1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kawasan Metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa (PP.26/2008), seperti yang disandang oleh Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Menurut Peraturan Pemerintah tadi, Metropolitan Sarbagita merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional, maka untuk itu harus segera dilakukan penyusunan tata ruang dengan maksud untuk meningkatkan aspek keberlanjutan Kawasan Sarbagita ditinjau dari sudut ekonomi, sosial dan lingkungan hidup (Soekardi, 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa melalui kegiatan pariwisata bertaraf internasional dan pertanian yang berjati diri Budaya Bali, Kawasan Metropolitan mampu menjadi pusat perekonomian regional maupun internasional. Selain itu, kegiatan peningkatan penataan ruang Kawasan Metropolitan Sarbagita telah menghasilkan Rencana Tata Ruang dan tiga Rencana Detail Tata Ruang, yakni Kawasan Tanjung Benoa, Ubud, dan Tanah Lot. Wilayah Sarbagita ini menjadi daerah dengan jaringan transportasi umum terluas di Propinsi Bali dan juga menjadi kawasan yang jauh lebih berkembang dari pada wilayah lainnya. Sementara itu berkaitan dengan pemilihan wilayah
2
studi, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar merupakan dua wilayah yang saling berinteraksi dan memiliki daerah terluas serta jauh lebih berkembang daripada wilayah lainnya, menjadi kawasan dengan kemajuan yang pesat sehingga permasalahan transportasi seperti menurunnya kinerja jaringan jalan akibat kemacetan sangat terasa.
Selain itu, karena kondisi historis kedua wilayah,
perkembangan industri pariwisata dan investasi berkembang dengan pesatnya, sehingga menyebabkan perubahan fungsi lahan yang cepat, pergerakan yang besar, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak bisa dihindari, yang membutuhkan suatu alat transportasi. Dan pada lokasi ini belum pernah dilakukan penelitian dan pemodelan pemilihan moda dalam memenuhi pergerakan dari asal ke tempat tujuan seperti tempat kerja, sekolah, rekreasi, pasar/pusat perbelanjaan, tempat ibadah dan lainnya. Pemanfaatan lahan untuk pemukiman, perdagangan, pariwisata yang semakin berkembang akan mempengaruhi sistem dan struktur tata guna lahan yang ada. Juga akibat bertambah majunya tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah ini akan berpengaruh pada tingginya tingkat kepemilikan kendaraan pribadi, tingkat perjalanan, dan kebutuhan akan angkutan umum. Dalam melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan jenis angkutan antara lain mobil, angkutan umum, pesawat terbang atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan, masyarakat mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan kenyamanan. Meskipun dapat diketahui faktor yang menyebabkan orang memilih jenis moda yang digunakan, pada kenyataannya sangatlah sulit merumuskan mekanisme pemilihan moda ini. Selain
3
itu dalam pemodelan ini akan memerlukan aplikasi Regresi Logistik, karena berdasarkan sifat data (data diskrit dan data kontinyu) yang didapatkan dari hasil Home Interview Survey adalah data diskrit yaitu: data yang satuannya merupakan bilangan bulat dan tidak berbentuk pecahan (contoh: jumlah kendaraan bermotor/tidak bermotor yang dimiliki penduduk). Selain itu untuk regresi logistik berapapun besarnya atau kecilnya harga x maka nilai y akan tetap diantara 0 dan 1 artinya variabel dikotomi yang digunakan dimana biasanya hanya terdiri atas dua nilai, yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0 atau 1. Melihat kebutuhan akan alat transportasi, maka pemilihan moda menjadi penting di kawasan Sarbagita, dimana menurut Tamin (2000) pemilihan moda merupakan salah satu model yang dinamis dalam perencanaan transportasi, karena menyangkut efisiensi pergerakan, ruang yang harus disediakan oleh suatu wilayah, prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk. Sementara itu dalam kajian Dinas Perhubungan Provinsi Bali (2007) tersebut, belum dilakukan analisis secara mendetail terhadap karakteristik sosialekonomi dan demografi penduduk pada perencanaan koridor trayek Trans Sarbagita. Sedangkan probabilitas pemilihan moda angkutan umum diperkirakan hanya sebesar 4% dan potensi demand diprediksi dari asumsi peningkatan pemakaian angkutan (load factor). Oleh karena itu, dibutuhkan sarana transportasi yang handal dan trayek angkutan umum yang lebih panjang dan berkesinambungan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan jasa angkutan.
4
Berdasarkan hasil kajian dari studi Penataan Jaringan Trayek Sarbagita yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali tahun 2007,
diusulkan secara keseluruhan 22 trayek angkutan umum seperti
Tabel 1.1 terlampir pada Lampiran A halaman 128 dan seperti pada Gambar Peta B.1 halaman 129. Dari 22 usulan trayek tersebut, khususnya pelayanan lintas Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, kajian dilakukan pada tiga trayek antara lain: Trayek Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa, seperti pada Trayek no.2 Lampiran A halaman 128, Gambar B.2 Peta Zona Wilayah, Gambar B.2a Peta Jaringan Jalan, dan Gambar B.2b Peta Koridor Pelayanan (Lampiran B halaman 130, 131 dan 132), selanjutnya disebut Trayek I. Trayek Mengwi – Kerobokan – Kuta, seperti pada Trayek no. 6 Lampiran A halaman 128, Gambar B.3 Peta Zona Wilayah, Gambar B.3a Peta Jaringan Jalan, dan Gambar B.3b Peta Koridor Pelayanan (Lampiran B halaman 133, 134 dan 135), selanjutnya disebut Trayek II. Trayek Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon, seperti pada Trayek no.18 Lampiran A halaman 128, Gambar B.4 Peta Zona Wilayah, Gambar B.4a Peta Jaringan Jalan, dan Gambar B.4b Peta Koridor Pelayanan (Lampiran B halaman 136, 137 dan 138), selanjutnya disebut Trayek III. Selain berlatar belakang seperti telah diuraikan sebelumnya, 3 (tiga) trayek tersebut dipilih karena dirancang sebagai akses menuju pusat perdagangan, wisata, dan pemerintahan. Dengan adanya trayek tersebut, sudah tentu akan menimbulkan pergerakan yang cukup besar, serta diperlukan adanya sarana transportasi, yang
5
tentunya akan ada pemilihan moda (jenis-jenis sarana yang tersedia untuk melakukan perjalanan) sesuai dengan keinginan penduduk.
1.2
Rumusan Masalah Memahami uraian yang tertuang pada latar belakang, maka untuk itu dalam
penelitian ini dirumuskan masalah terhadap: 1. Bagaimanakah karakteristik sosial–ekonomi dan demografi penduduk pada koridor trayek I, II dan III Trans Sarbagita? 2. Bagaimanakah model pemilihan moda berdasarkan karakteristik sosial– ekonomi dan demografi penduduk pada ketiga koridor trayek tersebut ? 3. Bagaimanakah potensi demand pada ketiga koridor trayek tersebut ?
1.3
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik sosial–ekonomi dan demografi penduduk pada koridor trayek I, II dan III Trans Sarbagita. 2. Menyusun model pemilihan moda berdasarkan karakteristik sosial– ekonomi dan demografi penduduk pada ketiga koridor trayek tersebut. 3. Menganalisis potensi demand pada ketiga koridor trayek tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademik dan
bermanfaat pula secara praktis bagi pemecahan permasalahan di masyarakat. Da-
6
lam kajian ini hasil yang diperoleh terutama ditujukan bagi pihak terkait antara lain: 1. Bagi pemerintah, sebagai sumbang saran dalam penyempurnaan hasil kajian Trans Sarbagita. 2. Bagi mahasiswa, dalam penelitian ini memberi manfaat untuk penerapan teori-teori yang diperoleh selama masa perkuliahan 3. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang transportasi.
1.5
Batasan Masalah Mengingat luasnya cakupan permasalahan dalam pemilihan moda, maka
agar
dapat
mencapai
sasaran
dan
memudahkan
dalam
menyelesaikan
permasalahan, maka perlu diberikan batasan sebagai berikut: 1. Pemilihan moda dilakukan untuk dua moda yaitu angkutan pribadi dan angkutan umum. 2. Daerah kajian studi terbatas pada wilayah di sekitar koridor pelayanan rute (400 meter di kiri dan 400 meter di kanan ruas jalan). Daerah kajian ini diambil sesuai dengan Standar Kualitas Pelayanan
Berdasarkan
Departemen Perhubungan (Departemen Perhubungan, 1996), bahwa Jarak Perjalanan Menuju Rute Angkutan Kota standarnya 300 – 500 meter.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
2.1.1 Pengertian Transportasi Dalam bahasa Indonesia kata “transportasi” disepadankan dengan pengertian pengangkutan, walaupun ada juga yang menerjemahkan dengan kata “perjalanan” yang sebenarnya lebih cocok untuk menerjemahkan kata trip atau travel, atau ada yang menganggap sebagai perpindahan yang sebenarnya dalam bahasa Inggris adalah moving, seringkali juga disepadankan dengan kata lalu lintas, dimana sebenarnya lalu lintas adalah bagian dari transportasi. Keinginan manusia untuk memperoleh barang yang tidak didapat di tempatnya berada, menyebabkan harus melakukan pergerakan/perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan suatu yang diperlukan. Sehingga, dalam transportasi ada beberapa elemen utama dalam pergerakan seperti, ada yang dipindahkan misalnya: barang, manusia, informasi. Selain itu ada elemen yang memindahkan (sering mendapat kemudahan) seperti, sarana antara lain: kendaraan, kereta api, kapal laut atau pesawat udara. Juga elemen yang tidak kalah pentingnya adalah, adanya sesuatu yang memungkinkan terjadinya perpindahan seperti: jalan, jembatan, pelabuhan, terminal atau bandar udara.
8
2.1.2 Pengertian Kendaraan Menurut Undang Undang No.22 tahun 2009, yang disebut kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel sedangkan, Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan. Kendaraan merupakan sarana angkutan yang penting dalam kehidupan modern ini karena dapat membantu manusia melaksanakan kegiatan sehari-hari serta memudahkan manusia dalam mencapai tujuan dengan cepat, selamat dan hemat sekaligus menunjang nilai aman dan nyaman (Soesantiyo, 1985).
2.1.3 Definisi Moda Definisi dari moda adalah jenis-jenis sarana transportasi yang tersedia untuk melakukan perjalanan. Pemakai jalan adalah semua bentuk moda angkutan, baik yang berupa kendaraan bermotor seperti: mobil, mikrolet, bis, truk, truk gandengan, semi trailer dan trailer maupun tidak bermotor seperti: kereta dorong, dokar, sepeda, becak serta termasuk para pejalan kaki yang sedang menggunakan jalan. 2.2
Perencanaan Transportasi
2.2.1 Pengertian Perencanaan Transportasi Perencanaan transportasi didefinisikan sebagai suatu proses yang tujuannya
9
mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang dapat bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah. Pada kenyataannya, ada juga unsur “cepat” sehingga, dituntut harus murah, aman dan cepat. Bahkan untuk memindahkan manusia harus pula nyaman, oleh karena itu perencanaan transportasi merupakan suatu proses yang dinamis, dan melibatkan berbagai pihak dan beragam kepentingan, termasuk politik.
2.2.2 Pemodelan Transportasi Dalam perencanaan transportasi dikenal ada 4 (empat) langkah pembuatan model, antara lain: a. Bangkitan Perjalanan (Trip Generation) Pembangkit perjalanan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan. b. Sebaran Perjalanan (Trip Distribution) Penyebaran pergerakan merupakan tahapan yang menggabungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi dan arus lalu lintas. c. Pemilihan Moda (Modal Choice / Modal Split) Dalam interaksi antara dua tata guna lahan atau lebih di suatu wilayah, maka seseorang akan memutuskan bagaimana interaksi tersebut harus dilakukan, dimana sering interaksi tersebut mengharuskan terjadinya perjalanan, baik antar tata guna lahan ataupun inter tata guna lahan.
10
Keputusan dalam pemilihan moda berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan. Jika terdapat lebih dari satu moda, maka moda yang dipilih biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah, atau teraman, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah
ketidaknyamanan
dan
keselamatan
dan
hal
seperti
ini
harus
dipertimbangkan dalam pemilihan moda, walaupun sulit karena sangat sulit untuk dikuantifikasikan. d. Pemilihan Rute (Traffic Assignment) Model ini bertujuan memprediksi pemilihan rute perjalanan yang akan digunakan. Diasumsikan pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan), sehingga dapat menentukan rute yang terbaik.
2.2.3 Pemodelan Pemilihan Moda Pengertian Pemodelan Pemilihan Moda adalah model yang memberi gambaran bagaimana persepsi masyarakat mengenai dasar pemilihan jenis moda yang digunakan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor pelayanan angkutan umum, seperti rute, tarif, kenyamanan, keamanan dan lain-lain. Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang menggunakan setiap moda transportasi. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah bebas yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut, dan setelah dilakukan proses kalibrasi model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan nilai peubah bebas untuk masa mendatang.
11
Menurut Tamin (2000) pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang digunakan (umum atau pribadi). Ini disebabkan
oleh
banyak
faktor
yang
sulit
dikuantifikasikan,
misalnya
kenyamanan, keamanan, keandalan atau ketersediaan mobil pada saat diperlukan. Pemilihan moda juga mempertimbangkan pergerakan yang menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan (multimoda). Maka, dapat dikatakan bahwa pemodelan pemilihan moda merupakan bagian yang terlemah dan tersulit dimodelkan dari keempat tahapan model perencanaan transportasi. Dalam cakupan identifikasi permasalahan yang dikaji, dapat dikenali dari faktor penentu pemilihan jenis angkutan atau moda dan faktor yang mempengaruhi pemilihan, dimana faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain: a. Ciri pengguna jalan: Faktor berikut ini diyakini akan sangat mempengaruhi pemilihan moda yaitu: 1. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi 2. Pemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM) 3. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan dan lain-lain) 4. Pendapatan 5. Faktor lain misal keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak. b. Ciri pergerakan: Pemilihan moda juga akan sangat dipengaruhi oleh:
12
1. Tujuan pergerakan 2. Waktu terjadinya pergerakan 3. Jarak perjalanan c. Ciri fasilitas moda transportasi: Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Faktor kuantitatif seperti: 1.1. Waktu perjalanan 1.2. Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lainnya) 1.3. Ketersediaan ruang dan tarif parkir 2. Faktor kualitatif yang cukup sulit dihitung, meliputi: 2.1. Kenyamanan dan keamanan 2.2. Keandalan dan keteraturan dan lain-lain d. Ciri kota atau zona: Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk. Model pemilihan moda yang baik harus mempertimbangkan semua faktor tersebut. Dari semua model pemilihan moda, pemilihan peubah bebas yang digunakan sangat tergantung pada: 1. Orang yang memilih model tersebut 2. Tujuan pergerakan 3. Jenis model yang digunakan Dari semua faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi dan bagaimana satu faktor berpengaruh terhadap faktor lainnya, maka secara ilustrasi
13
dapat digambarkan dalam Kajian Masalah seperti Gambar 2.1. Selain itu dalam pengkajian perilaku model didasarkan pada representasi dari pilihan individu ketika menghadapi alternatif. Pengalaman umum menunjukkan bahwa dalam situasi pilihan berat seseorang memilih berdasarkan keuntungan dan kerugian dari salah satu alternatif. Perbandingan ini dibuat pada penilaian atau atribut setiap alternatif, seperti harga atau kualitas. Sebuah keputusan logis adalah memilih alternatif yang memberikan 'kenikmatan terbesar', ‘tingkat kepuasan optimal', 'utilitas tertinggi', atau apa saja yang digambarkan memberi sesuatu yang terbaik. Dilihat dari posisi pemilihan moda terhadap analisis pembangkit perjalanan dalam proses perencanaan transportasi diasumsikan pemakai jalan memilih antara bergerak dan tidak bergerak. Jika dipilih melakukan pergerakan maka akan dilakukan pemilihan moda angkutan dan berjalan kaki, kemudian apabila memilih memakai moda maka diharuskan memilih dua pilihan yaitu penggunaan angkutan umum atau angkutan pribadi. Penyederhanaan pemikiran seperti ini bukan menunjukkan sederhananya pemilihan moda, tetapi dari ilustrasinya terlihat bahwa pemilihan moda merupakan bagian yang tersulit, merupakan suatu proses yang dinamis, melibatkan berbagai pihak dan multi-disiplin termasuk politik. Oleh karena itu dengan terlibatnya banyak pihak antara lain : pengguna (user), pemerintah (regulator), dan pemilik atau suatu badan usaha pengelola angkutan (operator), maka perlu kajian secara komprehensif, dimana pemikiran ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.2.
14
Faktor Penentuan Pilihan Jenis Angkutan / Moda
Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Ciri Pengguna
Maksud Perjalanan
Jarak Tempuh
Ciri Pergerakan
Jenis Moda Biaya
Ciri Fasilitas Moda Transportasi - faktor kuantitatif - faktor kualitatif
Tingkat Kenyamanan dan Keamanan Ciri Kota / Zona
Gambar 2.1 Kajian Masalah
15
Total Pergerakan
Bergerak
Tidak Bergerak
Berjalan Kaki
Berkendaraan
Angkutan Umum
Angkutan Pribadi
Bermotor
Tidak Bermotor (Misal: Becak)
Jalan Raya
Jalan Rel
Tidak Bermotor (Misal: Sepeda)
Mobil
Bermotor
Sepeda Motor
Paratransit
Bus
Gambar 2.2. Proses Pemilihan Moda (Sumber : Tamin, 2000)
2.3
Pengertian Regresi Regresi adalah suatu alat yang tujuannya membantu memperkirakan atau
menaksir nilai suatu variabel yang tidak diketahui dari satu atau beberapa variabel yang diketahui. Analisis regresi didefinisikan sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut variabel yang diterangkan (the explained variable) yang juga disebut sebagai variabel tergantung, dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory) yang juga disebut variabel yang tidak tergantung atau variabel bebas. Dalam kegiatan pemodelan untuk rekayasa sipil, seringkali dijumpai tinjauan hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel lain,
16
dimana secara umum ada dua macam hubungan antara dua atau lebih variabel, yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan. Jika ingin mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih, digunakan analisis regresi, sedangkan untuk analisis keeratan hubungan, digunakan analisis korelasi. Metode regresi yang paling umum digunakan adalah analisis regresi baik itu yang bersifat linier maupun non linier. Jika variabel tidak bebas bersifat diskrit, analisis regresi linier tidak layak untuk digunakan karena: 1. Variabel tidak bebas di dalam metode regresi linier harus bersifat kontinyu 2. Variabel tidak bebas di dalam metode regresi linier dapat mengakomodasi nilai negatif. Kedua asumsi di atas tidak sesuai untuk kondisi variabel tidak bebas yang bersifat kategori (diskrit). Variabel diskrit sering dinyatakan dalam kategori. Variabel diskrit sering juga disebut variabel nominal atau variabel kategorik. Apabila terdapat dua kategori disebut dikotom, misalnya variabel jenis kelamin yang terdiri dari lakilaki dan perempuan, apabila lebih dari dua kategori disebut politom. Misalnya, variabel latar belakang pendidikan yang dapat terdiri dari SD, SMP, SMU, Perguruan tinggi dan sebagainya disebut politom. Sementara itu, variabel kontinyu adalah variabel yang nilainya dalam jarak tertentu dan dengan pecahan yang tidak terbatas, misalnya variabel berat badan ada yang 40 kg, 45,5 kg, 60 kg dan sebagainya.
