BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam era masa kini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang
sudah go public pada umumnya menginginkan agar laporan keuangan mereka sudah sesuai dengan
yang standar yang berlaku umum dan tidak adanya
kesalahan-kesalahan pada laporan keuangan yang telah dibuat. Oleh karena itu dibutuhkan jasa akuntan publik untuk memeriksa apakah laporan keuangan yang sudah mereka buat sudah sesuai dan tidak terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan tersebut, selain memberikan jasa akuntan publik auditor pun dapat memeriksa apakah adanya tindakan kecurangan yang dibuat oleh perusahan dalam laporan keuangan yang dihasilkan. Akan tetapi
Banyaknya kasus kegagalan
auditor dalam menemukan kecurangan telah membuat kepercayaan masyaraka terhadap auditor sebagai bagian pemeriksa t menjadi menurun. Dikarenakan kegagalan auditor dalam melakukan proses audit dan proses pendeteksian kecurangan. Dalam melakukan pekerjaannya seorang auditor dituntut untuk bertindak secara profesional, memiliki pengalaman yang baik dan sikap yang independen dan skeptisme terhadap informasi yang diberikan oleh perusahan. ISA (International Standard on Auditing) menegaskan bahwa tujuan auditor adalah memberikan assurance yang memadai (Reasonable Assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan (error) 1
2
atau manipulasi (fraud). Salah satu definisi fraud adalah (1) perbuatan melawan hukum, (2) perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan, niat jahat penipuan (deception),
penyembunyian
(concealment),
penyalahgunaan
kepercayaan
(vialtion of trust), (3) perbuatan yang bertujuan mengambil keuntungan haram (illegal advantage) yang bisa berupa uang, barang/harta atau tidak membayar jasa. (Tuanakotta, 2013: 28) Seorang auditor diharuskan bersifat skeptisme terhadap berbagai hal yang ada disekitarnya. Salah satu terjadinya kegagalan audit (Audit failure) adalah rendahnya skeptisme profesional dari auditor itu sendiri. Skeptisme profesional yang rendah ini menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun yang berupa potensi, atau terhadap tanda-tanda bahaya (red flags, warning signs) yang mengindikasi adanya kesalahan (Accounting error) dan kecurangan (fraud) (Tuanakotta, 2011:77) Pengguna kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional itu sendiri adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menuntut auditor mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Oleh karena itu bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut. (SPAP, 2011: 230. 2)
3
Dalam paper yang dilakukan oleh Plumlee, Breet dan Andrew (2012) dijelaskan bahwa dalam The public companies accounting oversight board (PCAOB) melaporkan bahwa ini kekurangan berlanjut antara tahun 2004 dan 2007 dengan delapan perusahaan audit terbesar memiliki audit kekurangan yang disebabkan, setidaknya sebagian oleh kegagalan untuk menerapkan tingkat yang sesuai profesional skeptisme (PCAOB 2008). Hal ini memberikan bukti bahwa lebih jauh tentang kegagalan audit yang kemudian membawa efek yang cukup serius kepada masyarakat bisnis maupun perusahaan. Seorang auditor dalam melakukan proses audit harus dengan dibekali keahlian yang didapat dari pengalaman dia bekerja sebagai auditor. Menurut SPAP (2011: 210.1) menjelaskan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Dengan bertambahnya pengalaman
auditor dalam melakukan proses
audit ini akan mengembangkan diri auditor itu sendiri dalam melakukan proses audit. Menurut Mulyadi (2002) dijelaskan bahwa seorang auditor harus mempunyai pengalaman dalam kegiatan auditnya, pendidikan formal, dan pengalaman kerja dalam profesinya. Semakin bertambahnya pengalaman dapat dilihat dari pelatihan teknis yang dilakukan oleh auditor tersebut, lamanya dia bekerja, seberapa banyak klien yang telah diauditnya, dan berapa lama masa dia bekerja sebagai auditor itu sendiri. Sharma (2012) menjelaskan bahwa seorang auditor yang tidak memiliki pengalaman dan keahlian yang dibutuhkan untuk mendeteksi kecurangan dan mencegah penipuan akan sulit untuk melakukan
