BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek Dendrobium adalah salah satu genus anggrek favorit bagi pecinta anggrek. Hal ini dikarenakan anggrek ini mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan tumbuh. Selain itu anggrek Dendrobium memiliki kemampuan menerima langsung sinar matahari tanpa tanaman lain yang menaungi dan selama musim dingin, Dendrobium membutuhkan air yang sangat sedikit. Salah satu spesies adalah Dendrobium anosmum Lindl. Jenis anggrek ini mulai disukai konsumen, karena tidak mudah rontok, memiliki bentuk dan warna bunga yang menarik (Tuhuteru et al., 2012). Dendrobium anosmum Lindl. merupakan salah satu anggrek epifit yang tumbuh secara alami di daratan Asia yaitu Thailand, India, Sri Lanka, Laos, Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia, dan Papua New Guinea (Tuhuteru et al., 2012). D. anosmum Lindl. dapat dijumpai di Indonesia seperti kawasan hutan tropis bagian selatan Jawa Timur di Pegunungan Wilis dan Lereng Lawu Selatan (Yulia, 2010). Anggrek ini memiliki manfaat di habitat aslinya yaitu untuk menjaga keseimbangan ekosistem di hutan alami dan sebagai tempat hidup organisme lainnya. Selain manfaatnya sebagai penyeimbang ekosistem, D. anosmum Lindl. ini merupakan tanaman hias dan digunakan oleh para pemulia tanaman sebagai induk persilangan untuk menghasilkan individu dengan variasi baru (Pornarong et al., 2011).
1
2
Beberapa jenis anggrek mengalami penurunan populasi yang disebabkan adanya eksploitasi anggrek yang tidak terkontrol, kerusakan habitat akibat kebakaran hutan dan tanah longsor (Lisnandar et al., 2012). Pemanfaatan kawasan untuk pembukaan jalan baru di habitat aslinya juga merupakan salah satu penyebab populasi termasuk anggrek D. anosmum Lindl. semakin menurun. Kegiatan perbanyakan D. anosmum Lindl. menjadi sangat penting dilakukan mengingat kondisi habitatnya yang sudah tidak lagi mendukung kehidupan anggrek ini. Salah satu upaya dalam melakukan konservasi terhadap D. anosmum Lindl. adalah dengan melakukan perbanyakan secara massal di laboratorium (konservasi ex-situ). Konservasi ex-situ pada D. anosmum Lindl. dapat dilakukan dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan adalah suatu teknik perbanyakan yang penting untuk pemuliaan tanaman, khususnya untuk tujuan konservasi (Dwiyani, 2013). Kultur jaringan pada anggrek dapat dilakukan dengan menggunakan semua organ tubuhnya, misalnya dengan embrio melalui bijinya (embrio rescue). Hal tersebut disebabkan biji anggrek yang sulit untuk dikecambahkan karena biji anggrek tidak memiliki endosperm. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman di dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan. Beberapa media yang digunakan dalam pertumbuhan benih anggrek yaitu media yang berasal dari bahan-bahan alami seperti media organik, Potato Dextrose Agar (PDA), dan media anorganik seperti Murashige and Skoog (media MS). Media tersebut telah umum digunakan
3
dalam pertumbuhan beberapa jenis anggrek seperti Phalaenopsis, Vanda dan Dendrobium (da Silva, 2012). Udomdee perkecambahan
et
al.
benih
(2014)
telah
Dendrobium
melakukan
nobile
dari
penelitian
hasil
silangan
mengenai dengan
menggunakan media dasar Murashige and Skoog (MS) dan konsentrasi gula yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS dengan konsentrasi gula 10 g/L mampu memacu perkecambahan secara optimal. Zat pengatur tumbuh pada media kultur memiliki berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain untuk pembesaran sel, aktivitas sel kambium, pertumbuhan akar, pembentukan tunas adventif, dan proliferasi tunas aksilar, serta pembentukan akar (Pramanik dan Rachmawati, 2010). Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai zat pengatur tumbuh adalah air kelapa. Air kelapa merupakan salah satu di antara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang sering digunakan dalam kultur jaringan untuk perbanyakan mikro anggrek. Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu cara untuk menggantikan penggunaan bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur, seperti Kinetin. Kelapa yang digunakan adalah kelapa yang berumur 7-8 bulan (± 210 hari) (Kristina dan Sitti, 2012). Tuhuteru et al. (2012) telah melakukan penelitian dari eksplan tunas batang dan daun D. anosmum Lindl. yang memiliki tinggi 2–4 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dengan konsentrasi 100 ml/L pada media mampu menginduksi pembentukan tunas dan daun.
4
Sejauh ini belum ditemukan penyelamatan embrio pada D. anosmum Lindl. dengan menggunakan media MS, PDA dan media organik dengan penambahan konsentrasi air kelapa dalam perkecambahan benih anggrek ini. Maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan ketiga media tersebut untuk mengetahui pengaruh media terhadap perkecambahan benih dan tahapan perkembangan pertumbuhan anggrek D. anosmum Lindl. sebagai upaya dalam melakukan konservasi terhadap anggrek spesies di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, adalah : 1.
Berapa persentase perkecambahan benih anggrek D. anosmum Lind. pada media MS, media organik dan PDA ?
2.
Bagaimana pengaruh penambahan air kelapa dengan konsentrasi yang berbeda pada masing-masing media terhadap jumlah embrio ≥ 32 sel (globuler) D. anosmum Lindl. ?
3.
Bagaimana tahapan perkembangan embrio D. anosmum Lindl. pada media MS, Organik dan PDA?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui persentase perkecambahan benih anggrek D. anosmum Lind. pada media MS, media organik dan PDA. 2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan air kelapa dengan konsentrasi yang berbeda pada masing-masing media terhadap jumlah embrio ≥ 32 sel (globuler) D. anosmum Lindl.
5
3. Untuk mengetahui tahapan perkembangan embrio D. anosmum Lindl. pada media MS, Organik dan PDA. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat
penelitian
ini
adalah
memberikan
informasi
mengenai
perkecambahan benih anggrek pada media kultur serta tahapan perkembangan embrio. Manfaat jangka panjang adalah dapat memperbanyak anggrek D. anosmum Lindl. sehingga terhindar dari kelangkaan.