17
2.4
Regresi Dengan Variabel Terikat Data Kualitatif Aplikasi data kualitatif sebagai variabel bebas disebut variable dummy. Pa-
da kenyataannya, banyak sekali kasus data kualitatif yang dapat diterapkan pada variabel terikat. Misalnya, dikotomi kemampuan keluarga untuk memiliki sebuah rumah di kota yang mungkin dipengaruhi tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Dan untuk membedakan model yang menggunakan variabel kualitatif atau kategori terikat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan regresi model probabilitas linier (linear probability model = LPM) dan dengan regresi model logistik binari (binary logistic regression model).
2.4.1 Model Probabilitas Linier Dalam teknis analisis ini variabel terikat yang berupa kualitatif (kategori) dianggap sebagai variabel dummy, yang dalam bentuk sederhananya: Ŷ1 = α + βX dimana : Y = 1 keluarga memiliki rumah; 0 = tidak memiliki rumah X = pendapatan keluarga Dalam kasus ini probabilitas atau E(Yi/Xi) suatu keluarga memiliki sebuah rumah apabila pendapatannya sebesar Xi. Variabel Y merupakan variabel binomial sebagai syarat dari Xi, maka modelnya juga dapat dinyatakan dengan: E(Yi/Xi) = α + βX Oleh karena E(Yi/Xi) merupakan suatu probabilitas, maka besarnya akan minimal sama dengan nol dan maksimal sama dengan satu, atau dapat dinyatakan: 0 < E(Yi/Xi) < 1
18
2.4.2 Regresi Logistik Didalam statistik, regresi logistik (seringkali disebut model logistik atau model logit), digunakan untuk memprediksi kemungkinan (probabilitas) dari suatu kejadian dengan data fungsi logit dari kurva logistik. Seperti banyak bentuk analisis regresi, yang menggunakan beberapa variabel dapat berupa numerik atau kategoris. Sebagai contoh, probabilitas bahwa seseorang memiliki serangan jantung dalam jangka waktu tertentu, diprediksi dari pengetahuan tentang usia, jenis kelamin orang tersebut dan indeks massa tubuh. Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika variabel dependen (respon) merupakan variabel dikotomi. Variabel dikotomi biasanya hanya terdiri atas dua nilai, yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0 atau 1. Regresi logistik akan membentuk variabel prediktor/respon yang merupakan kombinasi linier dari variabel independen. Nilai variabel prediktor ini kemudian ditransformasikan menjadi probabilitas dengan fungsi logit. Tidak seperti regresi linier biasa, regresi logistik tidak mengasumsikan hubungan antara variabel independen dan dependen secara linier. Regresi logistik merupakan regresi non linier dimana model yang ditentukan akan mengikuti pola kurva linier seperti Gambar 2.3 di halaman 19. Untuk regresi logistik berapapun besarnya atau kecilnya harga x maka nilai y akan tetap diantara 0 dan 1 artinya variabel dikotomi yang digunakan dimana biasanya hanya terdiri atas dua nilai, yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0 atau 1.
19
Gambar 2.3 Grafik Regresi Logistik Sumber: www.ats.ucla.edu/stat/stata/webbooks/logistic
Selain itu regresi logistik juga menghasilkan rasio peluang (odds ratios) terkait dengan nilai setiap prediktor. Peluang (odds) dari suatu kejadian diartikan sebagai probabilitas hasil yang muncul yang dibagi dengan probabilitas suatu kejadian tidak terjadi. Secara umum, rasio peluang (odds ratios) merupakan sekumpulan peluang yang dibagi oleh peluang lainnya. Rasio peluang bagi prediktor diartikan sebagai jumlah relatif dimana peluang hasil meningkat (rasio peluang > 1) atau turun (rasio peluang < 1) ketika nilai variabel prediktor meningkat sebesar 1 unit. Regresi logistik sebenarnya sama dengan analisis regresi berganda, hanya variabel terikatnya merupakan dummy variable (0 dan 1). Sebagai contoh, pengaruh berapa rasio keuangan terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Maka variabel terikatnya adalah 0 jika terlambat dan 1 jika tidak terlambat (tepat). Dalam cakupan identifikasi permasalahan yang dikaji, dengan mengenali faktor penentu pemilihan jenis angkutan atau moda yang mempengaruhi dalam pemilihan, dikaji bahwa variabel tidak bebas di dalam penelitian ini bersifat biner,
20
yaitu angkutan pribadi dan angkutan umum, dan variabel bebas diambil dari kelompok faktor pengaruh pemilihan, sehingga digunakannya regresi logistik untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Data yang bersifat biner (binary) adalah data dengan 2 (dua) respon, misalnya angkutan pribadi (1) – angkutan umum (0), gagal-berhasil, ya-tidak, on-off, 0-1 dan sebagainya. Seperti pada analisis regresi berganda, untuk regresi logistik, variabel bebas (X) bisa juga terdiri lebih dari satu variabel dan dapat berupa variabel yang bersifat kontinyu maupun diskrit.
2.4.3 Desain dan Analisis Variabel Dummy Karena regresi logistik diakomodasikan untuk variabel tidak bebas biner, maka di dalam pemodelannya baik variabel bebas dan tidak bebas harus direpresentasikan dalam bentuk kode. Variabel yang dinyatakan dalam bentuk kode tersebut didefinisikan sebagai variabel dummy. Regresi logistik tidak hanya mengasumsikan variabel tidak bebas bersifat dikotomi, tetapi juga sebagai variabel biner (binary), yaitu diberi kode sebagai 0 dan 1. Kode ini harus berupa bilangan numerik dan bukan tekstual (string) dan merupakan suatu keharusan bahwa kode dengan bilangan 0 berarti kejadian tidak ada (gagal) dan kode dengan bilangan 1 berarti kejadian ada atau berhasil (Washington et.al, 2003). Pada dasarnya, semua perangkat lunak statistik akan melakukan perhitungan regresi logistik, jika dan hanya jika variabel tidak bebas diberi kode 0 dan 1. Secara spesifik, perangkat lunak statistik mengasumsikan variabel tidak bebas yang mempunyai nilai selain 0 adalah 1, sehingga jika variabel tidak bebas
21
diberikan kode 3 dan 4, maka perangkat lunak akan mendefinisikannya sebagai bilangan 1. Akan tetapi, ketentuan untuk variabel tidak bebas ini tidak berlaku untuk variabel bebas. Bentuk variabel bebas di dalam regresi logistik dapat berupa variabel yang bersifat kontinyu maupun diskrit dan tidak memiliki asumsi normalitas untuk variabel bebas. Untuk variabel bebas yang bersifat diskrit dengan beberapa klasifikasi dapat diberi kode 0, 1, 2, 3, …dst. Sebagai ilustrasi, variabel tipe kendaraan mempunyai beberapa klasifikasi yaitu kendaraan berat, kendaraan ringan dan sepeda motor, maka di dalam pengkodeannya klasifikasi variabel tipe kendaraan tersebut dapat diberikan kode mulai dari 0, 1 dan 2 maupun mulai dari 1, 2 dan 3. Sudah ditetapkan (by default) bahwa hampir semua perangkat lunak statistik mempunyai prioritas untuk memprediksi probabilitas dari suatu kejadian yang ada (berhasil). Probabilitas di dalam statistik didefinisikan sebagai suatu ekspresi kuantitatif dari suatu kemungkinan suatu kejadian akan terjadi. Secara formal, probabilitas adalah jumlah kejadian yang terjadi (berhasil) dibagi dengan jumlah kejadian yang dapat terjadi. Sebagai contoh, didalam pelemparan koin yang mempunyai dua sisi, probabilitas satu sisinya adalah 0,5. Setelah variabel bebas dinyatakan dalam variabel dummy, langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik (uji hipotesis) untuk mengetahui apakah semua variabel bebas akan diikutsertakan di dalam model. Sebagai contoh, jika variabel kendaraan berat secara statistik mempunyai jumlah/frekuensi yang kecil atau tidak signifikan (p-value < 0,05) dalam kelompok tipe kendaraan, maka variabel kendaraan berat dapat direduksi dari variabel bebas tersebut.
22
Reduksi variabel bebas dapat dilakukan dengan melakukan uji hipotesis, yaitu: H0 : pi = 0 Ha : pi 0 dimana pi adalah proporsi klasifikasi i di dalam variabel dummy. Selanjutnya, masing-masing variabel desain diuji keberartiannya dengan menggunakan rumusan selang kepercayaan untuk proporsi populasi yaitu:
pˆ Z
/2
pˆ qˆ n
............................................... (2.1)
dimana: pˆ
= proporsi sampel berdasarkan jumlah yang ‘berhasil’ (kode = 1)
qˆ
= 1- pˆ
n
= jumlah sampel
z
/2
= nilai variabel standar normal (Z) dengan area ‘tails’ adalah (α/2).
Rumusan tersebut digunakan untuk menghitung selang kepercayaan (95%) dari proporsi sampel. Dari hasil uji hipotesis tersebut, terlihat bahwa variabel obyek diam dan terguling/tergelincir direduksi dari kelompok tipe kecelakaan, konsekuensinya dua variabel tersebut tidak diikutsertakan di dalam model. Kedua langkah di atas yaitu analisis korelasi dan reduksi variabel dummy menunjukkan kegiatan pemilihan variabel bebas di dalam model. Jika, nilai dari selang kepercayaan mengandung nilai 0 dan nilai-p lebih besar dari 0,05, maka variabel desain tersebut tidak signifikan. Hal demikian dapat mempengaruhi jumlah variabel desain yang terdapat pada variabel dummy.
23
Sebagai ilustrasi, hasil dari uji hipotesis untuk proporsi klasifikasi variabel tersebut digambarkan pada Tabel 2.1 di halaman berikut ini. Tabel 2.1 Uji hipotesis untuk proporsi tipe kecelakaan 95% selang kepercayaan Batas bawah Batas atas
x
n
x/n
Dengan kendaraan
235
605
0.388
0.4
0.4
Dengan objek diam *)
39
605
0.064
0
0.1
Terguling tergelincir *)
28
605
0.046
0
0.1
Dengan pejalan kaki
303
605
0.501
0.5
0.5
*) Tidak signifikan secara staistik pada tingkat 5% (95 % selang kepercayaan termasuk nilai 0) Sumber: Al-Ghamdi (2002) Dari hasil uji hipotesis tersebut, terlihat bahwa variabel obyek diam dan terguling/tergelincir direduksi dari kelompok tipe kecelakaan, konsekuensinya dua variabel tersebut tidak diikutsertakan di dalam model. Kedua langkah di atas yaitu analisis korelasi dan reduksi variabel dummy menunjukkan kegiatan pemilihan variabel bebas di dalam model.
2.4.4 Bentuk Umum Regresi Logistik Regresi logistik bertujuan menanggulangi kelemahan dari LPM (Linier Probability Model) yang dapat memberi hasil kurang memuaskan, karena menghasilkan probabilitas taksiran yang kurang dari nol atau lebih dari satu. Dalam hal ini yang mampu menjamin nilai variabel terikat terletak antara 0 dan 1 sesuai dengan teori probabilitas adalah dengan model CDF (Cumulative Distribution Fuction). Dengan CDF yang memiliki
dua sifat yaitu: 1) jika
variabel bebas naik, maka P(Yi = 1/Xi) juga ikut naik, tetapi tidak pernah melewati rentangan 0 – 1, dan 2) hubungan antara Pi dan Xi adalah non linear.
24
Sehingga, tingkat perubahannya tidak sama, kenaikannya semakin besar kemudian mengecil. Ketika nilai probabilitasnya mendekati nol, tingkat penurunannya semakin kecil, demikian juga ketika nilai probabilitasnya mendekati satu, maka tingkat kenaikannya semakin kecil. Secara umum, persamaan regresi logistik untuk k variabel terikat dapat ditulis sebagai berikut: ln[odds(T/X1, X2, ...Xk)] = β0+β1X1+β2X2+...+ βkXk ………………(2.2) atau: P ln
= β0+β1X1+β2X2+...+βkXk ..…….................. (2.3) 1–P P
odds[ (T/X1,X2,...Xk)] =
……….…………………………... (2.4) 1–P
Regresi logistik akan membentuk variabel prediktor/respon (ln (P/(1-P)) yang merupakan kombinasi linier dari variabel independen. Nilai variabel prediktor ini kemudian ditransformasikan menjadi probabilitas dengan fungsi logit.
2.4.5 Maksimum Likelihood untuk Penentuan Parameter Model Logistik Dalam regresi linier dikenal istilah kuadrat terkecil (least squares) yang digunakan untuk estimasi parameter model, sedangkan untuk regresi logistik yang digunakan adalah prinsip estimasi maximum likelihood (ML). Prinsip dari ML ini adalah
parameter
populasi
diestimasi
dengan cara memaksimumkan
kemungkinan (likelihood) dari data observasi. Estimator yang diperoleh dari me-
25
tode ini disebut dengan Maximum Likelihood Estimator (MLE). Sebagai ilustrasi, pada suatu kabupaten A, 80% anak-anak mempunyai asuransi kesehatan. Kemudian, 10 orang anak di kabupaten A dipilih secara acak, dengan probabilitas 7 dari 10 anak-anak mempunyai asuransi kesehatan adalah 0,2013. Sementara itu, di kabupaten B, 40% anak-anak mempunyai asuransi kesehatan. Kemudian, 10 orang anak di kabupaten B dipilih secara acak, dengan probabilitas 7 dari 10 orang anak mempunyai asuransi kesehatan adalah 0,0425. Misalkan diketahui bahwa diantara 10 orang anak yang dipilih secara acak dari salah satu kabupaten tersebut, 7 orang mempunyai asuransi kesehatan, berapakah persentase anak-anak di kedua kabupaten tersebut yang mempunyai asuransi kesehatan? Apakah kemungkinannya lebih besar dari kabupaten A dengan 80% asuransi kesehatan atau dari kabupaten B dengan 40% asuransi kesehatan? Karena, data observasi menunjukkan bahwa 7 dari 10 orang anak yang mempunyai asuransi kesehatan lebih besar kemungkinannya di kabupaten A, maka kemungkinannya adalah sampel yang berasal dari kabupaten A mempunyai estimasi rasio sebesar 80%. Likelihood merupakan suatu fungsi dari data dan parameter model. Jika terdapat data biner, bentuk dari likelihood adalah sebagai berikut: a. Yi = 1 dengan probabilitas pi b. Yi = 0 dengan probabilitas 1 – pi Misal data observasi bersifat bebas maka likelihood dari data Y1, Y2, ….,Yn adalah p1 dan 1 – p1. Jika untuk setiap Y1 = 1, dengan probabilitas p1 dan untuk se
26
tiap Yi = 0 dengan probabilitas 1 – pi, bentuk umum dari likelihood (L): n
L=
Yi i
p
(1 pi )1Yi ………..……………………………..(2.5)
i 1
Sepintas model di atas menyatakan bahwa likelihood hanya berkaitan dengan probabilitas dan belum menjelaskan mengenai probabilitas dari variabel bebas yang akan diperoleh. Fungsi logistik dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara probabilitas pi dan variabel bebas Xi sebagai berikut:
pi
e ( 0 1 X i ) 1 e
( 0 1 X i )
.................................................................. (2.6)
dan
1 pi
1 1 e
( 0 1 X i )
................................................................... (2.7)
Dengan menggunakan kedua persamaan (2.6) dan (2.7) pada persamaan (2.5) diperoleh:
e 0 1 X i L 0 1 X i i 1 1 e n
Yi
1 0 1 X i 1 e
1 Yi
n
i 1
e
0 1 X i Yi
1 e
0 1 X i
..(2.8)
Menghitung nilai 0 dan 1 pada persamaan (2.8) merupakan suatu hal yang berat untuk dilakukan. Seringkali ditemukan bahwa lebih mudah untuk menggunakan logaritmik natural dari likelihood itu sendiri, yaitu dengan memilih 0 dan 1 untuk memaksimumkan log likelihood. Log-likelihood dari data biner didalam suatu model regresi logistik adalah: n
n
i 1
i 1
log( L) Yi ( 0 1 X i ) log 1 e 0 1 X i ………………(2.9)
27
Serupa dengan prinsip kuadrat terkecil pada regresi linier, akan terdapat dua persamaan yang harus dipecahkan untuk dua parameter (solusinya adalah estimasi dari 0 dan 1). Akan tetapi, tidak seperti pada kuadrat terkecil, dua persamaan pada regresi logistik bersifat tidak linier, sehingga harus dipecahkan dengan proses iterasi. Ini dimungkinkan dengan penentuan nilai awal untuk 0 dan 1, evaluasi log-likelihood, penentuan nilai baru untuk 0 atau 1 yang menaikkan nilai log-likelihood, dan pengulangan proses tersebut sampai nilai log-likelihood tidak berubah atau konstan pada suatu nilai tertentu. Jika hal tersebut terjadi, maka dikatakan bahwa proses iterasi nilai log-likelihood sudah bersifat konvergen.
2.4.6 Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit) Uji kelayakan model dilakukan dengan menggunakan uji statistik dari Hosmer and Lemeshow. Uji ini bertujuan untuk mempelajari sejauh mana kesesuaian model regresi logistik yang dipakai di dalam memodelkan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Hipotesis nol dari uji statistik ini adalah model yang diuji layak, sedangkan hipotesis alternatifnya adalah model yang diuji tidak layak (model tidak mampu merepresentasikan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas). Uji statistik ini dilakukan dengan membagi data kedalam grup (g). Grup ini dibentuk dengan mengurutkan data eksisting berdasarkan tingkat probabilitasnya. Jadi, data diurutkan dari data yang paling kecil kemungkinannya (p~0) ke data yang paling besar kemungkinannya (p~1). Grup umumnya dipecah menjadi 10 grup. Setiap grup yang dihitung memiliki data hasil observasi dan hasil prediksi.
