BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain, tidak terjadi jarak yang terlalu jauh atau ketimpangan yang tinggi suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Istilah pembangunan dari sudut pandang ekonomi dapat diartikan sebagai upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang berkelanjutan agar negara dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibandingkan laju jumlah penduduk. Pembangunan yang dilaksanakan tersebut bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang tinggi juga. Namun masalah dasarnya bukan hanya menumbuhkan pendapatan per kapita, tetapi siapa yang menumbuhkannya, sebagian kecil orang atau orang banyak. Jika peningkatan hanya dilakukan oleh segelintir orang kaya maka peningkatan hasil hanya menguntungkan mereka, kemajuan penganggulangan kemiskinan akan berjalan lambat dan ketimpangan akan memburuk. Namun jika pertumbuhan itu dihasilkan orang banyak, maka mereka pulalah yang menerima manfaat yang terbesar dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi lebih merata (Todaro, 2011: 251). Dilihat dari pembangunannya, negara Indonesia mengalami kemajuan yang cukup berarti terutama dari awal periode Orde Baru sampai periode Orde Reformasi ini. Pertumbuhan ekonomi tumbuh cukup pesat walaupun ada beberapa
1
waktu yang mengalami penurunan seperti pada saat krisis moneter tahun 19971998, di mana pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,23 persen walaupun masih rendah dibanding asumsi APBN yaitu sebesar 6,5 persen dan ini termasuk tinggi di wilayah Asia. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dirasakan merata di seluruh wilayah Indonesia, karena masih tingginya konsentrasi pembangunan daerah Pulau Jawa dibanding daerah di luar Pulau Jawa, kendati Pemerintah Pusat telah mulai melakukan berbagai upaya melalui berbagai program pembangunan untuk memacu perkembangan wilayah Indonesia yang masih tertinggal. Salah satu program pemerintah adalah membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yaitu kawasan yang dirancang untuk mendorong percepatan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur dan pemberian insentif. Adapun ketimpangan antardaerah yang terjadi secara umum bisa disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia di daerah tersebut, sehingga pembangunan yang dilaksanakan akan berbeda hasilnya antara satu dengan lainnya. Untuk itu perlu campur tangan pemerintah dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan melalui intervensi program, kebijakan serta delegasi kewenangan. Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang, merupakan provinsi yang terletak di pesisir barat bagian tengah Pulau Sumatera, dengan posisi 00 54’ Lintang Utara dan 30 30’ Lintang Selatan dan 980 36’ - 1010 53’ Bujur Timur
2
dengan luas wilayah 42.297,30 km2 atau sekitar 2,21 persen luas Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2012 memiliki jumlah penduduk 4.957.719 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 117 jiwa/km2 dan terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan 6 (enam) kota sebelum pemekaran wilayah menjadi 12 (dua belas) kabupaten dan 7 (tujuh) kota setelah adanya pemekaran wilayah. Provinsi Sumatera Barat dalam jangka waktu tahun 2008-2012 dinilai mempunyai kinerja pembangunan yang baik di mana pembangunan memberikan manfaat terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, ini dapat dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang relatif baik. Berikut ini capaian indikator-indikator kinerja pembangunan Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan angka nasional tahun 2008-2012.
Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
8
6.88
7
5.94
6 5
6.01
4
6.22
6.25 6.49
6.35 6.23
4.28 4.63
3 Sumatera Bara t
2
Na sional
1 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat terhadap Nasional Tahun 2008-2012 (Persen) Sumber: Bappenas dan Badan Pusat Statistik, 2013
3
Dilihat dari tren pertumbuhan ekonomi, Sumatera Barat terus menaik dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2009 yang mengalami penurunan karena adanya gempa bumi yang melanda sebagian besar kabupaten/kota dan ini berdampak terhadap turunnya kondisi perekonomian masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya percepatan pembangunan pasca gempa agar roda perekonomian mulai pulih kembali, sehingga pertumbuhan ekonomi kembali naik dan pada tahun 2012 capaian pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,35 persen dan ini lebih tinggi dibanding angka nasional yang sebesar 6,23 persen.
