BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber informasi bagi pihak eksternal yang dapat membantu dalam menaksir kemampuan perusahaan memperoleh laba adalah laporan keuangan. Laporan keuangan selain merupakan media komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, juga merupakan sarana pertanggungjawaban yang menunjukkan kinerja manajemen dalam pengelolaan sumber daya perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba yang disajikan pada laporan laba rugi. Terkait dengan informasi laba, Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1 menyatakan bahwa informasi laba
merupakan
perhatian
utama
untuk
menaksir
kinerja
atau
pertanggungjawaban manajemen. Selain itu, informasi laba juga dapat
dijadikan panduan dalam melakukan investasi yang membantu investor ataupun pihak lain dalam menilai earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Manajemen menyadari adanya kecenderungan dalam
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
2
memperhatikan laba, sehingga informasi laba sering menjadi target rekayasa tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan utilitas mereka. Tindakan oportunis tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan metode
akuntansi yang diperkenankan menurut peraturan akuntansi. Perilaku manajemen yang kreatif dalam merakayasa laba sesuai dengan keinginannya ini dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management). Fitri (2015) menyatakan manajemen laba sebagai campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (manajer). Manajemen laba berbeda dengan perataan laba (income smoothing) karena perataan laba (income smoothing) adalah tindakan untuk meratakan laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil. Oleh karena itu perataan laba (income smoothing) merupakan bagian dari manajemen laba. Salah satu cara untuk mengukur manajemen laba adalah dengan menggunakan proksi Discretionary Accrual (DA). Menurut De Angelo (1986), konsep model akrual memiliki dua komponen, yaitu komponen non-discretionary dan discretionary. Komponen discretionary accruals merupakan bagian dari akrual yang memungkinkan manajer melakukan intervensinya dalam memanipulasi laba perusahaan. Hal ini disebabkan karena manajer memiliki kemampuan untuk mengontrolnya dalam jangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
3
pendek. Komponen discretionary accruals diantaranya terdiri dari penilaian piutang, pengakuan biaya garansi (future warranty expense) dan asset
modal
(capitalization
assets).
Sedangkan
komponen
non-
discreationary ditentukan oleh faktor - faktor yang tidak dapat diawasi oleh manajer. Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan Agency Theory. Sebagai manajer (agent) secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan adanya pemisahan kepemilikan dan kendali, hal ini dapat mendorong manajer melakukan moral hazard karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interests). Hal ini memungkinkan informasi yang disampaikan oleh pengelola tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada pemilik perusahaan. Dengan kata lain, kondisi ini disebut sebagai informasi yang tidak simetris (asymmetric information). Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui antara lain Enron, Merck, WorldCom, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat. Di Indonesia terekspos dua kasus manjemen laba pada tahun 2002, yaitu kasus Kimia Farma yang dicurigai melakukan mark up laba sebesar Rp. 32,688 milyar pada laporan keuangannya (Kompas, 5 November 2002), dengan tujuan agar mampu meningkatkan angka dividen yang dapat menarik perhatian investor. Lalu, kasus Lippo Bank yang menerbitkan 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
4
versi laporan keuangan secara serentak dan berbeda antara satu dan yang lainnya, yaitu laporan untuk dipublikasi, untuk bapepam, dan untuk manajer perusahaan (Wiryadi dan Sebrina, 2013), dengan bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran dan kondisi perusahaan kepada pihak-pihak yang akan mengamati laporan sesuai tujuan masing-masing. Kasus lainnya yang menarik adalah kasus PT Waskita Karya terkait kasus kelebihan pencatatan pada laporan keuangan tahun 20042008. Dalam kasus tersebut direksi melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi multitahun kedepan sebagai pendapatan tertentu. Dalam hal tersebut tim dari Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada kantor akuntan publik yang terlibat dalam pengauditan atas laporan keuangan PT. Waskita Karya (Wiryadi dan Sebrina, 2013). Tindakan manajemen laba tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan yang disebut corporate governance (Pujiningsih, 2011). Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan (agency theory) yang diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
