BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh banyak orang khususnya masyarakat Medan. Hipertensi merupakan akibat dari pola hidup yang salah dan beban fikiran yang semakin meningkat. Hipertensi tidak lagi diderita dari kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja. Di belahan dunia manapun, termasuk Indonesia, orang kerap salah paham dengan penyakit hipertensi. Statistik menunjukkan, penyakit-penyakit “maut”, misalnya jantung dan stoke sering diawali dengan tekanan darah tinggi. Hanns Peter Wolf, seorang dokter berkebangsaan Jerman, menyebutkan bahwa sekitar 40% kematian di bawah 65 tahun berawal dari tekanan darah tinggi (Marliani dan Tantan, 2007). Penyakit tidak menular khususnya hipertensi telah menyumbang 3 juta kematian. Pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup banyak memengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada tahun 2005, telah menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2001). Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali muncul tanpa gejala, sehingga disebut sebagai the silent killer atau sering disebut sebagai pembunuh diam-diam. Secara global, tingkat prevalensi hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi (WHO, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan yang disebabkan dari hipertensi dapat berakibat fatal yang menimbulkan kompikasi berupa serangan jantung, stroke, perdarahan dan gangguan ginjal. Hasil survey kesehatan yang dilakukan pada tahun 2001 oleh Departemen Kesehatan RI, menunjukkan perbandingan orang yang menderita penyakit hipertensi cukup tinggi, yaitu 56 orang dari 100 orang disurvey, mengidap penyakit hipertensi (Depkes RI, 2001). Menurut Bustan (2000) hipertensi merupakan suatu jenis penyakit tidak menular yang menjadi penyebab tingginya angka kesakitan di Indonesia. Hipertensi akan memberi gejala yang berkesinambungan untuk suatu organ tubuh, seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), serta otot jantung (left ventricle hypertrophy). Oleh karena itu, penderita hipertensi yang mengalami gejala berkesinambungan harus menjalani rawat inap di Rumah Sakit (Bustan, 2000). Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Hipertensi mengadakan pertemuan di Jenewa, E. Barmes, wakil Direktur Divisi Penyakit Tidak Menular menjabarkan bahwa hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan tantangan kesehatan utama bagi masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi dan epidemiologi. Hipertensi merupakan salah satu faktor utama risiko kematian karena gangguan kardiovaskular yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian (WHO, 2001). Menurut Ristiana (2009) yang mengutip pendapat Lawrence, penderita hipertensi umumnya tidak sadar dengan karakter yang timbul tenggelam. Yang bisa dilakukan adalah dengan mengonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat.
Universitas Sumatera Utara
Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan cara medis dan non medis. Melalui cara non medis, penderita hipertensi yang rawat inap dapat menjalani diet sesuai dengan keluhan penyakit komplikasinya. Jenis diet diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dokter tentang penyakit komplikasi yang diderita oleh penderita hipertensi rawat inap yang bertujuan untuk memenuhi status gizi, sehingga mempercepat proses penyembuhan. Status gizi merupakan konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan seseorang. Status gizi yang baik diyakini dapat membantu proses penyembuhan penyakit serta memperlambat timbulnya komplikasi dari hipertensi terutama pada pasien hipertensi yang menjalani rawat inap. Status gizi pasien hipertensi rawat inap dapat diukur melalui indeks massa tubuh pasien tersebut. Status gizi yang baik pada penderita hipertensi dapat dicapai melalui pengendalian berat badan dan penatalaksanaan diet (Hart dan Tom, 2010). Penderita hipertensi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu penderita hipertensi rawat jalan dan rawat inap. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Medan menjelaskan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan 2009, jumlah penderita hipertensi baik yang rawat inap maupun rawat jalan di seluruh Kota Medan sangat fluktuatif. Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 92.230 penderita, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebanyak 74.894 penderita, dan menurun lagi pada tahun 2008 yakni sebanyak 72.218 penderita. Pada tahun 2009 hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di seluruh Puskesmas Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak 73.542 orang (BPS Kota Medan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak 60.628 orang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi selalu menduduki peringkat lima teratas dalam hal penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita yang sangat tidak bisa diprediksi jumlahnya (Dinkes Kota Medan, 2011). Dalam penelitian ini, penulis merasa tertarik untuk melihat penderita hipertensi yang rawat inap karena terkait dengan penatalaksanaan diet yang diberikan oleh pihak rumah sakit telah sesuai atau tidak dengan syarat diet yang seharusnya. Fenomena yang terjadi sampai saat ini, rumah sakit sering sekali salah menyediakan makanan untuk pasien yang rawat inap di rumah sakit. Penentuan makanan sering sekali tidak didasari atas kebutuhan zat gizi si pasien tersebut. Diet yang diberikan pun tidak sesuai dengan diet yang seharusnya dikonsumsi sesuai dengan keluhan kesehatannya. Di samping itu, tindakan kepatuhan pasien yang rawat inap juga memengaruhi keberhasilan penatalaksanaan diet di rumah sakit. Namun, tindakan kepatuhan pasien yang rawat inap dalam melaksanakan diet yang diberikan sering sekali mengecewakan. Pasien cenderung lebih suka mengkonsumsi makanan yang bertentangan dengan diet nya dengan alasan untuk meningkatkan nafsu makan agar cepat sembuh atau keluar dari rawat inap. Rumah Sakit Umum (RSU) Bandung merupakan salah satu rumah sakit swasta di kota Medan. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSU Bandung, pasien di rumah sakit ini selalu ramai terutama dengan pasien hipertensinya. Penyakit
Universitas Sumatera Utara
hipertensi menduduki peringkat kedua dari lima penyakit tidak menular terbesar di rumah sakit ini (RSU Bandung Medan, 2011). Menurut data rekam medik Rumah Sakit Umum Bandung Medan pada tahun 2009 menerangkan bahwa jumlah pasien hipertensi yang menjalani pelayanan rawat inap adalah sebanyak 150 pasien (6,45%). Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan yakni sebanyak 158 pasien (5,96%). Dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2011 yakni sebanyak 200 pasien (6,66%) (RSU Bandung Medan, 2011). Di RSU Bandung, terdapat jumlah pasien hipertensi rawat inap yang mengalami komplikasi seperti PJK, stroke, dan gangguan ginjal yang terjadi peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 ada sebanyak 130 orang, tahun 2010 ada sebanyak 150 orang, dan meningkat lagi pada tahun 2011 ada sebanyak 155 orang. Mayoritas, pasien hipertensi rawat inap adalah penderita hipertensi dengan komplikasi penyakit jantung. Pada bulan Januari sampai bulan Februari tahun 2012 pasien hipertensi rawat inap yang mengalami komplikasi jantung ada sebanyak 30 orang. Perlu diketahui, bahwa yang menjadi faktor penyebab terbesar pasien hipertensi rawat inap di RSU Bandung adalah keadaan stress yang dikarenakan terlalu banyak berfikir dan pola makan yang kurang baik (RSU Bandung Medan, 2011). Penatalaksanaan diet pada penderita hipertensi rawat inap dengan komplikasi penyakit jantung di Rumah Sakit Umum Bandung didasari atas anjuran dokter. Di RSU Bandung Medan, pasien diberikan makanan diet jantung tipe IV dalam bentuk makanan biasa dengan garam rendah selama satu hari. Pemberian diet jantung tipe IV didasari atas anjuran dokter oleh karena mayoritas pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan merupakan pasien hipertensi
Universitas Sumatera Utara
komplikasi jantung dengan keadaan ringan sehingga hanya diberikan makanan dalam bentuk makanan biasa dengan garam rendah. Namun, komposisi zat gizi pada pemberian diet oleh rumah sakit belum tentu memenuhi syarat diet jantung. Penatalaksanaan diet jantung di RSU Bandung juga dipengaruhi oleh status gizi dan tindakan kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet jantung di RSU Bandung yang bertujuan untuk mempercepat masa penyembuhan sehingga tidak dirawat inap lagi. Hal ini yang menjadi latar belakang peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah bagaimana gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi penyakit jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diet jantung dan status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi penyakit jantung yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Bandung Medan Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kesesuaian diet jantung dalam hal pemberian jenis diet jantung dan komposisi zat gizi khususnya kalori, protein, lemak, karbohidrat dan natrium berdasarkan standar yang seharusnya dengan menilai menu dan menghitung
Universitas Sumatera Utara
komposisi zat gizi makanan dalam diet jantung yang diberikan pada pasien hipertensi komplikasi jantung. 2. Menggambarkan kepatuhan pasien penderita hipertensi yang rawat inap dalam melaksanakan diet jantung yang diberikan di RSU Bandung Medan. 3. Mengetahui status gizi pasien penderita hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan. 1.4. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan bagi pihak rumah sakit tentang kepatuhan untuk melaksanakan diet jantung yang diberikan bagi penderita hipertensi yang rawat inap dan sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi RSU Bandung Medan mengenai komposisi zat gizi khususnya zat gizi kalori, protein, lemak, karbohidrat dan natrium dalam diet jantung yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap di RSU Bandung Medan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi masyarakat tentang pentingnya mengatur pola hidup sehat dengan mempertahankan status gizi yang baik untuk mencegah timbulnya gejala komplikasi hipertensi khususnya penyakit jantung.
Universitas Sumatera Utara