Tingkat Kemiskinan (Persen)
18 16
15.42
14.15 13.33
14
12.49
11.66
12 10 8
10.67 9.54
9.5
9.04
8
6 4
Suma tera Ba ra t
2
Na siona l
0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 1.2 Tingkat Kemiskinan Provinsi Sumatera Barat terhadap Nasional Tahun 2008-2012 (Persen) Sumber: Bappenas dan Badan Pusat Statistik, 2013
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berhasil menurun tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun, ini ditunjukkan pada tahun 2008, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat sebesar 10,67 persen dan pada tahun 2012 dapat diturunkan sebesar 2,67 persen sehingga menjadi 8 persen. Jika dibandingkan dengan angka nasional, tingkat kemiskinan Sumatera Barat lebih rendah dibandingkan angka nasional.
4
Tingkat Pengangguran(Persen)
9
8.39 7.87
8 7
7.14 8.04
6.56
7.97 6.95
6
6.45
6.14 6.52
5 4 3 Suma tera Ba ra t
2
Na siona l
1 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Gambar 1.3 Tingkat Pengangguran Provinsi Sumatera Barat terhadap Nasional Tahun 2008-2012 (Persen) Sumber: Bappenas dan Badan Pusat Statistik, 2013
Dilihat dari tingkat pengangguran Provinsi Sumatera Barat dibanding nasional tidak terlalu jauh berbeda, dan berfluktuatif namun secara tren, tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2008, tingkat pengangguran Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 8,04 persen dan turun menjadi 6,14 persen pada tahun 2012. 74.7
75
74.28 73.44
74
73.78
72.96 IPM
73
73.29 72.77
72
72.27 71.76
71 71.17
Sum a tera Ba ra t
70
Na siona l 69 2008
2009
2010 Tahun
2011
2012
Gambar 1.4 Tingkat Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat terhadap Nasional Tahun 2008-2012 Sumber: Bappenas dan Badan Pusat Statistik, 2013
Pembangunan di Sumatera Barat memberikan dampak yang cukup berarti, dibuktikan dengan semakin meningkatnya angka melek huruf, bertambahnya usia
5
harapan hidup dan peningkatan daya beli masyarakat. Ini terlihat dari terus naiknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat tahun 2008-2012, yang semula 72,96 pada tahun menjadi 74,7 pada tahun 2012 dan angka ini di atas Indeks Pembagunan Manusia Nasional. Namun jika dilihat perkembangannya, pembangunan di Sumatera Barat dapat dikatakan masih belum meratanya pembangunan antarkabupaten/kota di Sumatera Barat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat dan pendapatan per kapita kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010-2012. Kota Pariaman Kota Payakumbuh Kota Bukittinggi Kota Padang Panjang Kota Sawahlunto Kota Solok
Kabupaten/Kota
Kota Padang Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Pasaman Kab. 50 Kota Kab. Agam Kab. Padang Pariaman Kab. Tanah Datar Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Pesisir Selatan
Tahun 2012
Tahun 2011
Tahun 2010
Kab. Kepulauan Mentawai -
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Kontribusi (Persen)
Gambar 1.5 Perkembangan Kontribusi Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010-2012 (Persen) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (data diolah)
Dilihat dari perkembangan kontribusi kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat tahun 2010-2012, dapat dinyatakan Kota Padang sebagai
6
ibukota provinsi merupakan penyumbang PDRB terbesar dengan rata-rata hampir sepertiga PDRB Provinsi Sumatera Barat disumbangkan oleh Kota Padang jauh melampaui 18 kabupaten/kota lain yang hanya mempunyai kontribusi 1 sampai 8 persen. Begitupun juga untuk PDRB per kapita kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2012 dapat dilihat sebagai berikut.
Ta hun 2010
Ta hun 2011
Ta hun 2012
18 PDRB Per Kapita (Juta Rupiah)
15.96 16 14 12 10 8
7.51
6.89 7.26
8.53 8.15
10.03 8.29
8.15
7.56
6.63
5.96
5.37
6
9.72 10.04 9.85 10.17
9.04
4.98
4 2 Kota Pa riaman
Kota Payakumbuh
Kota Bukittinggi
Kota Padang Panjang
Kota Sawa hlunto
Kota Solok
Kota Pada ng
Kab. Pa saman Ba rat
Kab. Dharma sraya
Kab. Solok Selatan
Ka b. Pa saman
Kab. 50 Kota
Ka b. Agam
Kab. Pa dang Pariama n
Kab. Tanah Datar
Ka b. Sijunjung
Kab. Solok
Kab. Pesisir Selata n
Kab. Kepula uan Mentawai
0
Kabupaten/Kota
Gambar 1.6 PDRB Per Kapita Atas Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2012 (Juta Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (data diolah)
Berdasarkan Gambar 1.6, dijelaskan bahwa Kota Padang memiliki PDRB per kapita tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp15,96 juta, hal ini disebabkan karena Kota Padang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Barat dan untuk yang terendah adalah Kabupaten Solok Selatan dengan PDRB per kapita sebesar Rp4,98 juta. Gambar 1.6 juga menunjukkan perbedaan pendapatan per kapita antar kabupaten/kota yang tidak merata.
