BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah mengalami revolusi politik dari periode orde baru menjadi era Reformasi pada pertengahan Tahun 1998, Bangsa Indonesia mengalami banyak perubahan termasuk dalam kehidupan berpolitik. Pada masa itu, banyak bermunculan partai politik baru yang menjadi tanda datangnya era kebebasan atau demokrasi bagi bangsa Indonesia. Masyarakat yang pada masa orde baru seakan terbelenggu hak politiknya, kini bebas berekspresi mendirikan partai, menentukan kadernya dan menentukan pilihanya sesuai dengan ideologi mereka masingmasing bahkan pemilihan presiden sudah bisa dilaksanakan secara langsung sejak tahun 2004. Jika kita melihat dari sejarahnya, pemilihan presiden Republik Indonesia telah melewati fase – fase dan perubahan – perubahan yang signifikan. Sistem pemilihan pun terus menerus mengalami pembaruan seiring kemantapan Indoensia menjadi negara demokrasi. Pemilihan presiden maupun wakil presiden sebelumnya tidak dipilih langsung oleh rakyat tetapi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pemilihan presiden (pilpres) yang langsung dipilih oleh rakyat ini adalah salah sat wujud kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki otoritas untuk memilih sendiri siapa kandidat yang dianggap terbaik untuk memimpinnya. Setelah reformasi, undang – undang pemilihan presiden banyak mengalami revisi, tonggaknya adalah lahirnya undang – undang pada tahun 2003 yang menetapkan Pilpres langsung oleh rakyat. Presiden tak lagi dipilih oleh MPR, tetapi langsung oleh rakyat. Ketentuan ini tercantum dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang mana rakyat memiliki kebebasan penuh untuk memilih
secara langsung Presiden dan Wakil Presiden tanpa diwakilkan oleh siapa pun. Pemilihan tersebut juga berdasarkan asas langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2014 – 2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan langsung presiden yang ketiga di Indonesia. Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumalh provinsi di Indonesia (Undang – Undang Republik Indonesia no 23 tahun 2003). Dikutip dari wikipedia (2014), Partisipasi partai politik pada pemilu pasca Orde baru tercatat sebagai berikut ; 48 partai politik pada pemilu 1999, 24 partai politik pada pemilu 2004, 43 partai politik ditambah 5 partai lokal aceh pada pemilu 2009, dan 15 partai politik dan 2 kandidat calon pasangan pada pemilu 2014 ini. Dari data diatas tergambar bagaimana partisipasi masyarakat Indonesia pada dunia politik pasca masa orde baru. Hal tersebut juga dapat dilihat dengan munculnya fenomena kader partai, hingga relawan partai.Politik dan pemilihan umum tidak lepas dari fenomenafenomena di dalam prosesnya, kampanye adalah salah satu bentuknya. Kampanye merupakan bentuk komunikasi politik yang dilakukan dengan berbagai macam cara untuk mencapai tujuan yaitu memperoleh suara dari pemilih. Kampanye menurut Pfau dan Parrot dalam bukunya Persuasive Communication Campaign (1993:25), adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang ditetapkan. Kampanye bisa dikatakan sebagai tindakan komunikasi yang terorganisir yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode tertentu guna mencapai tujuan tertentu.
Rogers dan Storey (1987:29) mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan ilmuwan komunikasi Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi, dan alasan kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye yang terjadi dilapangan. Setelah melalui empat kali pemilihan umum terdapat perubahan yang signifikan pada penggunaan komunikasi politik ( kampanye ) yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum. Hal tersebut tentunya berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan zaman. macam macam model komunikasi era Soekarno berbeda pula dengan gaya komunikasi di era pemilu 2004 dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda pula untuk di tahun 2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di banding komunikasi yang bersifat orasi. Atau bisa kita simpulkan terjadi perubahan pada bentuk komunikasi. Sebagai contoh lain pada pemilu tahun 2009, para peserta pemilu berlomba-lomba memasang iklan kampanye di media masa seperti televisi, namun pada tahun 2014 ini adalah era internet dimana banyak bermunculan media sosial dengan banyak pengguna, maka media sosial pun menjadi salah satu senjata yang fenomenal untuk berkampanye pada pemilu di tahun 2014 ini. Salah satu bentuk fenomena politik yang cukup menghebohkan pada pemilu di tahun 2014 adalah kampanye hitam ( black campaign). Secara harafiah kampanye hitam (black campaign) bisa diartikan sebagai kampanye kotor menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif tidak berdasar. Dahulu kampanye hitam dikenal sebagai whispering campaign melalui mulut ke mulut, bisa lebih canggih dengan menggunakan media elektronik. Secara umum black campaign memiliki ciri yang sangat pokok yaitu lebih banyak bual daripada
fakta. Memang mungkin saja terdapat satu atau dua fakta tetapi dia akan diolah sedemikian rupa untuk dilontarkan untuk mempengaruhi opini publik kearah yang negatif. Secara kasat mata, kampanye hitam merupakan salah satu bentuk kampanye yang dilakukan secara vulgar dan tidak mempertimbangkan aturan,etika, bahkan aspek moral. Akan tetapi di era modern ini, kampanye hitam dapat dilihat dari sudut pandang strategi politik, yang mengandung aspek komunikasi politik, akan tetapi dilakukan dengan cara menyimpang dari aturan yang ada. Jadi dalam era demokrasi modern, kampanye hitam (black campaign)akan menjadi bagian yang menghiasi dinamika politik, sebagai bentuk dari strategi politik. Dalam pengaruhnya terhadap pemilih, kampanye hitam (black campaign) dinilai lebih menimbulkan efek dibanding dengan kampanye dengan metode penyampaian fakta politik secara gamblang. Anthony Downs (1957,dilansir dari wikipedia), penggagas rational choice theory, menyatakan pilihan politik masyarakat tak selalu ditentukan banyaknya informasi yang mereka miliki tentang kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk mengolah informasi itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri belum memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil, informasi politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik. Atau dapat dikatakan masyarakat Indonesia lebih tertarik mendengarkan isu-isu dari kandidat, daripada visi misi yang disampaikan oleh kandidat. Dalam realitanya pada pemilihan umum calon Presiden dan calon Wakil Presiden 2014, kampanye hitam (black campaign) menjadi fenomena yang cukup menyita perhatian. Kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden saling beradu serangan untuk menjatuhkan lawan politiknya, dengan mengangkat isu-isu yang masih perlu dipertanyakan kembali kebenaranya. Komunikasi politik yang mereka lakukan kepada pemilih, bagaimana pemilih menerima pesan politik yang disampaikan pada kampanye hitam tersebut, kemudian
apa pengaruhnya penting untuk dikaji. Selain itu ada fenomena menarik lain dari pemilihan umum calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2014, dimana tingkat perhatian atau atensi publik tinggi terhadap tahapan pemilihan presiden, meskipun mengalami penurunan dalam partisipasi memilih. Jumlah penduduk di Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu capres dan cawapres adalah 186.612.255 pemilih, namun surat suara yang masuk sejumlah 132.896.240. Tercatat, tingkat partisipasi mencapai 70 persen, turun 2 angka dari Pilpres 2009 yang meraup angka 72 persen. Dan 20 persen sampai 30 persen adalah pemilih pemula.
