.
Untuk menguji secara empiris perngaruh imbal jasa audit abnormal terhadap kemungkinan perbaikan opini audit.
10
3.
Untuk menguji secara empiris perngaruh imbal jasa audit abnormal terhadap terbentuknya opini audit.
1.3.2
Kegunaan Penelitian Dari pembahasan pokok masalah serta dari informasi yang berhasil
dikumpulkan, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan: 1. Manfaat bagi akademisi Secara akademis, hasil ini di harapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan teori di Indonesia, khususnya mengenai masalah belanja opini (opinion shopping). Penelitian ini diharapkan pula dapat menambah khasanah pengetahuan dan pemahaman serta dapat dijadikan sebagai referensi pengetahuan, bahan diskusi dan bahan kajian lanjut bagi pembaca tentang masalah yang berkaitan dengan belanja opini (opinion shopping) khususnya mengenai analisis pengaruh imbal jasa audit abnormal terhadap upaya balanja opini yang ditandai oleh perubahan opini audit dan adanya deterioration serta digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat bagi praktisi a. Pihak investor Informasi mengenai opini dari auditor eksternal terkait laporan keuangan yang dilaporkan oleh perusahaan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan kemana akan menginvestasikan kekayaannya, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor investasi yang ada didasarkan pada keyakinan akan tingkat kewajaran pelaporan keuangan perusahaan. 11
b. Pihak pemerintah Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal, sektor perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu di awasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu dapat dilakukan lebih awal. c. Bagi regulator pasar modal Memberikan kontribusi praktis pada pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap kemungkinan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukanmasukan pada masyarakat umum dan khususnya para pemakai laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik tentang beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan opini audit baik perbaikan opini, deterioration maupun terbentuknya opini audit.
12
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Penelitian Berdasarkan pada karakteristik masalah, penelitian ini merupakan penelitian korelasional untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini jenis hubungannya adalah hubungan sebab akibat (kausal) karena bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Indriantoro & Supomo , 1999). Dalam penelitian ini, menggunakan peingkatan opini audit dan deterioration (penurunan opini audit) sebagai variabel terikat (dependent variable) untuk mengukur adanya upaya belanja opini, sedangkan variabel bebasnya (independent variable) adalah imbal jasa audit abnormal. 3.1.2 Definisi Operasional 3.1.2.1 Pengukuran Imbal Jasa Audit Abnormal Sebagai Variabel Independen Imbal jasa audit abnormal adalah selisih antara imbal jasa audit faktual yang dibayarkan kepada auditor untuk pekerjaan audit atas laporan keuangan tahunan dengan ekspektasi imbal jasa audit normal yang harus dibebankan untuk penugasan jenis tersebut (Choi et al, 2010). Berdasarkan definisi tersebut, imbal jasa audit terdiri dari imbal jasa audit normal dan abnormal. Imbal jasa audit abnormal ditentukan secara tidak transparan, persetujuan antara auditor dengan klien yang
52
53