7
Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat untuk periode 1983-2012, dengan melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi antarkabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat periode tahun 1983-2012 dan besaran ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat tahun 1983-2012 serta faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran untuk menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana pembangunan di masa mendatang.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang ketimpangan wilayah telah banyak dilakukan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya adalah penelitian Cheong dan Wu (2013) yang melakukan penelitian tentang pengaruh globalisasi terhadap ketimpangan intra-provinsi, dengan menggunakan data panel untuk seluruh kabupaten di 23 provinsi pada tahun 1997-2007. Alat analisis yang digunakan adalah regresi dengan 11 variabel dengan model ekonometrika sebagai berikut: GINIit = βk Xit + vi + vt + εit ..................................................................(1.1) di mana variabel GINIit merupakan koefisien GINI di provinsi i periode t, βk adalah kx 1 vektor koefisien pada Xit, Xit adalah matriks yang memuat karakteristik provinsi, vi adalah fixed effect provinsi i, vt adalah variabel dummy waktu, dan ε adalah disturbance. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa variabel FDI (Foreign Direct Investment) atau Penanaman Modal Asing berkorelasi negatif terhadap ketimpangan regional intra-provinsi. Untuk variabel tingkat industrialisasi,
8
perkembangan sektor jasa, dan infrastruktur mempunyai korelasi positif terhadap ketimpangan sedangkan perdagangan internasional tidak berpengaruh terhadap ketimpangan secara signifikan. Variabel perdagangan domestik mempunyai korelasi negatif terhadap ketimpangan. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa ketimpangan makin tinggi saat kinerja sektor primer (pertanian) menurun. Doran dan Jordan (2013) melakukan penelitian tentang ketimpangan dengan mengambil sampel negara-negara Eropa, negara-negara Uni Eropa dan menggunakan data set ekonometrika Cambridge Regional. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Theil. Hasil penelitiannya adalah ketimpangan antar negara menurun, sedangkan ketimpangan dalam negara meningkat sekitar 50 persen. Kurniawan dan Sugiyanto (2013), melakukan analisis terhadap pengaruh pertumbuhan ekonomi, konsentrasi sektor industri dan pertanian serta tingkat jumlah orang yang bekerja terhadap ketimpangan wilayah antarkabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2002-2010. Penelitian ini menggunakan data panel dengan temuan bahwa faktor pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan tetapi tidak signifikan, faktor konsentrasi sektor industri dan pertanian berpengaruh positif terhadap ketimpangan dan siginfikan serta faktor jumlah orang yang bekerja berpengaruh negatif terhadap ketimpangan tetapi tidak signifikan. Razak (2011) melakukan penelitian untuk melihat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan regional di Sulawesi Selatan tahun 2005-2010. Penelitian ini memakai alat analisis Tipologi Klaassen dan Indeks Williamson.
