BAB I PENDAHULUAN A.
Alasan pemilihan Judul Anak merupakan generasi penerus bangsa, untuk itulah anak memperoleh perhatian yang luar biasa tidak saja oleh negara akan tetapi masyarakat dunia. Begitu pentingnya anak maka semua negara-negara di dunia berfikir untuk mencari bentuk alternatif penyelesaian yang terbaik untuk anak. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah
berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang bekelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. 1 Kemudian dalam konsideran bagian (a) Undang-undang No 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, disana juga disebutkan bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa, dan tentunnya dalam perkembangan anak memerlukan pembinaan dan perlindungan untuk menjamin pertumbuhan anak, jadi disini memang anak masih sangat membutuhkan perlindungan dan pembinaan ketika harus tumbuh dan berkembang. Kepedulian terhadap eksistensi anak ini sangat mendapat dukungan itu terbukti dengan diterimannya konvensi PBB Tentang HakHak Anak. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju
1
Penelitian Mandiri, Nashriana, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya,”Pertimbangan Hakim Dalam menjatuhkan Putusan Pidana Penjara Terhadap Anak Pelaku Pidana Narkoba, hal 2-3.
1
masyarakat yang adil dan makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945.2 Upaya-upaya perlindungan anak3 harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipai secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa : “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindunganperlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak.4 Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa “ Perlindungan Anak adalah Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan berpartisipasi , secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan
2
Ibid., hal 2-3. Menurut Pasal 1 butir 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4 Lihat undang-undang No 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (1) huruf (a): “Kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupu sosial “ 3
2
penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental dan sosialnya.5” Bertitik tolak pada konsep perlindungan yang utuh, menyeluruh dan komprehensif maka undang-undang ini dalam hal ini Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berasaskan Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak yang meliputi:6 1. Non diskriminasi 2. Kepentingan yang terbaik bagi anak 3. Hak untuk hidup,kelangsungan hidup dan perkembangan dan 4. Penghargaan terhadap pendapat anak Penerapan prinsip-prinsip
tersebut sebagaimana yang terdapat
dalam Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 2, ketika dalam putusan yang dijatuhkan kepada anak anak, prinsip- prinsip tersebut dalam prakteknya kurang mendapat perhatian, karena didalam putusan yang penulis dapatkan di Pengadilan negeri Salatiga, putusan yang dijatuhkan kepada anak pada umumnya Putusan berakhir pada pidana penjara, sedangkan dalam Pasal 24 UndangUndang Republik Indonesia tahun 2002 tentang pengadilan anak, masih ada alternative penjatuhan pidana, misalkan anak dikembalikan kepada orang tua, atau ketika keadaan orang tua tidak memenuhi syarat, maka 5
Gultom Maidin, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak Di Indonesia, Refika aditama, Bandung.2008.. hal 34 6 Lihat Undang-Undang Ri No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak. Pasal 2.
3
anak bisa diserahkan ke Departemen social atau diserahkan kepada Negara untuk mendapatkan pendidikan, pembinaan. Dari hasil pra penelitiaan penulis dan dari data yang diperoleh melalui putusan yang diambil di Pengadilan Negeri Salatiga, dalam penjatuhan putusan, Hakim pada umumnnya menjatuhkan pidana penjara ataupun percobaan kepada anak7, percobaan dalam artian putusan itu tidak perlu dijalani ketika dalam masa percobaan anak tidak melakukan tindakan-tindakan yang membuat dirinya harus berhadapan lagi dengan hukum, tetapi ketika dalam masa percobaan anak melakukan tindak pidana, maka putusan sebagaimana yang telah disebutkan harus dijalani oleh si anak. Berat ringannya pidana terhadap anak tentunya menjadi salah satu permasalahan yang sangat serius karena penjatuhan pidana ini juga akan mempengaruhi keadaan anak. Dalam putusan yang telah didapat oleh penulis, pidana yang dijatuhkan kepada anak yaitu pidana penjara paling berat 7 (tujuh) bulan dan paling ringan 2 (dua) bulan, sedangkan yang dijatuhkan putusan percobaan paling lama masa percobaan 10(sepuluh) bulan dan paling sebentar 4(empat) bulan. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Hakim Pengadilan
Negeri
Salatiga,
Hakim
mengatakan
bahwa
dalam
menjatuhkan putusan Hakim telah memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, sehingga dengan adannya putusan status anak menjadi jelas, dengan demikian menurut Hakim sudah ada kepastian hukum yang
7
Lihat tabel 1 dan tabel 2 bab III hal 54-55
4
didapat oleh anak yang melakukan tindak pidana. Tetapi menurut penulis sebenarnya penjatuhan tidaklah seharusnya pidana penjara mengingat masih ada penjatuhan pidana alternatif, pidana alternatif tersebut adalah sanksi tindakan yang berupa pengembalian kepada orang tua, atau anak diserahkan kepada dinas sosial atau anak dijadikan anak Negara. Dalam Penjelasan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dirumuskan : Pemberian sanksi pidana atau tindakan terhadap anak diusahakan agar anak dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya. Pengaturan ini menunjukkan bahwa pemisahan anak dari orangtuanya sebagai upaya yang paling akhir, dengan kata lain sanksi pidana terutama pidana penjara, merupakan jenis sanksi yang paling dihindari bagi anak yang melakukan kenakalan, karena dampak yang ditimbulkannya. Dampak berupa trauma psikologis, memunculkan stigmatisasi sebagai anak „jahat‟ serta berpeluang menjadi residivis8. Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam bentuk skripsi
