BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Kecurangan akuntansi dalam dunia usaha adalah suatu permasalahan yang tidak akan pernah habisnya untuk dibicarakan dan telah menarik banyak perhatian media sehingga menjadi isu yang sangat menonjol serta penting di mata pemain bisnis di dunia. Kecurangan merupakan bentuk penipuan yang sengaja dilakukan sehingga dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan
umumnya
terjadi
karena
tekanan
untuk
melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Meski kecurangan akuntansi diduga sudah terjadi selama bertahun-tahun, namun di Indonesia belum terdapat kajian teoritis dan empiris secara komprehensif. Oleh karenanya, fenomena ini tidak cukup hanya dikaji dalam bidang akuntansi, tetapi perlu melibatkan disiplin ilmu yang lain. Kecurangan akuntansi merupakan kesengajaan untuk melakukan tindakan penghilangan atau penambahan jumlah tertentu sehingga terjadi salah saji dalam laporan keuangan. Namun, kesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Secara umum, manajer suatu organisasi atau perusahaan mempunyai kesempatan lebih besar untuk melakukan kecurangan
daripada
pegawainya.
Biasanya,
pihak
manajer
melakukan
kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan, sedangkan pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva tersebut umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang. Korupsi dan fraud merupakan tindak kecurangan yang biasa dilakukan dan dikenal masyarakat luas, baik dalam sektor pemerintahan maupun sektor swasta. Korupsi sendiri berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi sendiri dapat dilakukan oleh berbagai pihak dengan level jabatan tertinggi sampai terendah yang nantinya akan memiliki dampak memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain yang dekat dengannya secara tidak wajar, tidak legal, dan dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam korupsi tindakan yang lazim dilakukan di antaranya adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen, dan mark-up yang merugikan keuangan atau perekonomian perusahaan. Terlebih lagi, Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi yang tinggi di dunia, yaitu peringkat ke 100 dari 183 negara terkorup (Transparancy International, 2011). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2010, diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara terkorup se-Asia Pasifik.
Fraud atau yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai suatu kecurangan merupakan konsep hukum yang memiliki cakupan luas. Istilah fraud diartikan sebagai penipuan atau kecurangan di bidang keuangan. Teori Fraud Triangle yang dijabarkan oleh Romney dan Steinbart (2011) mengatakan bahwa korupsi juga disebabkan karena adanya 3 faktor, yaitu tekanan (Pressure), peluang (Opportunity), dan rasionalisasi (Rationalization). Tekanan (Pressure) adalah motivasi dari individu karyawan untuk bertindak fraud yang disebabkan oleh adanya tekanan, antara lain karena tekanan keuangan, tekanan dari pribadi individu tersebut, dan tekanan karena gaya hidup yang mewah. Peluang (Opportunity) adalah faktor penyebab korupsi yang disebabkan karena adanya kelemahan di dalam suatu sistem, di mana seorang karyawan mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan kelemahan yang ada, sehingga ia dapat melakukan perbuatan curang. Rasionalisasi (Rationalization) adalah pembenaran diri atas perilaku kecurangan yang dilakukan. Individu yang melakukan kecurangan memiliki alasan tersendiri akan kecurangan yang dilakukan, seperti, ingin membahagiakan orang-orang yang disayangi dan merasa gaji atau kompensasi yang diberikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah ataupun perusahaan swasta dibandingkan dengan pada masa-masa sebelumnya. Kasus-kasus kecurangan yang besar melibatkan pihak-pihak yang bekerja dalam suatu perusahaan dan merupakan pekerja yang profesional (ahli dalam bidangnya). Kecurangan akuntansi yang terjadi menyebabkan data dan informasi laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan sangat tidak objektif dan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja atau bahkan dalam pengambilan keputusan. Rendahnya kinerja perusahaan diperkuat dengan bukti ambruknya sektor bisnis pemerintah dibanyak negara sehingga menimbulkan pertanyaan publik mengenai kemampuan pemerintah dalam menjalankan perusahaan negara secara ekonomis, efektif, dan efisien. Berdasarkan penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) yang membahas tentang “Pengaruh Faktor Kultur Organisasi, Manajemen, Strategik, Keuangan, dan Auditor Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Pada Perusahaan Publik di Indonesia) menyatakan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi akan semakin besar apabila jumlah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa yang dilakukan perusahaan semakin sedikit dan semakin muda usia CEO yang dimiliki perusahaan. Banyak sekali kasus kecurangan akuntansi yang terjadi di negara kita ini seperti likuidasi beberapa bank, diajukannya BUMN dan perusahaan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak dan korupsi. Kasus kecurangan akuntansi di Indonesia terjadi secara berulang-ulang dan belum mendapatkan solusi yang semestinya sampai saat ini. Media massa banyak memberitakan hal tersebut sehingga bagi masyarakat, kasus ini sudah menjadi rahasia umum. Di sektor swasta bentuk kecurangan akuntansi biasanya dilakukan dalam bentuk yang sama yaitu ketidaktepatan dalam membelanjakan sumber dana. Pada sektor publik, kecurangan akuntansi dilakukan dalam bentuk kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu contoh
praktik kecurangan yang dilakukan dalam sektor publik adalah kasus Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang melakukan kecurangan berkaitan dengan sisa dana bantuan sosial. Hasil pemeriksaan menginformasikan bahwa terdapat sisa dana bantuan sosial yang tidak tersalurkan belum disetor kembali ke kas negara, terdapat pembayaran ganda honorarium dan perjalanan dinas, dan juga terdapat rekening aktif yang dibuka tanpa memberi tahu kementerian keuangan sehingga illegal. Dampak dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh kecurangan akuntansi tidak dapat dihindarkan, baik untuk perusahaan maupun negara. Perusahaan akan mengalami kerugian yang signifikan karena hal tersebut. Kecurangan akuntansi biasanya dipicu oleh keinginan individu dalam sebuah perusahaan yang ingin memaksimalisasi keuntungan untuk kepentingan dirinya sendiri. Ada juga kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan sendiri seperti melakukan manipulasi laporan keuangan perusahaan tersebut dengan mencatat keuntungan yang besar padahal sebenarnya perusahaan tersebut mengalami kerugian. Hal ini dilakukan perusahaan agar kinerja perusahaan dinilai baik oleh investor. Selain itu, perusahaan juga ingin mengurangi persepsi di mata para calon investor bahwa perusahaannya beresiko. Saham perusahaan mungkin akan dinilai lebih tinggi jika investor menilai bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat resiko yang rendah, karena mereka tidak akan khawatir perusahaan akan bangkrut. Untuk menciptakan persepsi yang baik tersebut beberapa perusahaan menggunakan strategi yang licik dengan melakukan penipuan, seperti kasus Perusahaan Enron yang merupakan perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang
bergerak di bidang industri energi yang jatuh bangkrut karena memanipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan yang besar padahal perusahaan tersebut mengalami kerugian. Kasus Enron diperkirakan menimbulkan kerugian bagi Enron sebesar US$50 miliar, plus kerugian investor US$32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus kehilangan dana pensiun mereka sekitar US$1 miliar. Para manajer melakukan manipulasi angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar negerinya misal di India dan Brasil, para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan. Akibatnya ribuan orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar pada nilai pasar. Kasus ini juga diperparah dengan praktik akuntansi yang meragukan dan tidak independennya audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah satu “The big five” tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron tetapi juga telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur Andersen yang bekerja dalam departemen akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun Anderson, dua raksasa industri di bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi antara lain keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan moralitas individu. Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan pengendalian internal yang efektif. Pengendalian internal berperan dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan. Tidak hanya dengan sistem pengendalian internal, kepatuhan juga dibutuhkan di dalamnya. Walaupun pengendalian internal dilaksanakan secara efektif dalam sebuah organisasi, nilainilai etika juga diperlukan dalam organisasi sehingga munculnya perilaku yang tidak etis dan kecenderungan kecurangan dapat ditekan. Penelitian Thoyibatun (2009) dan Fauwzi (2011) menyimpulkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian
Kusumastuti
(2012)
yang
menyimpulkan
bahwa
keefektifan
pengendalian internal tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Kompensasi seringkali juga disebut sebagai penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi, sehingga dapat mengurangi kecenderungan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan dalam suatu perusahaan. Individu diharapkan telah mendapatkan kepuasan dari kompensasi tersebut dan tidak berlaku curang dalam akuntansi untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Dengan pemberian kompensasi yang sesuai kepada karyawan dalam suatu organisasi, diharapkan akan menurunkan tingkat kecurangan akuntansi yang mungkin terjadi. Penelitian yang dilakukan
oleh Fauwzi (2011) dan Rahmawati (2012) menyimpulkan bahwa kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian Thoyibatun (2012) menyatakan bahwa kesesuaian kompensasi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi. Moralitas individu juga dapat mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Tanggung jawab moral dari individu dalam organisasi mempengaruhi terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Semakin buruk moralitas dari seorang individu, maka kemungkinan terjadi kecenderungan kecurangan akuntansi akan semakin besar pula. Moral yang buruk dari individu diasumsikan dapat mendorong individu tersebut bertindak curang dalam akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Puspasari (2012) yang menyimpulkan bahwa moralitas individu berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Rahmawati (2012), teori
keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi. Teori keagenan bermaksud memecahkan dua masalah yang terjadi dalam hubungan keagenan yaitu: 1. Keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen bertentangan dan 2. Prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen. Bila agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing–masing serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda maka agen tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal. Hubungan antara prinsipal dan agen sering ditentukan
oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingan yang menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak merugikan prinsipal dalam bentuk kecurangan akuntansi. Menurut Eisenhardt (1989) dalam Kusumastuti (2012) teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yakni asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan pada manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri (selfinterest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rasionality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggali persepsi penanggung jawab penyusunan laporan keuangan pada perusahaan swasta, terutama di wilayah Tangerang dan Jakarta untuk mengetahui kecenderungan kecurangan akuntansi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor–faktor ini terdiri dari keefektifan pengendalian internal, persepsi kesesuaian kompensasi, dan moralitas individu. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh M. Glifandi Hari Fauwzi yang meneliti tentang Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Persepsi Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen Terhadap
Perilaku Tidak Etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang direplikasi adalah: 1. Objek dan lingkup penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah sebagai objek penelitian. Sedangkan dalam penelitian ini, hanya mengambil sampel perusahaan swasta yang berada di wilayah Tangerang dan Jakarta. 2. Variabel Dependen dan Variabel Independen. Penelitian sebelumnya menggunakan moralitas manajemen sebagai variabel independen. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan moralitas individu sebagai variabel independen. Dalam penelitian sebelumnya juga menggunakan perilaku tidak etis sebagai variabel dependen. Sedangkan dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel dependen tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini diberi judul: “PENGARUH
KEEFEKTIFAN
PERSEPSI
KESESUAIAN
INDIVIDU
TERHADAP
PENGENDALIAN
KOMPENSASI,
DAN
KECENDERUNGAN
INTERNAL MORALITAS
KECURANGAN
AKUNTANSI : STUDI PADA PERUSAHAAN SWASTA DI WILAYAH TANGERANG DAN JAKARTA”
B. Batasan Masalah Dalam penelitian ini objek yang digunakan dibatasi pada perusahaan swasta yang berada di wilayah Tangerang dan Jakarta.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah keefektifan pengendalian internal memiliki pengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi? 2. Apakah persepsi kesesuaian kompensasi memiliki pengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi? 3. Apakah moralitas individu memiliki pengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi? 4. Apakah
keefektifan
pengendalian
internal,
persepsi
kesesuaian
kompensasi, dan moralitas individu memiliki pengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan, penelitian ini bertujuan : 1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh keefektifan
pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh persepsi kesesuaian
kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. 3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh moralitas individu
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. 4. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh keefektifan
pengendalian internal, persepsi kesesuaian kompensasi, dan moralitas individu terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan swasta terutama yang berada di wilayah Tangerang dan Jakarta Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan akuntansi sehingga dapat mengambil langkah-langlah yang tepat untuk dapat mengelola aktivitas dan melakukan pencegahan kecurangan akuntansi. 2. Bagi Masyarakat Umum Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat secara umum untuk mengetahui lebih jauh mengenai berbagai skandal akuntansi yang terjadi di sekitar kita maupun di dunia luas. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi
di dunia, negara sendiri, perusahaan-perusahaan, terutama perusahaan swasta, serta
sebagai sarana untuk mendapatkan pengalaman dalam
menulis karya ilmiah. 4. Bagi Mahasiswa dan Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan wacana dan referensi di bidang akuntansi sehingga dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang terkait dan sejenis sebagai rekomendasi penelitian yang akan dilakukan di masa datang.
F. Sistematika Penelitian Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang penelitian masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II : TELAAH LITERATUR Bab Telaah Literatur menguraikan tentang tinjauan pustaka dan teori teori yang menjadi sumber terbentuknya suatu hipotesis dan juga menjadi acuan untuk melakukan penelitian. Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai tinjauan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian yang menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan pokok pembahasan dan penelitian
terdahulu dan menjadi dasaar acuan teori yang digunakan dalam analisa penelitian ini. BAB III : METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian menguraikan tentang metode-metode dan definisi operasional variabel, penentuan sampel, jenis dan metode pengumpulan data, dan metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab Analisis dan Pembahasan menguraikan tentang hasil-hasil dari penelitian yang telah dilakukan, tahap analisis desain, hasil pengujian dan implementasinya, berupa penjelasan teoritis, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab Simpulan dan Saran menguraikan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan peneliti, dan saran bagi penelitian selanjutnya. Saran yang disampaikan dalam penelitian ini, diharapkan dapat menjadi masukan yang baik bagi institusi yang berkaitan maupun bagi dunia penelitian.