28
Prinsip dasar dari uji statistik ini adalah frekuensi hasil prediksi dan frekuensi observasi dari variabel tidak bebas harus mempunyai perbedaan yang relatif kecil. Semakin kecil perbedaannya, semakin layak model tersebut. Model yang layak menurut uji statistik ini akan mempunyai nilai probabilitas (p-value) yang besar yaitu lebih besar dari tingkat keyakinan 5% atau α = 0,05. Formula dari uji Hosmer and Lemeshow ini adalah: ^
C
9
k 1
( O k E k ) 2 …………………………………….. (2.10) vk
dimana: Ĉ = Uji Hosmer-Lemeshow ( H-L test) Ok = Nilai Observasi pada grup yang ke-k Ek = Nilai Ekspektasi pada grup yang ke-k vk = Faktor koreksi variansi untuk grup yang ke-k Sebagai ilustrasi diberikan tabel perbandingan frekuensi prediksi dan observasi serta hasil uji statistik, dimana dengan nilai p-value 0,3296 (0,33) dapat dikatakan bahwa uji statistik mengindikasikan bahwa model yang dikembangkan layak di dalam menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan tidak bebasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Ilustrasi Uji Statistik Hosmer and Lemeshow Group
1 2 3 4 5 6 7 8
Prob.
Obs_1
Exp_1
Obs_0
Exp_0
Total
0.0016 0 0.1 71 70.9 71 0.0033 1 0.2 73 73.8 74 0.0054 0 0.3 74 73.7 74 0.0096 1 0.5 64 64.5 65 0.0206 1 1.0 69 69.0 70 0.0623 4 2.5 69 70.5 73 0.1412 2 6.6 66 61.4 68 0.4738 24 22.0 50 52.0 74 number of observations = 70,7 Prob > chi2 = 0,3296 number of groups = 10 Hosmer-Lemeshow chi2(8) = 9,15 Sumber: www.ats.ucla.edu/stat/stata/webbooks/logistic
29
2.4.7 Pengertian Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi adalah proses perhitungan untuk menentukan nilai parameter (konstanta dan koefisien) dari suatu model. Misal suatu model regresi sederhana: y=a+bx diperoleh hasil kalibrasinya adalah: y = 89,9 + 2,48x. Ini memberi makna persamaan bahwa: y mempunyai hubungan linier dengan x, perubahan satu satuan dari nilai x akan merubah nilai y sebesar 2,48 satuan, dan dengan nilai konstanta yang cukup tinggi, merupakan indikasi kemungkinan galat adalah hubungan y dan x sebenarnya tidak linier, tidak diperhitungkannya variabel bebas lainnya yang lebih signifikan (galat spesifikasi), atau terdapat kesalahan pengumpulan data (galat pengukuran). Validasi berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Dengan demikian pada kajian ini model yang validasi adalah model yang dianggap baik yang telah diperoleh dari proses kalibrasi yaitu untuk signifikansi tujuan, ketepatan prosedur, manfaat hasil penelitian dan juga untuk memahami data, penelusuran data sesuai teori yang yang digunakan dan di analisis secara statistik.
2.4.8 Rasio Odds dan Probabilitas Setelah model dinyatakan layak di dalam menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan tidak bebas, maka langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan model tersebut yang berguna di dalam penarikan kesimpulan. Di dalam kegiatan penginterpretasian model tersebut, terdapat kegiatan analisis rasio odds. Secara harfiah, odds mempunyai arti yang sama dengan peluang atau
30
probabilitas atau kemungkinan. Akan tetapi, di dalam statistik, peluang atau kemungkinan dan odds mempunyai konsep yang berbeda. Odds dari suatu kejadian digambarkan sebagai peluang dari peristiwa yang terjadi dibagi oleh peluang dari peristiwa yang tidak terjadi. Sebagai ilustrasi, di dalam pelemparan koin, kemungkinan memperoleh kepala adalah 0,5 dan kemungkinan tidak mendapat kepala juga 0,5. Karenanya, odds 0,5/0,5 = 1. Bahwa kemungkinan dari suatu peristiwa yang terjadi dan kemungkinan dari
peristiwa tidak terjadi, jumlahnya harus 1. Jika diasumsikan dengan
mengubah koin sedemikian rupa, sehingga kemungkinan mendapat kepala adalah 0,6, maka kemungkinan tidak mendapat kepala menjadi 0,4. Odds mendapat kepala adalah 0,6/0,4 = 1,5. Jika kemungkinan mendapat kepala adalah 0,8 maka odds mendapatkan kepala akan menjadi 0,8/0,2 = 4. Dari ilustrasi tersebut terlihat bahwa, ketika odds sama, kemungkinan dari peristiwa terjadi sama dengan kemungkinan peristiwa tidak terjadi. Ketika odds salah satunya lebih besar, kemungkinan dari kejadian peristiwa adalah lebih tinggi dibanding kemungkinan dari peristiwa tidak terjadi, dan ketika odds lebih kecil dari yang lainnya, kemungkinan dari
kejadian peristiwa kurang dari
kemungkinan dari peristiwa tidak terjadi. Odds dapat dikonversi kembali ke suatu peluang (probabilitas) yaitu dengan rumusan peluang = odds / (1+odds). Konsep berikutnya adalah mengenai rasio odds, seperti telah diketahui bahwa rasio odds (odds ratio) adalah perbandingan dua odds. Sebagai ilustrasi, diasumsikan bahwa terdapat wanita dan pria di dalam satu regu dengan proporsi 75% wanita dan 60%
31
pria. Odds untuk wanita adalah 0,75/0,25 = 3, dan odds untuk pria adalah 0,6/0,4 = 1,5. Rasio odds akan menjadi 3/1,5 = 2, artinya bahwa odds dari wanita dibanding pria untuk ikut bergabung ke dalam regu adalah 2 berbanding 1. Sebagai ilustrasi di dalam pengertian mengenai odds dan probabilitas (kemungkinan) dapat dilihat pada contoh berikut. Misal untuk analisa keropos tulang (osteoporosis) diperoleh suatu model logit sebagai berikut: p = a + b.Umur Logit (p) = ln 1 p Dimana variabel bebas Umur merupakan umur responden. Dari hasil pemodelan diperoleh bahwa koefisien a dan b bernilai masing-masing -21,18 dan 1,629. Menggunakan kedua nilai ini maka diperoleh model sebagai berikut: p = -21,18 + 1,629.Umur Logit (p) = ln 1 p Untuk menginterpretasikan model ini misalnya diinginkan untuk mengetahui probabilitas seorang anak berumur 10 tahun menderita keropos tulang dapat dilakukan dengan cara: p = -21,18 + 1,629 (10) = -4,89 Logit (p) = ln 1 p Nilai -4,89 di atas bukan nilai probabilitas. Untuk memperoleh nilai yang diinginkan, maka dihitung exp (-4,89) = 0,0075 . Nilai ini merupakan nilai odds yang mengindikasikan bahwa berubahnya seorang anak sebanyak satu unit umur akan menyebabkan nilai odds dari anak tersebut menderita keropos tulang adalah 0,0075. Jika ingin diketahui probabilitas seorang anak berumur 10 tahun maka dilakukan dengan menghitung:
32
p
exp log it ( p ) exp 4.89 0,0075 0,007 log it ( p ) 4.89 1 exp 1 exp 1 0,0075
Hasil di atas menyatakan bahwa probabilitas (kemungkinan) seorang anak 10 tahun ke bawah menderita keropos tulang adalah sangat kecil (0,7%).
2.5
Teknik Sampling Sampel adalah sekumpulan unit yang merupakan bagian dari populasi dan
dipilih untuk merepresentasikan seluruh populasi. Pengambilan sampel membantu mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Desain tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang representatif/mewakili populasi, dimana hal ini mendukung penentuan besar sampel. Tujuan tahap desain sampel adalah menentukan spesifikasi kualitatif dan kuantitatif dari tata cara pengambilan sampel pada saat survei dilaksanakan. Sasaran terakhir tahapan desain sampel adalah teknik pengambilan sampel dan besar sampel. Tahap pengambilan sampel antara lain : 1. Target populasi Target populasi adalah kumpulan objek yang dilengkapi tempat informasi atau data yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini elemen-elemen dasar dari kumpulan objek dimaksud dapat saja berupa orang, rumah tangga, kendaraan, daerah geografis, ataupun objek-objek lainnya yang bersifat diskrit. Target populasi ditentukan berdasarkan tujuan survei. 2. Unit Sampling Unit sampel adalah
suatu unit yang akan digunakan sebagai dasar bagi
penentuan besar sampel. Suatu populasi pada dasarnya terbentuk dari sekumpulan
33
elemen-elemen individual yang membentuknya. Unit sampel pada umumnya merupakan agresi (pengelompokan) dari elemen populasi (unit analisis dari populasi). Dalam banyak hal unit sampel dapat menjadi titik yang sama dengan elemen populasi. 3. Daftar acuan pengambilan sampel (sampling frame) Sampling frame adalah merupakan daftar acuan (base list) yang digunakan untuk mengidentifikasi elemen (unit analysis) dari populasi. Sampling berisi semua atau sebagian besar unit sampel yang ada dalam populasi. Sampling frame tergantung dari populasi dan unit sampel yang akan digunakan. 4. Metode penarikan sampel Tujuan penarikan sampel adalah mendapatkan sampel dari populasi agar sampel tersebut representatif atau mewakili populasi. Atas pertimbangan bahwa sampel yang diambil digunakan untuk memrepresentasikan seluruh populasi, maka penentuan cara yang tepat dalam menarik sampel menjadi penting. Ditinjau dari metode penarikan sampel dari suatu populasi dikenal beberapa cara yaitu : a. Simple Random Sampling Pada simple random sampling, pengambilan sampel dilakukan secara acak (dengan metode angka acak tertentu) dari seluruh populasi yang ada. Ciri utama sampling ini adalah setiap unsur dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. b. Stratified Random Sampling Pada stratified random sampling pengambilan sampel berdasarkan informasi awal berkaitan dengan stratifikasi dari populasi. Dalam hal ini pengambilan sam-
34
pel pada setiap stratifikasi dilakukan secara acak, sama halnya seperti yang dilakukan pada simple random sampling. Teknik ini digunakan apabila populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat, misalnya menurut usia, pendidikan, penghasilan. c. Cluster Sampling Pada teknik ini total populasi dibagi menjadi sekumpulan cluster unit sampel. Selanjutnya masing-masing cluster ditarik sampelnya secara acak. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dibeberapa daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan dan seterusnya. d. Systematic Sampling Teknik pengambilan sampel pada metode ini dilakukan dengan memilih unit sampel berdasarkan list dan penarikannya dilakukan berdasarkan interval tertentu, misalnya setiap kelipatan 5 atau 10 dari daftar pegawai. 5. Penentuan besar sampel Besar sampel yang digunakan merepresentasikan seluruh populasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Tingkat variabilitas parameter yang akan ditinjau dari seluruh populasi yang ada. b. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter yang dimaksud. c. Besar populasi tempat parameter akan di survai. Besarnya sampel dapat ditentukan secara statistik. Statistik yang digunakan menentukan besar sampel dari populasi dijabarkan dalam rumus sebagai berikut:
35
S =
( x x)
2
…………………………… (2.11) n Se = 0,05 x mean parameter yang dikaji Se(x) = Se / 1,96
n’ =
S2 ………………………………. (2.12) ( Se( X ) ) 2
dimana : x
= Parameter yang digunakan dalam penentuan besar sampel
n’
= Jumlah sampel representatif
S
= Standar deviasi
Se
= Acceptable Sampling Error
(Se(x)) = Acceptable Standar Error
Standar deviasi menggambarkan tingkat variabilitas, sedangkan standar kesalahan (error) yang dapat diterima menggambarkan tingkat ketelitian ukuran parameter yang disyaratkan. Standar deviasi parameter biasanya didapatkan dari hasil survai pendahuluan (pilot suvey) atau survai sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, sedangkan besaran standar kesalahan ditentukan dengan spesifikasi ketelitian yang diinginkan. Spesifikasi tingkat ketelitian yang diinginkan sebesar 95% yang berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan dapat ditolerir tidak melebihi 5% dengan kondisi seperti ini maka besarnya standar error yang dapat diterima (acceptable standard error) yang ditunjukkan dalam tabel distribusi normal adalah 1,96 dari acceptable standard error. Menurut Mendenhall (1971), bahwa n>30 merupakan ukuran/jumlah sam-
36
pel besar, sebaliknya n<30 merupakan ukuran sampel kecil. Juga dinyatakan bahwa pengambilan sampel secara acak akan memberikan peluang untuk menghasilkan suatu sampel yang mendekati representatif. Selain itu menurut Black (1981), besar sampel minimum dan yang dianjurkan dapat diperkirakan seperti Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Besar sampel minimum dan yang dianjurkan dalam Home Interview Survey Jumlah Penduduk < 50.000 50.000 – 150.000 150.000 – 300.000 300.000 – 500.000 500.0 – 1.000.000 > 1.000.000 Sumber: Black, 1981
Besar Sampel Minimum 1 : 10 1 : 20 1 : 35 1 : 50 1 : 70 1 : 100
Dianjurkan 1:5 1:8 1 : 10 1 : 15 1 : 20 1 : 25
Metode pengumpulan sampel/data dengan teknik wawancara (interview), yaitu teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal mengenai responden secara lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaktidaknya pada pengetahuan dan/atau keyakinan pribadi. Beberapa anggapan yang perlu dipegang peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuisioner adalah sebagai berikut: 1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu dirinya sendiri. 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
37
Dalam survei ini sampel yang diambil dari populasi yang betul-betul representatif (mewakili) sebagai responden adalah kepala keluarga atau penduduk yang telah berumur diatas 20 tahun serta berbasis pada Kelurahan atau Desa. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Untuk Home Interview Survey, kuisioner sesuai Formulir pada Lampiran B digunakan untuk mendapatkan Informasi Umum Rumah Tangga dan Informasi Keinginan Beralih Moda, dengan cara mendatangi responden di lokasi.
2.6
Permintaan (demand) Jasa Angkutan Permintaan/kebutuhan akan jasa-jasa transportasi ditentukan oleh barang-
barang dan penumpang yang akan diangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Permintaan akan angkutan adalah permintaan tak langsung, berawal dari kebutuhan manusia akan berbagai jenis barang dan jasa. Untuk mengetahui berapa jumlah permintaan akan jasa angkutan yang sebenarnya (actual demand), perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1. Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk suatu daerah akan membawa pengaruh terhadap jumlah angkutan yang dibutuhkan. 2. Pembangunan wilayah dan daerah Dalam rangka pemerataan pembangunan dan penyebaran penduduk di seluruh daerah, transportasi sebagai sarana dan prasarana penunjang untuk memenuhi kebutuhan akan jasa angkutan harus sejalan dengan program pembangunan gu-
38
na memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Industrialisasi Proses industrialisasi di segala sektor ekonomi dewasa ini yang merupakan program pemerintah untuk pemerataan pembangunan, akan membawa dampak terhadap jasa transportasi yang diperlukan. Permasalahannya sampai seberapa jauh penyediaan jasa-jasa angkutan tersebut dapat dipengaruhi, sebab banyak faktor yang mempengaruhi, seperti : a. Peralatan yang dioperasikan, b. Masalah teknis angkut yang digunakan, c. Jumlah alat angkut yang tersedia, d. Masalah pengelolaan perangkutan (segi manajemen operasional), e. Jasa-jasa angkutan merupakan jasa slow yielding (hasilnya lambat), sedangkan biaya investasi dan biaya pemeliharaan besar. 4. Penyebaran penduduk Penyebaran penduduk ke seluruh daerah merupakan salah satu faktor demand yang menentukan banyaknya jasa-jasa angkutan yang disediakan oleh perusahaan angkutan. Selain dari jasa-jasa angkutan yang disediakan, harus diperhatikan pula keamanan, ketepatan, keteraturan, kenyamanan dan kecepatan yang dibutuhkan oleh pengguna jasa transportasi. 5. Analisis dan proyeksi akan permintaan jasa transportasi Sehubungan dengan faktor-faktor tersebut diatas, untuk memenuhi permintaan akan jasa transportasi, perlu dilakukan perencanaan transportasi yang mantap dan terarah, agar dapat menutupi kebutuhan akan jasa angkutan yang
39
diperlukan oleh masyarakat pengguna jasa. Jadi, analisis dan proyeksi sangat diperlukan untuk mengetahui berapa permintaan (demand analysis) yang dibutuhkan. 2.6.1. Analisis Permintaan Analisis permintaan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Menelaah rencana pengembangan kota, inventarisasi tata guna lahan dan aktivitas ekonomi wilayah perkotaan. 2. Menelaah data penduduk, jumlah penduduk dan penyebarannya. 3. Invemtarisasi data perjalanan yang berisi asal dan tujuan perjalanan, maksud perjalanan dan pemilihan moda angkutan. 4. Menelaah pertumbuhan penumpang masa lalu dan pertumbuhan beberapa parameter lain, misalnya kepemilikan kendaraan dan pendapatan.
2.6.2 Parameter Dalam Analisis Potensi Permintaan Angkutan Umum Parameter yang digunakan dalam analisis potensi permintaan angkutan umum antara lain : 1. Data keluarga, antara lain : a. alamat, b. jumlah anggota keluarga, c. jumlah pekerja, d. jumlah pelajar, e. jumlah anggota keluarga yang berumur 5-65 tahun, f. kepemilikan kendaraan, g. status dalam keluarga (bapak, ibu, anak, kakek/nenek, dan lainnya), h. pendidikan,
40
i. status pekerjaan, j. pendapatan. 2. Informasi perjalanan, antara lain : a. tempat asal perjalanan, b. tempat tujuan perjalanan, c. maksud perjalanan, d. jenis moda yang digunakan, e. minat terhadap penggunaan angkutan umum, f. tarif. Perhitungan jumlah permintaan pelayanan angkutan umum penumpang meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Departemen Perhubungan, 1996): 1. Penentuan angka kepemilikan kendaraan pribadi Angka kepemilikan kendaraan pribadi dihitung dengan membandingkan jumlah kendaraan pribadi dengan jumlah penduduk total per kelurahan/desa. Persamaan angka kepemilikan kendaraan pribadi, sebagai berikut : K = V / P……………………………………… . (2.13) dimana: K
= Angka kepemilikan kendaraan pribadi (kendaraan/penduduk)
V
= Jumlah kendaraan pribadi (kendaraan)
P
= Jumlah penduduk per kelurahan/desa (penduduk)
2. Penentuan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi sama dengan kemampuan kendaraan pribadi untuk melayani jumlah penduduk potensial yang melakukan pergerakan.
