BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemerintah akan melindungi kebudajaan nasional, tetapi engkau pemudapemudipun harus aktif ikut menentang imperialisme kebudajaan, dan melindungi serta memperkembangkan kebudajaan nasional!.1” Kutipan diatas merupakan tulisan Soekarno yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang merupakan pidato presiden Republik Indonesia tanggal
17
Agustus
1959
yaitu
tentang
kebudayaan
nasional
yaitu
pentingnyakebudayaan daerah sebagai identitas nasional. Kebudayaan daerah sebagai kebudayaan nasional juga terdapat didalam Undang-Undang dasar 1945 bab XIII pasal 32 terdapat kalimat yang berbunyi: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.” Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pentingnya kebudayaan sebagai identitas nasional menandai pentingnya kebudayaan daerah sebagai penunjang identitas nasional. Banyuwangi yang merupakan wilayah paling timur Pulau Jawa, memiliki modal sejarah dan budaya yang unik karena merupakan pewaris Blambangan. Mempelajari dan mendalami sejarah Kabupaten Banyuwangi tidak lain untuk menumbuhkan semangat untuk membangun Banyuwangi secara baik dan beradab yaitu menumbuhkan kecintaan
Soekarno. “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato Presiden Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 dalam “Dari Proklamasi Sampai Resopim” Terbitan Berisi Pidato Proklamasi Diutjapkan oleh P.J.M. Presiden Republik Indonesia pada tiap tanggal 17 Agustus. Sedjak tahun 1945 sampai 1961. hlm 420. Jakarta: Departemen Penerangan. 1
1
terhadap tanah kelahiran dan mengenal jati diri sebagai manusia yang lahir dan besar di Banyuwangi. Jadi, mengenal jati diri (sangkan paraning dumadi) adalah awal di dalam menapak masa depan juga didalam meneguhkan identitas kedaerahan di tengah-tengah perjalanan ruang dan waktu yaitu “identitas kedaerahan yang menunjang identitas nasional. “Mempelajari dan mendalami sejarah Kabupaten Banyuwangi tak lain untuk menumbuhkan semangat untuk membangun Banyuwangi secara baik dan beradab, menumbuhkan kecintaan terhadap tanah kelahiran, dan mengenal jati diri sebagai manusia yang lahir dan besar di Banyuwangi. Oleh karena itu, mengenal jati diri (sangkan paraning dumadi) adalah awal di dalam menapak masa depan juga di dalam meneguhkan identitas kedaerahan di tengah-tengah perjalanan ruang dan waktu. Identitas daerah adalah anasir identitas nasional.” 2 “Sastra”, apakah sastra menurut pandangan Armaya? Secara umum karyakarya sastra Armaya bersifat bebas. Menurut Armaya sastra adalah pengucapan tentang kebebasan, apapun bentuk sastra. Seorang sastrawan menjadi besar karena karyanya yang merupakan pengucapan kemerdekaan dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, maka siapapun boleh tampil berkarya dan sah. Kebangkitan sastra tidak terlepas dari penggiat sastra di Banyuwangi yaitu Armaya, Mas Supranoto, Pomo Martadi, Abdullah Fauzi, dan Iwan Aziez Siswanto.3 Beberapa hal terkait kebangkitan sastra. Pertama, kebangkitan sastra karena disemangati oleh keinginan menciptakan karya sastra bertemakan kedaerahan dengan garapan permasalahan dan berusaha menggali potensi yang masih terpendam di daerah Banyuwangi (Blambangan). Kedua, kehendak para sastrawan untuk menciptakan
2
Wawancara dengan Armaya, dikediamannya di Jalan Citarum No.44 Banyuwangi pada tanggal 3 Desember 2014 pukul 10.00 WIB. Komang Harbali. 2002. “Kebangkitan Sastra di Wilayah Banyuwangi.” Jejak. No.02-2002. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan Reformasi. hlm., 27-29. 3
2