"Memang kalau dilihat dari tren nasional mengalami penurunan, tapi kalau diletakkan dalam kerangka global partisipasi pemilu, angka 70 bukan angka yang buruk," ucap Komisioner KPU Sigit Pamungkas saat berada di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (23/7/2014). Meski secara keseluruhan turun 2 persen, Sigit mengklaim, partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pilpres sangat tinggi, "Pada semua tahapan pilpres partisipasi publik sangat tinggi. Kesukarelawanan warga negara juga mengalami peningkatan di setiap tahapan," ujar dia. ( Sigit, liputan6.com, 6 Agustus 2014) Hal lain yang menunjukkan tren positif itu adalah munculnya banyak relawan, baik yang terafiliasi maupun yang berada di luar kelembagaan KPU dalam mendukung kesuksesan pilpres. "Relawan-relawan yang tidak terafiliasi maupun relawan yang terafiliasi. Ini justru menjadi babak baru pematangan demokrasi di Indonesia. Karena mutu demokrasi itu akan semakin teguh ketika mutu partisipasi lebih baik," tandas Sigit. ( Sigit, liputan6.com, 6 Agustus 2014)
Fenomena atensi publik yang tinggi tersebut diiringi dengan realita masyarakat harus dihadapkan dengan dua calon yang mengakibatkan terbentuknya dua kubu dalam masyarakat yang berbeda pilihan dan pendapat, dimana masing-masing kubu saling mengunggulkan pasangan dari calon masing-masing yang membentuk kesan fanatisme didalamnya. Dapat digambarkan secara sederhana kondisi pada masa kampanye pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2014, masyarakat terbelah menjadi kubu pendukung Jokowi ( jokowi fans) dan kubu pendukung Prabowo (prabowo fans). Masa kampanye menjadi masa yang cukup memanas bagi kedua kubu pendukung, dimana sering terjadi perdebatan diantara kedua kubu baik didalam lingkup formal, ataupun non formal. Kondisi tersebut bahkan
sempat mencuatkan isu ancaman stabilitas keamanan nasional pasca pemilihan presiden tahun 2014. Fenomena-fenomena menarik tersebut tentunya semakin mendukung penelitian ini menjadi semakin menarik terlebih keterkaitanya dengan kampanye hitam (black campaign) pada pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2014. Tujuan dari kampanye hitam adalah mempersuasi masyarakat untuk berpaling, mengalihkan, bahkan membenci salah satu kandidat kemudian beralih memberikan suaranya kepada dirinya. Keberhasilan dari kampanye hitam tentunya sejalan dengan tampilan visual, isi kontent, dan isu yang diangkat. Semakin sensitif isu yang diangkat, semakin tinggi pula perhatian masyarakat, sehingga kemungkinan berpengaruh pula terhadap masyarakat. Tampilan visual, kontent, dan isu yang diangkat dari masing-masing kandidat berbeda-beda, hal tersebut menimbulkan persepsi yang berbeda pula dari tiap individu yang menyaksikanya. Seiring dengan kemajuan teknologi, fenomena kampanye hitam (black campaign) pada pemilu 2014 lebih sering dilakukan di media sosial baik itu twitter, facebook, youtube, path, dsb. Media sosial sebagai salah satu bentuk kemajuan teknologi dan informasi tentunya menawarkan berbagai macam bentuk fiture kemudahan, diantaranya adalah fiture komunikasi yang cepat, luas, dan murah. Jika dibandingkan untuk berkampanye di media lain yang memerlukan biaya yang tidak sedikit, kampanye di media sosial tentunya menjadi alternatif yang amat sangat berharga bagi peserta pemilu. Terkait dengan efektifitas media sosial, untuk kalangan yang relatif terdidik, kampanye menggunakan media sosial lebih efektif ketimbang baliho dan spanduk. Orang yang relatif terdidik dan well inform ini tidak akan percaya isi baliho atau spanduk, tapi lebih percaya pada perkataan teman atau koleganya di media sosial. Di sini dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat berpengaruh bagi orang lain. Maka, secara berseloroh, di media sosial tidak lagi berlaku one man one vote, tetapi satu orang bisa memiliki kekuatan setara puluhan, ratusan, atau ribuan lebih orang.
Inilah kelebihan media sosial: efektif sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran berbagai ide, termasuk isi kampanye via media sosial, berlangsung amat cepat dan hampir tanpa batas. Di Twitter, misalnya, hanya dengan men-twit, informasi tersebar luas ke seluruh follower, begitu seterusnya dengan cara kerja seperti multi-level marketing. Efektivitas media sosial tidak hanya karena jumlah penggunanya yang masif. Karakteristik media sosial sendiri juga merupakan kekuatan. Media sosial adalah sarana untuk komunikasi di mana setiap individu saling memengaruhi.( Kompas.com, 29 Maret 2014). Situs jejaring sosial juga telah meiliki tempat dihati sebagian orang-orang terkenal salah satunya Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang menggunakan facebook sebagai sarana kampanye politiknya. Dan Indonesia tidak jauh berbeda, seolah terinspirasi kini banyak para calon legislatif atau calon gubernur bahkan calon presiden di era kampanye Indonesia ini memanfaatkan situs jerjaring sosial yakni twitter sebagai sarana kampanye, jadi tidak hanya melalui poster dan baliho dijalan-jalan namun kini mulai menjamur di situs jejaring sosial sedang banyak diminati yaitu twitter. Kampanye dilakukan melalui fasilitas-fasilitas twitter seperti fasilitas status update, fasilitas mention foto, fasilitas mention status, fasilitas rewteet, juga messages. Karakteristik media sosial yang cepat, bebas, dan luas, tentunya juga mempengaruhi karakteristik kampanye di dalamnya. Maka arus kampanye yang cepat menyebar dan bebas sering kita temui di media sosial. Fenomena tersebut tentunya sangat mudah untuk disisipi dengan kampanye hitam (black campaign) yang marak pada pemilihan presiden 2014 ini. Terkait peran Twitter pada kampanye hitam (black campaign), Indonesia Research Center (IRC) pernah menggelar riset dengan cara wawancara responden. Kesimpulannya, kepercayaan mayoritas responden terhadap kampanye politik di Twitter relatif rendah, kebanyakan meresponnya dengan sikap negatif, dan Twitter cenderung menjadi saluran beredarnya kabar negatif seputar isu sosial dan politik.
Dikatakan sebelumnya mayoritas masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk mencerna informasi politik. Dan penelitian ini akan mengkhususkan pada pemilih pemula yang umumnya memiliki usia 17-20 tahun. Hal tersebut didukung dengan data demografi pemilih, dimana dikatakan pemilih pemula dengan usia muda merupakan aset yang potensial. Menurut data Kementrian dalam negeri tahun 2012, penduduk dengan usia 45 tahun kebawah mencapai 60 persen dari populasi. Dari data tersebut, potensi suara pemilih pemula patut dipertimbangkan untuk dibidik oleh para kandidat pada Pemilu 2014. Pemilih pemula adalah pemilih yang berusia sekitar 17 – 20 tahun. Usia 17 – 20 tahun menurut Erikson (1989:20) adalah masa dewasa awal atau remaja. Remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial . Remaja pada umumnya memiliki karakteristik sebagai seseorang yang eksploratif serta variety seeker, yaitu individu yang senang mencari berbagai hal Remaja biasanya senang mencoba berbagai macam hal baru dan relatif cepat bosan. Remaja juga memiliki kepribadian yang cenderung berubah-ubah, mencoba label baru dan mengasosiasikannya dengan berbagai kelompok . Adapun selama remaja, hubungan dengan teman sepermainan menjadi hal yang utama dibandingkan dengan hubungan dengan keluarga dan meskipun keluarga tetap yang menjadi prioritas yang utama akan tetapi remaja juga menempatkan pengaruh yang kuat terhadap persepsi dari teman-temannya (Erikson 1989:43). Remaja sering menghabiskan waktu sehari-hari mereka di media sosial, yang merupakan suatu lingkungan sosial yang baru bagi remaja dimana mereka dapat mencari identitas diri dengan menjalin hubungan dengan teman serta membangun relasi baru dengan orang yang belum dikenal. Masa remaja adalah masa-masa yang penuh dengan tantangan dan harapan. Menurut Purwadi (2004) pada masa ini remaja mengalami perubahan besar dalam memahami berbagai aspek yang ditemui, menjadi lebih kritis dalam melihat dan memberi
respon lingkungannya. Remaja berusaha melawan terhadap berbagai aspek yang tidak masuk di akalnya. Menurut Erikson (1989:33) masa remaja merupakan salah satu tahapan tentang hidup manusia yang sangant penting untuk pembentukan identitas. Mengacu pada teori Erikson (1982, dilansir dari wikipedia.org) usia remaja, yang berada antara 10 sampai 20 tahun, berada pada tahap identity versus identity confusion. Remaja dihadapkan pada pertanyaan siapakah, apa, dan mau dibawa kemana diri mereka. Politik merupakan hal yang baru bagi pemilih pemula sehingga pemilih pemula akan mengeksplorasi segala kemungkinan yang ada dan mengambil segala informasi yang disediakan. Informasi mengenai politik dan kandidat- kandidatnya sudah bukan sesuatu yang susah dicari mengingat adanya media sosial dimana pemilih pemula menghabiskan waktunya sehari – hari. Remaja mampu menerima mentah – mentah informasi yang ada di media sosial atau media massa tanpa adanya kontrol mengingat tidak adanya rule atau aturan-aturan yang ada dalam bermedia sosial atau media massa. Pemilih khususnya pemilih pemula merupakan target yang dapat dirangkul oleh kandidat mana pun karena pengalaman politiknya yang masih minim. Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali memiliki hak untuk berpartisipasi dalam suatu Pemilihan Umum. Kurangnya pengalaman mereka dalam partisipasi politik diyakini menjadikan iklan politik sebagai sumber informasi yang paling mudah untuk mereka terima Alasan mengapa peneliti memilih pemilih pemula karena kelompok pemilih pemula umumnya belum memiliki pengalaman politik yang cukup dan pada umumnya mereka belum memiliki keterikatan terhadap partai politik tertentu yang kemudian membuka peluang yang sangat besar untuk dirangkul kandidat mana pun. Penelitian ini akan lebih cenderung fokus pada aspek komunikasi komunikan (penerima pesan). Dimana akan dilihat kecenderungan dari komunikan dalam memaknai pesan yang diterima. Penerimaan pesan ini akan dilihat dari aspek komunikator dan komunikan dalam masing-masing proses komunikasi tersebut. Dari uraian tersebut, kemudian muncul
pertanyaan yang menarik untuk diteliti tentang bagaimana pemilih pemula dalam memaknai pesan kampanye hitam ( black campaign) yang diterima Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dan wawancara. Karena menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, penelitian ini mampu memberikan gambaran obyektif tentang suatu bidang. Eksperimen dipilih untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi obyek penelitian sebelum dan sesudah diberikan perlakuan tertentu dan wawancara dipilih untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai kondisi obyek penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Purworejo, karena kelompok ini merupakan salah satu kelompok yang sangat sesuai dengan tema penelitian ini, yaitu sesuai dengan kategori umur dan aktif menggunakan teknologi media sosial. Untuk itu, dalam penelitian ini dihasilkan sejumlah kesimpulan yang menunjukkan aspek komunikasi komunikan yang dimiliki pemilih pemula mengenai kampanye hitam pada kampanye calon presiden dan wakil calon presiden pemilu 2014 di media sosial twitter. B. Rumusan Masalah Secara umum : 1. Bagaimana pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign dalam pemilu calon presiden dan wakil presiden 2014? Secara khusus dengan metode eksperimen
:
1. Apakah terdapat perbedaan pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa media sosialisasi dan diskusi? 2. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pesan black campaign pada pemilih pemula setelah diberi perlakuan berupa media sosialisasi dan diskusi?
