BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek pasar modal yang sangat berpotensi untuk memberikan harapan banyak pada berbagai pihak, maka sudah seharusnya aspek perlindungan hukum terhadap pemegang saham dan masyarakat mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. 2 Suatu perusahaan publik dalam melakukan aktivitasnya melalui pengelola atau pihak pengurusnya, pada hakekatnya harus memandang kepentingan pihakpihak yang diwakilinya, dan tidak melakukan suatu aktivitas yang berpotensi merugikan pihak-pihak yang terkait dalam suatu perseroan untuk memperoleh keuntungan pribadi pihak pengurus dalam perseroan tersebut. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan di pasar modal harus selalu mengikuti peraturan yang ada dan telah ditetapkan oleh pasar modal itu sendiri. Hal ini diperlukan demi terciptanya pasar modal yang dapat melindungi kepentingan investor dalam kegiatan penanaman modal di pasar modal.
1
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), hal. 27 2 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 136
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor. Pentingnya kepercayaan investor dalam pasar modal tidak terlepas dari peranan pemegang saham dalam suatu perseroan yang melakukan aktivitas di pasar modal, karena secara tidak langsung modal pemegang sahamlah yang diinvestasikan di pasar modal melalui saham yang ada di perusahaan masing-masing. Modal yang berasal dari pemegang saham merupakan suatu hal yang sangat penting demi menjaga kelancaran aktivitas perusahaan tersebut. Dalam melakukan aktivitas di pasar modal, perusahaan publik atau sebuah perusahaan tercatat di dalam rencananya untuk melakukan suatu transaksi bisnis wajib memperhatikan rambu-rambu yang diatur dalam peraturan pasar modal yang berlaku, yaitu Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) beserta seluruh peraturan pelaksananya. Hal ini perlu dilakukan demi mencapai sasaran yang ingin dicapai Undang-Undang Pasar Modal, yaitu : 3 a. Terciptanya kerangka hukum yang kuat di bidang pasar modal; b. Menciptakan transparansi dan memberikan jaminan perlindungan hukum bagi investor; c. Meningkatkan profesionalisme para pelaku pasar modal; d. Menciptakan sistem perdagangan yang aman, tertib, efisien, dan likuid; e. Memberikan kesempatan berinvestasi bagi para investor kecil;
3
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 15
Universitas Sumatera Utara
3
Dalam suatu perusahaan posisi pemegang saham berbeda dengan pihak pengelola perusahaan. Pemegang
saham bukanlah sebagai pihak
yang
menjalankan perusahaan. Direksi dan Komisaris sebagai pihak yang bertugas mengelola perusahaan memiliki kewenangan dalam menjalankan perusahaan. Perbedaan posisi antara pemegang saham dengan pihak pengelola perusahaan tersebut menyebabkan tidak jarang terjadinya suatu benturan kepentingan (conflict of interest) antara pihak pengelola dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena dilakukannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yaitu transaksi yang di dalamnya terdapat perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut dapat terjadi dalam transaksi afiliasi yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan. Transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atau perusahaan terkendali dengan afiliasi dari perusahaan atau afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan. Dalam pasar modal, transaksi afiliasi ini merupakan transaksi yang sangat sensitif. Artinya transaksi ini cenderung disalahgunakan dan terkadang bias atau menyimpang. Apalagi dalam prakteknya, transaksi afiliasi sangat beresiko terhadap benturan kepentingan. Kasus-kasusnya sangat bervariasi dan terkadang variasinya itu tidak diatur dalam Undang-Undang. 4
4
Hukum Online, “Analis: Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22761/analis-transaksi-afiliasi-beresikodalam terhadap-benturan-kepentingan, diakses tanggal 14 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
4
Transaksi afiliasi perlu diatur karena banyaknya kepentingan di antara pemegang saham. Misalnya, karena ingin memajukan suatu perusahaan afiliasi, perusahaan akan menjual saham dengan harga di bawah harga yang semestinya atau terlalu jauh dari harga pasar. Hal ini dapat menimbulkan adanya benturan kepentingan atau conflict of interest. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan yang dirugikan adalah pemegang saham minoritas. 5 Suatu hal yang penting bagi pasar untuk mengetahui apakah perusahaan telah dijalankan sesuai dengan kepentingan seluruh investor. Dengan alasan tersebut perusahaan dituntut untuk mengungkapkan secara penuh mengenai transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasi, baik secara individual atau dalam sebuah grup, termasuk apakah transaksi tersebut telah dilaksanakan secara bebas (arm length transaction) dan sesuai dan ketentuan yang berlaku umum di pasar. Transaksi yang melibatkan pemegang saham mayoritas (termasuk keluarga dekat, relasi dan sebagainya.), baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah jenis transaksi yang paling rumit. Di beberapa jurisdiksi, pemegang saham yang memiliki minimal 5% saham wajib melaporkan transaksinya. Pengungkapan tersebut mencakup sifat hubungan afiliasi dimana pengendalian berada dan sifat serta jumlah transaksi dengan pihak terafiliasi, dengan pengelompokan yang memadai. Transaksi-transaksi harus dilakukan pada harga yang transparan dan dengan syarat-syarat yang wajar yang melindungi hak-hak seluruh pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya. 6
5
Ibid Tim Studi Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD dalam Peraturan Bapepam mengenai Corporate Governance, “Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 Dalam Peraturan Bapepam Mengenai Corporate Governance”, dalam 6
Universitas Sumatera Utara
5
Transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan biasanya berkaitan erat dengan kepentingan ekonomis pihak-pihak tertentu yang dikategorikan sebagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan perseroan. 7 Transaksi ini pada prakteknya telah berlangsung sejak lama dan berpotensi untuk menimbulkan kerugian dari berbagai pihak karena pada dasarnya praktek ini rentan akan unsur kolusi dan merupakan suatu pelanggaran terhadap unsur keterbukaan informasi. 8 Hal ini dikarenakan dalam aktivitas pasar modal, prinsip keterbukaan menjadi suatu persoalan yang penting dan merupakan inti yang menjadi jiwa dari pasar modal itu sendiri.