iklim berkesenian yang sehat dan konstruktif dengan menggalakkan kegiatan diskusi, pertemuan budaya/ sastra, penerbitan antologi puisi, lomba baca puisi di radio dan perjalanan kegiatan-kegiatan-kesenian sastra lain yang dapat menunjang kehidupan sastra di wilayah Banyuwangi. Ketiga, karena adanya kesadaran yanag tinggi diantara mereka untuk menciptakan iklim berkesenian (sastra) di wilayah sendiri. Keempat, adanya niat untuk menghidupkan “budaya dialog dan budaya kritik sastra” diantara seniman sehingga eksistensi sastra di wilayah Banyuwangi dan sekitarnya tetap terbina.4 “Tentang Sastra, Budaya, Kota-kota, Ketimpangan,” menurut Armaya terdapat hubungan antara sastra, budaya, kota dan ketimpangan yaitusecara keseharian, sastra berupa prosa dan puisi, ada orang sinis menyatakan apakah masih ada orang membaca sastra? Jawabnya tentu orang yang membaca sastra terutama yang berbentuk prosa. Sedangkan yang berbentuk puisi, pembacanya khusus karena bentuk puisi tidak cepat terserap oleh pembaca. Dengan adanya persaingan hidup yang mengeras di kota-kota besar yang menyebabkan terjadi perbedaan yang miskin dan kaya dan hal tersebut mungkin di Banyuwangi. Kebudayaan hadir untuk menghikmatinya, merenungkannya, dan menawarkan sebentuk penyelesaian yang tanpa menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini yang menjadi sorotan untuk karya sastra tentang nasib dan kehidupan manusia. Masjid berdasar etimologi berarti tempat sujud, sajadah yang artinya bersujud, Baitullah yang artinya rumah Allah, mengingat didalamnya nama Allah diagungkan.5 Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orangorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, 4
Ibid.,
5
Armaya. Masjid. 3
mengeluarkan zakat dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang yang mendapat hidayah.” (Qs. AtTaubah: 18)6 Pentingnya masjid sebagai tempat sujud. Masjid adalah “Bait Allah” atau “Rumah Allah”, jantung umat Islam, pusat ibadah (ritual), pusat dakwah (kajian dan pengembangan Islam), pusat pemecahan berbagai persoalan sosial umat Islam dan tempat untuk membangun jama’ah (ukhuwah Islamiyah). Masjid sebagai tempat suci mesti dibangun dan dimakmurkan dengan dasar dan semangat taqwa yang tulus-ikhlas demi mengharap ridha Allah.7 Menurut Armaya (2002) masjid berdasar etimologi berarti “tempat sujud.” Masjid sering juga disebut dengan Baitullah yang artinya rumah Allah, mengingat di dalamnya nama Allah diagungkan, hal ini diekspresikan baik dalam waktu adzan, qomat, shalat, dalam berdoa dan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, dzikir.8 Salah satu hadits Rasulullah menyatakan bahwa: “Telah dijadikan bagi Kami bumi ini sebagai masjid yang suci” (HR. Bukhari) “Islam”, persentuhan dengan Tuhan merupakan ciri khas karya-karya Armaya baik berupa puisi, artikel, novel. Kecintaan pada agama Islam mengilhami hal tersebut. Menurut Armaya, puisi pada dasarnya adalah universal dan setiap orang dapat menikmati nilai-nilai keuniversalannya itu. Setiap kelahirannya, puisi tidak lepas dari situasi pengalaman, manusia, alam dan Tuhannya. Apa yang ditangkap dari siklus manusia, alam dan Tuhannya karena
Ayat ini tertulis di artikel berjudul “Masjid Paripurna.” Buletin Baiturrahman . Edisi no. 44 tahun IV, Juli 2005, hlm. 1. 6
7
Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi- Sekilas Sejarah. 2012. http://masjidagungbaiturrahmanbwi.com/article/102919/sekilas-sejarah.html. Armaya. 2002. “Masjid Paripurna.”Buletin Baiturrahman. Edisi no.5 tahun I April 2002/ Muharram 1423 H, hlm. 3. 8
4
disana terjadi benturan antara renungan, ilham, dan pengalaman itu sendiri. Armaya yang memberikan wadah bagi para sastrawan untuk mengembangkan bakat para penyair untuk menerbitkan karya-karya sastra modern Banyuwangi, puisi-puisi berdialek Using, esai-esai budaya, novel, cerpen, serta buku-buku sejarah dan pengenalan kesenian kota Banyuwangi. “Gerakan Kebudayaan dan Pemikiran Sastra dan Sejarah.” Jadi, hubungan antara gerakan kebudayaan dan pemikiran sastra dan sejarah Armaya di Banyuwangi oleh Armaya adalah penggunaan gerakan kebudayaan dan pemikiran Armaya dalam karya sastra sebagai perwujudan dari ekspresi kebebasan dari sastrawan itu sendiri. Gerakan ini menyoroti kehidupan manusia dan kebudayaan hadir untuk merenungkannya dan menawarkan sebentuk penyelesaian yang tanpa menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan yang terjadi di Banyuwangi. Studi ini akan mengupas biografi pemikiran sastra dan sejarah