3. Apakah
media sosialisasi dan diskusi terbuka merupakan media yang memiliki
pengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan pesan black campaign pemilih pemula sebelum dan sesudah eksperimen? C. Tujuan Penelitian
Melakukan penelitian sudah merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa untuk menyelesaikan program studinya. Agar penelitian dapat berjalan lancar maka dalam melaksanakan kegiatannya harus mempunyai arah dan tujuan yang akan ditempuh dengan harapan dari penyusunan akan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pemahaman pemilu pada pemilih pemula. 2. Mendeskripsikan pemahaman black campaign pada pemilih pemula. 3. Mengetahui perbedaan dan pengaruh kampanye hitam terhadap pemahaman pemilihan calon presiden dan wakil presiden pada pemilih pemula. 4. Mengetahui perbedaan pemahaman kampanye hitam terhadap penerimaan pesan kampanye hitam pada pemilih
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini akan memberikan penjelasan tambahan mengenai fenomena kampanye hitam (Black campaign) dan pengaruhnya terhadap pemilihan calon presiden dan wakil presiden. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai pemilih pemula
3. Penelitian ini dapat memberikan rujukan atau gambaran tentang partai politik dan pemerintah 4. Penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai pemilu dan kampanye hitam kepada pemilih pemula, penyelenggara pemilu dan partai politik. 5. Penelitian ini akan memperkaya kajian ilmu komunikasi dalam tataran studi khalayak.
E. Kajian Teoritis 1. Definisi Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin communicare yang mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam dengan cara dan gaya yang berbeda pula. Carl I Hoveland (Sumarno, 1989: 7), seorang ahli ilmu jiwa pada yale university, membuat sebuah pengertian mengenai komunikasi sebagai berikut. “ Communication is the process by which an individual transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of another individuals”. Dalam definisi ini tampak bahwa komunikasi itu sebagai suatu proses menstimulasi dari seorang individu terhadap individu lain dengan menggunakan lambang-lambang yang berarti (biasanya dengan lambang bahasa) untuk mengubah tingkah laku.
Menurut Onong Uchyana Effendy (Effendy, 1992: 5), definisi komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Melalui definisi tersebut tersimpul tujuan komunikasi yaitu memberitahukan atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion) atau perilaku (behaviour). Dengan kata lain, dari komunikasi yang dilakukan tersebut diharapkan terjadi tanggapan berupa efek yang akan terjadi. Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell (Cangara, 2007: 19) bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”. Dari skema di bawah, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang berawal dari adanya pesan yang disampaikan oleh sumber melalui saluran (media/channel) yang diarahkan kepada penerima dengan harapan mendapatkan suatu efek yang sesuai dengan keinginan sang sumber. Berikut model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell tersebut : WHO
SAYS WHAT
IN WICH CHANNEL
(I)
( II )
( III )
WITH WHAT EFFECT
TO WHOM
(V)
( IV )
Bagan 1. 1 Model Komunikasi Laswell
( I ) : Sumber sering disebut juga sebagai pengirim, penyandi, komunikator, atau pembicara. ( II ) : apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan. ( III ) : saluran atau media yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima saluran boleh jadi pesan yang disampaikan dalam bentuk saluran verbal atau saluran non verbal. ( IV ) : penerima sering juga disebut sebagai sasaran atau tujuan. ( V ) : efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah dia menerima pesan tersebut. Adapun karakteristik dari komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009: 3334) : a. Komunikasi Suatu Proses Komunikasi sebagai proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk isi, dan cara penyampaiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi. b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja atau mempunyai tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik bila pihak – pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama memiliki perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. d. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misal: bahasa. e. Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masingmasing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks dan lainlain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi. 2. Aspek Komunikasi
Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila suatu pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan sehingga tidak terjadi salah persepsi. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif, perlu memahami aspek – aspek komunikasi. Menurut Supratiknya (1995:31) aspek – aspek dalam komunikasi adalah :
a. Maksud – maksud, gagasan – gagasan dan perasaan – perasaan yang ada dalam diri pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal bagi perbuatan komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang mengandung isi tertentu. b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan dan maksud – maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan. c. Proses pengiriman pesan oleh penerima d. Adanya saluran (channel) atau media melalui mana pesan dikirimkan e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima menginterpretasikan atau menafsirkan makna pesan f. Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makana pesan yang ditangkap. Kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu Menurut Mulyana dan Jalaluddin (2003:14) mengemukakan aspek – aspek komunikasi yakni: a. Sumber (source). Suatu sumber adalah orang yang mempunyai kebutuhan sosial untuk diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai informasi dengan orang lain dapat terpenuhi. b. Penyandian (encoding) adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku verbal dan non verbal yang sesuai dengan aturan – aturan guna menciptakan suatu pesan c. Pesan (message) merupakan informasi yang harus sampai dari sumber ke penerima d. Saluran (channel) adalah alat fisik yang menjadi penghubung antara sumber dengan penerima e. Penerima (komunikan) adalah orang yang menerima pesan
f. Penyandian balik (decoding) yaitu proses internal penerimaan dan pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakilinya g. Respon penerima (receiver response) hal ini menyangkut tindakan apa yang penerima lakukan setelah menerima pesan dari sumber h. Umpan balik (feedback) adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkan nilai keefektifan komunikasi yang sudah berlangsung. Sedangkan menurut Dedy Mulyana (2005:27), untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu memahami aspek – aspek komunikasi, antara lain: a. Komunikator Pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi, karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi. b. Komunikan Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon c. Media Saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal wujudnya berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya d. Pesan Isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi. e. Tanggapan
Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan. Diimplementasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai dengan pesan yang diterima. Berdasarkan dari ketiga sumber diatas maka aspek – aspek yang paling penting dalam kemampuan komunikasi secara efektif terdiri dari komunikator, komunikan, dan media. Aspek komunikan dalam komunikasi sangat penting. Komunikan adalah salah satu aktor dari proses komunikasi. Oleh karena itu, aspek penerima pesan tidak boleh diabaikan karena berhasil tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh penerima pesan. Tidak ada penerima pesan atau komunikan yang sama persis dengan komunikan lainnya. Komunikan bisa berupa individu, kelompok, dan masyarakat. Komunikan mempunyai karakteristik fisik dan psikologis yang membuat komunikan tersebut unik. Karakteristik fisik dan psikologis komunikan akan mempengaruhi penerimaan, interpretasi, dan evaluasi pesan – pesan. Karakteristik komunikan adalah karakteristik demografis, psikologis, dan perilaku komunikan. Karakteristik demografis meliputi : a. Jenis kelamin. Apakah komunikan itu mayoritas laki – laki atau wanita b. Usia. Apakah komunikan umumnya anak – anak, remaja atau orang tua. c. Populasi. Apakah jumlah komunikan yang ada kurang dari 10 orang atau lebih d. Lokasi. Apakah komunikan umumnya tinggal di desa atau di kota e. Tingkat pendidikan. Apakah komunikan rata – rata mengenyam pendidikan atautidak f. Bahasa. Apakah komunikan mengerti bahasa Indonesia atau tidak g. Agama. Apakah semua komunikan dalam satu kelompok agama yang sama atau tidak h. Pekerjaan. i. Ideology. Apakah komunikan umumnya anggota partai tertentu atau tidak
