1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari – hari, kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Personal higiene berawal dari kesehatan pribadi dan merupakan tuntutan dasar walaupun sudah ada ketentuan baku. Namun, Personal Higiene sangat tergantung pada pribadi masing-masing yaitu nilai individu dan kebiasaan untuk mengembangkannya. Kehidupan sehari-hari yang beraturan, menjaga kebersihan tubuh, makanan yang sehat, banyak menghirup udara segar, olah raga, istirahat yang cukup, merupakan syarat utama dan perlu mendapat perhatian. (Nanuwasa dan Munir, 2008). Pemenuhan kebutuhan untuk kebersihan diri dan lingkungan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia. Ini berarti bahwa setiap manusia membutuhkan kenyamanan pada diri dan lingkungan nya. (Alimul dan Uliyah, 2004). Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Perlu adanya kesadaran dan kemauan yang kuat untuk memulainya. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus, dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Hal– hal yang sangat berpengaruh terhadap personal higiene diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga,
1
2
pendidikan dan persepsi seseorang terhadap kesehatan serta tingkat perkembangan. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Untuk tahapan perkembangan yang akan diteliti adalah tahapan perkembangan anak usia sekolah karena masa sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi terwujudnya anak – anak yang berkualitas dimana kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan sumber daya manusia. (Rusdiningsih, 1995). Pada usia sekolah ini yaitu usia 6-12 tahun, secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan dimana lingkungan luar rumah cukup besar sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi dengan sendirinya. Anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada, sehingga dalam mengalami kegagalan maka anak seringkali dijumpai reaksi kemarahan atau
kegelisahan,
perkembangan
kognitif,
psikososial,
interpersonal,
psikoseksual, moral, dan spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan pada masa ini. (Alimul, 2005). Tahap perkembangan kemandirian bisa digambarkan antara lain dapat mengatur kehidupan dan diri mereka sendiri. Misalnya makan, ke kamar mandi, mencuci, membersihkan gigi, dan mengenakan pakaian sendiri. (Parker, 2005). Upaya yang dapat digunakan dalam pengembangan kemandirian anak yaitu peran aktif orang tua dalam menciptakan lingkungan rumah sebagai lingkungan sosial yang pertama dialami oleh anak, dimana anak secara
3
bertahap mampu melepaskan diri dari ketergantungan serta perlindungan mutlak dari orang tuanya. (Gunarsa, 1995). Kedua orang tua dapat mengembangkan rasa kasih sayang
secara seimbang dengan memberi
kesempatan anak untuk menunjukkan kasih sayang. (Hartono, 1997). Anak dalam asuhan keluarga cenderung mempunyai kesempatan untuk mendapat banyak perhatian dan lebih terpantau oleh kedua orang tuanya, jika ada sedikit kesulitan di rumah, anak dengan mudah meminta pertolongan. Jika sikap ini dikembangkan, dengan kondisi orang tua yang selalu ingin melindungi dan khawatir, dapat menghambat proses kemandirian anak. (Hartono, 1997). Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan anak yang diasuh dalam lingkup sebuah Panti Asuhan. Panti Asuhan mempunyai pengertian yaitu tempat untuk memelihara atau tempat
untuk merawat anak – anak yatim piatu dan fakir miskin.