tidak dapat diobservasi. Imbal jasa audit abnormal dapat terdiri atas imbal jasa audit diskon dan imbal jasa audit premium (Bernadus & Fitriany, 2015). Model imbal jasa audit abnormal adalah sebagai berikut: AFEE
= Β0+Β1size+ Β2NBS+ Β3NGS+ Β4invrec+ Β5employ+ Β6lagloss+ Β7lev+ Β8ROA+ Β9liquid+ Β10big4+ Β11shorten+ Β12BTM+ Β13chgsale+ℯ
Afee
= logaritma natural atas imbal jasa audit faktual
Size
= logaritma natural atas total aset
NBS
= logaritma natural atas 1 ditambah jumlah segmen bisnis
NGS
= logaritma natural atas 1 ditambah jumlah segmen geografis
Invrec
= persediaan dan piutang dibagi dengan asset
Employ
= akar pangkat dua atas jumlah karyawan
Lagloss
= 1 apabila Net Income periode t-1 negatif, 0 lainnya
Lev
= leverage
ROA
= return on assets
Liquid
= tingkat likuiditas perusahaan
Big4
= 1 apabila auditor Deloitte & Touche, Ernst & Young, KPMG, dan PricewaterhouseCoopers, 0 lainnya
Shortten
= 1 apabila audit dalam masa audit pertama atau kedua, 0 lainnya
BTM
= book-to-market ratio
54
Chgsale
= perubahan penjualan tahun lalu
Mengikuti Chen et. al (2016); Xie et al (2010); Bernadus & Fitriany (2015), yakni guna mengontrol karakteristik perusahaan yang dapat mempengaruhi keputusan pelaporan auditor. Pertama, untuk mengontrol profitabilitas perusahaan dengan kinerja baik akan memiliki kemungkinan kecil kurang mengalami kesulitan keuangan atau melakukan praktik-praktik akuntansi yang dipertanyakan. Maka untuk mengira ROA dimasukkan untuk mengukur pendapatan operasi yang ditingkatkan dari total aset guna menunjukkan seberapa kuat kinerja keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan dimana menurut Chen, et. al (2016) melalui ukuran kualitas laba dapat diketahui bahwa belanja opini terjadi pada perusahaan dengan pelaporan kualitas laba yang rendah, sementara ntuk mengkontrol karakteristik risiko keuangan perusahaan (klien) dimasukkan
LOSS, LAGLOSS, LEV, LIQUID, GROWTH
(Simunic 1980; Pratt and Stice 1994; Simunic and Stein 1996; Hay et al. 2006; Eshleman and Guo 2013). Selanjutnya untuk mengkontrol ukuran perusahaan atau klien dimasukkan SIZE and EMPLOY. Choi et al. 2010; Eshleman and Guo 2013 memberikan bukti bahwa tingkat imbal jasa audit secara positif berhubungan dengan ukuran dari klien (auditee). Untuk mengkontrol kompleksitas klien dimasukkan variabel NBS, NGS, INVREC (Choi et al. 2010). Dalam model dmasukkan BIG4 untuk menangkap pengaruh perbedaan kualitas audit terhadap biaya audit (AFEE). Kemudian untuk
55
mengukur biaya audit abnormal (ABFEE) dengan ukuran perbedaan atau selisih antara AFEE dan biaya audit normal. 3.1.2.2 Variabel Dependen a.
Penurunan Opini Audit (Deterioration)
Variabel dependen, Det, yang merupakan variabel biner yang mengambil nilai 1 jika opini audit pada periode ini lebih buruk dari yang pada periode sebelumnya dan 0 jika itu lebih baik atau tidak berubah. Model ini ditentukan sebagai berikut. LOGIT (Det) = 𝛃,0 + β1abfee + β2size + β3∆ROA + β4∆Lev + β5growth + β6lastop + β7loss + β8lagloss + β9switch + β10big4 b.
(Model 1)
Perbaikan Opini Audit (Improvement) Sama halnya dengan variabel Det sebelumnya, Imp juga merupakan variabel
biner yang menggunakan nilai 1 jika terdapat perbaikan opini di tahun t atau tidak berubah dari tahun sebelumnya. Variabel ini mengindikasikan tidak terdapatnya suatu penurunan opini audit melainkan bertahannya atau membaiknya opini audit. Model ini ditentukan sebagai berikut. LOGIT (Imp) = 𝛃,0 + β1abfee + β2size + β3∆ROA + β4∆Lev + β5growth + β6loss + β7lagloss + β8switch + β9switch*abfee + β10big4 + β11lastop (Model 2) c.