5
akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan konflik keagenan. Pemegang saham akan melakukan investasi dengan berbagai pertimbangan tersendiri. Faktor utama yang selalu menjadi pertimbangan pemegang saham adalah tingkat pengembalian dividen yang akan diterima. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Kebijakan dividen yang akan diputuskan oleh manajer perusahaan ini menyangkut keputusan mengenai berapa besarnya jumlah dividen dan dalam bentuk apa dividen akan dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham (Irmawati, 2016). Kebijakan dividen ini juga menentukan tentang keputusan, apakah laba seluruhnya dibagikan kepada para pemegang saham atau ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk pembelanjaan investasi di masa yang akan datang (reinvestasi). Selain nilai dividen yang diterima, pemegang saham juga biasanya akan menilai investasi berdasarkan ukuran perusahaan yang akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
6
diinvestasikan. Ukuran perusahaan adalah parameter yang menentukan suatu perusahaan termasuk kedalam skala kecil, menengah, atau besar. Semakin besar aset maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat (Inggid, Kardinal dan Aprilia, 2015). Sistem pemberian kompensasi bonus, memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen. Sulistyanto (2014) menyatakan bahwa, motivasi bonus merupakan dorongan bagi manajer dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba. Jika laba lebih rendah daripada target yang ditetapkan maka akan mendorong manajemen untuk melakukan manipulasi dengan mentransfer laba masa depan menjadi laba sekarang dengan harapan akan memperoleh bonus. Komisaris
independen
merupakan
posisi
terbaik
untuk
melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Mekanisme corporate governance diukur dari komposisi Dewan Komisaris Independen. Menurut Fitri (2015), komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
7
Komite audit memegang peranan penting dalam mendampingi dewan komisaris dalam menjalankan tugas serta mengawasi pelaksanaan tanggung jawab yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan, sistem pengendalian internal, sistem manajemen risiko serta fungsi audit internal dan eksternal. Komite audit berfungsi sebagai penghubung antara pihak eksternal auditor dengan pihak internal auditor termasuk menampung segala masalah yang menyangkut bidang akuntansi, pengawasan internal, dan bidang auditing. Komite audit juga berfungsi sebagai mediator dalam berkomunikasi antara dewan direksi, akuntan publik dan internal auditor (Kusumaningtyas, 2012). Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa ketiga agar tingkat
kepercayaan
eksternal
perusahaan
terhadap
pertanggungjawabannya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya bahwa laporan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang lebih independen dari auditor internal terhadap manajemen, diharapkan dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi laporan keuangan. Jika manajemen melakukan pengelolaan laba secara oportunis, maka informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi investor. Sehingga perlu diketahui faktor – faktor
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8
apa saja yang dapat mempengaruhi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Penulis mempengaruhi
termotivasi
untuk
menguji
kebijakan
hutang
dengan
beberapa
faktor
yang
“PENGARUH
judul:
KEBIJAKAN DIVIDEN, FIRM SIZE, KOMPENSASI BONUS DAN PRAKTIK
CORPORATE
TERHADAP
GOVERNANCE
MANAJEMEN LABA (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG
TERDAFTAR
DI
BURSA
EFEK
INDONESIA TAHUN 2013 – 2015)”. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah penelitian tersebut, maka dapat disusun pertanyaan penelitian yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap manajemen laba? 2. Apakah firm size berpengaruh terhadap manajemen laba? 3. Apakah kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba? 4. Apakah penerapan praktik corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
1. Untuk menganalisis secara empiris pengaruh kebijakan dividen terhadap manajemen laba. 2. Untuk menganalisis secara empiris pengaruh firm size terhadap manajemen laba. 3. Untuk menganalisis secara empiris pengaruh kompensasi bonus terhadap manajemen laba. 4. Untuk menganalisis secara empiris pengaruh penerapan praktik corporate governance terhadap manajemen laba. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Hasil dari penelitian ini bisa berguna bagi siapapun yang akan meneliti hal yang serupa seperti penelitian ini. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z