9
Hasil penelitiannya adalah dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan ditemukan hanya 3 daerah yaitu Kota Parepare, Palopo, dan Kabupaten Luwu Utara secara simultan mampu menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan distribusi pendapatan yang lebih merata, sedangkan daerah lain tidak bisa mencapai dua indikator tersebut. Sutherland dan Yao (2011) melakukan penelitian untuk melihat ketimpangan pendapatan di Cina selama 30 tahun yaitu dari tahun 1978 sampai tahun 2007. Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah Indeks Gini, di mana hasil penelitiannya adalah China mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dari negara yang pendapatan per kapitanya rendah menjadi negara dengan pendapatan per kapitanya sedang dalam kurun waktu tiga dekade, namun kesenjangan pendapatan juga naik secara signifikan. Gaur (2010), penelitiannya adalah mengenai ketimpangan antarwilayah di India dalam periode 1980-2002. Alat analisis yang digunakan adalah koefisien Gini, Indeks Theil, Indeks Atkinson, dan Kurva Lorens. Hasil penelitiannya adalah kesenjangan antarnegara-negara dilihat dari total pendapatan per kapita, di mana kesenjangannya meningkat tajam terutama setelah tahun 1991. Krimi dkk, (2010) melakukan penelitian untuk melihat ketimpangan pembangunan regional di Malaysia pada dua periode yaitu tahun 2000 dan 2005. Metodologi penelitian ini adalah menggunakan TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) dan Shannon Entropi. Hasil dari penelitiannya adalah dalam 2 (dua) periode pembangunan yaitu tahun 2000 dan 2005, hanya terjadi sedikit pengurangan ketimpangan pembangunan antarwilayah
10
di Malaysia, Kuala Lumpur sebagai ibukota Malaysia adalah daerah yang paling maju pembangunannya dan Sabah adalah daerah yang paling rendah tingkat pembangunannya. Pose dan Tselios (2010) melakukan penelitian untuk melihat ketimpangan pendapata, pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Eropa Barat. Metodologi yang dipakai dalam penelitian adalah model regresi, di mana variabel yang diamati adalah pertumbuhan ekonomi regional, pendapatan per kapita, ketimpangan pendapatan, tingkat pendidikan dan ketimpangan pendidikan. Hasil temuan dari penelitian ini adalah peningkatan pendapatan dan kesenjangan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Cheong dan Wu (2013) serta Kurniawan dan Sugiyanto (2013). Namun yang menjadi perbedaan dari penelitian ini adalah pertama, berbedanya variabel bebas dan variabel terikat yang dipakai, di mana pada penelitian Cheong dan Wu memakai Indes Gini sebagai variabel terikatnya, maka dalam penelitian ini memakai Indeks Williamson sebagai variabel terikat untuk mengukur ketimpangan regional, sedangkan variabel bebasnya adalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan pertumbuhan infrastruktur jalan dan dampak pemekaran. Perbedaan yang kedua penelitian ini menggunakan data time series dalam jangka waktu 30 tahun yaitu tahun 1983-2012 dan dapat ditulis ke dalam persamaan sebagai berikut. Ketimpangan = f (Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Pertumbuhan Infrastruktur Jalan, Dampak Pemekaran).......................(1.2)
11
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian adalah tren laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat meningkat dan pencapaian indikator pembangunan yang relatif baik (tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia) pada lima tahun terakhir, tetapi belum diimbangi dengan pemerataan kontribusi maupun kesejahteraan masing-masing wilayah. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan PDRB per kapita kabupaten/kota, di mana hanya terdapat beberapa daerah yang memiliki PDRB per kapita yang relatif tinggi. Sementara itu, kontribusi PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat yang belum merata, di mana tingkat kontribusi mayoritas kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat yang masih rendah. Untuk itu perlu mengidentifikasi ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat tahun 1983-2012 dan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, pertumbuhan infrastruktur jalan, serta dampak pemekaran terhadap ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat.
1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana tipologi wilayah berdasarkan tingkat PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat periode tahun 1983-1999 sebelum pemekaran dan periode 2000-2012 setelah pemekaran? 2. Berapa besaran ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat dalam jangka waktu tahun 1983-1999 sebelum pemekaran dan periode 2000-2012 setelah pemekaran?
12
3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat, pertumbuhan infrastruktur jalan serta dampak pemekaran terhadap ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat?
1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi tipologi wilayah kabupaten/kota berdasarkan tingkat PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat periode tahun 1983-1999 sebelum pemekaran dan periode 2000-2012 setelah pemekaran. 2. Mengidentifikasi besaran
ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat
dalam jangka waktu tahun 1983-1999 sebelum pemekaran dan periode 20002012 setelah pemekaran. 3. Mengidentifikasi bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, pertumbuhan
infrastruktur
jalan,
dan
dampak
pemekaran
terhadap
ketimpangan regional Provinsi Sumatera Barat.
1.6 Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. melalui penelitian ini dapat menjadi memberikan masukan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membuat kebijakan pembangunan yang
13
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan mengurangi ketimpangan pembangunan antarkabupaten/kota; 2. melalui penelitian ini dapat memperkaya khasanah kepustakaan sehingga dapat menambah sumber pustaka untuk penelitian berikutnya.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian disajikan dalam lima bab. Bab I Pendahuluan, yang memuat uraian latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, yang memuat teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis dan model penelitian. Bab III Metoda Penelitian, yang memuat desain penelitian, metoda pengumpulan data, definisi operasional, dan metoda analisis penelitian. Bab IV Analisis, yang memuat deskripsi data, uji hipotesis, dan pembahasan dan Bab V Simpulan dan Saran, yang memuat simpulan, keterbatasan dan saran.
14