j. Pemilikan media. Apakah komunikan rata – rata memiliki telvisi atau berlangganan surat kabar k. Karakteristik dari aspek psikologis, karakter ini memahami receiver dari segi kejiwaan, antara lain emosi, apakah komunikan rata – rata memiliki temperamen yang mudah tersinggung, sabar, atau periang dan lain – lain. Aspek karakteristik perilaku komunikan antara lain: a. Hobi b. Nilai dan Norma c. Mobilitas sosial d. Perilaku komunikasi Karakteristik penerima pesan yang baik: a. Dapat menerima masukan dari individu lain, artinya setiap masukan yang diberikan komunikator harus dapat diterima secara terbuka dan tenang. Meskipun kadangkala masukan tersebut sangat menyakitkan atau kurang enak, namun masukan tersebut harus diterima. b. Mampu memahami secara baik pesan – pesan atau masukan yang diberikan c. Mampu menyeleksi atau memilih pesan atau informasi yang akan memberikan manfaat dan kegunaan d. Mampu menggabungkan informasi atau pesan yang diberikan dengan pengetahuan, kemampuan dan pendapat pribadi. e. Mampu menyampaikan kembali pesan – pesan yang masuk setelah diolah, kemudian disampaikan kembali kepada komunikan yang lain. 3. Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus mengunakan media massa(Ardianto,2004:3) Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi masa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. (Ardianto,2004:6) Salah satu persoalan didalam negeri ini didalam memberi pengertian komunikasi, yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini dikarenakan banyaknya disiplin ilmu yang telah memberi masukan kepada perkembangan ilmu komunikasi, miaslnya psikologi, antropologi, ilmu manajemen, ilmu politik, linguistik, matematika dan lainlain. Sebuah definissi yang singkat dibuat oleh Harold D Laswell, cara tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”. (Cangara, 2004:18) Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunkan dalam berkomunikasi, apa yang dinamakan Wilbur Schramm “Frame of Reference “ atau kerangka acuan, yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings). Schramm menyatakan bahwa filed of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung dengan lancar. Sebaliknya jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan
timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain, atau dengan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif. (Effendy,2003:30-31) Banyak definisi komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Bayak ragam dan titik tekan yang dikemukakan. Akan tetapi dari sekian banyak definisi yang ada terdapat benang merah dar kesamaan definisi satu sama lain, dan bahkan definisi-definisi itu sama lain saling melengkapi. Ciri-ciri komunikasi massa antara lain : a. Komunikator bersifat melembaga. Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orangorang. Artinya gabungan antara berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Didalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri. Itu artinya, komunikatornya bukan orang per orang. Menurut Alexis S Tan (1981) komunikator dalam komunikasi massa adalah organisai sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkanya secara serempak ke sejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa (surat kabar, televisi, stasiun radio, majalah dan penerbit buku. Media massa disebut sebagai organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang dalam proses komunikasi massa tersebut. (Nurudin,2004:16-18) b. Komunikan bersifat anonim dan heterogen. Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen, artinya pengguna media itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, punya agama atau kepercayaan yang tidak sama pula. Selain itu dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal
komunikan (anonim) karena
komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. (Ardianto,2004:9) c. Pesan bersifat umum.
Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesan itu ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu pesan-pesan yang dikemukakan tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini memilki arti pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu. Kita bisa melihat televisi misalnya, karena televisi itu ditujukan dan untuk dinikmati orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemlihan kata-katanya sebisa mungkin memakai kata-kata populer, bukan kata-kata ilmiah sebab kata-kata ilmiah itu hanya ditujukan untuk kelompok tertentu. d. Komunikasinya berlangsung satu arah. Karena komunikasi massa itu melalui media massa , maka komunikator dan komunikannya
tidak
dapat
melakukan
kontak
langsung.
Komunikator
aktif
menyampaikan pesan dan komunikanpun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah. e. Menimbulkan keserempakan. Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesanpesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Effendi (1999), mengartikan keserempakan media massa itu ialah kontak denagn sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. f. Mengandalkan peralatan teknis. Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis adalah sebuah keniscayaan yang sangat dibutuhkan media massa tak lain agar proses pemancaran atau penyebaran pesannya bisa lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar. g. Dikontrol oleh Gatekeeper.
Gatekeeper atau yang sering disebut dengan penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semau informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah atau mengurangi pesanpesannya. Intinya adalah pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Keberadaan gatekeeper sama pentingnya dengan peralatan mekanis yang harus dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya. (Nurudin, 2004:16-30) . Komunikasi adalah bentuk komunikasi yang mengutamakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara misal, berjumlah banyak, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu pesan yang disampaikan cenderung terbuka dan mencapai khalayak dengan serentak. Untuk memahami proses komunikasi massa perlu dilakukan pemahaman dengan bentuk analisis makro dan analisis mikro, walaupun pada akhirnya memiliki hasil yang sama dengan alasan khalayak menggunakan media. Joseph R. Dominick (2002:43) menyatakan bahwa motif memilih media adalah : a. Congnition (Pengamatan) Media digunakan sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan dan wawasan bahkan beberapa masyarakat menggunakan media untuk membangkitkan ide. b. Diversion (Diversi) Media digunakan sebagai sarana untuk relax dan memuaskan kebutuhan secara emosional bahkan bisa membangkitkan semangat setelah begitu jenuh dari rutintas hidup sehari-hari. c. Social Utility (Kegunaan Sosial)
Media digunakan sebagai alat untuk mempererat kontak atau hubungan dengan teman, keluarga, dan masyarakat, misalnya membahas cerita hangat yang sedang terjadi dengan keluarga. d. Withdraw (Menarik) Media juga digunakan sebagai alas an untuk tidak melakukan tugas dan untuk menjaga privacy agar tidak diganggu orang lain. e. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan khlayak yang beragam sehingga membentuk suatu pertalian yang berdasarkan minat dan kepentingan yang sama.
4. New Media
Teori media baru merupakan sebuah teori yang dikembangkanoleh Pierre Levy, yang mengemukakan
bahwa
media
baru
merupakan
teori
yang membahas
mengenai
perkembangan media. Dalam teori media baru, terdapat dua pandangan, pertama yaitu pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut kedekatannya dengan interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World Wide Web (WWW) sebagai sebuah lingkungan informasi
yang
terbuka,
fleksibel
dan
dinamis,
yang
memungkinkan
manusia
mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat (http://en.wikipedia.org). New Media atau media online didefinisikan sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital (Creeber dan Martin, 2009). Definisi lain media online adalah media yang di dalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, dimana beberapa media dijadikan satu (Lievrouw, 2011). New Media merupakan media yang menggunakan
internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara public (Mondry, 2008: 13). Salah satu bagian dari new media adalah “Network Society”.“Network society” adalah formasi sosial yang berinfrastuktur dari kelompok, organisasi dan komunitas massa yang menegaskan bentuk awal dari organisasi dari segala segi (individu, grup, organisasi, dan kelompok sosial). Dengan kata lain, aspek mendasar dari formasi teori ini adalah semua yang memiliki hubungan yang luas secara kolektivitas (Van Dijk, 2006:20) Media baru/new media/ media online sangat berbeda jauh dengan media konvesional seperti radio, televisi, media cetak, media massa dan lain-lain. Jangan di sama ratakan dengan media konvensional(http://media.kompasiana.com). Internet adalah salah satu bentuk dari media baru (new media). Internet dinilai sebagai alat informasi paling penting untuk dikembangkan kedepannya. Internet memiliki kemampuan untuk mengkode, menyimpan, memanipulasi dan menerima pesan (Ruben, 1998:110). Internet merupakansebuah media dengan segala karakteristiknya. Internet memiliki teknologi, cara penggunaan, lingkup layanan, isi dan image sendiri. Internet tidak dimiliki, dikendalikan atau dikelola oleh sebuah badan tunggal tetapi merupakan sebuah jaringan komputer yang terhubung secara intensional dan beroperasi berdasarkan protokol yang disepakati bersama. Sejumlah organisasi khususnya provider dan badan telekomunikasi berperan dalam operasi internet (McQuail, 2009: 28-29). Tidak hanya memperkecil jarak dalam mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan internet juga telah berkembang dan mengeliminasi penggunaan koneksi kabel, namun tetap bias memfasilitasi taransmisi informasi yang sangat cepat ke seluruh dunia (Bagdakian, 2004:114). Menurut Bagdakian, duplikasi dan penyebaran matri dari Internet ini bisa mencapai jangkauan yang sangat luas. Satu orang khalayak bisa mengunduh kemudian menyebarkannya pada orang-orang dalam jaringan pertemanan atau jaringan kerjanya.
