BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Kasus Bank Century sangat menyita perhatian publik, setelah diberitakan oleh media massa. Kasus ini mulai menjadi wacana publik ketika Badan Pemeriksa
Keuangan
(BPK)
menemukan adanya
penyimpangan dalam
pengucuran dana talangan (bail-out) sebesar Rp 6,7 triliun setelah melakukan audit terhadap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pertarungan politik pun terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) berkaitan dengan Kasus Bank Century antara partai politik pendukung Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) atau partai koalisi melawanpartai oposisi. Kasus Bank Century mulai masuk ke ranah politik dan merupakan suatu peristiwa politik yang selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan. Menurut Hamad (2004:1)terdapat dua faktor pendorong liputan politik menarik perhatian media massa. Pertama, dewasa ini politik berada di era mediasi (politics in the age of mediation), yakni ketika hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Aktor politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka, misalnya rapat partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para
1
pendukungnya. Apalagi jika peristiwa politik itu bersifat luar biasa seperti pergantian presiden ditengah masa jabatan dan pembubaran parlemen. Alhasil liputan politik senantiasa menghiasi berbagai media setiap harinya. Media massa merupakan saluran komunikasi yang menjangkau khalayak luas dan dapat mempengaruhi wacana publik (public opinion). Selain itu, media massa mempunyai fungsi administratif dan menguatkan bentuk-bentuk sosial yang sudah ada (Lazarfeld dalam Sardar, 2008:24). Lebih lengkap lagi, fungsi media massa adalah untuk memberikan status pada isu publik, organisasi dan pergerakan sosial dengan menyeleksi isu-isu itu kemudian didistribusikan ke berbagai lapisan publik. Satu dari banyak isu dipilih untuk didiskusikan dan ditonjolkan, dan satu atau dua wakil dari berbagai kelompok lobby diseleksi dalam rangka partisipasi media. Dalam pandangan kritis, media mempunyai kepentingan ekonomi, politik, dan ideologi dalam mengkonstruksi realitas dan isu termasuk politik. Artinya, ketika media massa menjalankan fungsinya tidaklah bisa lepas begitu saja memberitakan realitas atau isu-isu termasuk realitas dan isu politik. Hall (1982) mengemukakan bahwa realitas tidaklah secara sederhana dapat dilihat sebagai satu kumpulan fakta, tapi merupakan hasil ideologi atau pandangan tertentu. Definisi mengenai realitas itu diproduksi secara terus menerus melalui praktik bahasa (dalam konteks penelitian ini adalah berita) yang selalu bermakna sebagai pendefinisian secara selektif realitas yang hendak ditampilkan. Pemberitaan media massa sarat dengan kepentingan politik. Biasanya nuansa politis tersebut menampilkan dua kelompok tertentu yang dominan.
2
Konflik ini akan tampil di media massa berdasarkan cara pandang mereka terhadap realitas, latar belakang, dan ideologi media yang bersangkutan dan wartawan dalam meliput berita tersebut. Media bisa saja memiliki kecenderungan memihak salah satu dari kubu yang bertentangan tersebut atau bersikap netral. Namun selalu ada kelompok-kelompok yang dominan dalam pemberitaan, baik dari segi wawancara, pendapat, kutipan hingga pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Mereka menyebarkan ideologi-ideologi tertentu melalui media dengan menggusur gagasan kelompok lain. Media massa mempunyai agenda yang tersirat maupun tersurat yang diartikulasikan dalam wacana (discourse) dimana gagasan dan informasi didefinisikan dan direpresentasikan serta membentuk makna lebih di luar dari apa yang disajikannya (Waston, 1998). Dalam kaitan ini media menjadi arena wacana mengenai berbagai hal, dan dalam arena tersebut terjadi pertarungan untuk menguasai makna dari banyak partisipan, termasuk dari lingkungan media itu sendiri. Perbincangan media sebagai sebuah wacana tidak bisa dipisahkan dari saling keterkaitan antara bahasa yang digunakan di dalamnya, pengetahuan (knowledge) yang melandasinya, serta bentuk-bentuk kepentingan dan kekuasaaan (power) yang beroperasi di balik bahasa dan pengetahuan tersebut (Piliang, 2004; 70). Dalam konteks pertarungan wacana kasus Bank Century melalui pemberitaan media massa yang melibatkan para politisi dari dua kelompok berseberangan yakni partai politik pendukung pemerintah (koalisi) melawan partai politik oposisi. Kedua kelompok memperebutkan akses media yang bertujuan