Terbentuknya Opini Audit Sebuah perusahaan dikatakan terlibat di dalam opinion shopping saat
berusaha untuk mempengaruhi atau bahkan melakukan manipulasi keputusan auditor
56
dalam berbagai cara agar memberikan opini yang lebih menguntungkan bagi manajemen (Xie et al. 2010). Berdasarkan definisi tersebut, menguntungkan dapat berarti mempertahankan atau meningkatkan opini audit. Penelitian ini menguji imbal jasa audit abnormal terhadap probabilitas meningkatnya opini audit. Model ini merupakan kombinasi model audit opinion improvement (Imp) dan deterioration (Det) kedalam ordinal logistik dari terbentuknya opini audit. Model tersebut adalah: LOGIT (OPt=i) = 𝛃i,0 – Βlastop – Β1abfee – Β2size – Β3∆ROA – Β4∆Lev – Β5growth – Β6loss – Β7lagloss – Β8switch – Β9big4 (Model 3) Model 3 digunakan untuk menguji hipotesis 3. Variabel terikat OP adalah variabel yang menggambarkan opini perusahaan. Sesuai dengan Xie et al. (2010), variabel ini memiliki rentang antara 0 hingga -3, dimana 0 adalah kondisi opini wajar tanpa pengecualian. Uji model untuk hipotesis 3 meliputi keseluruhan sampel penelitan dan diuji secara bersama – sama dengan menggunakan variabel terikat berbentuk ordinal. Model ordinal dianggap lebih tepat untuk mengukur terbentuknya opini karena memperhitungkan seluruh kemungkinan opini yang terbentuk, berbeda dengan model deterioration dan improvement yang menggunakan variabel terikat dummy. Det
= 1 apabila opini audit lebih buruk, 0 lainnya
Imp
= 1 apabila opini audit lebik baik atau tetap, 0 lainnya
57
Op
= Opini audit pada tahun t. 0 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian, 1 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan, -2 adalah opini Wajar Dengan Pengecualian, dan -3 adalah Tidak Wajar atau tidak memberikan opini
Abfee
= Estimasi imbal jasa audit abnormal
Size
= Logartima natural atas total asset
∆Roa
= Perubahan atas Return on Assets
∆Lev
= Perubahan atas leverage
Growth
= Pertumbuhan perusahaan yang digambarkan dengan growth rate atas total asset
Lastop
= Opini audit yang diterima periode t-1
Loss
= 1 apabila Net Income periode t negatif, 0 lainnya
Lagloss
= 1 apabila Net Income periode t-1 negatif, 0 lainnya
Switch
= 1 apabila auditor berbeda dengan periode sebelumnya, 0 lainnya
Big4
= 1 apabila auditor Deloitte & Touche, Ernst & Young, KPMG, dan Pricewaterhouse Coopers, 0 lainnya
Time
= Tahun; 2013, 2014 dan 2015 diberi label berturut-turut -1, 0 dan 1
Switch*abfee = Interaksi antara peralihan auditor dengan tahun pelaporan Big*time
= Interaksi antara variable jenis KAP dengan tahun pelaporan
58
Tabel 3.1 Keterangan Formula Keterangan Formula Afee
= LN(fee faktual)
Size
= LN(total aset)
NBS
= LN(1+jumlah segmen bisnis)
NGS
= LN(1+jumlah segmen geografis)
Invrec
=
Employ
=
LEV
=
ROA
=
Liquid
=
BTM
=
Lagloss
= 1 apabila net income periode t-1 negatif, 0 lainnya
Big4
= 1 apabila auditor Deloitte & Touche, Ernst & Young, KPMG, dan PricewaterhouseCoopers, 0 lainnya
Shortten
= 1 apabila audit dalam masa audit pertama atau kedua, 0 lainnya
Chgsale
=
Det
= 1 apabila opini audit lebih buruk, 0 lainnya
Imp
= 1 apabila opini audit lebih baik atau tetap, 0 lainnya
Op
= Opini audit pada tahun t. 0 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian, -1 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan, -2 adalah opini Wajar Dengan Pengecualian, -3 adalah opini Tidak Wajar dan Disclaimer
Abfee
= Hasil operasi atas model Afee – Afee
∆ROA
=
∆LEV
=
Growth
=
59
Lastop
= Opini audit pada tahun t. 0 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian, -1 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan, -2 adalah opini Wajar Dengan Pengecualian, -3 adalah opini Tidak Wajar dan Disclaimer
Loss
= 1 apabila net income periode t negatif, 0 lainnya
Switch
= 1 apabila auditor berbeda dengan periode sebelumnya, 0 lainnya
Switch*abfee = Variabel switch dikalikan dengan variable abfee Big*time 2.1
= Variabel big4 dikalikan dengan variable time
Jenis dan Sumber Data Jenis data pada penelitian ini adalah data dokumenter (documentary data)