(Purwodarminto, 1983). Sejarah adanya pendirian panti asuhan dimulai oleh wanita-wanita Belanda yang mengumpulkan derma dan membaginya secara insidental dan ala kadarnya atas dasar belas kasihan kepada orang pribumi yang kurang mampu akibat krisis ekonomi pada masa penjajahan Belanda. Konsep kesejahteran itu dikembangkan dalam bentuk lembaga pelayanan sosial berupa panti seperi Panti Asuhan St.Vincentius. (1892), Panti Asuhan Ati Suci (1914). Pendirian panti asuhan ini diikuti oleh orang pribumi. Namun, masih terbatas di daerah perkotaan. (Achmadi, 2006). Tumbuhnya panti-panti pun masih didasari konsep amal yang mengandalkan kesukarelaan dalam penyelenggaraan dan konsep residual
4
bahwa panti asuhan berada di luar lembaga-lembaga normal masyarakat (bukan sebagai kebutuhan yang memang seharusnya ada), sehingga kurang memungkinkan pengembangan kapasitas dan kualitas profesionalnya, berbeda dengan masa sekarang setelah merdeka seiring dengan perkembangan pemikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi panti asuhan lebih diarahkan untuk pembinaan dan pendidikan formal dan nonformal pada anak yatim dan piatu yang kurang mampu juga dhuafa’. (Achmadi, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan di Panti Asuhan Ar-Rodiyah di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang Kota Semarang diperoleh informasi bahwa di Panti Asuhan tersebut menampung anak – anak dari berbagai tingkatan usia. Khusus anak usia sekolah 6-12 tahun ada 37 orang. Di Panti Asuhan Ar- Rodiyah anak – anak dibiasakan hidup tertib dengan adanya program harian sebagai rutinitas kehidupan sehari – hari seperti bangun sebelum subuh, sholat subuh berjama’ah, pengajian, kegiatan pagi meliputi bersih – bersih lingkungan Panti dan memasak untuk makan sehari. Keduanya dikerjakan secara bersama – sama, kemudian setelah selesai mereka mandi dan Bersiap – siap berangkat ke sekolah masing – masing. (Suhari, 2007). Meskipun para pengasuh di Panti Asuhan Ar-Rodiyah memperhatikan kesehatan setiap individu atau anak asuhnya, mereka tetap harus mandiri dalam mengupayakan perawatan dan pemeliharaan personal higiene mereka sendiri demi kelangsungan hidupnya di Panti Asuhan sampai mereka dewasa. Mereka juga secara tidak langsung dituntut mandiri oleh situasi dan kondisi
5
yang ditempatinya, karena mereka tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada pengasuh atau teman sepantinya. Hal ini karena jumlah pengasuh Panti Asuhan yang juga berperan sebagai orang tua jumlahnya terbatas, tidak sebanding dengan jumlah anak – anak asuh, sehingga waktu, tenaga dan pikiran yang dicurahkan pun terbatas. Teman – teman sepantinya pun dalam keadaan yang sama. Di atas adalah salah satu gambaran sekilas kondisi di sebuah Panti Asuhan. Panti Asuhan, dua kata sederhana dengan fungsi yang sangat luar biasa, atau paling tidak dapat menjadi salah satu terobosan memecahkan permasalahan masa depan bagi anak-anak terlantar dan tidak mampu. Namun di salah satu sisi sangat disayangkan manakala Panti Asuhan acap kali mendapat sorotan miring di kalangan masyarakat. (Prasetyo, 2007). Panti Asuhan seolah menjadi tempat rengekan belas kasihan anak-anak terlantar dan kekurangan serta image kumuh yang disandangnya. Padahal tidak selalu demikian kebenarannya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengangkat salah satu nilai positif dari pendidikan pengasuhan di Panti Asuhan yaitu kemandirian. Kemandirian itulah salah satu nilai positif yang akan diangkat oleh peneliti. Kemandirian disini diarahkan pada fokus personal higiene yang sering dikenal dengan kebersihan diri. Pola asuh, Latar belakang Lingkungan juga kondisi tempat tinggal yang berbeda akan mempengaruhi kemandirian seorang anak. (Sari, 2007). Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia
6
6 – 12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam asuhan keluarga di kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang, kota Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dengan adanya perbedaan pada perkembangan anak pada dua kondisi tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini apakah ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun di Panti Asuhan dengan anak dalam Asuhan Keluarga di Kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang Kota Semarang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun di Panti Asuhan dengan anak dalam Asuhan Keluarga di Kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang Kota Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun di Panti Asuhan Ar-Rodiyah. b. Mendeskripsikan tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun dalam Asuhan Keluarga di Kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang Kota Semarang. c. Menganalisis perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun di Panti Asuhan dengan anak dalam Asuhan
7
Keluarga di Kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang Kota Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Ilmu Pengetahuan Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang tingkat kemandirian personal higiene anak usia sekolah serta sebagai referensi di perpustakaan yang dapat digunakan pada penelitian lain di bidang kesehatan. 2. Peneliti Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam menerapkan ilmu penelitian yang didapat di bangku kuliah. 3. Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga perawat profesional sebagai salah satu wacana dalam memberikan konseling perawatan anak, khususnya tentang tingkat kemandirian personal higiene anak usia 6 – 12 tahun pada anak di Panti Asuhan dan anak dalam Asuhan Keluarga 4. Masyarakat Sebagai masukan untuk perawat dalam keikutsertaan perannya di komunitas meningkatkan kemandirian anak dengan cara membentuk lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu Orang tua di Panti Asuhan dan Orang tua dalam Asuhan Keluarga dalam memperhatikan
8
tingkat perkembangan anak khususnya tingkat kemandirian personal higiene anak. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan anak, ilmu kebutuhan dasar manusia, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan keluarga yang mengkaji perbedaan antara tingkat kemandirian personal higiene pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan dengan anak dalam asuhan keluarga.