3
membangun wacana kelompok-kelompok yang dominan. Bila mengacu pada sistem pers otoriter, maka dapat kita simpulkan bahwa kelompok dominan adalah partai-partai politik pendukung pemerintah. Pada sistem pers ini, pemerintah (negara) dapat melakukan kontrol dan intervensi terhadap pers, namun dalam sistem pers liberal, negara tidak dapat melakukan kontrol dan intervensi terhadap pers. Sehingga dalam pemberitaannya pers (media) sangat bergantung kepada berbagai kepentinganya. Pertarungan wacana politik antar kedua kelompok tersebut berlangsung di media massa. Media massa dijadikan kekuatan hegemonik untuk membangun penerimaan publik melalui pembentukan opini guna mendapat dukungan dan simpati publik dalam mendorong pengusutan skandal Kasus Bank Century. Tidak saja penerimaan publik, namun wacana-wacana politik Kasus Bank Century yang direpresentasikan melalui media massa bertujuan untuk mempengaruhi kekuatankekuatan politik antar partai di parlemen. Hal itu disadari oleh kelompokkelompok yang bertarung, karena wacana merupakan elemen taktis dalam kancah relasi kuasa (Foucault, 1990). Wacana politik Kasus Bank Century disadari sebagai alat kepentingan untuk membangun dominasi kekuasaan melalui pengetahuan. Kelompok partai koalisi khususnya Partai Demokrat dan pemerintah membangun wacana melalui media massa bahwa tindakan penyelamatan Bank Century sudah tepat sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada saat itu. Seperti
4
disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa, “semua proses bail-out Bank Century sudah sesuai prosedur dan standar operasional”.1 Demikian juga Mantan Gubernur Bank Indonesia yang saat ini Wakil Presiden Boediono menyatakan, “keputusan pemberian dana talangan kepada Bank Century sudah tepat. Karena untuk menyelamatkan perekonomian nasional dari dampak krisis ekonomi global, yang mengakibatkan perekonomian Indonesia kekurangan likuiditas.”2 Sedangkan kelompok oposisi membangun wacana bahwa terdapat pelanggaran hukum dalam penyelamatan Bank Century dana bail-out sebesar Rp 6.7 triliun. Seperti yang disampaikan oleh Anggota Tim Pencari Fakta dari PDIP Eva Sundari “hasil analisis tim pencari fakta PDIP menemukan sejumlah pelanggaran undang-undang dan keanehan. Salah satu keanehan itu adalah kebijakan itu ditandatangani jam 04.00 pagi”. Sementara itu aktor politik PDIP lainnya Gayus Lumbuun menyatakan “ada tiga pihak yang harus diperiksa yakni Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Pemilik Century.” 3 Berdasarkan wacana besar tersebut, kedua kelompok membangun wacanawacana lain dan saling serang melalui media massa. Media massa dijadikan kontetasi kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang bertarung dalam Kasus Bank Century. Wacana-wacana dominan lainnya juga mengemuka dalam konteks pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa. Wacana-wacana tersebut menjadi dominan karena dibangun oleh kelompok-kelompok dominan
1
Kompas, Rabu 18 Nopember 2009 “ Angket Century-Mulai Muncul Ganjalan di DPR”. Kompas, Selasa 4 Mei 2010 “Boediono Bertanggungjawab”. 3 Disarikan dari Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka. 2
5
yang menggunakan media massa sebagai alat untuk menyebarkan gagasan dan mengontrol kelompok lain. Beberapa wacana ditampilkan media massa adalah usulan penggunaan Hak Angket Bank Century di DPR. Kelompok partai oposisi yang terdiri dari PDIP, Gerindra, dan Hanura mendapat dukungan dari kelompok partai yang tergabung dalam koalisi, yakni Partai Golkar, PKS, PPP, dan bahkan sesekali PAN dan PKB. Seperti diberitakan Kompas, Rabu 28 Oktober 2009 “Angket Century Bergulir di DPR-Partai Golkar dan PDIP mendukung”. Wacana lainnya yang direpresentasikan media massa adalah perebutan pimpinan pansus Hak Angket Century. Dimana wacana dominan yang direpresentasikan oleh media massa adalah penolakan dari partai politik oposisi dan beberapa partai