41
Persamaan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi, sebagai berikut : L = K x Pm x C…………………………………... (2.14) dimana : L
= Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi
K
= Angka kepemilikan kendaraan pribadi
Pm = Jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan C
= Jumlah penumpang yang diangkut oleh kendaraan pribadi
3. Penentuan jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan Jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan penumpang umum adalah selisih antara jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dengan besar kemampuan pelayanan kedatangan pribadi penduduk. Persamaan jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang (M), sebagai berikut :
M = Pm – (L1 + L2) ………….……………………(2.15) M = Pm – ((V1/P.Pm.C1) + (V2/P.Pm.C2)).………… (2.16) M = Pm (1 – ((V1/P.C1) + (V2/P.C2))
…….….. (2.17)
dimana : M
= Jumlah
penduduk
membutuhkan
potensial
pelayanan
melakukan
angkutan
umum
pergerakan
dan
penumpang
per
kelurahan/desa. Pm
= Jumlah penduduk yang berpotensi melakukan pergerakan /jumlah penduduk usia 5-65 tahun per kelurahan/desa (jiwa).
P
= Jumlah penduduk per kelurahan/desa (jiwa).
42
L1,L2 = Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi penduduk, baik mobil/roda empat maupun sepeda motor/roda dua per kelurahan/desa (L1 untuk mobil dan L2 untuk sepeda motor). V1,V2 = Jumlah kendaraan pribadi, baik mobil/roda empat maupun sepeda motor/roda dua per kelurahan/desa (V1 untuk mobil dan V2 untuk sepeda motor). C1,C2 = Kapasitas kendaraan pribadi, baik mobil/roda empat maupun sepeda motor/roda dua per kelurahan/desa (C1 untuk mobil dan C2 untuk sepeda motor). 4. Penentuan jumlah permintaan angkutan penumpang umum Jumlah permintaan angkutan penumpang umum adalah hasil perkalian antara jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang dengan faktor pergerakan. Faktor pergerakan tergantung pada kondisi/tipe kota. Anggapan diasumsikan bahwa setiap penduduk potensial yang melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang mengadakan perjalanan pergi dan pulang setiap hari. Persamaan jumlah permintaan angkutan penumpang umum sebagai berikut : D = ftr x M ……….…………………………………. (2.18) dimana : D = Jumlah permintaan angkutan penumpang umum (pergerakan), ftr = Faktor yang menyatakan pergerakan yang dilakukan oleh setiap penduduk potensial (“2 pergerakan yaitu: perjalan pergi dan pulang”). M = Jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang (jiwa). 5. Penentuan titik terjauh permintaan pelayanan angkutan penumpang umum. Penentuan titik terjauh permintaan pelayanan angkutan penumpang umum ber-
43
dasarkan luas daerah yang dapat dilayani angkutan penumpang umum . Titik-titik terjauh pelayanan ditentukan oleh syarat jumlah armada yang memenuhi pertidaksamaan 2.19. Pertidaksamaan jumlah permintaan angkutan penumpang umum, sebagai berikut : D > R x Pmin ……………………………………... (2.19) dimana : D
= Jumlah permintaan angkutan penumpang umum,
R
= Jumlah kendaraan minimal untuk pengusahaan angkutan penumpang umum,
Pmin = Jumlah penumpang minimal per kendaraan per hari. Kesimpulan bahwa suatu daerah dapat dilayani angkutan penumpang umum bila pertidaksamaan tersebut dipenuhi. Jumlah armada minimum (R) ditentukan berdasarkan Tabel 2.4. Nilai R digunakan untuk berbagai jenis kendaraan angkutan penumpang umum seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jumlah armada minimum No. Jenis Angkutan 1 2 3 4 5 6
Bus lantai tunggal Bus lantai tunggal patas (cepat terbatas) Bus lantai ganda Bus sedang Bus kecil Mobil Penumpang Umum
Jumlah Minimum 50 unit 50 unit 50 unit 20 unit 20 unit 20 unit
Sumber : Departemen Perhubungan, 1996
Jumlah penumpang minimum (Pmin) ditentukan berdasarkan Tabel 2.5. Penentuan jumlah penumpang minimum bertujuan untuk mencapai titik impas pengusahaan
44
angkutan penumpang umum. Jumlah penumpang minimum tampak pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Jumlah penumpang minimum No.
Jenis Angkutan
Jumlah Penumpang Minimum Per Hari (Pmin)
1 2 3 4 5 6
Bus lantai ganda Bus lantai tunggal Bus patas lantai tunggal Bus sedang Bus kecil Mobil Penumpang Umum
1.500 1.000 625 500 400 250
Sumber : Departemen Perhubungan, 1996
2.7
Penggunaan Perangkat Lunak SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 16.0 Perintah (command) untuk menjalankan model regresi logistik pada per-
angkat lunak SPSS version 16.0 secara umum adalah sebagai berikut: a. Buka file dummy dalam format CSV (comma separated variable) melalui menu File, Open, Data, pilih direktori tempat file dummy diletakkan dan pilih tipe file all files (*.*). Untuk memudahkan analisis, definisikan label variabel bebas dan variabel tidak bebas dengan pilihan menu Data kemudian pilih Define Variable Properties. b. Pilih menu Analyze, Regression, Binary Logistic. Kemudian masukkan variabel tidak bebas pada Dependent dan variabel bebas pada Covariates. c. Pada menu Method pilih Backward:LR untuk metode stepwise backward likelihood ratio test. d. Pilih menu Categorical jika terdapat variabel bebas dengan tipe data dis-
45
krit masukkan variabel bebas diskrit tersebut. Setelah selesai, klik Continue. e. Pada menu Save contreng Probabilities, Studentized dan Cook’s. Kemudian klik Continue. f. Pada menu Options contreng Hosmer-Lemeshow Goodness of Fit, kemudian klik Continue. Untuk melihat keluaran model klik OK.
46
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian mencakup langkah-langkah pelaksanaan penelitian dari awal sampai akhir. Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan suatu studi untuk mengidentifikasi
daerah/wilayah
suatu
lokasi,
mengenali
wilayah
dan
permasalahannya sehingga dapat ditetapkan sebagai lokasi studi, mengidentifikasi data yang akan dibutuhkan, mengidentifikasi pustaka dan acuan yang akan digunakan, serta mengidentifikasi perangkat lunak yang dapat diacu dalam menganalisis data. Dengan menetapkan tujuan yang menjadi sasaran studi dan identifikasi pustaka, dicoba untuk mendesain formulir survai berupa desain kuesioner dan survei pendahuluan untuk menentukan desain sampel yang sangat dibutuhkan sebelum dilakukan survei secara menyeluruh, serta menentukan data apa saja yang diperlukan. Dari survei menyeluruh tersebut akan didapatkan data lapangan sebagai data primer dan data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait, literatur, jurnal ilmiah, yang selanjutnya akan diolah dalam rangka penyusunan laporan. Dengan demikian, langkah-langkah yang pasti dapat diperoleh, sehingga memperkecil kekeliruan yang terjadi seperti pengumpulan data yang tidak perlu, mengetahui jenis data yang dibutuhkan secara tepat dan sejak awal sudah dipersiapkan mencari pustaka dan acuan yang dibutuhkan, yang akan digunakan dalam proses analisis, dan yang tidak kalah pentingnya dapat menghemat waktu
47
mengingat waktu yang terbatas, menghemat tenaga kerja dan dapat menggunakan tenaga yang membantu survei secara optimal dan akhirnya dapat memberi penghematan dalam pendanaan, mengingat dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 3.1.
Studi pendahuluan: - Identifikasi / penentuan lokasi studi - Identifikasi data - Identifikasi pustaka - Identifikasi alat bantu (perangkat lunak)
Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Data Primer dari Home Interview Survey: - Informasi Umum Rumah Tangga - Informasi Keinginan Beralih Moda
Data Sekunder: - Gambar Peta Lokasi - Jumlah Penduduk, dll.
Tabulasi Data
Analisis Karateristik Sosial-Ekonomi
Pembentukan variabel dummy dan uji hipotesis variabel bebas dan melakukan reduksi variabel bebas
A
48
A Penyusunan Model Permilihan Moda Kalibrasi Model Regresi Logistik
Validasi Analisis potensi demand pada koridor trayek I, II, III Trans Sarbagita
Simpulan dan Saran Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Koridor Trayek Trans Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) sebagai berikut: a. Lokasi Studi adalah Rencana Koridor Trayek Trans Sarbagita pada Wilayah Pelayanan Lintas Badung - Denpasar (Tabel 1.1 Lampiran A halaman 128, Peta dan Gambar Lokasi terlampir pada Lampiran B halaman 129 – 138). b. Survei dilakukan mulai jam 08.00 – 16.00 hari Senin sampai Jumat.
3.3. Karakteristik Responden Responden adalah setiap orang (individu) yang bertempat tinggal di dalam wilayah kajian. Dengan dasar adanya 2 jenis travellers (captive dan choice travellers), maka responden dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pengguna jasa angkutan umum dan pengguna kendaraan pribadi. Dari pemilihan moda tersebut
49
dikelompokkan atas data kondisi pengadaian dan kondisi sesungguhnya. Kondisi pengandaian (Stated Preference Survey) menggunakan pedoman yaitu ada atau tidaknya kendaraan pribadi yang dimiliki oleh responden, apabila responden tidak memiliki kendaraan pribadi maka diasumsikan bahwa para responden akan memilih moda angkutan umum, sedangkan untuk kondisi sesungguhnya atau kenyataan (Revealed Preference Survey) didapat dari hasil survai responden yang langsung memilih salah satu moda. Data yang dihasilkan dalam kondisi angkutan umum yang kurang memadai akan terlihat bahwa sebagai hasil kondisi pengandaian (Stated Preference Survey) lebih besar dari kondisi kenyataan (Revealed Preference Survey). Sebagai kelanjutan dari pengelompokkan yang merupakan data yang bersifat agregat, maka didapat jumlah responden yang merupakan Choice Travellers, yaitu responden yang memiliki kendaraan pribadi secara nyata.
3.4. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Sampling Acak Berlapis (Stratified Random Sampling), yaitu dilakukan jika populasi mempunyai karakteristik yang heterogen, dimana dapat dipisah-pisahkan menurut lapisan tertentu, kemudian dari masing-masing lapisan dilakukan pengambilan sampel secara random. Pengambilan dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa lapisan, sehingga setiap lapisannya relatif homogen dan ada hubungan antara posisi dalam suatu lapisan tertentu dengan ciri yang sedang diteliti, sebagai berikut:
50
a. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tingkatan wilayah, dengan cara: 1. Membagi wilayah populasi menjadi sub wilayah, kemudian dari sub wilayah ditetapkan sebagai sampel. (Misal penelitian disuatu Kecamatan, diambil beberapa Desa/Kelurahan sebagai sampel). 2. Dari sub wilayah sampel ditetapkan pula sub-sub wilayah sebagai sampel. (Dari Desa/Kelurahan yang menjadi sampel, diambil beberapa Banjar sebagai sampel dan seterusnya sesuai persyaratan jumlah sampel). 3. Dari bagian-bagian yang lebih kecil, ditetapkan unit-unit sebagai sampel (Dari bagian terkecil misalnya Banjar, diambil sebagian atau seluruh unit sebagai sampel misalnya: Tempekan-Tempekan) b. Pengambilan sampel berdasarkan daerah kajian studi yang ada disekitar koridor pelayanan. Parameter data primer yang dibutuhkan dalam perencanaan rute adalah data keluarga yang meliputi jumlah anggota keluarga, jumlah pekerja, jumlah pelajar, jumlah usia potensial melakukan perjalanan, jumlah kendaraan yang dimiliki, status pekerjaan, dan besar rata-rata pendapatan per bulan, informasi perjalanan serta minat masyarakat terhadap penggunaan angkutan umum. Area survei adalah koridor pelayanan sepanjang rute rencana selebar 400 meter di kiri dan 400 meter di kanan ruas jalan. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data tersebut di atas adalah survai wawancara di rumah dengan menggunakan kuesioner.
Gambar 3.2. Area survei (koridor pelayanan)
51
3.5. Cara Pelaksanaan Survei Pelaksanaan survei wawancara di rumah (home interview survey) dilakukan dengan cara mendatangi setiap anggota keluarga yang dipilih. Kunjungan dilakukan dengan menunjukkan kartu identitas, surat ijin dari instansi yang terkait, dan formulir pengisian (kuesioner). Wawancara dilakukan dengan kepala keluarga atau salah seorang anggota rumah tangga yang berumur diatas 20 tahun sesuai kondisi di lapangan. Surveyor hendaknya membawa clipboard, alat tulis, formulir survei, jas hujan dan sepeda motor. Survei dilakukan pada pagi hingga sore selama jam kerja, dan mengingat luasnya wilayah kajian diperlukan waktu kurang lebih 3 sampai 4 minggu, dan setiap koridor disiapkan 12 surveyor dengan rincian: 10 orang melakukan wawancara sesuai pembagian daerah kajian, 2 orang lainnya menjadi cadangan apabila diantara 10 orang berhalangan dalam melakukan tugasnya. Selain itu para surveyor diminta melakukan survei di dalam daerah kajian sesuai pembagian yang telah disepakati bersama, supaya tidak saling tumpang tindih (jangan sampai terjadi seorang responden di-interview lebih dari satu kali).
3.5.1. Data Primer Dari hasil survei diperoleh
dilapangan dengan cara Home Interview
Survey
data primer yaitu survei wawancara untuk mendapatkan informasi
umum rumah tangga, informasi anggota keluarga, informasi perjalanan dan informasi keinginan beralih moda, antara lain:
52
a.
Survei Informasi Umum Rumah Tangga Pada survei informasi umum rumah tangga dilakukan pencatatan ukuran
keluarga yang terdiri atas: jumlah orang dalam keluarga, jumlah yang bekerja, jumlah pelajar dan anggota keluarga yang berumur 5-65 tahun. Selain itu dilakukan pencatatan kepemilikan kendaraan yang terdiri atas: sepeda, sepeda motor, mobil, truk/pick up. b.
Survei Informasi Anggota Keluarga Pada survei informasi anggota keluarga dicatat status responden (menikah,
duda/janda, belum menikah), jenis kelamin, pendidikan, pendapatan bulanan, pekerjaan, maksud perjalanan dan lokasi tempat bekerja. c.
Survei Informasi Perjalanan Dalam survei ini dilakukan pencatatan tentang tujuan perjalanan baik untuk
bekerja, sekolah, belanja atau rekreasi maupun ke tempat ibadah, sekaligus merupakan pencatatan
maksud perjalanan,
frekwensi perjalanan,
waktu
perjalanan, dan moda transportasi yang digunakan. d.
Survei Informasi Keinginan Beralih Moda Wawancara yang dilakukan bertanya tentang keinginan masyarakat beralih
moda (terutama menggunakan angkutan umum), baik terhadap angkutan umum yang ada sekarang (tanpa jadwal yang jelas), atau apabila ada penjadwalan yang tetap, atau dengan armada bus kecil yang mempunyai jadwal tetap, tersedia halte yang baik dan fasilitas yang memadai (misal ber-AC). Dalam hal ini armada yang dimaksud adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi
53
dengan
panjang
kendaraan
lebih
dari
6,5
sampai
dengan
9
meter
(Kepmenhub.35/2003). Dari hasil survei rata-rata responden memilih alternatif III, yaitu apabila trayek/rute dengan moda bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.).
3.5.2. Data Sekunder Data sekunder didapat dari Dinas Perhubungan Propinsi Bali tentang: Peta Kawasan Trans Sarbagita, Peta Wilayah Kajian, Peta Jaringan Jalan. Sedangkan dari Badan Pusat Statistik Propinsi Bali dan Kantor Desa/Kelurahan tentang: data penduduk, data usia potensial melakukan perjalanan, dan teori lainnya didapat dari literatur, jurnal ilmiah dan internet.
3.6.
Survei Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Untuk survei pendahuluan, setiap kelurahan/desa yang termasuk dalam
wilayah studi diambil beberapa rumah tangga sesuai koridor pelayanan, yang nantinya akan digunakan untuk menentukan jumlah sampel saat survei secara menyeluruh. Perhitungan secara statistik dalam penentuan jumlah sampel dapat dilihat pada Tabel C.1, Tabel C.2 dan Tabel C.3 terlampir di halaman 139 – 141. Perhitungan jumlah sampel Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa sebagai berikut : Standar Deviasi :
S = S =
( x x)
2
n
73,3200 60
= 1,252
54
Acceptable Sampling Error (Se) = 0,05 x mean parameter = 0,05 x 4,300 = 0,215 Acceptable Standar Error (Se (x)) = Se / 1,96 = 0,215 / 1,96 = 0,110 Jumlah Sampel:
n’ =
S2 1,252 2 = = 130,27 ≈ 131 ( Se( X ) ) 2 0,110 2
Jadi jumlah rumah tangga sebagai sampel dalam survei sebanyak 131 KK. Perhitungan jumlah sampel Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan Kuta sebagai berikut : Standar Deviasi :
S = S =
( x x)
2
n
37.6685 = 1,141 33
Acceptable Sampling Error (Se) = 0,05 x mean parameter = 0,05 x 4,4848 = 0,224 Acceptable Standar Error (Se (x)) = Se / 1,96 = 0,224 / 1,96 = 0,114
S2 1,1412 Jumlah Sampel : n’ = = = 99,54176939 ≈ 100 ( Se( X ) ) 2 0,114 2 Jadi jumlah rumah tangga sebagai sampel dalam survei sebanyak 100 KK. Perhitungan jumlah sampel Trayek III: Darmasaba – Jl.Nangka – Kota – Renon sebagai berikut : Standar Deviasi :
S =
S =
( x x)
2
n
49.0265 = 1,021 48
Acceptable Sampling Error (Se) = 0,05 x mean parameter = 0,05 x 3,833 = 0,224 Acceptable Standar Error (Se (x)) = Se / 1,96 = 0,215 / 1,96 = 0,192
S2 1,0212 Jumlah Sampel : n’ = = = 109,093303 ≈ 110 ( Se( X ) ) 2 0,192 2
55
Jadi jumlah rumah tangga sebagai sampel dalam survei sebanyak 110 KK. Berdasarkan
perhitungan
tersebut,
maka
dilakukan
survei
secara
keseluruhan dimana jumlah keluarga atau rumah tangga yang terlibat merupakan perkalian antara prosentase luas wilayah koridor dengan jumlah sampel (kepala keluarga) yang terlibat dalam Home Interview Survey seperti Tabel C.4, Tabel C.5 dan Tabel C.6 terlampir di halaman 142 – 144. Dan sesuai jumlah yang dihitung dilakukan survei wawancara terhadap keluarga yang sudah ditentukan tersebut (Hasil Kompilasi Tabel C.7, Tabel C.8 dan Tabel C.9 terlampir di halaman 145 – 170).
