BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Keinginan keluar menjadi masalah yang sering dialami oleh berbagai perusahaan. Keinginan keluar sering kali diikuti dengan turnover yang sesungguhnya. Tingkat voluntary turnover karyawan yang tinggi merupakan indikasi adanya masalah pengelolaan sumberdaya manusia di perusahaan, termasuk perbankan. Voluntary turnover karyawan perbankan saat ini mengalami kenaikan. Voluntary turnover yang tinggi harus menjadi perhatian yang serius bagi pengelola SDM. Voluntary turnover pegawai di perbankan syariah juga terus meningkat. Tingkat voluntary turnover pegawai mencapai 5% di tahun 2009, lalu meningkat menjadi 10% di tahun 2010.
Pada perbankan nasional rata-rata
voluntary turnover karyawan dalam setahun sudah di atas 15%, bahkan mendekati 20%
(http://www.infobanknews.com,
2010).
Pada
tahun
2014,
PricewaterhouseCoopers (PwC) mengungkapkan hasil survei yang menyatakan bahwa turnover karyawan perbankan di Indonesia mencapaai angka 15% (http://www.bisnis.com, 2014). Tingginya tingkat voluntary turnover harus menjadi perhatian pengelola sumber daya manusia di perusahaan, karena voluntary turnover akan memberi dampak bagi perusahaan.
1
Dalam melihat dampak yang ditimbulkan voluntary turnover ada dua sudut pandang. Cara pandang yang pertama, voluntary turnover tidak berfungsi bagi perusahaan yang ditinggalkan (turnover disfungsional). Sudut pandang yang lain, melihat voluntary turnover berfungsi bagi individu yang keluar dan bagi perusahaan (turnover fungsional). Wood dan Macaulay (1989) dalam (Sinurat, 2006) menjabarkan akibat buruk yang ditimbulkan oleh voluntary turnover bagi perusahaan. Sedangkan penelitan yang dilakukan oleh Dalton dan Todor (1979) dan Muchinsky dan Tuttle (1979) dalam (Dalton et al. 1982) mengatakan bahwa ada jenis voluntary turnover yang berfungsi, baik bagi perusahaan maupun individu yang keluar. Cara pandang yang mengatakan bahwa voluntary turnover merupakan hal yang berfungsi (turnover fungsional) memiliki kondisi yang harus terpenuhi. Kondisi ini berlaku ketika perusahaan memandang bahwa kinerja karyawan (individu yang keluar) tidak baik dan karyawan menginginkan keluar dari perusahaan. Dengan keluarnya karyawan tersebut maka perusahaan sudah menghilangkan bagian yang dianggap tidak bermanfaat, sedangkan bagi individu sendiri kondisi tersebut telah sesuai dengan keinginannya. Sudut pandang yang mengatakan voluntary turnover sebagai sesuatu yang tidak berfungsi (turnover disfungsional), memberikan penjabaran mengenai dampak buruk adanya hal tersebut. Perusahaan yang banyak mengalami voluntary turnover membutuhkan biaya untuk melakukan rekrutmen dan pelatihan bagi karyawan baru. Voluntary turnover akan menyebabkan tingginya direct cost dan indirect cost. Direct cost meliputi waktu yang dibutuhkan dan uang yang 2
dihabiskan untuk menemukan, menyewa, dan melatih pegawai yang baru. Indirect cost meliputi penurunan produktifitas dan pelayanan yang disebabkan oleh kekurangan karyawan selama masa yang digunakan untuk menemukan pengganti karyawan sudah keluar dan mempekerjakan karyawan baru yang belum memiliki pengalaman (Woods & Macaulay, 1989) dalam (Sinurat, 2006). Sedangkan yang masih dalam tahap ingin keluar, turnover intention dapat menghilangkan fungsi integrasi, kepaduan dan moral dalam organisasi (Triyanto & Santosa, 2009). Penelitian mengenai turnover intention telah dilakukan oleh banyak ahli, antara lain: McKay dan Tate (1999), Firth et al. (2004) dan Wunder et al. (1982). Banyak temuan dan variabel yang mempengaruhi turnover intention. Role stressor (ambiguitas peran, konflik peran dan work overload), konflik kerja-keluarga, tekanan kerja, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan (McKay & Tate, 1999). Penelitian yang sejenis juga telah dilakukan dan menemukan bahwa kepuasan kerja, komitmen organisasional, stress, stressor (work overload dan