yaitu jenis data penelitian yang antara lain berupa: faktur, jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo, atau dalam bentuk laporan program (Indriantoro & Supomo , 1999). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data sekunder. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber secara tidak langsung yakni melalui media perantara yang diterbitkan oleh media masa atau yang dipublikasikan oleh instansi (Indriantoro & Supomo , 1999), data tersebut berasal dari Laporan Keuangan Tahunan dan Annual Report perusahaan yang diakses dari www.idx.co.id dan juga dari website resmi masing-masing perusahaan. 2.2
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, dimana penelitian dilakukan terhadap fakta tertulis (dokumen) atau berupa arsip data yang diperoleh dari suatu organisasi maupun berasal dari data eksternal yang dipublikasikan serta dilakukan dengan menyalin atau meng-copy data-
60
data sekunder berupa angka pada Laporan Keuangan dan Annual Report yang sudah dibuat oleh perusahaan. 2.3
Populasi dan Sampel Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu dan anggota populasi tersebut disebut dengan elemen populasi sedangkan sebagian dari elemen populasi pada penelitian disebut dengan sampel (Indriantoro & Supomo , 1999). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan jasa dan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada rentang tahun penelitian yaitu 2013 – 2015. Populasi pada penelitian ini berjumlah 462 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian). Elemen-elemen populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi berdasarkan pertimbangan (Indriantoro & Supomo , 1999). Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu mengambil sampel berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria dalam penentuan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan non finansial yang sudah dan masih terdaftar di BEI selama periode 2013 – 2015.
61
b. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember selama periode penelitian. c. Perusahaan yang mengungkapkan imbal jasa audit (audit fee) pada laporan keuangan tahunan atau annual report. d. Perusahaan memiliki data lengkap selama periode penelitian untuk faktor-faktor yang diteliti pada periode 2013-2015. 3.5
Metode Analisis Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan
software SPSS. SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk membuat analisis statistika. Berikut ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan pengujian dalam penelitian ini. 3.5.1
Statistik Deskriptif Analisis Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel
yang digunakan dan menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian. Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi. 3.5.2
Analisis Regresi Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi. Uji
hipotesis yang digunakan adalah uji regresi logistik. Uji regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh dari dua variabel, yang mana dua atau lebih variabel
62
independen yang mempunyai jenis pengukuran rasio, serta sebuah variabel dependen berjenis pengukuran nominal. Uji regresi ini digunakan untuk membuktikan pengaruh dari abnormal audit fee terhadap opinion shopping yang diproksikan adanya perbaikan dan penurunan opini audit. 3.5.2.1 Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test) Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah: H0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data H1: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka H0 harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu model dengan konstanta serta tambahan bebas. Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2009). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik.
63
3.5.2.2 Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test lebih besar dari 0.05 maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya 3.5.2.3 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009:83).
64
3.5.2.4 Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan tipe regresi binary logistik. Regressi binary logistic adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Trihendradi, 2007 : 63). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis ada dua hal tersebut berdasarkan model pelaporan audit yang digunakan oleh Lennox (2002). Pengujian selanjutnya menggunakan model ordinal logistic untuk menggambarkan empat tipe opini audit dari yang terbaik sampai yang terburuk.