1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali
(1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat kebiasaan setempat. Dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk perwujudan arsitektur, latar belakang kebudayaan memberikan corak-corak logika, etika dan estetika yang mengeras ke dalam bentuk-bentuk ruang, elemen dan ragam hiasnya. Logika, etika dan estetika merupakan dasar-dasar pertimbangan dalam mencari, mengolah dan menempatkan ragam hias yang mengambil tiga kehidupan di bumi, manusia dan binatang (fauna), serta tumbuh-tumbuhan (flora). Demikian pula bila dikaji lebih jauh perkembangan arsitektur tradisional di masing-masing daerah. Fungsi dan aktifitas atau kegiatan yang ditampungnya membawa pengaruh luar yang mempengaruhi arsitektur tradisional. Tradisi berarsitektur di beberapa kawasan di nusantara ini juga terbentuk dari suatu proses. Proses tersebut tidak terjadi dalam kondisi terisolasi, melainkan ada unsurunsur luar yang bertransfusi ke dalam nilai lokal. Unsur tersebut melebur dan menyatu sehingga memiliki suatu kharakteristik dan kekhasan yang mengarah kepada pembentukan jati diri atau identitas suatu karya arsitektur, seperti puri, sebagai pembeda dari yang lainnya. Unsur-unsur tersebut melatar belakangi dalam
1
2
perwujudan bentuk-bentuk hiasan yang dikenal dengan ragam hias dengan menonjolkan nilai-nilai keindahannya. Di Bali terdapat beberapa Puri pada masing-masing wilayah kabupaten. Salah satunya di Kabupaten Karangasem yaitu Puri Gde Karangasem, yang merupakan Puri terbesar diantara puri-puri di Karangasem. Keunikan yang dapat dijumpai pada bangunan Puri ini yang tidak dimiliki oleh Puri lainnya yaitu pada identitas arsitektur Puri Gde Karangasem yang bernuansa arsitektur lintas budaya, yang terlihat pada keragaman atau variasi bentuk pada tiap-tiap bangunannya akibat dari akulturasi Arsitektur Tradisional Bali dengan budaya-budaya luar seperti seperti Tiongkok dan Belanda. Menurut Jelantik dalam Sekelumit Sejarah Puri Karangasem (2003: 145), pengaruh dari budaya luar ini merupakan dampak dari keterlibatan arsitek Belanda bernama Van der Heutz dan arsitek China bernama Lo To Ang yang bekerja sama dengan undagi-undagi lokal. Seiring bertambahnya usia bangunan, kondisi fisik Puri Gde Karangasem yang mulai dibangun sejak abad ke-18 tentunya tidak sekokoh dan seutuh dulu. Material bangunan yang termakan usia mengalami pelapukan, bahkan beberapa bangunan roboh akibat gempa tahun 1979. Namun masih terdapat beberapa bangunan yang masih berdiri dengan identitas aslinya. Banyak usaha ‘penyelamatan’ yang sudah dilakukan oleh pihak Puri sebagai bentuk pelestarian, antara lain: beberapa bangunan ada yang dibangun ulang, sedangkan bangunan yang kondisinya masih tergolong baik sudah mengalami perbaikan atau renovasi. Dari hasil wawancara dengan I Wayan Taman (Pebruari, 2011), upaya konservasi sampai saat ini sudah dilakukan dalam dua tahap, yakni pada tahun
2
3
1994 dan 2001. Dari upaya konservasi yang telah dilakukan, kondisi fisik beberapa bangunan bangunan telah mengalami perubahan. Menurut Anak Agung Gde Putra Agung (Wawancara Pebruari, 2010), upaya pelestarian yang dilakukan selama ini oleh pihak Puri Gde Karangasem lebih mempertahankan kesamaan tata letak, jumlah bangunan serta mengedepankan penerapan arsitektur lokal, dengan tujuan memperkenalkan ke masyarakat luas. Sehingga terjadi beberapa perubahan pada langgam arsitektur, yang berdampak pada perbedaan kondisi fisik bangunan. Perbedaan kondisi fisik secara perlahan akan menghilangkan nilai historis yang terkandung di dalamnya. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip konservasi, yaitu berkelanjutan. Kondisi langgam arsitektur bangunan di Puri Gde Karangasem kini mengalami perkembangan mengikuti perkembangan fungsi dan kebutuhan ruang saat ini. Perkembangan fungsi dilakukan guna mempertahankan eksistensi bangunan di dalam Puri Gde Karangasem. Perkembangan yang dimaksud yaitu perubahan pada ragam hias dan material, beberapa bangunan mengalami penambahan luasan untuk menunjang fungsi bangunan yang baru, sedangkan tata letak bangunan masih dipertahankan seperti semula. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk mengangkat penelitian mengenai “Konservasi Puri Gde Karangasem ditinjau dari Keberlanjutan Langgam Arsitektur” dengan tujuan mengkaji usaha-usaha konservasi yang telah dilakukan. Usaha ini mengacu pada dokumentasi sebelumnya, sehingga kondisi fisik bangunan selama proses konservasi dapat dievaluasi. Dalam proses evaluasi akan ditemukan faktor-faktor yang berpengaruh jika terjadi perbedaan. Perbedaan
3
4
inilah yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam menerapkan arahan pelestarian yang sesuai untuk meminimalkan dampak perubahan yang ditimbulkan.