koalisi seperti Partai Golkar dan PKS, terhadap keinginan Partai Demokrat dalam memimpin pansus. Kontestasi kekuasaan dalam media massa juga memunculkan wacana dominan tentang dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani dalam Kasus Bank Century. Bahkan representasi media dengan sangat tegas mengatakan kesalahan Boediono dan Sri Mulyani dalam penanganan Bank Century. Seperti pemberitaan Rakyat Merdeka Rabu, 10 Februari 2010 dengan Judul “PKS Tentang Century: Kesalahan Boediono 80 Persen”. Wacana-wacana tersebut dikonstruksikan oleh media massa sebagai bentuk pertarungan wacana politik antar kelompok partai-partai di parlemen yang tergabung dalam koalisi melawan oposisi terkait Kasus Bank Century. Wacanawacana ditampilkan sebagai bentuk pertarungan antar kelompok yang mempunyai
6
kekuatan dominan atau hegemoni. Kekuatan hegemoni bekerja melalui bagaimana kelompok-kelompok tersebut menciptakan cara berfikir atau wacana Kasus Bank Century sebagai wacana dominan yang dianggap benar, sementara wacana lainnya dianggap salah. Penelitian ini akan dilakukan pada pemberitaan kasus Bank Century dalam tiga surat kabar nasional, yakni Harian Umum Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka (JPNN). Ketiga media tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan sejarah, ideologi dan distribusi (sirkulasi) media tersebut. Harian Umum (HU) Kompas didirikan PK Ojong dan Jakob Oetama. Pertama kali terbit tanggal 28 Juni 1965, ketika itu situasi politik mengharuskan koran-koran berafiliasi ke partai politik. Kompas tercatat sebagai koran yang berafiliasi ke Partai Katholik. Dengan lebih mengedepankan visi “humanisme transedental”kini Harian Umum Kompas membawa misi “Amanat Hati Nurani Rakyat”. Kelahiran Kompas bermula dari lemparan ide Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat 1962-1965) kepada rekannya Frans Seda (Menteri Perkebunan 1964-1966) untuk menerbitkan koran yang mampu melawan pers komunis. Ide tersebut bermula dari sebuah usul agar kalangan Katholik memiliki satu harian untuk mengimbangi media PKI. Kompas juga lahir atas desakan Presiden Soekarno kepada Partai Katholik untuk menerbitkan koran karena pada masa itu hampir semua partai politik telah menerbitkan koran. Histori kelahiran Kompas dengan gaya pemberitaan yang ditampilkan Kompas tidaklah dapat dilepaskan sebagai begitu saja. Kedekatan Kompas dengan Partai Nasionalis
secara historis tidak dapat dilepaskan begitu saja. Sebagai
7
media yang berafiliasi kepada Partai Katholik di awal masa orde lama, kemudian Kompas pada awal masa orde baru dekat dengan partai nasionalis dan Kristen seperti Partai Demokrasi Indonesia (PDI) (Hamad, 2004:74). Dalam
pemberitaan-pemberitaan
politik,
Kompas
lebih
banyak
mengakomodir kepentingan kelompok politik nasionalis. Begitupun dalam pemberitaan Kasus Bank Century, ditengarai bahwa Kompas mengakomodir kepentingan-kepentingan kelompok politik tertentu yang bertarungan dalam Kasus Bank Century. Seperti diketahui bahwa pertarungan Kasus Bank Century yang terjadi telah menyeret berbagai kepentingan partai politik yang berbeda latar belakang, kepentingan, dan ideologi. Sebagai koran besar yang pada tahun 2011 lalu memiliki oplah rata-rata 500.000 eksemplar per hari, pemberitaan yang ditampilkan Kompas dapat membentuk opini publik di masyarakat dan berdampak sangat luas. Apalagi jangkauan distribusi koran itu mencapai seluruh wilayah Indonesia, tak heran jika setiap hari rata-rata jumlah pembaca Harian Umum Kompas mencapai 1.850.000 orang. Harian Umum Kompas tidak hanya koran dengan sirkulasi terbesar di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara 4. Media kedua yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Harian Republika. Republika merupakan surat kabar yang dimotori oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Resmi beredar sejak 4 Januari 1993, Harian Republika membawa misi Islam selaras dengan tujuan ICMI. Visi
4
Untuk memastikan akuntabilitas distribusi Harian Kompas, Koran Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk melakukan audit semenjak tahun 1976. 8