4
pendeteksian, hal ini memperlihatkan bahwa pengalaman dibutuhkan agar membuat auditor tersebut mampu mendeteksi dan mencegah kecurangan. Beberapa kasus terjadinya kegagalan auditor dalam menemukan kecurangan seperti halnya kasus PT. Kimia Farma, pada tahun 2002. Dalam kasus ini terjadi penggelembungan laba yang terjadi dikarenakan kesalahan yang mendasar yang mungkin terjadi karena kesalahan perhitungan matematis, kesalahan penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, dan indikasi kecurangan maupun kelalaian. Pada kasus ini auditor yang menangani pemeriksaan pada perusahaan ini dikenakan sanksi dikarenakan tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. Kimia farma tersebut (www.tempo.co). Lalu kasus lain ditahun 2012 yang memperlihatkan kurangnya sikap skeptisme oleh auditor yang mengaduit pemeriksaan laporan keuangan tahun 2012 pada kementrian agama dan kementrian dalam negeri. Dalam pemeriksaan ini kementrian dalam negeri dan kementrian agama sebenarnya telah mendapat opini WTP DPP (Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan), namun BPK akan tetap melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada kedua kementrian tersebut. Menurut salah satu anggota V BPK rencana pemeriksaan tersebut dikarenakan di kementrian dalam negeri banyak menemukan penyajian persediaan blanko e-ktp yang tidak seluruhnya didukung hasil rekonsiliasi antar dokumen secara memadai, serta pencatatan dan pelaporan aset tetap yang berasal dari tugas pembantuan yang tidak tertib. Audit investigasi terhadap kementrian agama terkait aset. Satuan kerja dikementrian ini mencapai 4,467, sehingga butuh
5
pemeriksaan untuk memastikan keberadaannya, peruntukan, kepemilikan dan nilai aset tersebut. (www.Akuntanonline.com) Lalu kasus lain adalah terjadinya penggelembungan aset ditahun 2005 pada PT (Persero) Waskita Karya. Penggelembungan aset ini mencuat ketika terjadi pergantian direksi. Direksi utama pengganti tidak menerima begitu saja laporan keuangan manajemen lama dan kemudian meminta pihak ketiga lain untuk melakuan audit mendalam atas akun tertentu. Dalam laporan keuangan di tahun 2008, diungkapkan bahwa terdapat salah saji penggelembungan aset di tahun 2005 sebesar Rp. 5 miliar. Nilai Rp. 5 miliar tersebut terdiri dari dua proyek yang sedang berjalan, proyek yang pertama adalah proyek renovasi kantor gubernur riau dan proyek yang keduadalah proyek pembangunan gelanggang olah raga bulian jambi. Sebagai gambaran tentang seberapa besar materi kas nilai dugaan penggelembungan aset pada tahun 2005. Tahun 2005. Nilai aset PT. Waskita Karya Persero adalah sebesar Rp. 1,6 triliun, dan nilai yang diduga digelembungkan oleh manajemen pada tahun 2005 adalah sebsar Rp. 5 miliar atau sebesar 0,3% dari nilai aset tersebut. dalam kasus ini terlihat bahwa adanya mark up oleh manajemen dan izin Akuntan Publik Waskita terancam jika terbukti ikut membantu dalam penggelembungan akan tetapi akibat kasus ini KAP yang menaungi PT Waskita Karya kehilangan stastus rekanan dengan lima anak BUMN dikarenakan gagal mengaudit. Dari berbagai kasus diatas terlihat bahwa auditor kurang adanya sikap skeptisme dalam melakukan proses audit sehingga mempengaruhi dalam melakukan pendeteksian pada perusahaan tersebut. para pengguna laporan
6