3.7.
Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan pendahuluan analisis data, meliputi :
a.
Editing : merupakan kegiatan peninjauan terhadap data yang telah
dikumpulkan melalui survei dan melakukan perbaikan atau melengkapi data. b.
Koding : merupakan kegiatan pemberian koda data yang dikumpulkan sesuai
metode regresi logistik yang digunakan dalam analisis.
3.8.
Tabulasi Data Tabulasi data bertujuan untuk memberikan keterangan dan analisis awal
dari kontribusi masing-masing faktor terhadap pemilihan moda dengan berbagai faktornya, sementara berdasarkan faktor penentuan pilihan jenis angkutan umum dilihat dari hasil Home Interview Survey berupa maksud perjalanan, jarak tempuh, tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan penduduk.
56
Selain
itu tabulasi data merupakan langkah yang dilakukan setelah
pengolahan data, yaitu mengorganisasikan data yang telah diedit dan diberi koda. Kegiatannya sampai dengan proses penyusunan data kedalam bentuk tabel. Tujuan pentabulasian adalah memberi informasi dan analisis dari kontribusi masing-masing faktor terhadap pemilihan moda.
3.9.
Analisis Data Variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang
mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Sugiyono, 2004). Variabel Independen sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent, yang dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Sedangkan Variabel Dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen, yang dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Mengingat banyaknya faktor/variabel yang berkontribusi dalam pemilihan moda lalu lintas, maka faktor yang dianalisis hanya berdasarkan data yang didapat dari survai home interview survey. Dari data tersebut dikategorikan sebagai variabel bebas yang dikelompokkan dari informasi sosial-ekonomi antara lain: kepemilikan kendaraan bermotor dan tidak bermotor, pendapatan bulanan, lokasi pekerjaan dan sekolah, jumlah perjalanan serta waktu perjalanan dan dari
57
informasi demografi adalah: jumlah anggota keluarga yang bekerja, jumlah yang sekolah, jumlah yang tidak bekerja/sekolah. Sedangkan
data
variabel
tidak
bebas
model regresi logistik,
merupakan variabel kategori atau variabel diskrit, sementara variabel bebas dapat berupa variabel diskrit dan/atau variableel kontinyu yang pada umumnya mempunyai skala nominal (dari data kualitatif di kuatifikasikan), maka dalam menganalisis data tersebut dibuat variabel bantuan yang disebut “variabel dummy”. Pendefinisian variabel bebas di dalam pemodelannya adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas jumlah orang dalam keluarga, jumlah yang bekerja, jum lah pelajar, anggota keluarga yang berumur 5-65 tahun, kepemilikan kendaraan untuk mewakili informasi umum rumah tangga. 2. Variabel bebas pendidikan, pendapatan bulanan, pekerjaan dan lokasi pekerjaan untuk mewakili informasi anggota keluarga. 3. Variabel bebas maksud perjalanan, frekwensi perjalanan, waktu perjalanan untuk mewakili informasi perjalanan. Langkah selanjutnya adalah reduksi variabel bebas dengan tujuan menyeleksi variabel bebas yang akan diikutsertakan di dalam model (variable selection). Penyeleksian dilakukan untuk menguji signifikansi dari klasifikasi setiap variabel. Dengan
adanya
klasifikasi
tersebut
menyebabkan
diperlukannya
pengkodean variabel bebas di dalam pemodelan. Pengkodean ini disebut dengan
58
istilah pengkodean variabel dummy. Sementara untuk variabel tidak bebas adalah didefinisikan sebagai kendaraan umum (kode=1) dan kendaraan pribadi (kode=0), sedangkan pengkodean variabel bebas mengacu pada kajian masalah yang menganalisis faktor yang mempengaruhi pemilihan moda, faktor penentuan pemilihan jenis angkutan/moda. Pengkodean variabel dummy terlihat sebagai berikut: Tabel 3.1 Pengkodean Variabel Dummy No.
1. 2.
3.
Variabel
Pemilihan moda
Nama di dalam model
Y
Klasifikasi
Kode
Kendaraan Pribadi Kendaraan Umum Informasi Demografi Rumah Tangga - Jumlah anggota keluarga X1 BEKERJA < 2 orang yang bekerja > 2 orang
0 1
- Jumlah anggota keluarga yang sekolah/pelajar
< 2 orang > 2 orang
1 2
- Jumlah anggota keluarga X3 BUKERJAR < 2 orang yang bukan bekerja dan > 2 orang bukan pelajar Informasi Sosial-Ekonomi Rumah Tangga - Kepemilikan kendaraan X4 BERMOTOR < 2 unit bermotor > 2 unit
1 2
- Kepemilikan kendaraan tidak bermotor
X5
TDKMOTOR
< 2 unit > 2 unit
1 2
- Pendapatan bulanan
X6
DAPATBUL
< Rp.1 juta Rp.1 juta–Rp.3 juta > Rp. 3 juta
0 1 2
- Jumlah perjalanan bekerja
X7
JALKERJA
< 2 rit > 2 rit
1 2
- Jumlah perjalanan sekolah
X8
JALSEKOL
< 2 rit > 2 rit
1 2
- Jumlah perjalanan lainnya
X9
LAINNYA
< 2 rit > 2 rit
1 2
X2
PILMODA
PELAJAR
1 2
1 2
Analisis berikutnya adalah memasukkan parameter model ke dalam persamaan regresi logistik, memasukkan variabel bebas. Kemudian dilakukan uji
59
kelayakan untuk menjelaskan hubungan antara faktor-faktor pemilihan moda. Selanjutnya adalah interpretasi model untuk menentukan pengaruh dan besarnya probabilitas masing-masing variabel bebas didalam pemilihan moda, kemudian dapat didiskripsikan secara kualitatif. Dari kegiatan reduksi variabel bebas yang bertujuan untuk menyeleksi variabel bebas yang akan diikutsertakan di dalam model (variable selection). Jika dari analisis korelasi menunjukkan tidak ada ketergantungan antara masingmasing variabel bebas maka semua variabel bebas tersebut dapat dinominasikan sebagai faktor penduga. Dari seleksi ini, untuk langkah selanjutnya adalah dengan melakukan seleksi variabel masing-masing faktor, misalnya apakah semua variabel dalam salah satu faktor dapat diikut sertakan pada model. Selanjutnya dilakukan analisis potensi permintaan angkutan umum dengan menggunakan analisis penentuan angka kepemilikan kendaraan pribadi, penentuan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi, penentuan jumlah penduduk usia potensial melakukan pergerakan dan penentuan jumlah permintaan angkutan penumpang umum seperti diuraikan pada Bab II.
3.10. Pemodelan dengan Regresi Logistik dan Interpretasi Model Persamaan regresi logistik untuk pemilihan moda adalah sebagai berikut : Y ln p /(1 p) 0 1 X1 ......... n X n .............................................(3.1) dimana : Y = pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi X1,..n = variabel bebas, β0,1,n = parameter model dengan n adalah klasifikasi masing-masing kategori variabel bebas.
60
Setelah model pemilihan moda diperoleh maka selanjutnya dilakukan uji kelayakan model (goodness of fit) yaitu dengan menggunakan metode HosmerLemeshow. Uji kelayakan dalam penelitian ini dilakukan sebagai indikator kelayakan model di dalam menjelaskan hubungan antara faktor pemilihan angkutan umum dan angkutan pribadi. Hasil uji kelayakan model dalam beberapa kasus memberikan hasil tingkat keberartian yang rendah yaitu (Prob > k2 = (< 0.05)). Hal ini tidak berarti bahwa pemodelan harus diulangi lagi karena pemilihan variabel bebas (variable selection and inclusion) sudah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Apabila hal ini terjadi maka yang dapat disimpulkan adalah model yang dikembangkan hanya mampu menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan tidak bebas kurang dari 95% (mungkin 90%, 80%, 70%, atau lebih kecil). Selain itu ada faktor-faktor lain yang juga memiliki pengaruh selain dari data yang tersedia yang diikutsertakan di dalam model tersebut. Selanjutnya dilakukan interpretasi model untuk menentukan pengaruh dan besarnya probabilitas dari masing-masing variabel bebas di dalam pemilihan moda secara kuantitatif, hasil ini kemudian dideskripsikan secara kualitatif. Dari hasil pemodelan dan interpretasi model maka dapat dideskripsikan secara kualitatif faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda (baik angkutan umum maupun angkutan pribadi). Deskripsi ini diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian yang tertera dalam bentuk simpulan penelitian serta hal-hal yang perlu disarankan.
61
BAB IV DESKRIPSI DATA 4.1. Data untuk Trayek I: Terminal Mengwi – Kota - Pelabuhan Benoa Dari data yang diperoleh untuk Trayek I: Terminal Mengwi - Kota – Pelabuhan Benoa (untuk selanjutnya disebut Trayek I), kemudian dikompilasi baik dalam bentuk tabel maupun diagram agar memberi kemudahan dalam melakukan analisis, dimana data tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti: 4.1.1.
Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek I
Data jumlah kepala keluarga (KK), jumlah penduduk dan jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan berdasarkan data dasar profil kelurahan/desa yang dilibatkan pada Trayek dapat dilihat pada Tabel 4.1 seperti dibawah ini. Tabel 4.1 Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek I No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kelurahan / Desa Mengwitani Kapal Abianbase Lukluk Sempidi Ubung Kaja Peguyangan Ubung Pemecutan Kaja Dauh Puri Kaja Pemecutan Dangin Puri Kauh Dangin Puri Dauh Puri Kangin Dauh Puri Dangin Puri Kelod Dauh Puri Kelod Panjer Sesetan Pedungan
Sumber : BPS Propinsi Bali, 2010
Jumlah Kepala Keluarga
Jumlah Penduduk
1451 2262 1169 1466 1151 3864 3072 2093 9160 3024 3241 5452 2356 1068 4392 3103 5453 6886 7819 4503
6942 10948 5646 6727 5375 15180 12053 8236 36018 16119 20879 22058 9241 4316 11431 15859 16912 25682 40267 23179
Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan 6073 9231 4672 5874 4643 13340 10589 7237 31649 14163 18542 21428 8035 3829 10153 13841 15022 22264 34905 20097
62
45000 40267 40000 Jumlah orang/jiwa
36018 35000
34905
31649
30000 25682 25000 20000 15000 10000 5000
15180 13340 12053 10589 8236 7237 6727 5874 5646 5375 4672 4643
10948 9231 6942 6073
22264
22058 20879 21428 18542 16119 14163
23179 20097
9241 8035
16912 15859 15022 13841 11431 10153
4310 3829
0
Kelurahan / Desa Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan
Gambar 4.1 Diagram Prosentase Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek I Dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa Kelurahan/Desa Pemecutan Kaja memiliki jumlah KK terbesar yakni 9.160 KK. Kelurahan/Desa Sesetan mempunyai jumlah KK terbesar kedua yaitu 7.819 KK dan jumlah KK terkecil terdapat pada Kelurahan/Desa Dauh Puri Kangin, yakni 1.068 KK. Jumlah KK menjadi bahan perhitungan jumlah sampel, keluarga yang dilibatkan dalam wawancara di rumah adalah unit KK yang terdapat pada 400 meter di sisi kiri dan 400 meter di sisi kanan ruas jalan/rute. Selain jumlah KK juga digambarkan Jumlah Penduduk Total adalah jumlah penduduk secara keseluruhan yang berdomisili di kelurahan/desa, dimana data ini semua tercatat dengan rinci baik penduduk pendatang, penduduk yang pergi, lahir dan meninggal pada laporan bulanan kelurahan/desa. Seperti halnya jumlah kepala keluarga, maka jumlah penduduk terbanyak adalah Kelurahan/Desa Sesetan sebanyak 40.267 jiwa, jumlah penduduk yang kedua terbesar adalah Ke-
63
lurahan/Desa Pemecutan Kaja
sebesar 36.018 jiwa, sedangkan yang terkecil
adalah Kelurahan/Desa Dauh Puri Kangin sebanyak 4.310 jiwa. Dari sisi Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan adalah penduduk yang berusia antara 5 – 65 tahun, baik ke tempat bekerja, ke sekolah, berbelanja, rekreasi atau tempat lainnya. Dari data yang ditampilkan (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1) diketahui bahwa jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan terbanyak adalah penduduk Kelurahan/Desa Sesetan sebanyak 34.095 orang, yang kedua terbesar adalah Kelurahan/Desa Pemecutan Kaja sebesar 31.649 orang, sedangkan jumlah penduduk potensial melakukan perjalanan yang terkecil adalah Kelurahan/Desa Dauh Puri Kangin sebanyak 3.829 orang.
4.1.2. Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek I Dari Gambar 4.2 berikut ini menggambarkan jumlah kendaraan yang dimiliki penduduk untuk Trayek I. 3000 2599
2586
2639
2500 1973
Jumlah unit
2000 1650
1973
1951
1734
1634
1500
1341 1212
1431
1341
1126
1098 983
1000
780
800
789
750 495
500
364 234
225
237
240
780
776
338
402
402
490
592
592
585 429 295
329
0
Kelurahan / Desa Kendaraan Roda Dua
Kendaraan Roda Empat
Gambar 4.2 Diagram Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek I
792 520
64
Terlihat bahwa jumlah kepemilikan sepeda motor jauh lebih besar dibandingkan dengan mobil, artinya menunjukkan bahwa moda transportasi yang dominan adalah sepeda motor (kendaraan roda dua).
4.1.3. Analisis Sosial Ekonomi Trayek I Data hasil survei dianalisis dengan pengelompokkan sesuai parameter yang berkaitan dengan transportasi serta lalu lintas, sebagai representansi dari masyarakat di daerah studi. Pengelompokkan tersebut sebagai berikut: 1. Informasi demografi rumah tangga, antara lain: jumlah anggota keluarga yang bekerja, yang sekolah/pelajar dan jumlah anggota keluarga yang bukan pekerja dan bukan sekolah/pelajar 2. Informasi sosial-ekonomi rumah tangga, antara lain: kepemilikan kendaraan baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor, pendapatan bulanan dan jumlah perjalanan baik ke tempat bekerja, ke sekolah atau ke tempat lainnya (misal: berbelanja, rekreasi dll.). 3. Informasi tentang keinginan beralih moda dengan memberi alternatif, apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa trayek yang jelas), apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan penjadualan yang tetap dan jelas, dan apabila digunakan armada bus kecil dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (seperti waktu/jadwal tetap, tersedia halte, fasilitas AC). Dari pengelompokkan tersebut didapat data sebagai tergambar dalam diagram-diagram berikut ini.
65
1. Jumlah Anggota Keluarga Dari data survei wawancara jumlah kepala keluarga dipengaruhi oleh jumlah orang yang sudah berkeluarga. Umumnya satu keluarga terdiri dari satu kepala keluarga dengan beberapa anggota keluarga, yang dalam penyajiannya dibedakan atas kategori < 3 orang, 4 orang, 5 orang, 6 orang dan > 6 orang sesuai
Jumlah Orang (%)
Gambar 4.3 berikut ini.
40 30
34 24
22
20 12
10
8
0 =<3 orang 4 orang
5 orang
6 orang
>6 orang
Jumlah Anggota Keluarga (orang) Gambar 4.3 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga untuk Trayek I Dari diagram prosentase jumlah anggota keluarga 4 orang merupakan jumlah terbanyak, yang akan berpengaruh besar terhadap jumlah pergerakan masing-masing keluarga. 2. Jumlah Pekerja, Pelajar/Sekolah dan Bukan Pekerja maupun Bukan Pelajar/Sekolah dalam Keluarga Data ini merupakan data profesi anggota keluarga, yang dikategorikan dari < 2 orang, 3 orang, 4 orang, dan >4 orang. Untuk data pelajar dikategorikan dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, begitu juga untuk kategori yang bukan pekerja dan juga bukan pelajar/sekolah terdiri dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, terlihat seperti pada Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 berikut ini.
66
Gambar 4.4 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bekerja untuk Trayek I
Gambar 4.5 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Pelajar/Sekolah untuk Trayek I
Gambar 4.6 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bukan Pekerja dan Bukan Pelajar/Sekolah (Bukerjar) untuk Trayek I
67
Prosentase yang diperoleh diatas merupakan gambaran potensi pergerakan masyarakat di koridor pelayanan rute, baik untuk perjalanan menuju tempat bekerja, ke sekolah, ke tempat rekreasi, berbelanja atau aktivitas lainnya. 3. Pendapatan Bulanan Besar pendapatan per bulan setiap kepala keluarga mencerminkan kemampuan suatu keluarga baik dalam hal memiliki rumah tinggal, kendaraan pribadi (sepeda, motor atau mobil), walaupun hal ini masih bersifat relatif, karena masih dipengaruhi oleh besar kebutuhan rumah tangga masing-masing (kebutuhan sandang, pangan dan papan serta biaya pendidikan). Namun demikian besar pendapatan ini merupakan penunjang karakteristik perjalanan, dan berikut ini Gambar 4.7 menunjukkan komposisi besar pendapatan keluarga untuk Trayek I. Dari diagram menunjukkan bahwa prosentase tertinggi pendapatan adalah keluarga
dengan
pendapatan
lebih
besar
dari
Rp.1.000.000,--
sampai
Rp.3.000.000,-- sebesar 47%, sedangkan pendapatan terendah lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- dengan prosentase sebesar 7%, sementara yang berpenghasilan diatas Rp.5.000.000,-- sebesar 19%.
Gambar 4.7 Diagram Prosentase Besar Pendapatan Keluarga untuk Trayek I
68
4. Kepemilikan kendaraan Kendaraan pribadi yang dimiliki oleh suatu keluarga baik berupa sepeda, motor, mobil atau yang lainnya seperti Gambar 4.8, 4.9 dan 4.10, dimana kepemilikan kendaraan pribadi menjelaskan tinggi atau rendahnya karakteristik kendaraan keluarga sebagai moda perjalanan yang digunakan oleh penduduk di sepanjang koridor pelayanan.
Gambar 4.8 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda untuk Trayek I
Gambar 4.9 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda Motor untuk Trayek I
69
Gambar 4.10 Diagram Prosentase Kepemilikan Mobil untuk Trayek I
Dengan gambaran diagram tersebut menunjukkan bahwa untuk koridor ini setiap KK setidak-tidaknya memiliki 1 unit sepeda (prosentase kepemilikan sebesar 51%), sementara setiap KK yang memiliki 2 unit motor (prosentase kepemilikan sebesar 42%), sedangkan kepemilikan mobil terlihat berimbang antara yang memiliki 1 unit sebesar 47% dengan tidak memiliki mobil sebesar 45%. Terlihat bahwa prosentase tidak memiliki mobil cukup besar dari penduduk di sepanjang koridor pelayanan berbeda halnya dengan kepemilikan sepeda motor.