Republika adalah menjadi perusahaan media cetak terpadu berskala nasional serta dikelola secara profesional Islami, sehingga berpengaruh dalam proses pencerdasan bangsa, pengembangan kebudayaan, serta peningkatan keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia baru. Hill (2011: 128) menyatakan Republika dibangun setelah ICMI mengidentifikasikan “musuh bersama”,
yaitu kelompok
minoritas
yang
menguasai konglomerasi media yang dengan sengaja menutupi kegiatan-kegiatan Islam secara profesional. Memang pendirian Republika pada dasarnya bersifat idealis, artinya didirikan dengan tujuan politis-ideologis berbasis Islam. Bahkan terang-terangan menyebut diri sebagai media Islam, sehingga harian ini selalu melihat atau menilai isu dari sudut pandang agama Islam. Keberpihakan Republika dengan kelompok politik yang berideologi Islam atau yang dekat dengan Islam juga disinyalir terjadi dalam Kasus Bank Century. Seperti diketahui bahwa pertarungan politik Kasus Bank Century juga melibatkan partai-partai politik yang berideologi Islam yang ada di Parlemen seperti PKS dan PPP. Serta partai-partai politik yang dekat dengan Islam seperti PKB dan PAN. Republika merupakan koran yang bernafaskan Islam terbesar dengan dengan oplah pada tahun 2011-2012sebanyak 120.000 eksemplar per hari. Dengan rincian 81% distribusi kepada langganan (pelanggan) dan 19% dijual eceran. Wilayah sirkulasi Harian Republika lebih dominan di kawasan JakartaBogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Banten (62%). Sementara Jawa Barat sebesar
9
13%, Jateng+DI Yogyakarta sebesar 11%, Jawa Timur sebesar 5%, dan wilayah lain sebesar 9%.5 Sementara itu, media massa ketiga yang menjadi objek penelitian adalah Rakyat Merdeka. Dalam sejarahnya, Surat Kabar Rakyat Merdeka tidak bisa dilepaskan dari Koran “Merdeka” milik BM. Diah. Surat Kabar Rakyat Merdeka merupakan koran politik yang sejak terbit menyatakan sebagai koran oposisi terhadap pemerintah. Rakyat Merdeka membawa slogan “Apinya Demokrasi Indonesia”. Visi dari Rakyat Merdeka adalah menjadi koran oposisi terkuat di Indonesia terhadap siapapun yang nantinya akan berkuasa. Dan akan mengkritik habis-habisan bila ada kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak. Atau dengan kata lain, Rakyat Merdeka memang sengaja dibuat sebagai alat kontrol sosial terhadap pemerintah, dan hadir sebagai penyambung aspirasi suara rakyat. Tampil dengan motto “Rakyat Merdeka, hingga kini, menjadi koran terkemuka dalam The Political News Leader”, menyajikan isu-isu politik terbaru dan terdepan dalam pemberitaannya (Winda dan Susanto, 2011: 5). Sebagai koran yang menempatkan diri pada posisi oposisi Rakyat Merdeka juga ditengarai mengakomodir kepentingan-kepentingan kelompok politik yang bertarung dalam Kasus Bank Century. Bila mencermati pertarungan wacana politik Kasus Bank Century yang terjadi melibatkan kelompok politik koalisi pemerintah dan kelompok politik oposisi. Kemudian yang menjadi pertanyaan besar, apakah Rakyat Merdeka yang mengklaim sebagai media oposisi
5
Profil Republika 2011/2012. 10
akan merepresentasikan kekuasaan kelompok politik oposisi dalam pertarungan Kasus Bank Century. Sebagai koran trendsetter politik, Rakyat Merdeka memiliki Oplah per hari sebanyak 100.000 eksemplar, mencakup wilayah distribusi Jakarta sebanyak 60% dan Jawa-Bali (20%). Sementara di luar Jakarta, yaitu Sumatera (9%), Kalimantan (7%), serta Sulawesi sebanyak 4%. (www.rakyatmerdeka.com). Ketiga media yang menjadi objek dalam penelitian ini yakni Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka memiliki history, ideologi, dan kekuatan jangkauan sirkulasi yang berbeda. Masing-masing media menjadi arena kontestasi kekuasaan dalam pertarungan Kasus Bank Century yang melibatkan kelompokkelompok politik yang memiliki kepentingan, ideologi, dan pandangan yang berbeda mengenai Kasus Bank Century. Peneliti berasumsi ke tiga media tersebut memainkan relasi yang tidak seimbang dengan masing-masing kelompok yang bertarung dalam Kasus Bank Century. Ketiga media tersebut juga mengakomodir kepentingan kelompok politik tertentu dalam konteks pertarungan politik Kasus Bank Century yang melibatkan partai-partai politik baik di kelompok koalisi maupun kelompok oposisi serta kelompok lain yang posisinya berada pada kubu koalisi namun statement politiknya yang muncul di media massa justru berada dalam kubu oposisi. Kemudian juga media-media tersebut telah menjalankan hegemoni media dalam wacana politik Kasus Bank Century yang terjadi. Dugaan-dugaan peneliti tersebut mempertimbangkan dengan berbagai alasan, relasi history-ideologi ketiga media tersebut dengan ideologi partai-partai politik yang ada di parlemen dan bertarung