9
Kerugian terhadap adanya transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan ini terutama dirasakan oleh para pemegang saham, karena transaksi tersebut menyangkut kepentingan mereka yang dirugikan. Oleh karena itu perlu diketahui perangkat hukum yang ada untuk melindungi kepentingan mereka sebagai pemegang saham dalam suatu perusahaan. Adanya benturan kepentingan dalam beberapa transaksi, seperti transaksi afiliasi yang berbenturan kepentingan, yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan pemegang saham disinyalir karena pengelolaan perusahaan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Hal ini juga terkait dengan tidak dilaksanakannya konsep Good Corporate Governance dengan baik dalam mengelola perusahaan, dimana salah satu
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/kajian_pm/studi-2006/Studi-PenerapanOECD.pdf, hal.33, diakses tanggal 19 Agustus 2010 7 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 249 8 Ibid, hal. 241 9 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 1
Universitas Sumatera Utara
6
penyebabnya adalah latar belakang budaya perusahaan yang berasal dari perusahaan keluarga yang membesar menjadi konglomerasi yang kemudian makin membuka kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang mengandung konflik kepentingan antara lain seperti transaksi afiliasi. Konsep Good Corporate Governance (GCG) bukan sesuatu yang baru bagi manajemen korporasi. GCG merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang mencerminkan hubungan yang sinergis antara manajemen dan pemegang saham, kreditor, pemerintah, supplier dan stakeholder lainnya. 10 Dalam prinsip Good Corporate Governance, perusahaan harus dijalankan secara amanah, akuntabel, transparan, dan fair untuk mencapai tujuan terciptanya nilai perusahaan jangka
panjang
seraya
terlayaninya
semua
kepentingan
pihak
yang
berkepentingan dengan jalannya perusahaan (stakeholders). Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan iklim usaha, terutama dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penerapan Good Corporate Governance ini tidak hanya diperuntukkan bagi dunia usaha secara umum tetapi juga secara khusus sangat penting bagi pengembangan industri pasar modal. Berdasarkan hal tersebut, maka implementasi atau penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi perusahaan dapat menjamin stabilitas dan kepastian hukum bagi para pihak yang terkait dalam
10
Nindyo Pramono, Op. cit., hal. 87-88
Universitas Sumatera Utara
7
perusahaan, karena dengan diterapkannya prinsip tersebut maka pengelolaan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi yang dilakukan oleh perusahaan, terutama transaksi afiliasi, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak. Khususnya kepentingan pemegang saham sebagai pihak yang dirugikan apabila terjadi transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris sebagai pihak pengelola perusahaan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan judul skripsi ini yaitu “Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009” dan pemaparan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep Good Corporate Governance di pasar modal? 2. Bagaimanakah pengaturan mengenai transaksi afiliasi di pasar modal? 3. Bagaimanakah
implementasi Good
Corporate Governance dalam
transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua BapepamLK No: Kep-421/BL/2009?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep Good Corporate Governance di pasar modal.
Universitas Sumatera Utara
8
2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai transaksi afiliasi di pasar modal. 3. Untuk mengetahui implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009. Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang
ilmu
hukum ekonomi,
khususnya mengenai
implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009. 2. Secara Praktis Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca dalam memahami implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009.
D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul “Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-421/BL/2009” yang diangkat penulis dalam skripsi ini berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Universitas Sumatera Utara
9
Sumatera Utara belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis sendiri melalui pemikiran, referensi dari buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait.