seorang tokoh Banyuwangi bernama Armaya. Studi ini meliputi. Pertama, latar belakang pemikiran Armaya. Menurut Armaya tujuan mempelajari dan mendalami sastra dan sejarah Islam Banyuwangi adalah untuk menumbuhkan semangat untuk membangun dan menumbuhkan kecintaan terhadap Banyuwangi. Mengenal jati diri, sangkan paraning dumadi adalah awal meneguhkan identitas kedaerahan, khususnya masjid dan Islam. Kedua, karya-karya sastra Armaya. Menurut Armaya sastra pada hakikatnya adalah pengucapan tentang kebebasan dan seorang sastrawan menjadi besar karena karyanya yang merupakan pengucapan kemerdekaan dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan. Ada beberapa karya Armaya yaitu puisi, syair lagu, novel, dan artikel. Ketiga, gerakan dan pemikiran Armaya dibidang sastra yaitu, Baiturrahman dan Jejak. Pemikiran Armaya tentang sastra dan
5
sejarah dalam novel sastra kontemporer Islam. Masa perkembangan pemikiran dibidang sastra dan sejarah tahun 1970-2002 terkait dengan dua hal yaitu kajian sastra dan sejarah Banyuwangi yaitu Baiturrahman dengan kajian pengimbang Jejak. Pada 7 Desember 2001 lahir Baiturrahman dan 4 Januari 2002, Baiturrahman meluncurkan tulisan perdana novelet karya Armaya yang menarik berjudul Bayangan. Penelitian ini merupakan penelitian yang baru karena belum ada yang mengkaji karya sastra kontemporer Islam Banyuwangi yang terkait Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi. Dengan berbagai pertimbangan diatas, penulis mengangkat judul “Armaya: Biografi Pemikiran Sastra dan Sejarah di Banyuwangi (2002-2005).”
B. Rumusan Masalah Permasalahan pokok studi ini adalah tentang pemikiran sastra dan sejarah Armaya dalam upaya membangun identitas nasional yang didasarkan pada identitas daerah melalui pemikiran tentang sejarah dan sastra. Jika pertanyaan bagaimana karya-karya Armaya dan gerakan pemikiran Armaya dibidang sastra dan sejarah. Lingkup temporal penelitian ini adalah mulai tahun 1970 dilihat dari perkembangan pemikiran sastra dan sejarah Armaya. Pertanyaan pokok penelitiannya adalah mengapa Armaya tertarik terjun atau menekuni bidang sastra dan sejarah. 2) Apa karakteristik pemikiran Armaya di bidang sastra dan sejarah. 3) Dimanakah letak posisi Armaya dalam konteks perkembangan sastra dan historiografi lokal di Banyuwangi.
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Kajian historis tentang “Armaya: Biografi Pemikiran Sastra dan Sejarah Banyuwangi” belum pernah ditulis, maka penelitian ini bertujuan untuk pertama memberikan gambaran yang luas mengenai Armaya dan untuk mengetahui faktorfaktor yang melatarbelakangi munculnya pemikiran Armaya, untuk mengetahui karya, pemikiran dan gerakan Armaya untuk masyarakat sekitar yang selanjutnya diharapkan dapat menggalakkan penulisan sejarah lokal Banyuwangi, terutama topik sejarah dan sastra kontemporer Banyuwangi.
D. Tinjauan Pustaka Beberapa kajian sebelumnya yang agak relevan dengan penelitian ini adalah buku tentang sejarah dan budaya. Armaya sebagai tokoh sastra dan sejarawan lokal belum pernah ditulis oleh orang lain, demikian dengan karya-karyanya belum pernah dikaji. Armaya sebagai sejarawan lokal banyak memfokuskan perhatiannya pada sejarah Banyuwangi pada abad 17-18 sehingga menarik untuk diperbandingkan dengan karya-karya. Ada beberapa penelitian mengenai Ujung Pulau Jawa ini yaitu I Made Sudjana, Sri Margana, Suhalik. Penelitian keempat tokoh tersebut banyak berhubungan, baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan tokoh Armaya. Adapun sumber-sumber yang digunakan yaitu buku, novel, buletin, majalah, koran, wawancara dengan pelaku dan laporan penelitian terdahulu tentang Banyuwangi. Ada beberapa referensi awal yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pertama, I Made Sudjana adalah sejarawan pertama Indonesia yang memelopori penelitian sejarah Blambangan berdasarkan arsip-arsip VOC
7
yang menulis sejarah Blambangan antara 1736 dan 1773. Buku beliau berdasar tesis pada Universitas Indonesia tahun 1990. Kedua, Margana dalam bukunya yang berjudul Ujung Timur Jawa 17631813: Perebutan Hegemoni Blambangan yang diterbitkan tahun 2012 yang berisi Blambangan. Dengan menggabungkan antara sumber-sumber lokal dan VOC di Indonesia abad 18. Berbagai bangsa Jawa, Madura, Bali, Belanda Inggris, Bugis, Mandar, Cina, dan Melayu bersaing memperebutkan hegemoni Blambangan. Kehadiran VOC melenyapkan Blambangan dan melahirkan Banyuwangi. Ketiga, Suhalik dalam Makalah Penemuan Makam Ibunda Sunan Giri di Bukit Giri Kecamatan Giri Sebagai Bukti Awal Masuknya Islam di Banyuwangi. Makalah ini adalah tulisan pertama yang mengupas tentang makam ibu Sunan Giri di Banyuwangi. Keempat, novelet Armaya yang berjudul novelet Bayangan dan novelet Keris Emas. Novelet Bayangan ini dicetak menjadi sebuah novel berjudul Bayangan: Sebuah Novel pada tahun 2010. Novelet Bayangan terbit pertama kali dengan subjudul Bayangan I di buletin Baiturrahman no.2 tahun I, Jumat 4 Januari 2002 dan berakhir dengan subjudul Bayangan
XXXVIII
buletin
Baiturrahman no.37 tahun III, Desember 2004. Novelet Keris Emas ini dicetak menjadi sebuah novel berjudul Keris Emas: Sebuah Novel Sejarah Islam di Banyuwangi pada tahun 2010. Novelet Keris Emas terbit pertama kali dengan subjudul Bukit Giri di buletin Baiturrahman no.38 tahun IV pada Januari 2005 dan berakhir dengan subjudul Antara yang Benar dan Salah buletin Baiturrahman no.58 tahun V September 2006. Kelima, buku yang kedua adalah buku kumpulan tulisan yang mana Taufiq Wr. Hidayat, editor berisi kumpulan tulisan bertema Hari Jadi Banyuwangi 24-10-1774. Sejumlah Tulisan dan Catatan Berdirinya
8
Kabupaten Banyuwangi (24 Oktober 1774) yang berisi kontroversi tentang Hari Jadi Banyuwangi yang kritis terhadap sejarah Banyuwangi. Keenam, penelitian ini menggunakan media masa diantaranya Baiturrahman dan Jejak yang terbit tahun antara 2002-2006, wawancara dengan pelaku dan laporan penelitian terdahulu tentang Banyuwangi. Ketujuh, adapun pustaka yang keempat menggunakan buku yang merupakan kumpulan tulisan. Buku yang berjudul Mengenal Sejarah dan Kebudayaan Banyuwangi.
E. Landasan Teoretik Ada dua istilah yang terkait pada penelitian ini. Pertama, biografi pemikiran. Kedua, sejarah pemikiran. Menurut Roland N. Stromberg, sejarah pemikiran adalah history of thought, history of ideas, atau intellectual history. Sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai studi tentang peranan ide-ide dalam peristiwa dan proses sejarah.9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra adalah seni mengenai karang-mengarang (prosa dan puisi). Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya). Dalam penelitian ini saya ingin menjelaskan dua aspek yang terkait dengan tema penulisan sehingga diharapkan mampu membantu dalam melakukan penemuan. Kedua aspek yang dijelaskan disini adalah aspek pemikiran dan aspek perilaku. Untuk menjelaskan kedua apek terebut diperlukan kerangka teori yang relevan dengan keduanya. Dalam menjelaskan aspek pemikiran, penulis telah mengggunakan teori yang dikembangkan oleh Kuntowijoyo 3 yaitu untuk
9
Roland N Stromberg, European Intellectual History Since 1789 dalam hlm. 3 dalam Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm., 189 9
mengetahui pemikiran diperlukan kajian akan teks, kajian konteks sejarah, dan kajian hubungan antara teks dan masyarakatnya. Pertama, keaslian sejarah (historical autenticity) kajian teks berkaitan erat dengan bagaimana hasil pemikiran-pemikiran tokoh yang ditinggalkannnya misal buku-buku dan catatan pribadi maupun media yang lainnya. Kedua, kajian konteks sejarah. Ketiga, kajian hubungan antara teks dan masyarakatnya. Dalam proses ini penulis telah melakukan pendalaman mengenai sejauh mana pemikiran Armaya itu berpengaruh dalam masyarakat yang melingkupinya baik langsung maupun tidak langsung. Sastra dalam penelitian ini adalah karya-karya Armaya. Adapun sumbersumber yang digunakan yaitu buku, novel, Baiturrahman, Jejak, wawancara dengan pelaku dan laporan penelitian terdahulu tentang Banyuwangi. Ada 4 novel