BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan industri media di Indonesia yang kini berorientasi pada kepentingan modal telah menghasilkan suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa pemusatan pada industri media. Oligopoli media yang terjadi saat ini membahayakan hak warga negara atas informasi karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis media juga telah memberikan manfaat bagi mereka yang mencari kekuasaan, khususnya bagi para pemilik media yang juga berafiliasi dengan partai politik (Nugroho, Putri, dan Laksmi, 2012:4). Fenomena konglomerasi media yang terjadi di Indonesia ini membuat tingginya tingkat persaingan antar media, baik itu media cetak, televisi, radio, maupun media online. Salah satu strategi yang sering kali digunakan untuk memenangkan kompetisi ini adalah dengan menguasai opini publik, karena media memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mempengaruhi pikiran publik. Opini publik adalah pendapat yang sama dan dinyatakan oleh banyak orang yang diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas petanyaan dan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum (Arifin, 2011:193). Di Indonesia, opini publik dicatat sebagai suatu kekuatan politik
1
yang penting. Dengan menguasai opini publik, maka media dapat menguasai kecenderungan sikap dan perilaku masyarakat. Salah satu cara untuk menguasai opini publik yaitu melalui kegiatan propaganda. Propaganda adalah salah satu bentuk seni dan teknik berkomunikasi yang sering kali juga diaplikasikan dalam kegiatan politik. Qualter mengartikan propaganda sebagai berikut. “Propaganda adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja oleh beberapa individu atau kelompok untuk membentuk, mengawasi, atau mengubah sikap dari kelompok-kelompok lain dengan menggunakan media komunikasi dengan tujuan bahwa pada setiap situasi yang tersedia, reaksi dari mereka yang dipengaruhi akan seperti yang diinginkan oleh propagandis” (Sastropoetro, 1991: 31). Propaganda tidak saja sekedar bertujuan untuk mengkomunikasikan fakta-fakta kepada publik, tetapi juga fakta-fakta yang dapat mempengaruhi opini publik terhadap suatu isu tertentu. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dan pertama dari propaganda yaitu mengubah pendapat umum tentang suatu isu yang akan diikuti oleh tindakan yang sesuai dengan pendapat tersebut (Liliweri, 2011:789). Propaganda terutama dalam bidang politik dipandang sebagai kegiatan komunikasi politik yang berbahaya bagi kemanusiaan. Sistem politik di Indonesia yang berbeda dengan negara lain semakin memperburuk keadaan ini. Di Indonesia, partai politik dapat menguasai media massa. Dengan keadaan yang seperti ini, maka propaganda politik akan lebih mudah untuk dilakukan.
2
Untuk
konteks
Indonesia,
ternyata
kehadiran
konglomerasi
mendorong propaganda politik berkembang lebih pesat. Keadaan menjadi semakin memprihatinkan terutama ketika pemilik media sudah berafiliasi dengan politik, karena dengan demikian kebijakan redaksi memiliki kecenderungan mengarah ke kebijakan partai politik yang bersangkutan. Hal inilah yang kemudian akan menentukan agenda politik sebuah media massa yang dapat menguntungkan atau merugikan politikus atau partai politik tertentu. Praktik kegiatan propaganda telah banyak terjadi di Indonesia. Sebut saja kasus lumpur Lapindo, yang berhubungan dengan Bakrie Group. TV One sebagai salah satu media yang tergabung dalam Bakrie Group menyebut kasus ini sebagai suatu bencana nasional yang disebabkan oleh lumpur di Porong Sidoarjo, berbanding terbalik dengan media lainnya yang menyebutnya dengan lumpur Lapindo. Contoh propaganda politik lainnya yang terjadi baru-baru ini adalah rivalitas Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie dan Ketua Umum Nasional Demokrat (NASDEM), Surya Paloh yang ingin memperebutkan kursi Presiden pada 2014. Keadaan ini didukung pula dengan persoalan sebelumnya dimana Surya Paloh pernah tergabung dalam Partai Golkar. Aburizal Bakrie adalah pemilik dari stasiun televisi TV One dan ANTV, sedangkan Surya Paloh memiliki Metro TV. Dengan memiliki media seperti ini, pemilik memiliki akses yang sangat lebar untuk melakukan propaganda politik. Pemberitaan yang baik tentang dirinya bisa ditonjolkan sedangkan
3
pemberitaan yang miring bisa disembunyikan. Begitu pula dengan pemberitaan lawan politiknya, dimana dirinya dapat menyembunyikan keunggulan dari lawan berpolitiknya tersebut. Begitu juga, hal yang sama terjadi di media cetak. Sebut saja surat kabar harian Jurnal Nasional yang diduga memiliki hubungan dengan Partai Demokrat. Dalam pengamatan peneliti, sejak munculnya gonjang ganjing kasus Hambalang yang menyeret Anas Urbaningrum dari bulan Februari hingga April, tampak jelas bagaimana opini publik masyarakat seputar kasus tersebut diarahkan ke tujuan yang lebih positif, baik pada tokoh yang disebut maupun partai Demokratnya. Untuk melihat bagaimana praktik propaganda politik dilakukan dalam media massa, peneliti telah mengamati salah satu media terbitan nasional yang diduga memiliki hubungan dengan partai politik, yaitu harian surat kabar Jurnal Nasional dengan Partai Demokrat. Jurnal Nasional merupakan surat kabar yang berada dalam manajemen PT Media Nusa Pradana dan telah terbit sejak 1 Juni 2006. Contoh masalah yang akan diambil untuk penelitian adalah kasus yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat, yaitu seputar gonjang ganjing Anas Urbaningrum, yang merupakan mantan ketua umum partai Demokrat, sebelum dan sesudah ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang.