dengan
judul
“PERTIMBANGAN
HAKIM
DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (studi kasus di Pengadilan Negeri Salatiga)”, kemudian alasan penulis menjadikan kota Salatiga sebagai sasaran penelitian dikarenakan untuk menghemat waktu,biaya dan tenaga, selain itu data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang akan dibahas, semua dapat diakses dikota Salatiga, jadi penulis merasa tidak perlu melakukan penelitian diluar Kota Salatiga.
8
Alit Kurniasari, Studi Penanganan Anak Berkonflik http://www.depsos.go.id/unduh/penelitian2007/200706.pdf, diakses tgl 7 juni 2012
5
Hukum,
Tabel perbandingan skripsi dan Tesis
Nama
Rumusan Masalah
Tujuan penelitian
Metode Penelitian
Lusy Julnita Labulu 312008022
Bagaimana Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak
Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikaitkan dengan hak-hak anak
Normatif
Novriyani todaga
Bagaimana peran pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik poso Apa kendala-kendala pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik
Untuk mengetahui pemenuhan hak-hak pasca konflik Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemenuhan hak-hak anak di poso
Sosio legal
Apa peran komisi perlindungan anak indonesia (KPAI) terhadap kasus kekerasan anak
Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan atau peran KPAI terhadap kasus kekerasan anak dan dapat
Yuridis sosiologis
Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim
Yuridis sosiologis
rangka penjatuhan sanksi terhadap anak nakal.
dalam rangka menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal.
312007037
Aris Ardiyanto 312003088
Almin Sujono,SH
Rubut
6
B.
Latar Belakang Masalah Bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana adalah masalah pidana dan pemidanaan. Sifat pidana merupakan suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian sanksi pidana bukan semata-mata bertujuan untuk memberikan efek derita. Dari data putusan yang penulis peroleh dipengadilan Negeri Salatiga, dalampenjatuhan putusan hakim juga memepertimbangkan keadaan orang tua yang dalam setiap putusan dikemukakan bahwa orang tua tidak lagi dapat memberikan kesejahteraan kepada anak, jika melihat keadaan anak dalam setiap perkara anak sadar akan tindakan yang dilakukan, kemuadian hasil litmaspun mempengaruhi putusan hakim, dalam putusan uraian litmas yaitu pada umumnya keadaan orang tua yang tidak lagi mampu memberikan kehidupan yang layak, Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan terhadap norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Penyelewengan yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran, bahkan sebagai suatu kejahatan.9 Perlindungan
terhadap
anak
bertujuan
untuk
menjamin
terpenuhnya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh,berkembang,dan
9
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.2004. hal. 1
7
partisipasi
secara
optimal
sesuai
dengan
harkat
dan
martabat
kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan disriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera10. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,11 menyebutkan: 1. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan. 2. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah: a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda; atau d. Pidana pengawasan. 3. Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap anak nakal sdapat dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi. Menurut Adhi Satrija Nugroho, (Hakim pengadilan Negeri Salatiga), mengatakan perlindungan anak merupakan suatu bidang
10 11
Lihat Pasal 3 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Lihat Pasal 23 Undang-Undang N0 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak
8
Pembangunan Nasional. Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuh mungkin.12 Hakekat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan social yang dapat mengganggu penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Maka, ini berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.13 Dari perkara tahun 2010-2011 yang diperoleh di Pengadilan Negeri Salatiga terdapat 12 (dua belas) anak yang melakukan kejahatan. Perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak antara lain pencurian, karena kelalainannya mengemudi kendaraan bermotor yang menyebabkan orang lain meninggal dunia, penggelapan, kekerasan terhadap orang dan penadahan, dan semua kejahatan tersebut diputus oleh Pengadilan dengan penjatuhan pidana pada umumnya adalah pidana penjara.14 Dari semua perkara tersebut pertimbangan hakim pada umunya menimbang bahwa keadaan orang tua yang kurang mampu memberikan kehidupan yang layak, anak memang sadar bahwa perbuatan yang dilakukan adalah
12
Wawancara 9 maret tahun 2012 di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Hakim Adhi Satrija Nugroho. 13 Romli Atmasasmita (ed, Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju, Bandung.1997. hal. 166. 14 Lihat table 1 dan 2 (table perkara Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh anak Tahun 2010-2011) hal 59-60.