Armaya yaitu novel Tirtaganda (1984), novelet Bayangan (2002), novel Angin Laut (2002-2006), novelet Keris Emas (2005). Dua novelet karya Armaya yang berjudul Bayangan dan Keris Emas oleh buletin Baiturrahman yang diterbitkan Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi yang pertama kali terbit pada Jumat 7 Desember 2001. Novelet Bayangan terbit pertama kali dengan subjudul Bayangan I di buletin Baiturrahman no.2 tahun I, Jumat 4 Januari 2002 dan berakhir dengan subjudul Bayangan XXXVIII buletin Baiturrahman no.37 tahun III, Desember 2004. Novelet Bayangan ini dicetak menjadi sebuah novel berjudul Bayangan: Sebuah Novel pada tahun 2010. Novelet Keris Emas terbit pertama kali dengan subjudul Bukit Giri di Baiturrahman no.38 tahun IV pada Januari 2005 dan berakhir dengan sub judul Antara yang Benar dan Salah, buletin Baiturrahman no.58 tahun V September 2006. Novelet Keris Emas ini dicetak
10
menjadi sebuah novel berjudul Keris Emas: Sebuah Novel Sejarah Islam di Banyuwangi pada tahun 2010. Ada beberapa hal yang masih terkait gerakan pemikiran sastra dan budaya di Banyuwangi yaitu masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi, makam ibu Sunan Giri, alternatif Hari Jadi Banyuwangi. Pertama, masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi yang masih terkait dengan penerbitan Baiturrahman.
Kedua, makam Ibu Sunan Giri. Makam Ibu Sunan Giri
merupakan hal yang menarik karena menjadi simbol awal Islamisasi Banyuwangi. Ketiga, alternatif Hari Jadi Banyuwangi. Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba). Ada kontroversi mengenai Hari Jadi Banyuwangi dan tahun 2005 saat novel tersebut ditulis merupakan puncak dari kontroversi tersebut. Hari Jadi Banyuwangi yang diakui pemerintah Banyuwangi adalah tanggal 18 Desember sedangkan alternatif Harjaba yaitu tanggal 24 Oktober.
G. Metode Penulisan Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian sejarah (historical research). Sumber sejarah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis dan sumber tidak tertulis (lisan). Sumber tidak tertulis (lisan) berupa wawancara dengan Armaya, sejarawan, budayawan, sastrawan. Sumber tertulis yang digunakan penulis diantaranya berupa buku novel, media masa, laporan penelitian terdahulu yang didapatkan dari Pusat Studi Budaya Banyuwangi (PSBB) di Banyuwangi, Perpustakaan UGM, Perpustakaan Kota Yogyakarta, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, dokumen Dewan Kesenian Blambangan, dokumen Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi serta media
11
masa seperti Baiturrahman, Jejak, radar Banyuwangi dan lain-lain terkait penelitian sesuai dengan periodisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan berguna untuk mengurai pembahasan yang akan dipaparkan oleh penulis. Penelitian ini disajikan dalam enam bab sebagai berikut. Bab I berupa latar belakang yang merupakan alasan penulis mengambil tema identitas Banyuwangi dalam penelitian ini. Gambaran singkat mengenai sejarah Banyuwangi dan sastranya serta pentingnya pemikiran Armaya bagi Banyuwangi. Bab II penelitian ini menjelaskan biografi singkat Armaya yaitu sebelum berkarya di Banyuwangi. Armaya lahir pada 10 Juni 1930 ditengah keragaman etnis Banyuwangi. Selanjutnya dibahas mengenai masa berkarya Armaya di Banyuwangi. Armaya merupakan salah satu tokoh yang membangkitkan lagi kesenian Banyuwangi setelah kesenian Banyuwangi mulai tahun 1965 sampai 1974 eksistensi kesenian lagu-lagu Banyuwangi mengalami mati karena diberi “stigma merah.” Bab II fokus menjelaskan Masa Pencarian Dasar Pemikiran di Bidang Sastra dan Sejarah Banyuwangi. Bab III fokus menjelaskan Masa Perkembangan Pemikiran di Bidang Sastra dan Sejarah Banyuwangi (1970-2002). Pertama. Kajian Sastra dan Sejarah Banyuwangi: Baiturrahman. Kedua. Kajian Pengimbang: Jejak. Bab IV fokus menjelaskan Sastra dan Sejarah di Banyuwangi (2002-2005). Pertama. Kajian Sastra dan Sejarah: karya Novel Sejarah Banyuwangi. Kedua. Kajian Budaya: Dari Karakteristik Budaya ke Gerakan Sejarah.
12