11
dalam Kasus Bank Century merupakan salah satu relasi kuasa yang dikonstruksikan oleh media massa dalam pemberitaan Kasus Bank Century. Harian Umum Kompas misalnya, dalam rentang perjalanan kelahiran Kompas yang panjang memang terlalu dini menuduh Kompas membangun relasikuasa dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai oposisi. Namun secara kasat mata, relasi antara media ini dengan kelompok oposisi yakni PDIP terlihat dari pemberitaan yang diberi judul “Angket Century Siap-78 Anggota DPR dari 8 Fraksi Mendukung kecuali Demokrat”. (Kompas, Kamis 12 Nopember 2009). Judul tersebut sangat jelas mencerminkan relasi dominan Kompas dengan kelompok oposisi yang menginginkan soal Bank Century diusut, lalu menegaskan bahwa Partai Demokrat menolak hak angket Century. Bila dicermati lebih jauh konstruksi pemberitaan tersebut, Kompas menempatkan nara sumber dari politisi PDIP yang tergabung dalam Tim Pencari Fakta PDIP untuk menelusuri Kasus Bank Century. Begitupun dengan Republika, sebagai koran yang didirikan ICMI ditenggarai bahwa Republika mempunyai relasi-kuasa dengan kelompokkelompok partai yang berbasis ideologi Islam atau mungkin dengan partai-partai nasionalis namun dekat dengan Islam. Hal ini boleh jadi relasi-kuasa yang dikonstruksikan oleh Republika dalam pemberitaan Kasus Bank Century sebagai bentuk akomodasi terhadap kepentingan partai-partai dengan ideologi Islam tersebut. Seperti judul berita yang ditampilkan oleh Republika pada Rabu, 28
12
Oktober 2009 dengan judul “Desakan Angket Century Menguat: FPPP siap mensponsori hak angket kasus Century”. Konstruksi judul yang ditampilkan oleh Republika tersebut di atas, sangat jelas merepresentasikan relasi dominan dengan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) yang merupakan partai yang berideologi Islam. Bila kita cermati realitas politik yang ada justru FPPP berada dalam kubu koalisi pemerintahan pimpinan Partai Demokrat yang menolak usulan hak angket Century di DPR. Peneliti menduga, Republika membangun relasi kuasa berbasis ideologi dengan kelompok-kelompok yang bertarung dalam Kasus Bank Century. Sementara itu, Rakyat Merdeka merupakan media yang sejak awal berdirinya sudah memproklamirkan menjadi “koran oposisi”. Namun historyideologi kelahiran Rakyat Merdeka yang merupakan jelmaan koran milik BM. Diah yang kemudian merger dengan Jawa Pos Group yang sangat jelas warna nasionalisnya. Peneliti mencurigai bahwa Rakyat Merdeka membangun relasikuasa dengan kelompok-kelompok politik yang berseberangan dengan pemerintah atau oposisi. Bahkan boleh jadi Rakyat Merdeka menggunakan kelompokkelompok lain di luar oposisi yang sikap politiknya berseberangan dengan pemerintah. Misalnya terlihat dari pemberitaan Kamis, 29 Oktober 2009 dengan judul “Sikapi Kasus Century: Ical Janji Tak Mau Main Manis Dengan Pemerintah”. Dari judul tersebut terlihat bahwa Rakyat Merdeka menjalin relasi dominan dengan Partai Golkar. Padahal Partai Golkar merupakan partai yang tergabung dalam kubu koalisi pemerintahan. Secara riil memang menunjukkan bahwa Rakyat Merdeka tidak membangun relasi dengan kelompok oposisi seperti
13
PDIP. Namun relasi yang tampak dari judul tersebut, justru mendukung kelompok oposisi dalam mengusung hak angket Century. Alasan-alasan itulah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengungkap pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di ketiga media tersebut. Kecurigaan-kecurigaan peneliti terhadap media massa yang menjadi objek penelitian ini, makin menguatkan bahwa media mempunyai kuasa atas realitas politik yang terjadi khususnya realitas politik Kasus Bank Century. Kuasa media tersebut bisa jadi erat kaitannya dengan history-ideologi, kepentingan politik, bahkan mungkin kepentingan ekonomi dan bisnis media-media tersebut.