ambiguitas peran), dan dukungan supervisor merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk keluar dari perusahaan (Firth et al. 2004). Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang berkaitan atau menyebabkan munculnya keinginan untuk keluar. Faktor-faktor yang diteliti adalah kepuasan kerja, role stressor (ambiguitas peran, work overload dan konflik peran), dan keinginan keluar dari perusahaan, karena peneliti menduga faktor tersebut termasuk sering terjadi di dunia perbankan. Hasil penelitian McKay dan Tate 3
(1999), Firth et al. (2004) dan Wunder et al. (1982) menunjukkan bahwa kepuasan berpengaruh negatif pada keinginan karyawan; artinya, jika kepuasan karyawan meningkat, tingkat turnover intention cenderung akan berkurang. Kaitanya dengan kepuasan dan keinginan keluar, perekrutan menjadi hal yang krusial. Pemberian kontrak yang memudahkan pekerja menjadi pegawai tetap tentu memberikan kenyamanan bagi pekerja tersebut. Saat ini kontrak fronliner terkesan kurang memberi kenyamanan bagi mereka, misalnya di BNI fronliner dipekerjakan hanya sampai usia 35 tahun, dan apabila tidak mampu berprestasi atau naik ke jenjang di atasnya maka tidak dipekerjakan lagi. Untuk perekrutan frontliner di BCA bernama Bhakti BCA, dimana pegawai hanya dikotrak 3 tahun, dan apabila tidak mampu berprestasi maka tidak dipekerjakan lagi. Di bank Mandiri hampir sama dengan di BNI, fronliner hanya bekerja sampai usia 36 tahun. Untuk dapat pensiun usia 55 tahun, pegawai harus pindah ke bagian back office atau naik ke jenjang berikutnya. Melihat fenomena kontrak frontliner tersebut, maka penelitian ini akan meneliti keinginan keluar fontliner perbankan. Disamping kepuasan kerja, variabel ambiguitas peran juga terbukti secara empiris berpengaruh pada turnover intention. Ketidakjelasan mengenai peran kerja dan tuntutan yang bertentangan akan menimbulkan keinginan keluar dari perusahaan (Firth et al. 2004). Tuntutan pekerjaan yang tinggi namun tidak diikuti SOP yang jelas dalam penyelesaian pekerjaan dapat menimbulkan kebingungan. Ketidakjelasan tersebut akan menimbulkan rasa frustasi dan dapat menyebabkan karyawan menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang salah. 4
Sehingga dapat dikatakan bahwa ambiguitas peran merupakan salah faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk meninggalkan perusahaan. Ambiguitas peran adalah situasi di mana ada ketidakjelasan mengenai aspek peran kerja seseorang. Ambigu tentang bagaimana proses seseorang menyelesaikan tugastugas yang biasanya ditekankan (Wunder et al. 1982). Selain ambiguitas peran, work overload juga menjadi pemicu seseorang menginginkan keluar dari perusahaan (Firth et al. 2004) dan (Wunder et al. 1982). Dalam penelitian Firth et al. (2004) dan Wunder et al. (1982) menunjukkan bahwa work overload berpengaruh positif dan signifikan pada turnover intention. Hal ini memberikan implikasi jika ambiguitas peran meningkat, turnover intention juga cenderung meningkat. Work overload didefinisikan sebagai banyaknya pekerjaan yang harus dicapai seseorang dibanding waktu yang tersedia untuk menangani pekerjaan tersebut, dan berkaitan erat dengan konsep tekanan waktu (Wunder et al. 1982). Faktor lain yang dianggap mempengaruhi seseorang untuk meninggalkan perusahaan adalah konflik peran (Firth et al. 2004; Wunder et al. 1982). Seorang yang bekerja di suatu perusahaan pasti mempunyai beberapa peran yang harus dijalani, misalnya selain sebagai pekerja, seseorang dapat berperan sebagai pemilik usaha, pimpinan sebuah organisasi sosial dan seorang ibu rumah tangga. Penelitian Firth et al. (2004) dan Wunder et al. (1982) menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh positif dan signifikan pada keinginan seseorang untuk keluar dari perusahaan. Dengan demikian, bila terjadi kenaikan konflik peran dalam perusahaan maka akan meningkat pula keinginan karyawan keluar 5