9
perbuatan yang melanggar hukum, jadi inilah alasan hakim menjatuhkan putusan pidana penjara kepada anak. Berdasarkan putusan yang diperoleh penulis di pengadilan Negeri Salatiga menunjukkan bahwa usia anak yang melakukan tindak pidana berkisar pada usia 15 – 17 tahun. Pidana yang dikenakan adalah pidana penjara yang berkisar dari minimal 2(dua) bulan sampai maksimal 7(tujuh) bulan. Dalam penjatuhan putusan tersebut terlihat hakim cenderung menjatuhkan pidana penjara dan ada beberapa putusan yang penjatuhan pidanannya berupa masa perobaan. Namun demikian, tidak berarti pidana penjara adalah sanksi yang paling tepat bagi anak. Melihat hal tersebut maka terdapat masalah tentang penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek, dengan adannya masalah tersebut maka sebenarnya anak yang melakukan tindak pidana sebenarnya penjatuhan pidana kepada anak , Hakim tidak selalu harus menjatuhkan pidana penjara karena dikhawatirkan akan
mengakibatkan pertumbuhan
kepribadian anak tidak normal, mengganggu pendidikan formal anak, berisiko besar mengakibatkan prisonisasi pada anak, dan juga pada masih ada alternative lain yang dapat diberikan Hakim kepada anak yang melakukan tindak pidana, misalnya menyerahkan anak tersebut kepada orang tua,atau menyerahkan kepada Negara agar dapat
mengikuti
pendidikan bagi anak yang masih bersatus pelajar, melakukan pembinaan atau latihan kerja atau alternative lain misalnnnya menyerahkan kepada
10
Depatremen Sosial.15 Tetapi dari hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Salatiga, Hakim tidak mempermasalahkan tentang pidana penjara jangka pendek, dengan alasan bahwa jika pidana penjara tersebut lebih baik, dibandingkan anak dikembalikan kepada orang tua.16 Ditinjau dan segi filosofis, maka terdapat hal-hal yang saling bertentangan terhadap tujuan dan perampasan kemerdekaan (penjara), yang antara lain sebagai berikut: (1) Bahwa tujuan penjara yang pertama adalah menjamin keamanan para narapidana, dan tujuan yang kedua adalah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk rehabilitasi. (2) Bahwa fungsi penjara tersebut seringkali mengakibatkan dehumanisasi pelaku tindak pidana dan pada akhirnya akan menimbulkan suatu kerugian bagi narapidana tersebut untuk melanjutkan kehidupan secara produktif didalam pergaulan masyarakat. Oleh sebab itu di era reformasi ini, penjara diusahakan menjadi suatu lembaga dengan pendekatan manusiawi, namun sifat aslinya sebagai lembaga yang harus melakukan tindak pengamanan, pengendalian, narapidana tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Pada masa sekarang ini maksud dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan adalah bahwa dengan pidana itu dapat dilakukan pembinaan sedemikian rupa sehingga setelah terpidana selesai menjalani pidananya diharapkan menjadi orang yang Iebih baik dari sebelumnya. Namun, dalam kenyataannya makin lama pidana penjara dijalani, maka kecenderungan untuk menjadi 15 16
Lihat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Wawancara 30 july 2012 di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Hakim Adhi Satrija Nugroho
11
narapidana secara sempurna, memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak pidana Iebih lanjut setelah dia keluar dan penjara.