4.1.4. Minat Masyarakat Terhadap Pemakaian Angkutan Umum Dari hasil wawancara tentang minat masyarakat terhadap angkutan umum, dengan beberapa alternatif didapat seperti Gambar 4.11 berikut ini menunjukkan minat masyarakat di Koridor Trayek I terhadap angkutan umum (khususnya bus kecil) paling tinggi apabila dibandingkan dengan jenis lainnya (misal: mikrolet). Adapun alternatif yang dipilih dalam wawancara menunjukkan beberapa kondisi antara lain:
70
a. alternatif
I apabila trayek/rute dengan moda armada angkutan umum
(bemo) dan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa jadwal yang jelas), maka responden menjawab “Ya” sebanyak 37% dan “Tidak” sebanyak 63%. b. alternatif II apabila trayek/rute dengan moda armada angkutan umum (bemo) tetapi dengan waktu/penjadwalan yang tetap dan jelas, maka responden menunjukkan minat yang meningkat terhadap angkutan umum dengan menjawab “Ya” sebanyak 53% dan “Tidak” sebanyak 47%. c. alternatif III apabila trayek/rute dengan moda bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.), maka minat terhadap angkutan umum meningkat tajam, yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 74% dan “Tidak” sebanyak 26%.
Gambar 4.11 Diagram Minat Masyarakat Terhadap Pemakaian Angkutan Umum Trayek I
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa minat terhadap angkutan umum sebenarnya cukup besar terutama alternatif III, tetapi dikehendaki harus dengan perubahan secara menyeluruh dan tentu saja dengan tarif yang memadai, sehingga pada kajian ini yang dimodelkan hanya untuk alternatif III saja.
71
4.2. Data untuk Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta Dari data yang diperoleh untuk Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta (untuk selanjutnya disebut Trayek II), kemudian dikompilasi baik dalam bentuk tabel maupun
diagram agar memberi kemudahan dalam melakukan
analisis, dimana data tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti:
4.2.1. Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek II Sebagaimana halnya pada Trayek I, data jumlah kepala keluarga (KK), jumlah penduduk dan jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan berdasarkan data dasar profil kelurahan/desa yang dilibatkan pada koridor pelayanan Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta dapat dilihat pada Tabel 4.2 serta Gambar 4.12 seperti dibawah ini. Tabel 4.2 Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek II
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kelurahan / Desa Mengwitani Kapal Abianbase Buduk Dalung Kerobokan Kaja Kerobokan Kerobokan Kelod Seminyak Legian Kuta
Sumber : BPS Propinsi Bali, 2010
Jumlah Kepala Keluarga
Jumlah Penduduk
1451 2262 1169 1063 4366 3141 1799 1956 832 986 2800
6942 10948 5646 5657 17611 13210 7739 8024 4153 3422 11856
Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan 6073 9231 4672 4835 14897 12048 6656 6827 3631 2924 10574
72
20000 17611
18000 16000
14897
Jumlah orang/jiwa
14000
13210 12048
12000 10000 8000
10574 9231 8024
7739 6942 6073
6000
11856
10948
6656 5646
6827
5657 4672
4835
4153
4000
3631 3422
2924
2000 0
Kelurahan / Desa Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan
Gambar 4.12 Diagram Prosentase Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek II Dari Gambar 4.12 dapat diketahui bahwa Kelurahan/Desa Dalung memiliki jumlah KK terbesar yakni 4.366 KK. Kelurahan/Desa Kerobokan Kaja mempunyai jumlah KK terbesar kedua yaitu 3.141 KK dan jumlah KK terkecil terdapat pada Kelurahan/Desa Seminyak, yakni 832 KK. Jumlah KK menjadi bahan perhitungan jumlah sampel, keluarga yang dilibatkan dalam wawancara di rumah adalah unit KK yang terdapat pada 400 meter di sisi kiri dan 400 meter di sisi kanan ruas jalan/rute. Selain jumlah KK juga digambarkan Jumlah Penduduk Total adalah jumlah penduduk secara keseluruhan yang berdomisili di kelurahan/desa, dimana data ini semua tercatat dengan rinci baik penduduk pendatang, penduduk yang pergi, lahir dan meninggal pada laporan bulanan kelurahan/desa. Seperti halnya jumlah kepala keluarga, maka jumlah penduduk terbanyak adalah Kelurahan/Desa Dalung sebanyak 17.611 jiwa, jumlah penduduk yang kedua terbesar adalah Ke-
73
lurahan/Desa Kerobokan Kaja
sebesar 13.210 jiwa, sedangkan yang terkecil
adalah Kelurahan/Desa Legian sebanyak 3.422 jiwa. Dari sisi Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan adalah penduduk yang berusia antara 5 – 65 tahun, baik ke tempat bekerja, ke sekolah, berbelanja, rekreasi atau tempat lainnya. Dari data yang ditampilkan (Tabel 4.2 dan Gambar 4.12) diketahui bahwa jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan terbanyak adalah penduduk Kelurahan/Desa Dalung sebanyak 14.897 orang, yang kedua terbesar adalah Kelurahan/Desa Kerobokan Kaja sebesar 12.048 orang, sedangkan jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan yang terkecil adalah Kelurahan/Desa Legian sebanyak 2.924 orang.
4.2.2. Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek II 3500 3040
3000
Jumlah Unit
2500
2263
2000
1765
1650
1438
1500
1103
1080 912
1000
780
750
500 234
681
568
495 225
530 324
431
679 401
204
170
0
Kelurahan / Desa Kendaraan Roda Empat
Kendaraan Roda Dua
Gambar 4.13 Diagram Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek II Dari Gambar 4.13 diatas,
dapat digambarkan kepemilikan kendaraan
penduduk untuk Trayek II. Seperti halnya pada Trayek I, terlihat bahwa jumlah
74
kepemilikan sepeda motor jauh lebih besar dibandingkan dengan mobil, hal itu menunjukkan bahwa moda transportasi yang dominan adalah sepeda motor atau kendaraan roda dua.
4.2.3. Analisis Sosial Ekonomi Trayek II Dari hasil survei, kemudian dianalisis dengan pengelompokkan sesuai parameter yang berkaitan dengan transportasi serta lalu lintas sebagai representansi dari masyarakat di daerah studi. Pengelompokkan tersebut sebagai berikut: 1. Informasi demografi rumah tangga, antara lain: jumlah anggota keluarga yang bekerja, yang sekolah/pelajar dan jumlah anggota keluarga yang bukan pekerja dan bukan sekolah/pelajar 2. Informasi sosial-ekonomi rumah tangga, antara lain: kepemilikan kendaraan baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor, pendapatan bulanan dan jumlah perjalanan baik ke tempat bekerja, ke sekolah atau ke tempat lainnya (misal: berbelanja, rekreasi dll.). 3. Informasi tentang keinginan beralih moda dengan memberi alternatif, apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa trayek yang jelas), apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan penjadualan yang tetap dan jelas, dan apabila digunakan armada bus kecil dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (seperti waktu/jadwal tetap, tersedia halte, fasilitas AC). Dari pengelompokkan didapat data untuk Trayek II sebagai tergambar dalam diagram-diagaram berikut ini.
75
1. Jumlah Anggota Keluarga Dari data survei wawancara jumlah kepala keluarga dipengaruhi oleh jumlah orang yang sudah berkeluarga. Umumnya satu keluarga terdiri dari satu kepala
keluarga
dengan
beberapa
anggota
keluarga,
yang
dalam
penggambarannya dibedakan atas kategori < 3 orang, 4 orang, 5 orang, 6 orang dan > 6 orang. Dalam hal ini terlihat bahwa prosentase jumlah anggota keluarga 4 orang merupakan jumlah terbanyak pada KK di koridor pelayanan Trayek II.
Gambar 4.14 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga untuk Trayek II
2. Jumlah Pekerja, Pelajar/Sekolah dan Bukan Pekerja maupun Bukan Pelajar/Sekolah dalam Keluarga Data ini merupakan data profesi anggota keluarga, yang dikategorikan dari < 2 orang, 3 orang, 4 orang, dan >4 orang. Untuk data pelajar dikategorikan dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, begitu juga untuk kategori yang bukan pekerja dan juga bukan pelajar/sekolah terdiri dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, terlihat seperti pada Gambar 4.15, 4.16 dan 4.17 berikut ini.
76
Gambar 4.15 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bekerja untuk Trayek II
Gambar 4.16 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Pelajar/Sekolah untuk Trayek II
Gambar 4.17 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bukan Pekerja dan Bukan Pelajar/Sekolah (Bukerjar) untuk Trayek II
77
Prosentase yang diperoleh diatas merupakan gambaran potensi pergerakan masyarakat di koridor pelayanan rute, baik untuk perjalanan menuju tempat bekerja, ke sekolah, ke tempat rekreasi, berbelanja atau aktivitas lainnya. 3. Pendapatan Bulanan Besar pendapatan per bulan setiap kepala keluarga mencerminkan kemampuan suatu keluarga baik dalam hal memiliki rumah tinggal, kendaraan pribadi (sepeda, motor atau mobil), walaupun hal ini masih bersifat relatif, karena masih dipengaruhi oleh besar kebutuhan rumah tangga masing-masing (kebutuhan sandang, pangan dan papan serta biaya pendidikan). Namun demikian, besar pendapatan ini merupakan penunjang karakteristik perjalanan, dan komposisi besar pendapatan keluarga seperti Gambar 4.18 berikut ini. Dari diagram menunjukkan bahwa prosentase tertinggi pendapatan adalah keluarga
dengan
pendapatan
lebih
besar
dari
Rp.1.000.000,--
sampai
Rp.3.000.000,-- sebesar 45%, sedangkan pendapatan terendah lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- prosentasenya sebesar 10%, sementara yang berpenghasilan diatas Rp.5.000.000,-- sebesar 16%.
Gambar 4.18 Diagram Prosentase Besar Pendapatan Keluarga untuk Trayek II
78
4. Kepemilikan kendaraan Kendaraan pribadi yang dimiliki oleh suatu keluarga baik berupa sepeda, motor, mobil atau yang lainnya seperti Gambar 4.19, 4.20 dan 4.21, dimana kepemilikan kendaraan pribadi menjelaskan tinggi atau rendahnya karakteristik kendaraan keluarga sebagai moda perjalanan yang digunakan oleh penduduk di sepanjang koridor pelayanan. Dari Diagram 4.19 tersebut menunjukkan bahwa untuk koridor pelayanan Trayek II ini 50% KK memiliki 1 unit sepeda, sementara Gambar 4.20 menggambarkan bahwa semua KK memiliki sepeda motor (tidak ada KK yang tidak memiliki sepeda motor). Berbeda halnya dengan kepemilikan mobil pada penduduk di koridor pelayanan Trayek II ini Gambar 4.21 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk tidak memiliki mobil (48%). Prosentase penduduk yang memiliki 1 unit mobil sebesar 35%, sedangkan yang memiliki lebih dari 2 unit mobil sebesar 17%.
Gambar 4.19 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda untuk Trayek II
79
Gambar 4.20 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda Motor untuk Trayek II
Gambar 4.21 Diagram Prosentase Kepemilikan Mobil untuk Trayek II
4.2.4. Minat Masyarakat Terhadap Pemakaian Angkutan Umum Dari hasil wawancara dengan responden tentang minat responden terhadap angkutan umum dari beberapa alternatif didapat seperti Gambar 4.22 berikut ini. Gambaran seperti ini mengindikasikan bahwa minat terhadap angkutan umum cukup besar, tetapi hendaknya dengan perubahan secara menyeluruh seperti jadwal tetap, kondisi kendaraan yang baik (seperti yang disyaratkan dalam alter-
80
natif III) dan tentu saja kalau bisa dengan tarif yang memadai.
Gambar 4.22 Diagram Minat Responden Terhadap Pemakaian Angkutan Umum Untuk Trayek II Gambaran diatas ini menunjukkan minat penduduk di Trayek II terhadap pemakaian angkutan umum khususnya bus kecil paling besar dibandingkan dengan jenis angkutan umum lainnya (mikrolet) dari beberapa alternatif, sebagai berikut: a. alternatif I apabila trayek/rute dengan armada moda angkutan umum (bemo) dan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa jadwal yang jelas), maka responden menjawab “Ya” sebanyak 41% dan “Tidak” sebanyak 59%. b. alternatif II apabila trayek/rute dengan armada moda angkutan umum (bemo) tetapi dengan waktu/penjadwalan yang tetap dan jelas, maka responden menunjukkan minat yang meningkat terhadap angkutan dengan menjawab “Ya” sebanyak 58% dan “Tidak” sebanyak 42%. c. alternatif III apabila trayek/rute dengan moda bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte,
81
dengan fasilitas AC.), maka minat terhadap angkutan umum meningkat tajam, yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 68% dan “Tidak” sebanyak 32%. Gambar 4.22 menunjukkan bahwa minat terhadap angkutan umum cukup besar terutama untuk alternatif III, tetapi dikehendaki harus dengan perubahan secara menyeluruh dan tentu saja kalau bisa dengan tarif yang memadai, sehingga pada kajian ini yang dimodelkan hanya untuk alternatif III saja.
4.3. Data untuk Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon Berdasarkan perolehan data untuk Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Kota - Renon (untuk selanjutnya disebut Trayek III), kemudian dikompilasi dalam bentuk tabel maupun
diagram agar memberi kemudahan dalam melakukan
analisis, dan data tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti: 4.3.1 Jumlah
Kepala Keluarga,
Jumlah
Penduduk dan
Jumlah
Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek III Sebagaimana halnya pada trayek-trayek lainnya, data jumlah kepala keluarga (KK), jumlah penduduk dan jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan berdasarkan data dasar profil kelurahan/desa yang dilibatkan pada koridor pelayanan Trayek Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon (Trayek III) seperti pada Tabel 4.3 serta Gambar 4.23, dimana dapat diketahui bahwa Kelurahan/Desa Dauh Puri Kelod memiliki jumlah KK terbesar yakni 5.453 KK. Sedangkan Kelurahan/Desa Dangin Puri Kauh mempunyai perbedaan hanya 1 KK yaitu yaitu 5.452 KK, dan jumlah KK terkecil adalah Kelurahan/Desa Peguyangan
82
Kaja, yaitu 1.441 KK. Jumlah KK menjadi bahan perhitungan jumlah sampel, keluarga yang dilibatkan dalam wawancara di rumah adalah unit KK yang terdapat pada 400 meter di sisi kiri dan 400 meter di sisi kanan ruas jalan/rute. Tabel 4.3 Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek III No.
Kelurahan / Desa
Jumlah Kepala Keluarga
Jumlah Penduduk
1993 1518 1441 2583 3072 3249 2486 5452 2356 3880 5453 2322 3284 3318 2607 2250
7883 5770 5639 10121 12053 18924 16855 22058 9241 8813 16912 8727 14966 13670 9196 9225
1 Darmasaba 2 Sibang Gede 3 Peguyangan Kaja 4 Peguyangan Kangin 5 Peguyangan 6 Tonja 7 Dangin Puri Kaja 8 Dangin Puri Kauh 9 Dangin Puri 10 Dangin Puri Kangin 11 Dauh Puri Kelod 12 Sumerta Kauh 13 Sumerta Kelod 14 Kesiman 15 Sumerta 16 Sumerta Kaja Sumber : BPS Propinsi Bali, 2010
Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan 6665 4823 4952 8896 10589 16538 14727 21248 8035 7701 15022 7616 13060 11931 8025 8051
25000 22058 21248
20000
18924 16912
Jumlah orang/jiwa
16855 16538
15022
14727
15000
14966 13670 13060 11931
12053
10000
5000
10121 8896 7883 6665 5770 5639 4823 4952
9241 8813 8035 7701
8727 7616
9196 9225 8025 8051
0
Kelurahan / Desa Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan
Gambar 4.23 Diagram Prosentase Jumlah Penduduk dan Jumlah Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan untuk Trayek III
83
Selain jumlah KK, juga digambarkan Jumlah Penduduk Total adalah jumlah penduduk secara keseluruhan yang berdomisili di kelurahan/desa, dimana data ini semua tercatat dengan rinci. Dari pencatatan diperoleh jumlah penduduk terbanyak adalah Kelurahan/Desa Dangin Puri Kauh sebanyak 22.058 jiwa, jumlah penduduk yang kedua terbesar adalah Kelurahan/Desa Tonja sebesar 18.924 jiwa, sedangkan yang terkecil adalah Kelurahan/Desa Peguyangan Kaja sebanyak 5.639 jiwa. Penduduk Usia Potensial Melakukan Perjalanan adalah penduduk yang berusia antara 5 – 65 tahun, baik ke tempat bekerja, ke sekolah, berbelanja, rekreasi atau tempat lainnya. Data yang ditampilkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.23 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan terbanyak adalah penduduk Kelurahan/Desa Dangin Puri Kauh sebanyak 21.428 orang, yang kedua terbesar adalah Kelurahan/Desa Tonja sebesar 16.538 orang, sedangkan jumlah penduduk usia potensial melakukan perjalanan yang paling sedikit adalah Kelurahan/Desa Sibang Gede sebanyak 4.823 orang, dimana Kelurahan/Desa ini memiliki penduduk sebanyak 5.770 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.518 KK. 4.3.2 Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek III Dari Gambar 4.24 menggambarkan kepemilikan kendaraan penduduk untuk Trayek III sama di semua koridor trayek pelayanan, dimana jumlah kepemilikan sepeda motor selalu jauh lebih besar dibandingkan dengan mobil, yang memberi arti bahwa moda transportasi yang dominan adalah sepeda motor (kendaraan roda dua), yang disebabkan banyaknya kemudahan sesorang memiliki
84
sepeda motor yang dapat dilakukan secara angsuran dengan agunan ringan. 3500 3024
3000
2738
2645
2586
2658
2500 Jumlah unit
2120 1979
2000 1558
1500
899
794 467
594 429
295
1913
1126
983
1000
1921
1431
1430 1162
500
1951
349
338
585
821
776
797
576
636
574
429
0
Kelurahan / Desa Kendaraan roda empat
Kendaraan roda dua
Gambar 4.24 Diagram Jumlah Kepemilikan Kendaraan untuk Trayek III
4.3.3 Analisis Sosial Ekonomi Trayek III Data hasil survei dianalisis dengan melakukan pengelompokkan sesuai parameter yang berkaitan dengan transportasi serta lalu lintas sebagai representansi dari masyarakat di daerah studi. Pengelompokkan tersebut sebagai berikut: 1. Informasi demografi rumah tangga, antara lain: jumlah anggota keluarga yang bekerja, yang sekolah/pelajar dan jumlah anggota keluarga yang bukan bekerja dan bukan sekolah/pelajar 2. Informasi sosial-ekonomi rumah tangga, antara lain: kepemilikan kendaraan baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor, pendapatan bulanan dan jumlah perjalanan baik ke tempat bekerja, ke sekolah atau ke tempat lainnya (misal: ke tempat ibadah, rekreasi dll.).