dari perusahaan. Konflik peran didefinisikan sebagai harapan atau tuntutan yang bertentangan pada seseorang dalam peran kerja. Tuntutan yang bertentangan ini diberikan pada seseorang dari sejumlah sumber (Wunder et al. 1982). Dari banyak faktor yang menyebabkan keinginan keluarnya karyawan perbankan, maka berdasarkan penjelasan dan beberapa penelitian sebelumnya variabel yang dapat mencermikan kondisi karyawan industri perbankan antara lain: kepuasan kerja, ambiguitas peran, work overload dan konflik peran. Penelitian ini mengkaji secara empiris pengaruh kepuasan kerja, ambiguitas peran, work overload, dan konflik peran pada keinginan turnover intention. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pengelola sumber daya manusia di industri perbankan.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah adalah: 1. Apakah kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention? 2. Apakah ambiguitas peran berpengaruh positif pada turnover intention? 3. Apakah work overload berpengaruh positif pada turnover intention? 4. Apakah konflik peran berpengaruh positif pada turnover intention?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji: 1. Pengaruh negatif kepuasan kerja pada turnover intention. 2. Pengaruh positif ambiguitas peran pada turnover intention. 6
3. Pengaruh positif work overload pada turnover intention. 4. Pengaruh positif konflik peran pada turnover intention.
1.4 Manfaat Penelitian Bagi industri perbankan, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dalam mengambil keputusana dalam mengelola karyawannya dan memberikan pandangann tentang cara mengatasi tingginya tingkat turnover sehingga dapat mengurangi kerugian atas keluarnya karyawannya. Bagi dunia akademisi, penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan dan memberi kontribusi terhadap penelitian sejenis.
1.5 Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah Pada penelitian ini akan mengambil sampel dari beberapa bank yang berada di kota Surakarta. Surakarta sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia diharapkan mampu memberi gambaran tentang perbankan di Indonesia. Lokasi penlitian untuk pengambilan sampel antara lain di Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, BPD Jateng dan Bank BCA. Bank tersebut merupakan empat bank terbesar di Indonesia dan satu daerah sehingga diharapkan mampu mewakili banyaknya bank yang ada di Indonesia.
7
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bab yaitu :
BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini ditujukan agar dapat mengantarkan pembaca untuk dapat mengetahui siapa dan apa yang diteliti, mengapa dan apa yang diteliti, kapan diteliti, dan bagaimana penelitian tersebut dilakukan.
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang menguraikan mengenai beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, teori dasar yang memberikan penjelasan teori yang kuat yang terkait dengan penelitian, dan hipotesis yaitu pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori tentang jawaban sementara terhadap suatu masalah dan masih harus dibuktikan kebenarannya.
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan rancangan penelitian yang ditujukan sebagai acuan strategi peneliti agar peneliti dapat memperoleh data dan alat penelitian yang valid sesuai dengna karakteristik dan tujuan penelitian. Bab ini juga berisikan definisi istilah, penjelasan tentang populasi dan sample yang digunakan, instrumen 8
penelitian, penjelasan mengenai pengumpulan data, serta penjelasan mengenai metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan serta uraian tentang hasil pengujian hipotesis. Bab ini terdiri dari deskripsi data yang diperoleh, penjelasan hasil hipotesis, serta uraian pembahasan.
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, & IMPLIKASI Berisi tentang simpulan hasil penelitian, keterbatasan yang dialami oleh peneliti, serta implikasi dari temuan penelitian dan rekomendasi yang diajukan.
9