B. Perumusan Masalah Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa melibatkan berbagai kelompok politik di DPR. Berbagai isu mengemuka terkait kasus Bank Century yang mewarnai pertarungan antar kelompok partai politik dalam koalisi maupun antara partai koalisi dengan partai oposisi. Isu-isu tersebut mewarnai pemberitaan-pemberitaan media massa. Dari sekian banyak isu politik, Kasus Bank Century di media massa tersebut, terdapat isu-isu dominan diantaranya usulan penggunaan hak angket dan pembentukan pansus Kasus Bank Century dan dugaan keterlibatan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) (yang sekarang Wakil Presiden) Boediono dan (mantan) Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pengucuran dana bail-out Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Realitas politik Kasus Bank Century dikonstruksikan oleh media massa berdasarkan cara pandang media tersebut. Namun cara pandang media terhadap
14
realitas politik bukanlah sebuah realitas yang tanpa motif dan kepentingan media terhadap kelompok-kelompok politik tertentu. Pertarungan akses terhadap media massa juga disinyalir terjadi dalam wacana Kasus Bank Century sehingga menimbulkan persoalan dominasi dan marjinalisasi dalam pertarungan yang melibatkan kelompok-kelompok politik dalam media massa. Pertarungan wacana politik tersebut menggunakan pemberitaan media massa berupa teks yang ditampilkan oleh media massa seperti tata bahasa, penggunaan kata, dan gaya bahasa. Berdasarkan hal tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa. Media massa yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Harian Umum Kompas, Harian Republika, dan Surat Kabar Rakyat Merdeka. Dari permasalahan penelitian di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian ini sebagai berikut : 1. Wacana politik seperti apa yang ditampilkan oleh media massa dalam pertarungan Kasus Bank Century? 2. Bagaimana kontestasi kekuasaaan yang ditampilkan oleh media massa dalam pemberitaan Kasus Bank Century? 3. Bagaimana aktor-aktor yang bertarung dalam Kasus Bank Century ditampilkan oleh media massa ? 4. Bagaimana situasi sosial dan politik yang melatarbelakangi produksi dan representasi teks oleh aktor–aktor yang bertarung dalam Kasus bank yang ditampilkan media massa?
15
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkap wacana politik dan kontestasi kekuasaan yang ditampilkan dalam pemberitaan Kasus Bank Century oleh media massa, khususnya Harian Umum Kompas,Republika, dan Rakyat Merdeka. Selain itu, mengungkap pertarungan aktor-aktor dalam Kasus Bank Century yang direpresentasikan oleh Harian Umum Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka. Serta ingin mengungkap situasi sosial dan politik (sosiokultural) yang melatarbelakangi produksi teks dan representasi teks oleh aktor-aktor yang bertarung dalam Kasus Bank Century yang ditampilkan oleh media massa.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara akademis, praktis, dan sosial: D. 1. Secara akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
salah
satu
referensi
pengembangan studi-studi media, khususnya wacana politik dalam media massa. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi referensi dalam melihat dinamika politik yang ditampilkan oleh media massa, khususnya surat kabar.
D. 2. Secara praktis Bagi media massa, diharapkan melahirkan kesadaran bahwa realitas politik yang ditampilkan dalam bentuk berita dapat memperhatikan aspek-aspek keberimbangan dan idealisme dan tidak hanya mengakomodasi kepentingan
16
ekonomi, politik, dan ideologi media semata namun mengembangkan hegemoni dalam pembentukan wacana tertentu kepada khalayak.
D. 3. Secara sosial Bagi masyarakat secara umum diharapkan menjadi inspirasi berfikir kritis masyarakat dalam menyikapi persoalan politik yang ditampilkan oleh media massa khususnya surat kabar. Realitas politik yang ditampilkan oleh media massa, bukanlah semata-mata pertarungan politik yang sesungguhnya, namun realitas politik merupakan realitas politik yang direpresentasikan oleh media massa yang sarat dengan kepentingan dan motif.
17