Kemudian pihak yang mendapatkan sebaran itu bisa menyebarkannya lagi pada orang-orang dalam jaringannya, dan seterusnya. 5. Twitter
Ada lebih dari 100 microblog di dunia maya tetapi hanya beberapa yang popular di masyarakat, dan yang paling popular menurut Pudyastomo (2010) adalah Twitter. Twitter merupakan salah satu dari sekian banyak product dari media sosial yang cukup populer dikalangan masyarakat dunia pada umumnya dan indonesia pada khususnya. Twitter merupakan salah satu jejaring sosial yang paling mudah digunakan, karena hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menyebarkan informasi secara langsung dan luas (Zarella,2010 dilansir dari www.slideshare.net). Content dan fitur dari Twitter yang cukup mudah dan terbuka secara luas menjadikan para pengguna twitter untuk memanfaatkanya dalam berbagai macam bentuk. Artinya twitter tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk bersosialisasi,tetapi juga digunakan sebagai sarana jual beli, promosi, dan pusat informasi yang mewakili sebuah kelompok atau institusi.Content dan fitur dari Twitter yang cukup mudah dan terbuka secara luas menjadikan para pengguna twitter untuk memanfaatkanya dalam berbagai macam bentuk. Artinya twitter tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk bersosialisasi,tetapi juga digunakan sebagai sarana jual beli, promosi, dan pusat informasi yang mewakili sebuah kelompok atau institusi. Menurut Digayuza Setiawan dalam panduan praktis mengoptimalkan twitter (2009:1) “Kalau anda senang mengikuti akrivitas apakah itu teman, keluarga, artis, politikus dan lain-lain anda patut mencoba situs twitter. Bila begabung dengan situs ini anda dapat mengetahui aktivitas seseorang kapanpun anda mau baik di computer maupun handphone.” Twitter adalah sebuah situs web yang dimiliki dan dioperasikan oleh Twitter Inc., yang menawarkan jejaring sosial berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan yang disebut kicauan(tweets). Kicauan adalah teks
tulisan hingga 140 karakter yang ditampilkan pada halaman profil pengguna. Kicauan bisa dilihat secara luar, namun pengirim dapat membatasi pengiriman pesan ke daftar temanteman mereka saja. Pengguna dapat melihat kicauan penulis lain yang dikenal dengan sebutan pengikut. Twitter menjadi sebuah fenomena baru dalam dunia internet, Sejak dibentuk pada tahun 2006 oleh Jack Dorsey, Twitter telah mendapatkan popularitas di seluruh dunia dan saat ini memiliki lebih dari 100 juta pengguna. Hal ini kadang-kadang digambarkan sebagai "SMS dari internet". Twitter berawal dari sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh anggota dewan dari Podcasting perusahaan Odeo. Dalam pertemuan tersebut, Jack Dorsey memperkenalkan ide twitter dimana individu bisa menggunakan SMS layanan untuk berkomunikasi dengan sebuah kelompok kecil. Proyek ini dimulai pada tanggal 21 secara terbuka pada tanggal 15 Juli 2006. Twitter menjadi perusahaan sendiri pada bulan April 2007. Popularitas Twitter mulai meningkat pada tahun 2007 ketika terdapat festival South by Southwest (SXSW). Selama acara tersebut berlangsung, penggunaan Twitter meningkat dari 20.000 kicauan per hari menjadi 60.000. Reaksi di festival itu sangat positif. Pada tanggal 14 September 2010, Twitter mengganti logo dan meluncurkan desain baru seiring pertumbuhan pengguna Twitter yang meningkat. Di Indonesia, Twitter sangat populer. Hasil survey Semiocast pada tahun 2012, jumlah pengguna Twitter di Indonesia terdapat sebanyak 19,5 juta orang. Jumlah tersebut menempati posisi kelima dunia setelah Amerika Serikat, Brasil, Jepang, dan Inggris. Jumlah tersebut terus meningkat, bahkan menurut emarketeer (mediabistro, 2013) Indonesia merupakan negara yang paling tinggi dalam kenaikan jumlah pengguna Twitter. Sejak pertengahan tahun 2012 hingga bulan april 2013, jumlah pengguna Twitter di Indonesia meningkat sebesar 44,20%. Indonesia semakin terkenal di Twitter setelah Semiocast (2012) menempatkan 2 kota dari Indonesia di 10 besar kota yang paling banyak menyumbangkan jumlah postingan di Twitter, yaitu Jakarta dan Bandung. Jakarta, menempati posisi paling puncak, sedangkan Bandung berada pada posisi
keenam. Kedua kota tersebut mengalahkan kota besar lain seperti Tokyo, London, Sao Paolo, New York, Paris, Los Angeles, dan Madrid. Dari kedua kota itu saja, Indonesia setidaknya menyumbang sebesar 4% postingan dari seluruh postingnya yang ada di Twitter. Terlebih lagi, kemudahan yang disediakan oleh telepon seluler yang ada serta aplikasi yang mendukung. hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke enam sebagai negara dengan pengguna Twitter terbanyak, meski Amerika masih menjadi negara nomor satu untuk urusan Twitter. Begitupun dengan alasan masyrakat menggunakan twitter yaitu : a. Pesan yang singkat. Satu hal terbaik tentang menggunakan twitter adalah bahwa twitter memungkinkan masyarakat pengguna twitter membuat sebuah pesan yang singkat dan mudah dibaca oleh setiap orang. b. Kecepatan Seperti pengguna blog atau RSS feed, masyarakat bisa mendapatkan akses ke orangorang yang menggunakan twitter secara teratur. Dipastikan masyarakat dapat menghubungi pengguna twitter yang lain dimanapun berada. Masyarakat bisa melakukan update terbaru tentang apa yang sedang dilakukan dan dapat melihat aktifitas orang-orang yang ingin diketahui. c. Informasi up to date Dengan mengikuti akun twitter lainnya sebagai followers masyarakat dapat mendapatkan informasi terbaru secara real time, mulai dari informasi tentang perkembangan industri, bisnis, infotainment hingga perkembangan politik. 6. Komunikasi Politik
Untuk memahami “komunikasi politik”, harus diperhatikan terlebih dahulu pengertian-pengertian yang terkandung di dalam kedua perkataan tersebut, yaitu
“komunikasi” dan “politik”. Banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan sebagai komunikasi. Politik, seperti komunikasi adalah proses; dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan politik Mark Roelofs bahwa politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara. Ia menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Akan tetapi, hakikat pengalaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya, ialah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang. Politik berasal dari kata “polis” yang berarti “negara kota”, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara Negara (kota) dan masyarakatnya. Kemudian kata ‘polis’ ini berkembang menjadi ‘politikos’ yang artinya kewarganegaraan. Dari kata ‘politikos’ menjadi ‘politera’ yang berarti hak-hak kewarganegaraan. Dengan ini pengertian politik menjadi lebih luas, yaitu pelaksanaan hak-hak warga negara dalam turut serta dan berperan dalam turut serta dan berperan dalam mengambil bagian pada pemerintahan. Apabila definisi komunikasi dan definisi politik tersebut kita kaitkan dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut: “Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik”
Sedangkan bila dilihat dari tujuan politik an sich, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran politik atau ideologi tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, demi mewujudkan tujuan pemikiran politik atau ideologi sebagaimana yang mereka harapkan. Pengertian komunikasi politik selain dikaji dengan memilah-milah setiap komponen yang terlibat, juga harus ditelaah dengan melihat kaitan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain secara fungsional, dimana terdapat tujuan yang jelas yang akan dicapai.
Sanders dan Kaid dalam karyannya, berjudul “Political Communication, Theory and Research: An Overview 1976-1977”, mengatakan bahwa komunikasi politik harus intentionally persuasive, dalam artian sengaja dibuat sedemikian rupa agar dapat meyakinkan khalayak. Faktor tujuan dalam komunikasi politik itu, jelas tampak pula pada definisi yang disampaikan
oleh
Lord
Windlesham
dalam
karyanya,
What
Is
Political
Communication(dalam Subiakto & Ida, 2012:19). Bunyinya sebagai berikut: “Political communication is the deliberate passing of political message by a sender to a receiver with the intention of making the receiver behave in a way that might not otherwise have done.”
Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikan berperilaku tertentu.) Dijelaskan lebih lanjut oleh Windlesham bahwa, sebelum suatu pesan politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, di situ harus terdapat keputusan politik yang harus dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Jika sanders dankaid serta windlesham menekankan pengertian komunikasi politik pada tujuan, ahli komunikasi lain seperti Dan Nimmo dalam bukunya, political communication and public opinion in America – menekannya pada efek yang muncul pada komunikan sebagai akibat dari penyampaian suatu pesan. Makna tujuan pada definisi sanders dan Kaid serta windlesham, dan efek pada pendapat Dan Nimmo, pada hakikatnya sama; jika ditelaah perbedaannya hanyalah pada keterlekatan pada komponennya; tujuan melekat pada komponen komunikator dan efek pada komponen komunikan. Menurut kadarnya efek komunikasi terdiri dari tiga jenis, yakni efek kognitif, efek afektif dan efek behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa
yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku Nimmo menggunakan formula Lasswell dalam menjelaskan luas lingkup komunikasi politik, yaitu komunikator politik, pesan-pesan politik, media komunikasi politik, khalayak politik dan efek politik. Berdasarkan ruang lingkup itu, terlihat bahwa suratkabar, televisi dan saluran massa lainnya tercakup dalam kajian media komunikasi politik dan khalayak politik adalah komunikan dalam komunikasi politik. Komunikan dalam komunikasi politik adalah masyarakat dalam lingkup kecil atau umum. Smua khalayak yang tergolong dalam infrastruktur maupun suprastruktur politik atau dengan kata lain komunikan dalam komunikasi politik adalah semua yang terlibat dan terikat secara hukum oleh konstitusi hukum dan ruang lingkup komunikator suatu negara. Hennesy (Nasution,1990:78) berkenaan dengan pelapisan khalayak komunikasi politik, membedakan publik atau kategori – kategorinya sebagai berikut: a. Publik umum (general public) b. Publik yang penuh perhatian (the attentive public) c. Elit opini dan kebijakan (The leadership public) Di antara semuanya, elit opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif dalam masalah kepemerintahan dan sering kali sebagai pelaku politik. Sedangkan publik attentive merupakan khalayak yang menaruh perhatian terhadap diskusi – diskusi antar elit politik dan sering kali termobilisasi untuk bertindak dalam kaitan suatu permasalahan politik, publik attentive menempati posisi penting dalam proses opini. Publik umum terdiri dari
hampir separuh penduduk dalam kenyataannya jarang berkomunikasi langsung dengan para pembuat kebijakan namun melalui media massa seperti saluran berita atau media sosial. Dalam proses penerimaan pesan atau proses komunikasi dengan mengikuti paradigma Lasswell “with what effect” komunikan akan memiliki pendapat yang menjadi akibat potensial dari komunikasi politik salah satunya adalah black campaign. Black campaign adalah suatu tindakan yang bisa berakibat positif maupun negatif (double effect) pada para pelaku politik terutama mereka yang menjadi kandidat atau calon dalam pemilihan politik seperti pemilihan umum di Indonesia. Black campaign merupakan tindakan penyebaran fitnah, tuduhan, dan hal – hal yang tidak berdasarkan fakta dan memiliki tujuan awal untuk menjatuhkan lawan kandidat politik atau memprovokasi massa. 7. Pemilu
Pemilihan umum untuk selanjutnya disebut pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujutan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan didalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan “pemilihan umum untuk selanjutnya disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Makna dari kedaulatan rakyat tersebut adalah:pertama rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintah guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Kedua rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan
anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Tujuan pemilu menurut ketentuan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (1988:329) mengatakan bahwa pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebutnya sebagai negara yang demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu. Pemikiran Hatta tentang demokrasi (untuk Indonesia), yaitu kedaulatan rakyat atau demokrasi dalam kehidupan politik dan ekonomi, berdasarkan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan, yang menunjukan perbedaannya yang nyata dengan demokrasi barat. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara yang demokrasi haruslah dapat dilaksanakan dengan baik, wilayah Negara Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang besar dan menebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilihan
umum
yang
profesional
dan
memiliki
kredibilitas
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanya dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas, sebagaimana dimaksud pada huruf (b) Pertimbangan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu.
8. Black Campaign
Istilah kampanye hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black campaign yang bermakna berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara umum bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik seorang politikus sehingga dia menjadi tidak disenangi teman-teman separtainya, khalayak pendukungnya dan masyarakat umum.
Cara-cara yang dipakai dalam berkampanye hitam adalah : a. Menyebarkan kejelekan atau keburukan tentang seseorang politikus, dengan cara memunculkan cerita buruk di masa lalunya, menyebarkan cerita yang berhubungan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung, atau menyebarkan cerita bohong atau fitnah lainnya b. Untuk menguatkan cerita tersebut biasanya si penyebar cerita akan menyertakan berupa bukti foto. Foto-foto tersebut bisa saja benar-benar terjadi, bisa juga benarbenar terjadi tapi tidak terkait langsung dengan permasalahan, namun si penyebar foto berharap asumsi masyarakat terbentuk atau bisa juga foto tersebut hasil rekayasa/manipulasi dengan bantuan teknologi komputer. c. Yang lebih hebat lagi adalah apabila dimunculkan saksi hidup yang bercerita perihal keburukan, atau pekerjaan jahat si politikus, baik di masa lalu maupun yang masih belum lama terjadi. Kampanye hitam tidak sama dengan kampanye negatif. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agus Suprio, membedakan kampanye hitam biasanya hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah. Sedangkan kampanye negatif adalah pengungkapan fakta kekurangan mengenai suatu calon atau partai yang disampaikan secara jujur dan relevan. Kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. ("Ini Beda Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif", Tribun, 8 April 2014.)
Menurut Refly Harun (pakar Hukum Tata Negara Indonesia) mengemukakan bahwa black campaign adalah cara mendiskritkan kandidat tanpa didukung dengan data dan fakta yang jelas, sementara kampanye negatif didefinisikan sebagai cara mendiskriditkan kandidat dengan didukung data dan fakta yang jelas. Secara garis besar, dalam hukum kampanye hitam jelas dilarang. Di Indonesia, pelarangan kampanye hitam sudah ada pada Undang –
Undang Dasar No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah pasal 116 ayat (2) dan pasal 78 ayat huruf b dikatakan bahwa “tidak boleh menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan dan/ pasangan calon yang lain”. Dalam ketentuan pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden dilarang melakukan kampanye hitam maupun kampanye negatif yang tertuangdi UU nomor 42 tahun 2008 pasal 41 ayat 1 huruf c. Di Indonesia sendiri, kampanye hitam (black campaign) memiliki pengaruh kuat dan signifikan di berbagai pemilu. Tercatat menurut antaranews.com, black campaign dapat meningkatkan akuntabilitas namun juga bisa menurunkan akuntabilitas suatu calon. Kampanye hitam di Indonesia pada pemilu 2014 menurut IRC (Indonesian Research Center) didominasi di media sosial termasuk Twitter. Bahkan banyak akun – akun robot (fake user) yang dibuat dengan tujuan hanya untuk menyebarkan kampanye hitam. Tercatat ada peningkatan sekitar 5% fake user pada Twitter saat periode pemilu 2014.
9. Cara komunikan menerima pesan
Teori encoding decoding milik Hall menawarkan nilai teoritis mengenai bagaimana sebuah pesan diproduksi dan disebarkan. Ia mengkritisi model komunikasi linier sender/message/receiver yang hanya fokus pada tingkat pertukaran pesan dan ketidakhadiran sebuah gambaran struktur momen berbeda sebagai sebuah struktur relasi-relasi yang kompleks (Hall, 1980:117) . Model komunikasi linier mengandaikan bahwa komponen pertama berpengaruh pada komponen kedua dan seterusnya sehingga apa yang diterima oleh penonton diandaikan sebagai suatu akibat dari pesan yang dikirim oleh media. Menurut Hall, walaupun media massa cenderung untuk mereproduksi suatu interpretasi guna memenuhi kebutuhan dari kelas yang berkuasa, mereka berfungsi juga sebagai medan perjuangan ideologis khalayak. Jadi media juga berfungsi untuk memperkuat
pandangan bersama (consensual) dengan menggunakan idiom – idiom publik, dan dengan mengklaim bahwa dirinya menyuarakan opini publik. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya – produksi,
sirkulasi,
distribusi/konsumsi,
reproduksi
(produksi-distribusi-reproduksi).
Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotativeconnotative-ideology). Menurut Hall realitas itu sendiri harus dibentuk melalui proses produksi ketika diciptakan (di -encode; diubah menjadi kode-kode) dan diterima (di-decode; diubah menjadi kode-kode kembali oleh si penerima). Persis yang disampaikan oleh Umberto Eco tentang tanda-tanda ikonik ‘kelihatan seperti objek-objek dalam dunia real karena tanda tersebut mereproduksi kondisi (code) persepsi yang ada pada khalayak”. Proses pengodean ini tidak akan tercapai jika tidak ada kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi (relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure). Berikut ini adalah model komunikasi dari Stuart Hall
Bagan 1. 2Model Komunikasi Stuart Hal (Storey, 2008:14)
Menurut Hall, dalam encoding dan decoding akan terjadi ketidaksimetrian antara ‘sumber’ dan ‘penerima’, yang apa disebut sebagai ‘kesalahpahaman’, tepatnya muncul dari kurangnya ekuivalensi (kesamaan) antara kedua pihak dalam pertukaran komunikasi Ada tiga tipe decoding (penyandian balik ) dalam komunikasi menurut Stuart Hall (Hall, 1980:101) : a. Dominant Hegemonic Position Pesan yang disampaikan pada tipe ini mampu ditransimisikan secara sempurna dan transparan. Posisi ini disebut ideal dalam sebuah komunikasi transparan, dimana setiap individu bertindak terhadap sebuah kode sesuai apa yang dirasakan mendominasi, untuk memiliki kekuatan lebih pada kode lainnya serta sangat kecil kemungkinan adanya ketidakselarasan antara encoder dan decoder karena berada pada bias kultur dan sosial yang sama. b. Negotiated position Ketika khalayak sudah mampu menerima ideologi yang dominan dan mereka akan bergerak untuk menindaklanjutinya dengan beberapa pengecualian karena adanya perbedaan bias antara encoder dan decoder dalam satu atau dua hal. c. Oppotitional position Ketika khalayak menerima dan telah mengerti baik secara literal maupun konotasi – konotasi yang diberikan namun khalayak menyandinya dengan sangat bertolak belakang. Ini hanya terjadi apabila khalayak memiliki sudut pandang kritis dalam menolak segala bentuk pesan yang disampaikan dan memilih menagartikannya sendiri.
10. Pemilih Pemula
Azwar (2008, dilansir dari ressay.wordpress.com) membagi pemilih di Indonesia dengan tiga kategori. Kategori pertama, adalah pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kelompok pemilih yang berentang usia 17-21 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa, serta pekerja muda. Pada undang-undang Pilpres 2008 dalam ketentuan umun disebutkan bahwa Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (UU Pilpres 2008: 6). Sedangkan yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah mereka yang telah berusia 17-21 tahun, telah memiliki hak suara dan tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) serta pertama kali mengikuti pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden (UU Pilpres 2008: 7). Pemilih pemula sebagai target untuk dipengaruhi karena dianggap belum memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya, jadi masih berada pada sikap dan pilhan politik yang belum jelas. Pemilih pemula yang baru mamasuki usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan politiknya, misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan pembentukan organisasi underbow partai. Di
Negara-negara maju dalam usia pemilih pemula disebut sebagai masa yang sudah matang secara psikologis dan pada kenyataannya di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai kematangan secara psikologis. Sehingga emosinya masih kurang stabil dan masih mudah terpengaruh dan goyah pendiriannya (Ahmadi, 2004: 124). Karena bagi partai politik tentu harus memberikan peranan penyadaran terhadap para pemilih pemula untuk berpartisipsi dalam Pemilu Pilpres 2014 nanti. Alasan di balik niat mencoblos para pemilih mula adalah pemikiran bahwa apa pun hasil pemilu akan berdampak juga bagi kehidupan mereka, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih baik ikut memberikan suara. 11. Definisi Konsep
Definisi konseptual yaitu suatu definisi yang masih berupa konsep dan maknanya masih sangat abstrak walaupun secara intuitif masih bisa dipahami maksudnya (Azwar, 2007: 72). a. Pemilih Pemula Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun dan memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi. b. Black Campaign Secara umum yang disebut dengan kampanye hitam adalah menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut, atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang calon/ sekelompok orang/ partai politik/ pendukung seorang calon, terhadap lawan mereka. Ini berbeda dengan menyampaikan kritik terhadap visi dan misi atau program calon tertentu; yang tidak tergolong black campaign. Merujuk pada UU
Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dalam pasal 41 UU tersebut disebutkan beberapa hal yang dilarang dalam kampanye. Dan, larangan yang berkaitan dengan black campaign adalah, (1) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain; serta (2) menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat. c. Eksperimen Penelitian eksperimen atau percobaan (experiment research) adalah kegiatan percobaan (experiment), yang bertujuan
untuk mengetahui suatu gejala atau
pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Contoh khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial. Percobaan ini berupa perlakuan atau intervensi terhadap suatu variabel. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain. Dalam penelitian ini akan digunakan penelitian quasy experiment atau penelitian eksperimen semu, dengan menggunakan perlakuan berupa sosialisasi yang menghasilkan data penelitian. Sosialisasi dalam penelitian quasi eksperimen ini berupa penjelasan mengenai apa itu black campaign, pelaku black campaign dan hal apa saja yang merupakan black campaign dan yang bukan merupakan black campaign contoh negative campaign serta hasil atau outcome yang bisa muncul dari black campaign dengan menggunakan responden yang sama pada kelompok sebelum sosialisasi dan kelompok setelah sosialisasi. i. Kelompok sebelum sosialisasi ii. Kelompok setelah sosialisasi F. Kerangka Berpikir
Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih dan masih memiliki sikap dan pilihan politik yang masih belum jelas pada pemilihan umum. Pemilih pemula memandang pemilihan umum sebagai peristiwa penting dalam kehidupan mereka sehingga menjadikan pemilih pemula lebih peka terhadap pemilihan umum dan fenomena – fenomena yang ada dalam pemilihan umum. Fenomena yang sering terjadi dalam pemilihan umum adalah black campaign. Black campaign merupakan hal yang tidak asing bagi pemerhati pemilu seperti pemilih pemula, namun pada kenyataannya banyak hal – hal dalam pemilihan umum itu sendiri maupun black campaign, yang salah kaprah sehingga diperlukan pemberian informasi mengenai apa itu black campaign dan pemilu. Sikap dan pilihan politik pemilih dipengaruhi oleh penerimaan pesan mereka, apakah pemilih pemula menolak, menerima atau bersikap netral mengenai pemilu dan fenomena pemilu seperti black campaign.
Pemilih Pemula
Perlakuan (treatment) berupa sosialisasi dan diskusi terbuka mengenai pemilu dan black campaign
Sebelum Perlakuan
Sesudah perlakuan
Pemilihan Umum Fenomena Pemilu (Black Campaign)
Penerimaan pesan (sikap)
Bagan 1. 3 Bagan Kerangka Berpikir
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma positivisme dengan jenis penelitian kuantitatif. Pendekatan positivisme, menurut Neuman, mendefiniskan ilmu sosial sebagai metode yang tersusun untuk mengkombinasikan logika deduktif dengan pengamatan empiris dari perilaku individual guna mengungkap dan menguji sejumlah kemungkinan dari hukum sebab akibat yang dapat digunakan untuk menarik generalisasi dari aktivitas manusia (Gunter, 2000:4). Fokus dari paradigma ini diletakkan pada apa yang dapat diamati di permukaan. Jenis penelitian yang dapat digunakan untuk mengamati fenomena sosial dalam paradigma ini adalah penelitian kuantitatif yang didasarkan pada data konkret (tangible) dan terukur (Ruslan, 2004:29). Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen pura – pura/semu (Quasy Experiment) dengan model random (Random Model). Metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat antara variable yang sengaja diadakan terhadap variabel diluar variabel yang diteliti (Narawi & Martini, 1993:130). Dengan demkian, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian (Nazir, 2005:63). Metode penelitian eksperimen semu berarti penelitian yang mendekati sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan – batasan yang ada (Nazir, 2005:73).