4
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemberian dan janji dalam kaitan proyek Hambalang dan proyek lainnya pada tanggal 22 Februari 2013. Dalam surat penyidikan, Anas disebut melanggar pasal 12 a, b atau pasal 11 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Peneliti melakukan pengamatan secara sederhana untuk melihat bagaimana harian Jurnal Nasional memberitakan mengenai kasus ini. Dari pengamatan tersebut peneliti melihat bahwa terjadi perbedaan cara pemberitaan yang dilakukan oleh Jurnal Nasional terutama sebelum dan sesudah Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka. Pada awal bulan Februari, sebelum Anas ditetapkan sebagai tersangka, pemberitaan cenderung mengarah pada dukungan kepada Anas. Hal ini terjadi karena status Anas yang masih merupakan Ketua Umum Partai Demokrat. Jurnal Nasional lebih banyak menulis bahwa carut marut citra partai Demokrat disebabkan karena pihak KPK menggantung status Anas. Dari pemberitaan tersebut, terlihat bahwa yang disalahkan dalam kasus ini adalah pihak ketiga yaitu KPK. Hal ini terlihat dalam berita-berita yang berjudul “Status Hukum Anas Gantung Demokrat”, “Anas Diminta Fokus Hadapi Masalah Hukum, SBY Pimpin Pembersihan Demokrat”, dan “Tindak Pembocor Sprindik”. Sebaliknya, pada akhir bulan Februari hingga bulan April, ketika Anas sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, pemberitaan berubah arahnya
5
menjadi bagaimana menaikkan citra partai Demokrat yang sempat jatuh akibat kasus ini. Jurnal Nasional banyak menulis pemberitaan untuk menaikkan citra Demokrat dan juga menyerang Anas, misalnya dengan berita-berita berjudul “Anas Tersangka, Demokrat Hormati KPK”, “Anas Urbaningrum Mundur: Demokrat Tetap Solid”, “Jangan Toleransi Koruptor”, dan “Tudingan Anas Lagu Lama”. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana praktik propaganda dilakukan oleh surat kabar Jurnal Nasional terkait kasus Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum. Aktifitas propaganda dapat dilakukan dengan cara konstruksi wacana, salah satunya lewat pembingkaian isu. Dengan demikian, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data metode framing dari Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki untuk melihat bagaimana suatu media melakukan pembingkaian terhadap suatu peristiwa, khususnya dalam kaitan dengan praktik propaganda dalam media massa. Framing model Pan dan Kosicki ini melihat berita secara lebih mendetail mulai dari judul, lead, teks, hingga gambar dengan berfokus pada empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global.
6
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah untuk diteliti, yaitu: bagaimana praktik propaganda yang dilakukan oleh surat kabar Jurnal Nasional melalui pembingkaian isu seputar pemberitaan sebelum dan sesudah Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang jika dikaji dengan pendekatan framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan praktik propaganda yang dilakukan oleh surat kabar Jurnal Nasional melalui pembingkaian isu seputar pemberitaan sebelum dan sesudah Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang jika dikaji dengan pendekatan framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi dan jurnalistik, terutama mengenai praktik propaganda dalam media massa. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
7
1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk lebih memahami cara media memberitakan suatu masalah, terutama kaitannya dengan praktik propaganda dalam media massa.
8