Ketika permasalahan pemidanaan anak tersebut dikaitkan dengan hak-hak, seperti hak anak yang terdapat dalam undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak khususnya yang terdapat dalam Pasal 4, Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (3) yang mengatakan: Pasal 4 mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 14 “setiap anak berhak unntuk diasuh oleh orang tuannya sendiri, kecuali jika ada alasan laindan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 16 ayat (3)penangkapan,penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Kemudian selain Pasal 4, Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (3) perlu juga diperhatikan prinsip-prinsip konveksi hak-hak anak khususnya prinsip mengenai kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan maka pertimbangan Hakim dalam penjatuhan putusan menjadi kajian yang sangat menarik. Pertimbangan pidana dan perlakuan terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapat perhatian khusus, sebab pada peradilan anak ini keputusan
12
hakim tersebut harus mengutamakan pada pemberian bimbingan edukatif terhadap anak-anak disamping tindakan yang bersifat menghukum17.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:”Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berat ringannya pidana yang disesuaikan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
D.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikaitkan dengan hakhak anak dan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya pidana yang dikaitkan dengan kepentingan terbaik bagi anak.
E.
Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum pidana anak, pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.
2. Kegunaan Praktis
17
Wagiati soetodj, Hukum pidana anak, Refika Aditama, Bandung. 2006. hal 47
13
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Hakim dalam memutus perkara anak, supaya dalam penjatuhan pidana Hakim betul-betul memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak .
F.
Metode Penelitian Agar tujuan dan manfaat penelitian ini dapat tercapai sebagaimana yang telah direncanakan, maka untuk itu dibutuhkan suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yakni: 1.
Jenis penelitian dan Sifat penelitian 1. Jenis penelitian yang dilakukan Penulis adalah penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder18 2. penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini
berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti sekaligus melakukan analisis. Penelitian ini dikatakan deskriptif analitis karena dari hasil penelitian dapat diharapkan akan memberikan gambaran dan kajian terhadap alasan-alasan penjatuhan sanksi terhadap anak nakal berikut pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar dalam memutus perkara anak nakal maupun segala problem yuridis yang melingkupinya, dan dikatakan 18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, h.13
14
analitis karena setiap data yang diperoleh akan dianalisis dari aspek yuridis.19
1.
Bahan Hukum Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan hukum primer Bahan primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan, dengan cara wawancara (interview)
mendalam
dilakukan terhadap kunci informan agar data yang diperoleh dapat menjawab permasalahan dalam penelitian, sangat dipahami bahwa dalam penerapannya, wawancara mendalam memerlukan sesuatu keahlian dan ketrampilan tertentu dari pihak pewawancara20. b.
Bahan Hukum Sekunder Data sekunder adalah bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian seperti: Undang-Undang no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-
19
Ronny Hanitijo Soemitro, Indonesia,Jakarta,1988,hal.52. 20 Ibid., hal 231
Metodologi
Penelitian
15
Hukum
dan
Jurimetri,
Ghalia
Undang
Nomor
48
Tahun2009
tentang
Kekuasaan
kehakiman, buku-buku hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.21 a.
Bahan hukum tersier Yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, indek kumulatif, terminologi hukum.
2. Lokasi penelitian Penulis
menetapkan
Salatiga sebagai
lokasi
dalam
penelitian ini dikarenakan lokasi yang dipilih memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan penelitian tersebut. Dalam hal ini di Pengadilan Negeri Salatiga.
G.
Unit Amatan Unit amatan dalam penulisan ini adalah putusan perkara pidana anak dibawah umur di Pengadilan Negeri Salatiga tahun 2010 sampai dengan 2011, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, UndangUndang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan UndangUndang No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Kencana Perenada Media Group, Jakarta. 2008. hal. 155
16
H.
Unit Analisa Unit analisa dalam penulisan ini adalah Pertimbangan Hakim dalam putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di Pengadilan Negeri Salatiga tahun 2010 dan Tahun 2011
17