keuangan mengharapkan auditor untuk mendeteksi kecurangan. (Boyton,1996 :67). Dalam mendeteksi kecurangan seorang auditor diharuskan untuk memahami jenis, gejala dan tanda-tanda kecurangan. Fullerton dan Durtschi (2004) mengemukakan dalam mendeteksi kecurangan dapat dilihat dari segi fraud symptoms atau gejala kecurangan apakah ada atau tidak. Jaffar (2009) dalam kemampuan mendeteksi kecurangan dilihat apakah auditor mampu menilai resiko kecurangan yang akan terjadi apakah tingkatnya tinggi atau kecil. Beberapa penelitian yang belum memberikan hasil yang seragam adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Fullerton dan Durtschi (2004), Carpenter (2002), Noviyanti (2008) yang menyatakan bahwa skeptisme profesional yang tinggi akan mempengaruhi dalam mendeteksi kecurangan. Sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh Jamal, Jhonson dan Berryman (1995), Zimbelman (1997) dalam Carpenter (2002) menunjukan bahwa auditor dengan sikap skeptis masih gagal dalam mendeteksi fraud, lalu peneliti Hoffman & patton (1997), Braun (2000) mencatat bahwa auditor dengan sikap skeptis terkadang gagal untuk mendeteksi kecurangan. Peneliti menambah variabel pengalaman dikarenakan menurut penelitian Moyes dan Hasan (1996), Owusu Ansah et al (2002) dalam Alwee
(2010)
menyatakan
pengalaman
berpengaruh
positif
terhadap
pendeteksian kecurangan. Penelitian ini adalah penelitian yang melanjutkan dan mengikuti penelitian mengenai kemampuan mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh Widiyastuti dan Pamudji (2009), Nasution dan Fitriany (2012) dan Florensia (2012) dan penelitian yang dilakukan oleh Jaffar (2009) dari malaysia dan
7
Fullerton (2004). Penelitian ini dilakukan kepada auditor yang bekerja pada beberapa kantor akuntan publik yang tercatat di IAI dictionary (www.iapi.or.id) pada kota Jakarta, Bandung, Semarang, Tangerang, Depok, Bekasi, Yogyakarta, Bogor berdasar latar belakang diatas peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Skeptisme Profesional Dan Pengalaman Auditor Terhadap Kemampuan Mendeteksi Kecurangan” (Studi survei pada Beberapa Kantor Akuntan Publik). 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas oleh
penulis pada penelitian ini adalah: 1. Apakah skeptisme profesional mempengaruhi terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. 2. Apakah pengalaman auditor mempengaruhi terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. 3. Apakah skeptisme profesional dan pengalaman auditor mempengaruhi secara bersama- sama terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah
skeptisme profesional (professional scepticism) dan pengalaman seorang auditor akan mempengaruhi terhadap kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.
8
1.3.2
Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang diangkat dari topik diatas yaitu: 1. Mengetahui skeptisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 2. Mengetahui pengalaman seorang auditor dapat mempengaruhi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 3. Mengetahui skeptisme profesional dan pengalaman auditor dapat mempengaruhi kemampuan dalam mendeteksi kecurangan. 1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan maksud dan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan
penelitian diatas bermanfaat bagi: 1. Bagi Penulis a. Diharapkan penelitian ini penulis mampu memenuhi syarat untuk menempuh
Sidang
Sarjana
Ekonomi
Jurusan
Akuntansi
Universitas Widyatama. b. Menambah wawasan serta menambah apakah
faktor-faktor
yang
diteliti
ilmu dan mengetahui dalam
penelitian
mempengaruhi terhadap kemampuan pendeteksian kecurangan.
ini
9
2. Bagi Kantor Akuntan Publik Diharapkan dapat memberi masukan dan saran yang membangun guna meningkatkan profesionalisme, dan memberikan pengetahuan lebih terhadap pendeteksian akan kecurangan. 3. Bagi masyarakat Diharapkan dapat memberikan manfaat dan juga menambahkan wawasan dalam perguruan tinggi sebagai bahan bacaan. Dan juga memberikan pengetahuan lebih terhadap hal hal yang dapat mempengaruhi auditor dalam mendeteksi kecurangan. 1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan penelitian responden
yang akan diteliti adalah auditor-auditor yang bekerja di beberapa kantor akuntan publik pada kota Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor dan juga yang tercatat di IAI dictionary (www.iapi.or.id). Adapun waktu dan pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret 2014 hingga penelitian selesai.