Alasan pemilihan metode eksperimen semu ini didasari atas kondisi objek penelitian yang sulit dirubah sehingga sulit pula untuk membentuk/membuat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang kondisi awalnya sama. Selain itu, penelitian eksperimen dengan menggunakan manusia sebagai objeknya juga ditemui banyak hambatan, antara lain: (a) perlakuan mungkin berakibat buruk pada dan merugikan objek penelitian (b) objek penelitian bilamana terdiri atas orang dewasa jika mengetahui tengah diberi perlakuan atau diobservasi sering berlaku tidak wajar. Reaksinya itu mungkin sebagai menyembunyikan gejala yang diamati atau berlebihan (Nawawi & Martini, 1993:132-133). Model random diartikan sebagai sebagai kegiatan memilih sesuatu yang tidak dipengaruhi oleh subjektifitas pemilih. Langkah – langkah dalam penelitian eksperimen menurut Gay dan Diehl, yaitu (a) pemilihan dan perumusan masalah (b) pemilih objek penelitian dan instrumen pengukurannya (c) pemilihan desain penelitian (d) pelaksanaan prosedur penelitian (e) analisis data (f) perumusan kesimpulan (Kuncoro, 2003:263). Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test – post test yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dipilih secara random dan tidak dilakukan tes kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan karena dapat dilakukan perbandingan yang lebih mendalam pada subjek atau kelompok. Desain penelitian one group pre test – post test ini diukur menggunakan pre test yang dilakukan sebelum diberi perlakuan dan post test yang dilakukan setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Skema one group pre test – post test design ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 1.1 Skema one group pre test – psot test design Pre Test
Treatment
Post Test
T1
X
T2
T1 : Tes awal (pre – test) dilakukan sebelum diberi perlakuan X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada responden dengan menggunakan sosialisasi T2 : Tes akhir (post – test) dilakukan setelah diberi perlakuan Pengaruh perlakuan adalah rata – rata selisih pre – test dan post – test dari satu seri sosialisasi. Treatment yang diberikan pada penelitian ini berupa sosialisasi yang dirangkum dalam sebuah materi powerpoint presentasi dan diskusi terbuka. Sosialisasi berisi informasi mengenai pemilu dan black campaign. Sejarah pemilu, jenis – jenis pemilu, asas – asas pemilu, landasan hukum pemilu dan keterlibatan masyarakat dalam pemilu serta fenomena pemilu seperti black campaign. Informasi mengenai black campaign ditekankan pada perbedaan black campaign dan negatif campaign serta pihak – pihak yang terlibat dan akibat dari black campaign. Setelah pemberian sosialisasi, kemudian dilaksanakan diskusi terbuka yang berisi tanya jawab mengenai pemilu dan fenomena – fenomena pemilu terutama black campaign. 2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII SMA Negeri 1 Purworejo yang berusia sekitar 18 tahun yang memiliki akun sosial media yaitu twitter, waktu pelaksanaan dimulai pada semester 2 2014/2015. Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah satu kelas dari keseluruhan populasi yang dipilih secara purposive random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud adalah kelas yang dijadikan sampel penelitian dianggap dapat mewakili populasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. a. Data Kuantitatif Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor tes. Skor tes diperoleh dengan metode tes dengan menggunakan instrumen kuesioner yang berupa pernyataan - pernyataan, instrumen ini kemudian diukur dengan menggunakan pre test dan post test. b. Data Kualitatif Data kaualitatif dalam penelitian ini adalah penguatan data kuantitatif melalui metode wawancara dengan instrumen pengumpul data berupa pertanyaan – pertanyaan megnenai pemilu dan hal – hal yang berkaitan dengan pemilu yang telah disusun dan alat rekam. 4. Metode Analisis Data
a. Validitas dan Reabilitas Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Ancok,2006:124, Usman & Akbar,2003:287). Pengujian validitas meliputi pengujian validitas konstruksi (construct validity),validitas isi (content validity), dan validitas eksternal (sugiyono,2008:125,ghozali,2008:19). Pengujian konstruk dapat menggunakan pendapat para ahli (judgment expert). Dalam hal ini, pengukuran aspekaspek dalam penelitian dilakukan dengan berlandaskan teori-teori tertentu. Pengujian isi dilakukan dengan menggunakan matrik pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi ini terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur dan nomor butir pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dalam indikator. Validitas eksternal
diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta yang terjadi dilapangan (sugiyono,2008:129). Reabilitas adalah mengukur instrumen terhadap ketepatan (konsistensi) (Usman & Akbar,2003:287). Reabilitas juga berarti indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ancok, 2006:140). Validitas dan reabilitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS 23 dengan menggunakan nilai Cronbach Alpha. b. Uji Asumsi Agar analisis regresi dapat digunakan, maka harus dipenuhi sejumlah asumsi klasik sebagai berikut (Umar & Akbar,2003:216). i. Variabel yang dicari memiliki hubungan fungsional dengan data berdistribusi normal. ii. Variabel yang dihubungkan mempunyai pasangan sama dari subjek yang sama pula. iii. Variabel yang dihubungkan mempunyai jenis data interval/rasio. Selain hal tersebut di atas, analisis regresi hanya dapat digunakan jika hubungan masing-masing variabel terbebas dari (Triton,2006;152-159): i. Heteroskedasititas Heteroskedasititas adalah varian residual yang tidak konstan pada regresi sehingga akurasi hail prediksi menjadi meragukan. Ini juga dapat diartikan sebagai ketidaksamaan variasi variabel pada semua pengamatan dan kesalahan yang terjadi memperlihatkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel
bebas
sehingga
kesalahan
tersebut
tidak
random
(acak).
Hasan
(Triton,2006:152) menyebutkan Heteroskedasititas dapat menyebabkan: a) Penaksir yang dihasilkan menjadi tidak efisien. Hal ini disebabkan oleh varianya yang tidak minim lagi (efisien).
b) Kesalahan baku koofisen regresi akan terpengaruh sehingga memberikan indikasi yang salah. Dengan demikian, koofisien determinasi akan memperlihatkan daya penjelasan yang terlalu besar. ii. Multikolinearitas Ini dapat dideteksi pada model regresi apabila pada variabel terdapat pasangan variabel bebas yang saling berkorelasi kuat satu sama lain. Apabila pada regresi terjadi kasus ini, maka dapat terjadi perubahan tanda koofisiensi regresi dari positif pada saat diuji dengan regresi berganda, atau sebaliknya. Selain itu, ini juga dapat menyebabkan fluktuasi yang besar pada prediksi koofisien regresi, dan juga dapat menyebabkan penambahan variabel independen yang tidak terpengaruh sama sekali. iii. Otokorelasi Regresi yang terdeteksi otokorelasi menyebabkan pada biasnya interval kepercayaan dan ketidaktepatan penerapan uji F dan uji t. iv. Linearitas Uji linearitas merupakan suatu upaya untuk memenuhi salah satu asumsi analisis regresi linear yang mensyaratkan adanya hubungan variabel bebas dan variabel terikat yang saling membentuk kurva normal. Kurva normal dapat terbentuk apabila setiap kenaikan skor variabel bebas diikuti oleh kenaikan skor variabel terikat. Seluruh uji asumsi klasik regresi diatas dilakukan dengan menggunakan SPSS 23. v. Analisis regresi Analisis regresi merupakan prosedur statistik untuk menganalisis hubungan asosiatif antara variabel bebas dan satu atau lebih variabel terikat. Regresi dapat digunakan untuk: (a) menentukan apakah variabel bebas menjelaskan variasi signifikan dalam variabel terikat: apakah terdapat hubungan (b) menentukan seberapa besar variasi dalam variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas: seberapa kuat hubungan
yang ada (c) menentukan struktur atau bentuk dari hubungan (d) memprediksi nilai dari variabel terikat (Maholtra,1999:527-528). Penelitian ini akan menggunakan analisis regresi linear berganda sebagai sebuah prosedur statistik yang bertujuan mencari pengaruh antara sejumlah variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 23. 5. Pembuktian hipotesis a. Hipotesis alternatif (Ha) Terdapat pengaruh signifikan terhadap pemahaman mengenai black campaign pada pemilih pemula setelah mendapatkan perlakuan penelitian. b. Hipotesis nol (Ho) Tidak ada pengaruh dan perubahan terhadap pemahaman black campaign pada pemilih pemula setelah mendapatkan perlakuan penelitian. Ha diterima jika p=0 pada taraf signifikansi 95 % dan nilai kesalahan 0.05 dengan uji dua pihak (two tail test) Ho diterima jikap# 0 pada taraf signifikansi 95% dan nilai kesalahan 0.05 dengan uji dua pihak ( two tail test)
6. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dirangkum dalam alur penelitian sebagai berikut: Studi Literatur
Telaah Situasi
Hasil Observasi
Masalah
Penyusunan Pendekatan
Penyusunan Instrumen
Wawancara
Tes Awal
Sosialisasi
Tes Akhir
Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan