BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45–59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60–74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Proses menua menimbulkan suatu proses hilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan dalam memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak mampu bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Maryam, 2008) Peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) perlu mendapatkan perhatian karena kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami berbagai masalah kesehatan khususnya penyakit degeneratif (Depkes RI, 2006) Banyak penyakit yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh proses penuaan, usia, status pekerjaan, makanan dan aktivitas fisik adalah penyakit hipertensi, diabetes mellitus, kardiovaskuler dan penyakit rematik. Salah satu
1
2 golongan penyakit yang sering menyertai usia lanjut yang dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal adalah rematik. Penyakit rematik (rheumatism) merupakan suatu kondisi yang menyakitkan. Terdapat lebih dari 100 jenis penyakit rematik, antaranya adalah, osteoartritis, rheumatoid artritis, spondiloartritis, gout, lupus eritematosus sistemik, skleroderma, fibromialgia, dan lain-lain lagi. Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Sehingga penyakit rematik ini merupakan penyebab terjadinya keterbatasan aktivitas jika dibandingkan dengan penyakit jantung, kanker atau diabetes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (2007), 38% (17 juta) penderita penyakit rematik di Amerika Serikat mengeluhkan keterbatasan fungsi fisik akibat dari pada penyakitnya Eustice (2007). Sementara, berdasarkan hasil penelitian dari Qing (2008) prevalensi nyeri rematik di beberapa negara ASEAN adalah, 26.3% Bangladesh, 18.2% India, 23.6-31.3% Indonesia, 16.3% Filipina, dan 14.9% Vietnam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Negara Indonesia mempunyai prevalensi nyeri rematik yang cukup tinggi dimana keadaan seperti ini dapat menurunkan produktivitas Negara akibat keterbatasan fungsi fisik penderita yang berdampak terhadap kualitas hidupnya. Keterbatasan aktivitas pada lansia karena nyeri reumatik dapat menyebabkan immobilisasi dan penurunan rentang gerak pada lansia, Dampak fisiologis dari imobilisasi dan ketidakaktifan adalah peningkatan katabolisme
3 protein sehingga menghasilkan penurunan rentang gerak dan kekuatan otot. Selain itu lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Sepuluh sampai 15% kekuatan otot dapat hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5% dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya. Jadi, lansia yang mengalami gangguan imobilisasi fisik (rematik) seharusnya melakukan latihan aktif agar tidak terjadi penurunan rentang gerak lansia maupun penurunan kekuatan otot pada lansia. (Stanley, 2006) Penanganan penderita rematik difokuskan pada cara mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan rentang gerak atau mempertahankan fungsi dan kualitas hidup. Menurut American College Rheumatology, penanganan untuk rematik dapat meliputi terapi farmakologis (obat-obatan), nonfarmakologis dan tindakan operasi (Purwoastuti, 2009). Secara non-farmakologi, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengurangi beban pada sendi (memperbaiki postur tubuh yang salah, beban berlebihan pada sendi yang terlibat harus dihindarkan, pasien rematik, pinggul atau lutut harus menghindari berdiri lama, berlutut dan berjongkok dan istirahat secukupnya tanpa immobilisasi total). Selain itu, dilakukan modalitas termis dengan aplikasi panas pada sendi rematik atau mandi dengan air hangat. Pasien juga di minta untuk berolahraga. Untuk rematik pada ekstremitas bawah, dilakukan olahraga sedang 3 hari/minggu. Selanjutnya diberikan edukasi pada pasien (edukasi tentang manajemen diri, motivasi, nasihat tentang olahraga, rekomendasi untuk mengurangkan beban
4 pada sendi yang terlibat) (Fauci, A. S., & Langford, C.A., 2006). Salah satu teknik gerakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pada penderita rematik yaitu dengan melakukan gerakan senam ergonomis. Senam ergonomis merupakan salah satu metode yang praktis dan efektif dalam memelihara kesehatan tubuh. Gerakan yang terkandung dalam senam ergonomik adalah gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis karena rangkaian gerakannya merupakan rangkaian gerak yang dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini. Gerakan-gerakan senam ergonomis merupakan gerakan yang sesuai dengan kaidah-kaidah penciptaan tubuh dan gerakan ini diilhami dari gerakan sholat. Senam ergonomis merupakan senam yang dapat langsung membuka, membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti sistem kardiovaskuler, kemih, reproduksi (Wratsongko, 2006). Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta pada tanggal 15 Desember 2014, didapatkan data populasi lansia antara tanggal 1 September 2013-30 Agustus 2014 adalah 90 lansia, baru selama tahun 2013 dengan total lansia yang menderita rematik berjumlah 43 orang. Lansia di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta pernah mendapatkan senam, namun hanya senam DM, untuk senam ergonomik para lansia di Panti itu mengaku belum pernah diberikan pelatihan senam ergonomik. Hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari pengurus panti mengatakan bahwa Lansia di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta belum pernah mendapat pelatihan senam ergonomic.
5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Senam Ergonomik Terhadap Keluhan Nyeri dan Peningkatan Rentang Gerak Pada Lansia yang Mengalami Reumatik di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh senam ergonomik terhadap keluhan nyeri dan peningkatan rentang gerak pada lansia yang mengalami rematik di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta?”.
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui adakah pengaruh senam ergonomik terhadap keluhan nyeri dan peningkatan rentang gerak pada lansia yang mengalami rematik di Panti Wreda Dharma Bhakti Surakarta 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui perubahan tingkat nyeri dan peningkatan rentang gerak lansia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomik. b. Untuk mengetahui perubahan tingkat nyeri dan peningkatan rentang gerak lansia kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomik.
6 c. Mengetahui perbandingan tingkat nyeri dan rentang gerak lansia pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan senam ergonomis.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi keilmuan atau teori Menambah pengetahuan dan referensi mengenai penatalaksanaan senam ergonomik terhadap keluhan nyeri dan rentang gerak lansia. 2. Bagi institusi pendidikan Sebagai salah satu wawasan baru bagi mahasiswa dalam menurunkan keluhan nyeri dan peningkatan rentang gerak lansia menggunakan senam ergonomik. 3. Bagi Panti Wreda Merupakan salah satu terapi yang dapat diterapkan dengan mudah serta hemat biaya bagi pasien dalam menurunkan keluhan nyeri dan peningkatan rentang gerak lansia. 4. Bagi pembaca Menambah wawasan dalam menurunkan keluhan nyeri lansia dan peningkatan rentang gerak lansia, dan juga merupakan terapi yang mudah diterapkan bagi siapapun tanpa memandang latar belakang pendidikan pembaca.
7 5. Bagi peneliti Sebagai referensi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya, serta peneliti selanjutnya dapat mengembangkan apa yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Misalnya, dengan mencari bentuk variabel lain.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang senam ergonomik terhadap keluhan nyeri dan penurunan rentang gerak pada lansia yang mengalami nyeri reumatik, penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Penelitian Mudrikah (2012) tentang: “Pengaruh Latihan Range Of Motion Aktif Terhadap Peningkatan Rentang Gerak Sendi Dan Kekuatan Otot Kaki Pada Lansia Di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh latihan range of motion aktif terhadap peningkatan rentang gerak sendi dan kekuatan otot kaki pada lansia di panti wreda dharma bakti Surakarta. Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh pemberian latihan range of motion aktif terhadap peningkatan rentang sendi dan otot kaki klien, yaitu terjadi peningkatan rata–rata rentang gerak sendi lutut dan ankle meningkat sebesar 19,17 o pada posisi fleksi, 4,79o pada ekstensi, 8,99o pada dorsal fleksi dan 7,7o pada plantar fleksi. 2. Penelitian Gayatri, 2012 tentang: “Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Klien Hipertensi Di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
8 senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan berdasarkan uji statistik dengan Pvalue tekanan darah sistolik yaitu 0,002 dan Pvalue tekanan darah diastolik 0,009.