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam
pasar
modal,
penerapan
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance dalam transaksi afiliasi sangat diutamakan. Hal ini untuk melindungi para pihak termasuk pemegang saham minoritas. Penerapan Good Corporate Governance sebagai bentuk perlindungan bagi pemegang saham terhadap adanya benturan kepentingan di dalam pasar modal dapat dilihat dengan dikeluarkannya Peraturan No.IX.E.1 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Peraturan ini pada pokoknya merupakan suatu ketentuan yang menjamin kepastian hukum dan perlindungan para pemegang saham. Pengaturan ini memberikan koridor yang akan membatasi pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas, direksi, dan komisaris perseroan untuk bersepakat mengenai transaksi tertentu yang memberikan keutungan kepada pihak-pihak tersebut dengan mengabaikan hak dan kepentingan pemegang saham minoritas. Pada dasarnya ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan bersifat preventif, menerapkan prinsip keterbukaan sebagai suatu asas fundamental dalam pasar
Universitas Sumatera Utara
10
modal dan lebih memberdayakan pemegang saham minoritas dan sekaligus mendidik mereka agar memahami haknya. 11 Pemberlakuan ketentuan ini sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance, yaitu menghormati hak pemegang saham, memberikan perlakuan sama di antara pemegang saham, dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Prinsip lainnya adalah penerapan prinsip keterbukaan. 12 Corporate Governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, Dewan Komisaris dan Dewan Direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera. 13 Pengaturan transaksi yang mengandung benturan kepentingan ditujukan untuk mendorong akuntabilitas pengelola perseroan jika harus melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Di sisi lain, perusahaan membutuhkan kecepatan dalam proses pengambilan keputusan, mengingat peluang bisnis selalu diperebutkan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan bisa mendatangkan keuntungan, tetapi tidak tertutup kemungkinan kalau di kemudian hari transaksi yang telah dilakukan perseroan malah mendatangkan kerugian.
11
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 242-243 Ibid, hal. 245 13 I Nyoman Tjager, dkk, Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhalindo, 2003), hal. 28 12
Universitas Sumatera Utara
11
Untuk menjaga kejujuran atau keadilan (fairness), pengambilan keputusan untuk transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu itu harus melibatkan pemegang saham yang tidak terkait dengan transaksi tersebut untuk dimintakan persetujuan,
sehingga
risiko
yang
harus
ditanggung
perusahaan
bisa
dikalkulasikan secara matang oleh pemegang saham. Perusahaan tidak akan dipersalahkan untuk transaksi yang demikian, tetapi itu harus dibuktikan dengan risalah atau notulen Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian, jika terdapat pertentangan kepentingan ekonomis antara kepentingan perseroan dengan kepentingan Direksi, Komisaris, atau pemegang saham utama, maka kepentingan perseroanlah yang harus didahulukan. Pada dasarnya pelanggaran ketentuan benturan kepentingan transaksi tertentu adalah tindakan yang melampaui kekuasaan yang dimiliki oleh Direksi. Direksi yang menyetujui pelaksanaan transaksi yang mengandung benturan kepentingan transaksi tertentu tanpa mendapat persetujuan pemegang saham melalui RUPS adalah perbuatan yang dikategorikan melanggar hukum, sedangkan jika seorang anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama mempengaruhi tindakan perseroan untuk melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan transaksi tertentu tanpa melalui persetujuan RUPS merupakan contoh dari perbuatan yang melampaui kewenangannya. 14
F. Metode Penulisan 1. Jenis dan Sifat Penulisan
14
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 243-244
Universitas Sumatera Utara
12
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan atau Studi Pustaka (Library Research) yang berkaitan dengan Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009. Penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat. 2. Sumber Data Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data seperti yang dimaksud di bawah ini: 15 a. Bahan Hukum Primer Yaitu berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Peraturan No.IX.E.1 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. 15
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit PT.RajaGrafindo Persada, 1994), hal.38
Universitas Sumatera Utara
13
b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer yang ada. Bahan- bahan tersebut merupakan semua dokumen yang memuat informasi atau hasil kajian tentang Implementasi Good Corporate Governance dalam Transaksi Afiliasi di Pasar Modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009, seperti: bukubuku, jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu mencakup kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa literatur asing. 3. Analisis Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya kemudian akan dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: 16 a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (Pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir. b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenaran 16
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11
Universitas Sumatera Utara
14
nya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I
:
Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Bab ini merupakan bab yang berisi tentang pemaparan tentang konsep Good Corporate Governance di pasar modal, menguraikan bagaimana pengertian, latar belakang, prinsip-prinsip dasar, tujuan dan manfaat, serta bagaimana penerapannya dalam pasar modal, yang berkaitan dengan masalah Implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-412/BL/2009.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB III :
Bab ini merupakan bab yang berisi tentang transaksi afiliasi, yang menguraikan Peraturan
bagaimana
Bapepam
pengertian,
No.IX.E.1
pengaturannya
lampiran
dalam
Keputusan
Ketua
Bapepam-LK Nomor : Kep-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu dan UU pasar modal, serta bagaimana peranan Bapepam dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan transaksi afiliasi di pasar modal. BAB IV :
Bab ini merupakan bab yang berisi tentang implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal berdasarkan 412/BL/2009.
Keputusan Bab
ini
Ketua
Bapepam-LK
menguraikan
No:
tentang
Kep-
bagaimana
implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal, serta tentang perlunya Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi di pasar modal terkait dengan perlindungan
bagi
pemegang
saham
terhadap
benturan
kepentingan. BAB V :
Bab ini merupakan bagian penutup yang berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang terkait dengan pembahasan yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum pasar modal di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara