1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang bersifat global. Artinya kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia ini. Meskipun dalam tingkatan yang berbeda, tidak ada satupun negara di jagat raya yang „‟kebal‟‟ dari kemiskinan. Meskipun bukan hanya dijumpai di Indonesia, India, Sri Langka, Argentina, melainkan ditemukan pula di Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Australia maupun Hongaria (Suharto, 2013). Masalah kemiskinan merupakan isu krusial di Indonesia sejak dahulu hingga detik ini. Melihat jumlah dan kecenderungannya, kemiskinan di negeri ini tampaknya bukan lagi merupakan kejadian sementara waktu (stansient event). Secara konseptual kemiskinan disebabkan oleh empat faktor yaitu faktor individu, faktor sosial, faktor kultur dan faktor struktural. Faktor individu berkaitan dengan aspek patologis, kondisi fisik dan psikologi seseorang termasuk faktor sosial berkaitan dengan kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Faktor ini lebih dikenal dengan konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan”. Faktor struktur disebabkan oleh sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin (Suharto, 2013). Kemiskinan membawa dampak negatif pada timbulnya masalah-masalah sosial dan menjadi penghambat keberhasilan pembangunan dalam suatu wilayah, sehingga kemiskinan merupakan
2
indikator utama keterbelakangan dan ketertinggalan dalam suatu wilayah atau negara. Kemiskinan ini juga dapat memberikan dampak pada rendahnya pendidikan
sehingga
membuat
masyarakat
menjadi
tidak
berdaya.
Ketidakberdayaan ini telah menggugah perhatian masyarakat dunia, sehingga isu kemiskinan menjadi salah satu isu sentral yang menjadi perhatian besar dalam Millenium Development Goals (MDGs). Millenium Development Goals (MDGs)yang diselenggarakan pada tahun 2000 oleh PBB salah satunya terdapat pada sasaran 1 yang berisikan penurunan kemiskinan sebesar separuh dari tahun 1990 pada tahun 2015 (Adioetomo, 2011). Berdasarkan hasil perhitungan BPS, tingkat kemiskinan di sepanjang tahun 1996-2010 meningkat. Pada gambar 1.1 menunjukkan diagram persentase perkembangan tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan Tahun 1996-2010.
Gambar 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Selatan Pada Tahun 1996-2010
3
Menurut data
perkembangan tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan
tahun 1996-2010 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 464,9 ribu karena krisis ekonomi, yaitu dari 1.017 ribu pada tahun 1996 menjadi 1.481 ribu pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,04 persen menjadi 23,87 persen pada periode yang sama. Pada periode 1999-2005 jumlah penduduk miskin juga cenderung menurun dari 1.481,9 ribu pada tahun 1999 menjadi 1.429 ribu pada tahun 2005. Secara relatif terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,87 persen pada tahun 1999 menjadi 21,01 persen pada tahun 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 1.429 ribu orang 21,01 persen pada bulan Juli 2005 menjadi 1.446,9 ribu 20,99 persen pada bulan Juli 2006. Pada Maret tahun 2007 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis dari 1.446,9 ribu pada Juli tahun 2006 menjadi 1.331,8 ribu pada Maret 2007. Penurunan ini berlanjut pada Maret 2008, yaitu turun menjadi 1.249,61 ribu orang 17,73 persen. Pada Maret tahun 2009 juga terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yaitu menjadi 1.167,87 ribu orang 16,28 persen. Jumlah penduduk miskin di tahun 2010 kembali mengalami penurunan yaitu menjadi 1.125,73 ribu orang (BPS 2010) . Pada gambar 1.2 diagram persentase penduduk miskin di kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan pada tahun 2010.
4
25 20 15 10 5
Pagar Alam Oku timur OkuSelatan Ogan Komering Ulu Banyuasin Prabumulih Ogan Ilir Muara Enim Pat Lawang Sumatera Selatan Palembang Lubuk Linggau Ogan Kombering Ilir Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin
0
Sumber BPS Tahun 2010 Gambar 1.2. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 Pada gambar diagram 1.2 menurut kabupaten/kota, masih terdapat ketimpangan yang cenderung cukup besar antar kabupaten/kota di Sumatera Selatan di mana pada tahun 2010 persentase penduduk miskin tertinggi sebesar 20,06 persen sedangkan terendah sebesar 9,81 persen. Persentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 20,06 persen, Musi Rawas sebesar 19,38 persen, Lahat sebesar 19,03 persen, Empat Lawang sebesar 14,74 dan Muara Enim sebesar 14,71 persen. Sedangkan yang paling terendah terdapat di Kota Pagaralam sebesar 9,81 persen dan Kabupaten OKU Timur sebesar 9,81 persen. Kota Palembang sebagai ibukota provinsi masih memiliki persentase penduduk miskin yang tinggi sebanyak 15 persen bahkan melebihi angka Provinsi Sumatera Selatan itu sendiri (BPS:2010).
5
Pendidikan pendidikan
merupakan
kunci
pembangunan
suatu
bangsa.Tujuan
nasional dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 3
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yanga bermartabat dalam rangka agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Pendidikan sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, namun biaya pendidikan yang mahal justru sangat menghambat perkembangan pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk rendah, dengan kata lain banyaknya penduduk miskin di Indonesia menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan yang mereka terima. Pada tabel 1.1 ini disajikan jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah dari tingkat pendidikan SD sampai SMA yang ada di Provinsi Sumatera Selatan sebagai berikut: Tabel 1.1Jumlah Anak Putus Sekolah di Sumatera Selatan Tahun 2008-2011 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Total
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
L
P
L
P
L
P
L
P
18.504
1.993.828
15.678
1.657.529
15.750
1.635.884
9.884
1.033.069
5.389
738376
7.446
2.343.956
4.608
1.451.531
7.560
2.353.161
7.646
4.635.175
9.386
5.432.153
8.617
4.802.029
1.149
6.199.384
31.539 7.367.379 32.510 9.433.638 28.975 7.889.444 18.593 9.585.614 Sumber: Dinas Pendidikan Tahun 2011 Pada tabel 1.1 jumlah anak usia anak putus sekolah paling banyak terdapat pada tahun 2011 pada tingkat pendidikan SMA dengan total jumlah anak laki-laki sebanyak 1.149 orang dan jumlah anak perempuan sebanyak 6.199.384 orang.
6
Jumlah anak putus sekolah yang paling sedikit terdapat pada tahun 2011 dengan tingkat pendidikan SD dengan total jumlah anak laki-laki sebanyak 9.884 orang dan jumlah anak perempuan sebanyak 1.033.069 orang. Dari tahun ke tahun sepanjang tahun 2008 sampai 2011 jumlah anak putus sekolah tidak seimbang. Pada tahun 2008-2009 jumlah anak putus sekolah semakin meningkat. Pada tahun 2010 jumlah anak putus sekolah menurun dan pada tahun 2011 jumlah anak putus sekolah kembali meningkat (Diknas, 2011). Pendidikan adalah salah satu sumber pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang besar terwujud atas mutu pendidikan yang berkualitas, tetapi pada kenyataannya pendidikan yang berkualitas sangat sulit diresakan oleh masyarakat, khususnya anak-anak yang tingal di desa sehingga tidak heran jika tingkat pendidikann dari tahun ke tahun semakin rendah. Berbagai permasalahan yang menjadi penghambat dan faktor rendahnya pendidikan yaitu jumlah pendapatan yang rendah, jumlah anggota keluarga dan aset yang rendah. Selain itu jenis pekerjaan orang tua yang hampir sebagian besar orang tua sebagai petani dan buruh yang taraf hidup dan tingkat kesejahteraan hidupnya yang masih rendah membuat orang tua beranggapan pendidikan yang tinggi bagi anak tidak begitu penting. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan masa yang akan datang karena dengan pendidikan yang lebih baik dapat diharapkan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mampu dalam mengembangkan taraf hidupnya. Pendidikan yang tinggi akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Masyarakat dipandang sebagai modal dasar dalam pembangunan, khususnya dalam pembangunan pendidikan.
Dengan adanya dorongan dan dukungan dari
7
masyakarat maka kebijakan dan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, namun selama ini peranan masyarakat terutama orang tua siswa dalam penyelanggaraan pendidikan masih sangat minim. Selama ini partisipasi masyarakat dan orang tua hanya sebatas dana pendidikan, sementara dukungan lain seperti pemikiran, moral dan jasa jarang diperhatikan, oleh karena itu untuk memperbaikinya perlu di lakukan upaya perbaikan seperti melakukan orientasi pendidikan dengan melibatkan peran serta masyarakat khususnya orang tua. Berbagai alasan menjadi penyebab rendahnya pendidikan anak yaitu jumlah pendapatan orang tua yang rendah, jumlah tanggungan keluarga yang banyak serta minimnya aset yang dimiliki. Selain itu juga ditemukan berbagai penyebab lain yaitu kultur budaya masyarakat yang masih menganut budaya dan pemikiran lama membuat kualitas pendidikan anak semakin rendah. Masyakarat atau orang tua yang berprofesi sebagai petani dan rendahnya tingkat pendidikan orang tua yang mereka miliki sehingga membuat mereka beranggapan dan berpikir pendidikan yang tinggi itu tidaklah penting. Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan pendidikan yaitu dengan memberikan bantuan berupa dana BOS, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, BKS (bantuan khusus siswa), merubah pola pikir masyarakat dan kultur budaya masyarakat khususnya orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan anak itu tidak penting dengan mengadakan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak serta membantu anak dalam belajar, baik di sekolah maupun di rumah.
8
Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Alasan peneliti meneliti daerah ini karena jumlah penduduknya yang banyak, dengan jumlah total 4.301 jiwa sedangkan tingkat pendidikan anak usia sekolah masih rendah dengan jumlah 102 orang putus sekolah serta jumlah kemiskinan 517 KK. Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kemiskinan Kepala Kelurga Terhadap Tingkat Pendidikan Anak
Di Desa Segayam
Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim Sumetra Selatan.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian umum dan permasalahan yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka dikemukakan pertanyaan penelitian secara khusus dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh pendapatan kepala keluarga terhadap tingkat pendidikan anak 2. Bagaimana pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap tingkat pendidikan anak 3. Bagaimana pengaruh aset orang tua terhadap pendidikan anak 4. Apa faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat pendidikan anak di Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.
9
1.3 Tujuan penelitian Tujuan penelitian umum pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kemiskinan kepala kelurga terhadap rendahnya pendidikan, di Kecamatan Gelumbang. Namun secara khusus tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji tentang: 1. Mengkaji pengaruh pendapatan terhadap tingkat pendidikan anak 2. Mengkaji pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap tingkat pendidikan anak 3. Mengkaji pengaruh aset terhadap pendidikan anak 4. Mengkaji faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat pendidikan anak di Desa Segayam Kecamatan Kelumbang Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.
1.4 Manfaat peneitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, bahan bacaan dan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam menjelaskan pengaruh kemiskinan terhadap rendahnya pendidikan.
10
Manfaat praktis Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan
peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan dengan cara memberikan pendidikan gratis kepada masyarakat.
1.5 Keaslian Penelitian Muslim (2002) telah melakukan penelitian tentang faktor faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan dan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Bima. Faktor pendapatan, beban tanggungan keluarga, jarak antara rumah dan sekolah serta kultur budaya di masyarakat Bima. Muchsin Alexandra (2004) telah melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rendahnya pendidikan di kabupaten tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan disebabkan oleh pendapatan,jumlah anggota rumah tangga, dan motivasi. Pada Hasil penelitian tersebut faktor motivasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi rendahnya pendidikan di Lombok Tengah Edy Yusuf (2011) telah melakukan penelitian tentang analisis kemiskinan dan pendapatan keluarga nelayan kasus di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah, tahun 2011. Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa faktor pendapatan keluarga nelayan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pendapatan nelayan
11
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah anggota keluarga, pendidikaan, pengalaman dan umur nelayan. Nasikum (2002) telah melakukan penelitian tentang penanggulangan kemiskinan kebijakan dalam perspektif
gerakan sosial. Dari penelitian ini
diperoleh berbagai cara penanggulangan yang dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan dilakukan dengan orientasi anti kemiskinan dengan perspektif dan pendekatan gerakan sosial dengan berbagai cara seperti eksistensi dan pelestarian yang didukung oleh jaringan gerakan sosial yang rapi dan berskala mulai dari skala kecil, regional dan internasional. Kedua, organisasi pendukung gerakan pemberdayaan lapisan masyarakat penduduk miskin dan para pemimpin organisasi yang bersifat terbuka melalui pertemuan formal, pertukaran pemakain lokakarya dan seminar. Martinus (2007) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pendidikan dasar masyarakat di Desa Minyambou, Distrik Minyambou, Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Dari hasil penelitian ini diperoleh
bahwa potret kemiskinan di Kecamatan Maliana
Kabupaten Bobonaro Timur Leste masih tinggi, sehingga masih banyak rumah tangga tergolong katagori miskin sebesar 28,4 persen persen, hampir miskin 64,7 persen dan tidak miskian 6,9 persen. Kemiskinan disebabkan oleh akses rumah terhadap fungsi-fungsi ekonomi, budaya atau mental rumah tangga terkait perilaku tidak produktif yang keduanya disebuat sebagai kemiskinan struktural dan kultural. Upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan pembenahan infrastruktur umum, terutama jalan yang berrhubunagan dengan desa-desa,
12
melakukan penghematan dan penyederhanaan pengeluaran berbagai upacara adat besar yang sangat memberatkan perekonomian keluarga. Sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang pengaruh kemiskinan terhadap rendahnya pendidikan di Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan, menyatahkan bahwa penelitian ini asli sehingga dilaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Peneliti tertarik meneliti daerah ini karena melihat tingkat pendidikan di daerah ini masih rendah. Untuk membedakan hasil penelitian peneliti dengan penelitian yang lain maka disajikan tabel perbandingan keaslian penelitian pada tabel 1.2 sebagai berikut:
13
Tabel 1.2 Beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilaksanakan dalam penelitian No 1.