1.2
Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang terkait dengan penelitian Puri Gde Karangasem
dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah kondisi langgam arsitektur bangunan Puri Gde Karangasem, sebelum dan sesudah konservasi?
2.
Hal-hal apa sajakah yang mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut dalam upaya Konservasi yang telah dilakukan?
3.
Arahan pelestarian (konservasi) yang seperti apakah yang sesuai dengan kondisi bangunan Puri Gde Karangasem saat ini, mengacu pada upaya konservasi yang telah dilakukan sebelumnya?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai 2 tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus,
yaitu: 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peranan Konservasi dalam mempertahankan keberlanjutan Langgam Arsitektur suatu objek konservasi.
4
5
1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengidentifikasi kondisi langgam arsitektur bangunan Puri Gde Karangasem, sebelum dan sesudah konservasi.
2.
Untuk menganalisa hal-hal yang mempengaruhi perubahan pada bangunan Puri Gde Karangasem dalam upaya Konservasi yang telah dilakukan.
3.
Untuk merumuskan arahan pelestarian (konservasi) yang sesuai dengan kondisi bangunan Puri Gde Karangasem saat ini, mengacu pada upaya pelestarian yang telah dilakukan sebelumnya.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat baik secara akademis maupun secara
praktis yang berguna bagi masyarakat, peneliti atau penulis lainnya dan juga pemerintah. 1.
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai konservasi, serta memberikan informasi dan acuan di bidang Konservasi. Sebab di dalam penelitian ini memaparkan mengenai teori konservasi, strategi konservasi, proses konservasi, maupun pengelolaannya, yang diperoleh melalui
berbagai sumber, seperti penelitian langsung,
kepustakaan, interview, maupun dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini tidak berhenti disini saja, namun diharapkan menjadi pemicu untuk dilakukannya penelitian-penelitian selanjutnya.
5
6
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta kontribusi kepada: a.
Pemerintah Kabupaten Karangasem, khususnya Dinas Pariwisata: dapat menjadi masukan dalam merencanakan dan melaksanakan proses konservasi terhadap bangunan bersejarah seperti Puri, agar dapat berkelanjutan.
b.
Pewaris Puri dan masyarakat: dapat menjadi acuan serta masukan dalam
mengkonservasi
Puri,
salah
satunya
adalah
dengan
membandingkan pada dokumentasi aslinya. Sehingga pelestarian dapat dilakukan dengan memelihara material, maupun menggantinya dengan material serupa. c.
Jurusan Arsitektur: dapat menjadi acuan dan sebagai referensi mengenai konservasi yang diterapkan pada bangunan puri di Bali, maupun untuk penelitian selanjutnya.
d.
Peneliti: dapat menjadi suatu proses pembelanjaran mengenai penerapan strategi konservasi pada suatu situs, maupun proses konservasi yang mengacu pada kondisi objek dengan kondisi situasi saat ini, sehingga perubahan yang dilakukan tidak mengubah identitas aslinya.
6