Peneliti Muslim (2002)
Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya pendidikan di Kabupaten Bima
2.
Nasikum (2002)
Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan dan indeks pembagunan manusia di Kabupaten Bima Penanggulangan kemiskinan dan kebijakan dalam perapektif gerakan sosial
3.
Muchsin Faktor-faktor yang Alexandra mempengaruhi (2004) rendahnya pendidikan di Lombok Tengah
Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya pendidikan di Lombok Tengah
Mengetahui bagaimana cara pengulangan dan kebijakan dalam perpspektif gerakan sosial untuk menganggulangi kemiskinan
Hasil Penelitian Rendahnya Tingkat pendidikan di Lombok Tengah di pengaruhi oleh jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial kultur budaya dan motivasi di Kabupaten Bima Penanggulangan atau cara yang dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan di lakukan dengan orientasi anti kemiskinan dengan perspektif dan pendekatan gerakan sosial dengan berbagai cara seperti eksistensi dan pelestarian yang di dukung oleh jaringan gerakan sosial yang rapih dan berskala mulai dari skala kecil, regional dan internasional. Kedua, organisasi pendukung gerakan pemberdayaan lapisan msyarakat penduduk miskin dan para pemimpin organisasi yang bersifat terbuka melalui pertemuan formal, pertukaran pemakain lokakarya dan seminar. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan disebabkan oleh pendapatan,jumlah anggota rumah tangga, dan motivasi. Pada Hasil penelitian tersebut faktor motivasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi rendahnya pendidikan di Lombok Tengah
14
Lanjutan Tabel 1.2 No 4.
Peneliti Martinus (2007)
Judul Tujuan Faktor-faktor yang 1. Untuk mempengaruhi mengondentifikasi partisipasi profil kemiskinan msyarakat terhadap masyarakat Di pendidikan dasar Kecamatan Maliana masyarakat di Desa Kabupaten Minyambou, Distrik Bobonaro Timur Minyambou Leste Kabupaten 2. Mengetahui faktor Monogwari, penyebab Provinsi Papua Kemiskinan Di Barat. Kecamatan Maliana Kabupaten Bonoaro Timur Leste. 3. Mencari altrenatif kebijakan dapat dilakukan untuk menganggulangan Kemiskinan Di Kematan Maliana Kabupaten Bobonaro Timur Leste.
5.
Edy Yusuf (2011)
Analisis kemiskinan dan pendapatan keluarga nelayan kasus di KecamatanWedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah, tahun 2012.
Untuk mengetahui apakah pendapatan nelayan berpengaruh pada tingkat kemiskinan di Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah
Hasil Penelitian 1. Potret kemiskinan di Kecamatan Maliana Kabupaten Bobonaro Timur Leste masih tinggi, sehingga masih banyak rumah tangga tergolong katagori miskin sebesar 28,4 persenpersen, hampir miskin 64,7 persen dan tidak miskian 6,9 persen. 2. kemiskian di sebabkan oleh akses rumah terhadap fungsi-fungsi ekonomi, budaya atau mental rumah tangga terkait perilaku tidak produktif yang keduanya di sebuat sebagai kemiskinan struktural dan kultural. 3. Upaya penanggulangan kemiskinan di lakukan dengan pembenahan infrastruktur umum, terutama jalan yang berrhubunagan dengan desa-desa, melakukan penghematan dan penyederhanaan pengeluaran berbagai upacar adat besar yang sangat memberatkan perekonomian keluarga Faktor pendapatan keluarga nelayan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pendapatan nelayan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumalah anggota keluarga, pendidikaan, pengalaman dan umur nelayan.
15
Lanjutan Tabel 1.2 No 6.
Peneliti Sasi Karani (2015)
Judul Tujuan Pengaruh 1. Mengkaji kemiskinan bagaimana terhadap pendidikan pengaruh anak di desa pendapatan Segayam terhadap tingkat Kecamatan pendidikan anak Gelumbang 2. Mengkaji Kabupaten Muara bagaimana Enim Sumatera pengaruh jumlah Selatan anggota rumah tangga terhadap tingkat pendidikan anak 3. Mengkaji bagaimana pengaruh asset terhadap tingkat pendidikan anak 4. Mengkaji faktor yang paling dominan mempengaruhi rendahnya pendidikan anak
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh sebagai berikut: 1. Jumlah anggota kelurga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan anak KK rumah tangga miskin di Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Mauara Enim. 2. Jumlah anggota anggota keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan anak KK rumah tangga miskin Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Mauara Enim. 3. Aset berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan anak KK rumah tangga miskin Desa Segayam Kecamatan Gelumbang Kabupaten Mauara Enim. 4. Pendapatan merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan anak. Sumber : Muslim, 2002; Nasikum, 2002; Muchsin, 2004; Martinus, 2007; Edy, 2011