85
3. Informasi tentang keinginan beralih moda dengan memberi alternatif, apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa trayek yang jelas), apabila digunakan armada angkutan umum (bemo) dengan penjadwalan yang tetap dan jelas, dan apabila digunakan armada bus kecil dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (seperti waktu/jadwal tetap, tersedia halte, fasilitas AC). Dari pengelompokkan tersebut didapat data sebagai berikut: 1. Jumlah Anggota Keluarga Dari data survei wawancara jumlah kepala keluarga dipengaruhi oleh jumlah oang yang sudah berkeluarga. Umumnya satu keluarga terdiri dari satu kepala
keluarga
dengan
beberapa
anggota
keluarga,
yang
dalam
penggambarannya dibedakan atas kategori < 3 orang, 4 orang, 5 orang, 6 orang dan > 6 orang. Dalam Gambar 4.25 terlihat prosentase jumlah anggota keluarga 4 orang merupakan jumlah terbanyak pada KK di koridor pelayanan Trayek III.
Gambar 4.25 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga untuk Trayek III
86
2. Jumlah Pekerja, Pelajar/Sekolah dan Bukan Pekerja maupun Bukan Pelajar/Sekolah dalam Keluarga Data ini merupakan data profesi anggota keluarga, yang dikategorikan dari < 2 orang, 3 orang, 4 orang, dan >4 orang. Untuk data pelajar dikategorikan dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, begitu juga untuk kategori yang bukan pekerja dan juga bukan pelajar/sekolah terdiri dari 0 orang, 1 orang, 2 orang, dan > 2 orang, terlihat seperti pada Gambar 4.26, 4.27 dan 4.28 berikut ini.
Gambar 4.26 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bekerja untuk Trayek III
Gambar 4.27 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Pelajar/Sekolah untuk Trayek III
87
Gambar 4.28 Diagram Prosentase Jumlah Anggota Keluarga Yang Bukan Pekerja dan Bukan Pelajar/Sekolah (Bukerjar) untuk Trayek III Prosentase yang diperoleh diatas merupakan gambaran potensi pergerakan masyarakat di koridor pelayanan rute, baik untuk perjalanan menuju tempat bekerja, ke sekolah, ke tempat rekreasi, berbelanja atau aktivitas lainnya. 3. Pendapatan Bulanan Besar pendapatan per bulan setiap kepala keluarga menggambarkan kemampuan suatu keluarga baik dalam hal memiliki rumah tinggal, kendaraan pribadi (sepeda, motor atau mobil), walaupun hal ini masih bersifat relatif, karena masih dipengaruhi oleh besar kebutuhan rumah tangga masing-masing (kebutuhan sandang, pangan, papan dan biaya pendidikan). Namun demikian, besar pendapatan ini merupakan penunjang karakteristik perjalanan, dan gambaran besar pendapatan keluarga seperti Gambar 4.29 berikut ini. Dari diagram menunjukkan bahwa prosentase tertinggi pendapatan adalah keluarga
dengan
pendapatan
lebih
besar
dari
Rp.1.000.000,--
sampai
Rp.3.000.000,-- sebesar 42%, sedangkan pendapatan terendah lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- dengan prosentase sebesar 16%, sementara yang berpenghasilan
88
diatas Rp.5.000.000,-- sebesar 23%.
Gambar 4.29 Diagram Prosentase Besar Pendapatan Keluarga untuk Trayek III 4. Kepemilikan kendaraan Kendaraan pribadi yang dimiliki oleh suatu keluarga baik berupa sepeda, motor, mobil atau yang lainnya seperti Gambar 4.30, 4.31 dan 4.32, dimana kepemilikan kendaraan pribadi menjelaskan tinggi atau rendahnya karakteristik kendaraan keluarga sebagai moda perjalanan yang digunakan oleh penduduk dalam melayani pergerakan dalam memenuhi kebutuhannya.
Gambar 4.30 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda untuk Trayek III
89
Gambar 4.30 menunjukkan bahwa untuk koridor ini 50% KK memiliki 1 unit sepeda, sedangkan kepemilikan sepeda motor Gambar 4.31 pada penduduk di koridor pelayanan Trayek III ini sebagian besar penduduk memiliki 2 unit setiap KK (43%), dan dari Gambar 4.32 sebagian besar penduduk tidak memiliki mobil dengan prosentase sebesar 49%, sedangkan prosentase penduduk yang memiliki 1 unit mobil sebesar 36%.
Gambar 4.31 Diagram Prosentase Kepemilikan Sepeda Motor untuk Trayek III
Gambar 4.32 Diagram Prosentase Kepemilikan Mobil untuk Trayek III
4.3.4 Minat Masyarakat Terhadap Pemakaian Angkutan Umum Dari hasil wawancara dengan responden tentang minat responden terhadap angkutan umum untuk beberapa alternatif didapat seperti Gambar 4.33 berikut ini.
90
Gambar 4.33 Diagram Minat Responden Terhadap Pemakaian Angkutan Umum untuk Trayek III Gambaran diatas ini menunjukkan minat penduduk di Trayek III terhadap pemakaian angkutan umum khususnya bus kecil paling besar dibandingkan dengan jenis angkutan umum lainnya (mikrolet), sebagai berikut: a. alternatif I apabila trayek/rute dengan moda armada angkutan umum (bemo) dan tingkat pelayanan seperti sekarang (tanpa jadwal yang jelas), maka responden menjawab “Ya” sebanyak 42% dan “Tidak” sebanyak 58%. b. alternatif II apabila trayek/rute dengan moda armada angkutan umum (bemo) tetapi dengan waktu/penjadwalan yang tetap dan jelas, maka responden menunjukkan minat yang meningkat terhadap angkutan dengan menjawab “Ya” sebanyak 52% dan “Tidak” sebanyak 48%. c. alternatif III apabila trayek/rute dengan moda bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.), maka minat terhadap angkutan umum meningkat tajam, yaitu yang menjawab “Ya” sebesar 77% dan “Tidak” sebesar 23%
91
Dari Gambar 4.33 minat terhadap angkutan umum sebenarnya cukup besar terutama untuk alternatif III, tetapi tetap dikehendaki harus dengan perubahan secara menyeluruh dan tentu saja kalau bisa dengan tarif yang memadai, sehingga dalam kajian ini yang dimodelkan hanya untuk alternatif III saja.
92
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS OUTPUT MODEL 5.1 Pemodelan untuk Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa 5.1.1 Variabel Dummy untuk Trayek I Dari hasil deskripsi data pada Bab IV, pada bab ini menguraikan tentang tahapan analisis pemodelan dan output yang didapat. Diawali dengan pengkodean seperti tertera pada Tabel 3.1 tentang variabel dummy, kemudian dengan menggunakan metode regresi logistik
dan untuk menentukan keakurasian
didalam pemodelan digunakan uji kelayakan model. Interpretasi model mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda secara signifikan dan menentukan probabilitas dari masing-masing faktor tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dihitung prosentase untuk masing-masing klasifikasi dari faktor-faktor pemilihan moda. Prosentase ini digunakan didalam reduksi variabel dummy, dimana reduksi bermanfaat untuk mengeliminasi dummy variabel yang prosentasenya tidak mempunyai signifikansi 5%. Prosedur pengeliminasian menggunakan uji hipotesis yaitu : H0:pi = 0 dan Ha:pi ≠ 0 dengan Rumus 2.1 Selanjutnya dari hasil uji hipotesis, untuk variabel yang tidak signifikan secara statistik digabung dengan klasifikasi lainnya didalam satu kelompok variabel bebas. Dari Tabel 5.1 terlihat untuk model pemilihan moda dua variabel bebas antara lain: penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar > 2 orang, jumlah kendaraan tidak bermotor > 2 unit, tidak digunakan sebagai variabel model (variable penduga) dalam menganalisis model pemilihan moda transportasi.
93
Tabel 5.1 Reduksi Variabel Dummy untuk Trayek I
Deskripsi Komposisi Keluarga Bekerja < 2 orang Bekerja > 2 orang Pelajar < 2 orang Pelajar > 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah < 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah > 2 orang * Kepemilikan Kendaraan Kendaraan Tidak Bermotor < 2 unit Kendaraan Tidak Bermotor > 2 unit * Kendaraan Bermotor < 2 unit Kendaraan Bermotor > 2 unit Pendapatan bulanan < Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 - Rp. 3.000.000 > Rp. 3.000.000 Jumlah Perjalanan Ke tempat bekerja < 2 rit Ke tempat bekerja > 2 rit Ke tempat sekolah < 2 rit Ke tempat sekolah > 2 rit Ke tempat lainnya < 2 rit Ke tempat lainnya > 2 rit
95% selang kepercayaan Bawah Atas
X
N
X/N
89 42 112 19 127 4
131 131 131 131 131 131
0.679 0.321 0.855 0.145 0.969 0.031
0.6 0.2 0.8 0.1 0.9 0.0
0.8 0.4 0.9 0.2 1.0 0.1
130 1 50 81
131 131 131 131
0.992 0.008 0.382 0.618
1.0 0.0 0.3 0.5
1.0 0.0 0.5 0.7
9 62 60
131 131 131
0.069 0.473 0.458
0.0 0.4 0.4
0.1 0.6 0.5
37 94 73 58 118 13
131 131 131 131 131 131
0.282 0.718 0.557 0.443 0.901 0.099
0.2 0.6 0.5 0.4 0.8 0.0
0.4 0.8 0.6 0.5 1.0 0.2
Sumber: Hasil Analisis, 2011
* Tidak signifikan secara statistik pada tingkat 5% (selang kepercayaan 95%)
5.1.2 Kalibrasi Model untuk Trayek I Dengan menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Product and Service Solution) version 16.0 ditentukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas di dalam model serta kelayakan model sebagai pernyataan hubungan antara kedua variabel tersebut. Dari hasil reduksi terhadap variabel bebas, dan dengan menggunakan prinsip uji Likelihood Ratio (LR test), diseleksi kembali dengan metode “Back-
94
ward Elimination” yang tergambar pada Tabel 5.2 seperti dibawah ini. Tabel 5.2 Eliminasi Variabel Bebas untuk Trayek I Score Variables BEKERJA (1) 0.141 PELAJAR (1) 0.052 TDKMOTOR (1) 0.471 BERMOTOR (1) 0.061 JALKERJA (1) 0.078 JALSEKOL (1) 0.955 LAINNYA(1) 2.947 Overall Statistics 4.758 a. Variabel(s) removed on step 2: BEKERJA b. Variabel(s) removed on step 3: BERMOTOR c. Variabel(s) removed on step 4: JALKERJA d. Variabel(s) removed on step 5: PELAJAR e. Variabel(s) removed on step 6: TDKMOTOR f. Variabel(s) removed on step 7: JALSEKOL g. Variabel(s) removed on step 8: LAINNYA
Sig. 0.707 0.819 0.492 0.805 0.780 0.328 0.086 0.689
Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa ada variabel bebas yang dieliminasi dan tidak diikutsertakan di dalam model diantaranya: jumlah penduduk yang bekerja, jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, jumlah perjalanan ke tempat bekerja, jumlah penduduk yang sekolah/pelajar, jumlah kepemilikan kendaraan tidak bermotor, jumlah perjalanan ke tempat sekolah, dan jumlah perjalanan ke tempat lainnya (belanja, rekreasi atau yang lainnya). Hal ini karena digunakannya tingkat signifikasi 0,05 atau 5%, berarti 0,05 lebih kecil dari Sig.(signifikansi) variabelvariabel tersebut, maka pada tingkat kepercayaan 95% variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap model pemilihan moda. Selanjutnya dari Tabel 5.3 berikut ini, ditentukan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap bentuk model pemilihan moda. Tabel 5.3 Estimasi Parameter untuk Trayek I BUKERJAR(1) DAPATBUL(2) Constant
B 2.872 1.409 -2.103
S.E. 1.298 0.512 1.328
Sig. 0.027 0.006 0.113
Exp(B) 0.312 4.093 0.122
95
Catatan : SE = Standar Error Sig.= p-value = tingkat signifikasi dimana : BUKERJAR (X3) = Jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar DAPATBUL (X6) = Pendapatan bulanan penduduk Dari Tabel 5.3 diatas akan terbentuk model persamaan rasio ln (log berbasis e) yaitu rasio peluang pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi di Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa, sebagai berikut: P(AU) ln
= -2,103 + 2,872 X3 + 1,409 X6 P(AP)
dimana: P(AU) untuk angkutan umum dan P(AP) untuk angkutan pribadi Dari Tabel 5.3 tersebut dilakukan analisis odds terjadinya pemilihan moda angkutan umum, dimana digunakan analisis eksponensial parameter yang mempunyai signifikansi pada tingkat 5%, yang terlihat bahwa untuk model pemilihan angkutan umum terhadap angkutan pribadi, variabel bebas yang berpengaruh adalah variabel pendapatan bulanan (DAPATBUL), dan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar (BUKERJAR) sebagai penyeimbang. Dengan demikian bahwa hipotesis nol, adalah koefisien variabel bebas tersebut sama dengan nol, dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pendapatan bulanan dan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar dengan pemilihan moda angkutan umum. Dari analisis odds pemakai angkutan umum terhadap angkutan pribadi adalah nilai eksponensial parameter tipe penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar, jika dihitung dengan menggunakan rumus: 1/(1-p)=β0+ β1X diperoleh
96
nilai: p/(1-p) = 0.312, maka peluang pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,2378. Jadi kontribusi dari penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar sebesar 23,78%. Selain itu peluang penduduk menggunakan angkutan umum adalah dari pendapatan bulanan yang jika dihitung dengan rumus: 1/(1-p)=β0+ β1X diperoleh nilai: p/(1-p) = 4.093, maka peluang pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,8036. Jadi kontribusi dari penduduk dengan pendapatan bulanan diatas Rp.3.000.000 sebesar 80,36%. Walaupun demikian berdasarkan Categorical Variables Codings dari output SPSS, pendapatan bulanan antara Rp.1 juta - Rp.3 juta (DAPATBUL(1)) lebih signifikan dari pendapatan bulanan diatas Rp.3 juta (DAPATBUL(2)). Begitu juga dengan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar < 2 orang (BUKERJAR(1)) lebih besar peluangnya dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar > 2 orang (BUKERJAR(2)). Ketika dikombinasikan dari variabel yang digunakan, maka yang masuk dalam model adalah jumlah anggota keluarga yang bukan bekerja dan bukan pelajar < 2 orang
(BUKERJAR(1)),
dan
pendapatan
bulanan
diatas
Rp.3
juta
(DAPATBUL(2)), dimana hal ini disebabkan adanya multikolinieritas.
5.1.3 Validasi Model untuk Trayek I Selanjutnya adalah menentukan hubungan secara keseluruhan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas di dalam model atau disebut kelayakan model didalam menyatakan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (Goodness of fit). Dari Omnibus test (uji Omnibus) untuk parameter model
97
pemilihan moda dilakukan untuk menganalisis kelayakan model terhadap data yang tertera pada Tabel 5.4, dimana terlihat nilai Chi-square untuk full model (terdiri atas konstanta dan variabel penduga) adalah 0.001 kurang dari 0.05, sehingga artinya bahwa model dapat dikembangkan signifikan secara statistik. Tabel 5.4 Omnibus test dari Parameter Model untuk Trayek I Chi-square Step Block Model
Sig. -2.633 15.757 15.757
0.105 0.001 0.001
Berkaitan dengan nilai Pseudo R2 atau ρ2 seperti pada Tabel 5.5, interpretasinya tidak seperti pada regresi linier (koefisien determinasi R2). Memang dalam pengertian bahwa semakin tinggi ρ2 berarti model yang dikembangkan lebih baik, namun para ekonometris mengatakan didalam regresi logit/logistik, Pseudo R2 atau ρ2 bukan satu-satunya alat ukur kelayakan model bahkan secara teoritis dan empiris ρ2 mempunyai batas atas (upper limits) yang kurang dari satu, sehingga sering menganggap model tidak layak dikembangkan. Tabel 5.5 Kelayakan Model (Pseudo R2 dan Hosmer and Lemeshow Test Trayek I Model Pemilihan Moda Kendaraan Umum
Kendaraan umum
Pseudo R2 Test -2 Log likelihood Cox & Snell R2 117.536 0.113 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df 0 2
Nagelkerke R2 0.117 Sig. 1.000
Untuk menggunakan cara lain dalam mengevaluasi model adalah dengan menganalisis akurasi model. Tabel 5.6 berikut ini memperlihatkan secara keseluruhan prosentase kasus yang mampu diprediksi secara akurat oleh model (full model). Dari Tabel 5.6 pula terlihat bahwa model pemilihan moda yang dikembangkan ada peningkatan prosentase akurasi dari 79,4% menjadi 80,2%,
98
jika membandingkan antara null model (model dengan konstanta dan tanpa variabel penduga) dengan full model (model dengan konstanta dan variabel penduga didalamnya). Tabel 5.6 Akurasi Model untuk Trayek I Model Pemilihan Moda
Predicted
Null Model
Observed Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
Kendaraan Umum 104 27
Full Model
Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
103 25
Percetage Correct
Kendaraan Pribadi 0 0 Overall Percentage 1 2 Overall Percentage
100.00 0.00 79.4 99.0 7.4 80.2
5.1.4 Analisis Potensi Demand pada Trayek I Analisis potensi demand diawali dari analisis jumlah permintaan, penentuan titik terjauh pelayanan, dan analisis jumlah calon penumpang. Analisis dilakukan terhadap angkutan umum jenis kendaraan bus kecil.
a. Analisis Jumlah Permintaan Jumlah permintaan dihitung dengan menggunakan data jumlah penduduk, jumlah penduduk yang melakukan perjalanan dan data kepemilikan kendaraan pribadi pada kelurahan/desa di wilayah kajian, sesuai Tabel D.1 pada lampiran D halaman 171.
b. Penentuan Titik Terjauh Pelayanan Titik terjauh pelayanan ditentukan dari perbandingan jumlah permintaan angkutan umum untuk masing-masing kelurahan/desa dengan jumlah kendaraan minimal dan jumlah penumpang minimal per kendaraan per hari di koridor pelayanan Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Perlabuhan Benoa.
99
Hasil analisis pada Tabel 5.7 menunjukkan adanya Kelurahan/Desa yang tidak memenuhi dalam titik terjauh pelayanan, artinya di wilayah studi tersebut lebih banyak yang menggunakan kendaraan pribadi, tingkat pelayanan angkutan pribadi yang tinggi, sebagai penyebab kecilnya permintaan terhadap angkutan umum (artinya jumlah armada yang dibutuhkan lebih kecil dari jumlah armada minimum untuk pengusahaan angkutan umum). Tabel 5.7 Penentuan Titik Terjauh Pelayanan untuk Trayek I No.
Kelurahan/Desa
1 Mengwitani 2 Kapal 3 Abianbase 4 Lukluk 5 Sempidi 6 Ubung Kaja 7 Peguyangan 8 Ubung 9 Pemecutan Kaja 10 Dauh Puri Kaja 11 Pemecutan 12 Dangin Puri Kauh 13 Dangin Puri 14 Dauh Puri Kangin 15 Dauh Puri 16 Dangin Puri Kelod 17 Dauh Puri Kelod 18 Panjer 19 Sesetan 20 Pedungan Sumber : Hasil Analisis, 2011
D (pergerakan) 8188 10393 5744 7751 5278 20500 15439 7641 56465 20000 26921 34795 6233 2599 14652 14591 19879 31458 56540 31475
Pmin (orang) 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400
N (unit) = D / Pmin 20 26 14 19 13 51 39 19 141 50 67 87 16 6 37 36 50 79 141 79
Keterangan: N > R = 20 unit Tidak memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Memenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
c. Analisis Jumlah Calon Penumpang Analisis dilakukan berdasarkan hasil survei wawancara rumah tangga, dilakukan secara rinci untuk setiap Kelurahan/Desa. Analisis yang dilakukan adalah perhitungan jumlah calon penumpang dari prosentase jumlah responden yang berminat beralih moda dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Analisis
100
jumlah calon penumpang terlampir pada Tabel D.4 halaman 174 yang menunjukkan bahwa jumlah calon penumpang di Kelurahan/Desa wilayah studi koridor Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa sejumlah 79.166 orang.
5.2 Pemodelan untuk Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta
5.2.1 Variabel Dummy untuk Trayek II Sebagaimana halnya sub bab 5.1 yang menguraikan tahapan analisis pemodelan dan output yang didapat. Diawali dengan pengkodean seperti tertera pada Tabel 3.1 tentang variabel dummy, kemudian dengan menggunakan metode regresi logistik
dan untuk menentukan keakurasian didalam pemodelan
digunakan uji kelayakan model. Interpretasi model mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda secara signifikan dan menentukan probabilitas dari masing-masing faktor tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dihitung prosentase untuk masing-masing klasifikasi dari faktor-faktor pemilihan moda. Prosentase ini digunakan didalam reduksi variable dummy, dimana reduksi bermanfaat untuk mengeliminasi dummy variabel yang prosentasenya tidak mempunyai signifikansi 5%. Prosedur pengeliminasian menggunakan uji hipotesis yaitu : H0:pi = 0 dan Ha:pi ≠ 0 dengan Rumus 2.1. Selanjutnya dari hasil uji hipotesis, untuk variabel yang tidak signifikan, secara statistik digabung dengan klasifikasi lainnya didalam satu kelompok variabel bebas. Seperti yang terlihat dari hasil analisis terlihat untuk model
101
pemilihan moda, variabel bebas jumlah kendaraan tidak bermotor > 2 unit, tidak digunakan sebagai variabel model (variabel penduga) didalam menganalisis model pemilihan moda transportasi di Trayek II ini, lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Reduksi Variabel Dummy untuk Trayek II Deskripsi Komposisi Keluarga Bekerja < 2 orang Bekerja > 2 orang Pelajar < 2 orang Pelajar > 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah < 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah > 2 orang Kepemilikan Kendaraan Kendaraan Tidak Bermotor < 2 unit Kendaraan Tidak Bermotor > 2 unit * Kendaraan Bermotor < 2 unit Kendaraan Bermotor > 2 unit Pendapatan bulanan < Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 - Rp. 3.000.000 > Rp. 3.000.000 Jumlah Perjalanan Ke tempat bekerja < 2 rit Ke tempat bekerja > 2 rit Ke tempat sekolah < 2 rit Ke tempat sekolah > 2 rit Ke tempat lainnya < 2 rit Ke tempat lainnya > 2 rit
95% selang kepercayaan Bawah Atas
X
N
X/N
66 34 90 10 95 5
100 100 100 100 100 100
0.660 0.340 0.900 0.100 0.950 0.050
0.6 0.3 0.8 0.0 0.9 0.0
0.7 0.4 1.0 0.2 1.0 0.1
98 2 42 58
100 100 100 100
0.980 0.020 0.420 0.580
1.0 0.0 0.3 0.5
1.0 0.0 0.5 0.7
11 45 44
100 100 100
0.110 0.450 0.440
0.1 0.4 0.4
0.2 0.5 0.5
19 81 51 49 90 10
100 100 100 100 100 100
0.190 0.810 0.510 0.490 0.900 0.100
0.1 0.7 0.4 0.4 0.8 0.0
0.3 0.9 0.6 0.6 1.0 0.2
Sumber: Hasil Analisis, 2011
* Tidak signifikan secara statistik pada tingkat 5% (selang kepercayaan 95%)
Selanjutnya dari hasil uji hipotesis, untuk variabel yang tidak signifikan secara statistik digabung dengan klasifikasi lainnya didalam satu kelompok variabel bebas. Dari tabel terlihat untuk model pemilihan moda, variabel bebas jumlah kendaraan tidak bermotor > 2 unit, tidak digunakan sebagai variabel model(variabel
penduga)
transportasi di Trayek II ini.
didalam
menganalisis
model
pemilihan
moda
102
5.2.2 Kalibrasi Model untuk Trayek II Dengan menggunakan perangkat lunak SPSS version 16.0 ditentukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas di dalam model serta kelayakan model sebagai pernyataan hubungan antara kedua variabel terebut. Dari hasil reduksi terhadap variabel bebas, dan dengan menggunakan prinsip uji Likelihood Ratio (LR test), diseleksi kembali dengan metode “Backward Elimination” yang tergambar pada Tabel 5.9 seperti dibawah ini. Tabel 5.9 Eliminasi Variabel Bebas untuk Trayek II Variables BEKERJA (1) PELAJAR (1) BUKERJAR(1) TDKMOTOR (1) BERMOTOR (1) JALSEKOL (1) LAINNYA(1) Overall Statistics
Score 0.177 0.781 0.891 0.656 1.448 1.264 0.291 7.600
Sig. 0.674 0.377 0.345 0.418 0.229 0.261 0.590 0.369
a. Variabel(s) removed on step 2: BEKERJA b. Variabel(s) removed on step 3: BERMOTOR c. Variabel(s) removed on step 4: LAINNYA d. Variabel(s) removed on step 5: TDKMOTOR e. Variabel(s) removed on step 6: PELAJAR f. Variabel(s) removed on step 7: JALSEKOL g. Variabel(s) removed on step 8: BUKERJAR
Dari Tabel 5.9 terlihat bahwa ada variabel bebas yang dieliminasi dan tidak diikutsertakan di dalam model diantaranya: jumlah penduduk yang bekerja, jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, jumlah perjalanan ke tempat lainnya (belanja, rekreasi atau yang lainnya), jumlah kepemilikan kendaraan tidak bermotor, jumlah penduduk yang sekolah/pelajar, jumlah perjalanan ke tempat belajar/sekolah, dan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar/sekolah. Hal ini karena digunakannya tingkat signifikasi 0,05 atau 5%,
103
berarti 0,05 lebih kecil dari Sig.(signifikansi) variabel-variabel tersebut, maka pada tingkat kepercayaan 95% variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap model pemilihan moda. Selanjutnya dari Tabel 5.10 ditentukan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap pemilihan moda. Tabel 5.10 Estimasi Parameter untuk Trayek II B -1.585 1.223 1.067
JALKERJA(1) DAPATBUL(2) Constant
S.E. 0.715 0.632 0.346
Sig. 0.027 0.053 0.002
Exp(B) 0.205 3.397 2.908
Catatan : SE = Standar Error Sig.= p-value = tingkat signifikasi dimana : JALKERJA (X7) = Jumlah perjalanan bekerja DAPATBUL (X6) = Pendapatan bulanan penduduk
Dari Tabel 5.10 diatas akan terbentuk model persamaan rasio ln (log berbasis e) yaitu rasio peluang pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi di Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta, sebagai berikut: P(AU) ln
= 1.067 +1.223 X6 - 1.585 X7 P(AP)
dimana: P(AU) untuk angkutan umum dan P(AP) untuk angkutan pribadi Dari Tabel 5.10 tersebut dilakukan analisis odds terjadinya pemilihan moda angkutan umum, dimana digunakan analisis eksponensial parameter yang mempunyai signifikansi pada tingkat 5%, yang terlihat bahwa untuk model pemilihan angkutan umum terhadap angkutan pribadi, variabel bebas yang berpengaruh adalah variable pendapatan bulanan (DAPATBUL), dan jumlah perjalanan bekerja (JALKERJA) sebagai penyeimbang.
104
Dari analisis odds pemakai angkutan umum terhadap angkutan pribadi adalah nilai eksponensial parameter tipe jumlah perjalanan bekerja, jika dihitung dengan menggunakan rumus: p /(1 p) exp( 0 1X ) diperoleh nilai: p/(1-p) = 0.205, maka peluang pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,1701. Jadi kontribusi dari jumlah perjalanan bekerja sebesar 17,01%. Sementara itu peluang penduduk menggunakan angkutan umum adalah dari
pendapatan
bulanan
yang
jika
dihitung
dengan
p /(1 p) exp( 0 1X ) diperoleh nilai: p/(1-p) = 3.397,
rumus:
maka peluang
pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,7726. Jadi kontribusi dari penduduk dengan pendapatan bulanan diatas Rp.3.000.000 sebesar 77,26%. Walaupun demikian berdasarkan Categorical Variables Codings dari output SPSS, sebelumnya pendapatan bulanan antara Rp.1 juta - Rp.3 juta (DAPATBUL(1)) lebih signifikan dari pendapatan bulanan diatas Rp.3 juta ((DAPATBUL(2)). Begitu juga dengan jumlah perjalanan bekerja < 2 rit (JALKERJA(1)) lebih besar peluangnya dibandingkan dengan jumlah perjalanan bekerja > 2 rit (JALKERJA(2)). Ketika dikombinasikan dari variabel yang digunakan, maka yang masuk dalam model adalah jumlah perjalanan bekerja < 2 rit (JALKERJA(1)), dan pendapatan bulanan diatas Rp.3 juta (DAPATBUL(2)), dimana hal ini disebabkan adanya multikolinieritas.
5.2.3 Validasi Model untuk Trayek II Selanjutnya adalah menentukan hubungan secara keseluruhan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas di dalam model atau disebut kelayakan
105
model didalam menyatakan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (Goodness of fit). Dari Omnibus test (uji Omnibus) untuk parameter model pemilihan moda dilakukan untuk menganalisis kelayakan model terhadap data yang tertera pada Tabel 5.11, dimana terlihat nilai Chi-square untuk full model (terdiri atas konstanta dan variabel penduga) adalah 0.001 kurang dari 0.05 (p<0,05), sehingga artinya bahwa model dapat dikembangkasn signifikan secara statistik. Tabel 5.11 Omnibus test dari Parameter Model untuk Trayek II Chi-square Step Block Model
Sig. -1.530 7.962 7.962
0.216 0.047 0.047
Berkaitan dengan nilai Pseudo R2 atau ρ2 seperti pada Tabel 5.12, interpretasinya tidak seperti pada regresi linier (koefisien determinasi R2). Memang dalam pengertian bahwa semakin tinggi ρ2 berarti model yang dikembangkan lebih baik, namun para ekonometris mengatakan didalam regresi logit/logistik, Pseudo R2 atau ρ2 bukan satu-satunya alat ukur kelayakan model bahkan secara teoritis dan empiris ρ2 mempunyai batas atas (upper limits) yang kurang dari satu, sehingga sering menganggap model tidak layak dikembangkan. Tabel 5.12 Kelayakan Model (Pseudo R2 dan Hosmer and Lemeshow Test Trayek II Pseudo R2 Test Model Pemilihan Moda -2 Log likelihood Cox & Snell R2 Nagelkerke R2 Kendaraan Umum 92.118 0.077 0.121 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig. Kendaraan umum 0.324 3 0.956
Untuk menggunakan cara lain dalam mengevaluasi model adalah dengan menganalisis akurasi model. Tabel 5.13 berikut ini memperlihatkan secara
106
keseluruhan prosentase kasus yang mampu diprediksi secara akurat oleh model (full model). Tabel 5.13 Akurasi Model untuk Trayek II Model Pemilihan Moda
Predicted
Null Model
Observed Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
Kendaraan Umum 80 20
Full Model
Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
79 17
Percetage Correct
Kendaraan Pribadi 0 0 Overall Percentage 1 3 Overall Percentage
100.00 0.00 80.00 98.8 15.0 82.00
Dari Tabel 5.13 terlihat bahwa model pemilihan moda yang dikembangkan ada peningkatan prosentase akurasi dari 80% menjadi 82%, jika dibandingkan antara null model (model dengan konstanta dan tanpa variabel penduga) dengan full model (model dengan konstanta dan variabel penduga didalamnya).
5.2.4 Analisis Potensi Demand pada Trayek II Analisis potensi demand diawali dari analisis jumlah permintaan, penentuan titik terjauh pelayanan, dan analisis jumlah calon penumpang. Analisis dilakukan terhadap angkutan umum jenis kendaraan bus kecil. a. Analisis Jumlah Permintaan Jumlah permintaan dihitung dengan menggunakan data jumlah penduduk, jumlah penduduk yang melakukan perjalanan dan data kepemilikan kendaraan pribadi pada kelurahan/desa di wilayah kajian, sesuai Tabel D.2 pada lampiran D halaman 172. b. Penentuan Titik Terjauh Pelayanan Titik terjauh pelayanan ditentukan dari perbandingan jumlah permintaan
107
angkutan umum untuk masing-masing kelurahan/desa dengan jumlah kendaraan minimal dan jumlah penumpang minimal per kendaraan per hari di koridor pelayanan Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta. Hasil analisis pada Tabel 5.14 menunjukkan adanya Kelurahan/Desa yang tidak memenuhi dalam titik terjauh pelayanan, artinya di wilayah studi tersebut lebih banyak yang menggunakan kendaraan pribadi, tingkat pelayanan angkutan pribadi yang tinggi, sebagai penyebab kecilnya permintaan terhadap angkutan umum (artinya jumlah armada yang dibutuhkan lebih kecil dari jumlah armada minimum untuk pengusahaan angkutan umum). Tabel 5.14 Penentuan Titik Terjauh Pelayanan untuk Trayek II No.
Kelurahan/Desa
1 Mengwitani 2 Kapal 3 Abianbase 4 Buduk 5 Dalung 6 Kerobokan Kaja 7 Kerobokan 8 Kerobokan Kelod 9 Seminyak 10 Legian 11 Kuta Sumber : Hasil Analisis, 2011
D (pergerakan) 8188 10393 5744 6856 8966 18383 4505 6560 3810 22 9441
Pmin (orang) 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400
N (unit) = D / Pmin 20 26 14 17 22 46 11 16 10 0 24
Keterangan: N > R = 20 unit Tidak memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak Memenuhi Tidak memenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi
c. Analisis Jumlah Calon Penumpang Analisis dilakukan berdasarkan hasil survei wawancara rumah tangga, dilakukan secara rinci untuk setiap Kelurahan/Desa.
Analisis
yang
dilakukan
adalah perhitungan jumlah calon penumpang dari prosentase jumlah responden yang berminat beralih moda dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Analisis jumlah calon penumpang terlampir pada Tabel D.5 halaman 175 yang
108
menunjukkan bahwa calon penumpang Kelurahan/Desa
wilayah studi pada
koridor Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta sejumlah 19.851 orang.
5.3 Pemodelan untuk Trayek III: Darnasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon
5.3.1 Variabel Dummy untuk Trayek III Dalam bab ini diuraikan tahapan analisis pemodelan dan output yang didapat. Diawali dengan pengkodean seperti tertera pada Tabel 3.1 tentang variabel dummy, kemudian dengan menggunakan metode regresi logistik dan untuk menentukan keakurasian didalam pemodelan digunakan uji kelayakan model. Interpretasi model mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda secara signifikan dan menentukan probabilitas dari masing-masing faktor tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dihitung prosentase untuk masing-masing klasifikasi dari faktor-faktor pemilihan moda. Prosentase ini digunakan didalam reduksi variable dummy, dimana reduksi bermanfaat untuk mengeliminasi dummy variabel yang prosentasenya tidak mempunyai signifikansi 5%. Prosedur pengeliminasian menggunakan uji hipotesis yaitu : H0:pi = 0 dan Ha:pi ≠ 0 dengan Rumus 2.1 seperti pada Tabel 5.15 berikut ini. Dari hasil uji hipotesis, untuk variabel yang tidak signifikan secara statistik digabung dengan klasifikasi lainnya didalam satu kelompok variabel bebas. Dari Tabel 5.15 terlihat untuk model pemilihan moda dua variabel bebas antara lain: jumlah penduduk yang tidak bekerja dan tidak sekolah > 2 orang serta jumlah kendaraan tidak bermotor > 2 unit, tidak digunakan sebagai variabel model
109
(variabel penduga) didalam menganalisis model pemilihan moda transportasi di Trayek III ini. Tabel 5.15 Reduksi Variabel Dummy untuk Trayek III Deskripsi Komposisi Keluarga Bekerja < 2 orang Bekerja > 2 orang Pelajar < 2 orang Pelajar > 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah < 2 orang Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah > 2 orang * Kepemilikan Kendaraan Kendaraan Tidak Bermotor < 2 unit Kendaraan Tidak Bermotor > 2 unit * Kendaraan Bermotor < 2 unit Kendaraan Bermotor > 2 unit Pendapatan bulanan < Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 - Rp. 3.000.000 > Rp. 3.000.000 Jumlah Perjalanan Ke tempat bekerja < 2 rit Ke tempat bekerja > 2 rit Ke tempat sekolah < 2 rit Ke tempat sekolah > 2 rit Ke tempat lainnya < 2 rit Ke tempat lainnya > 2 rit
95% selang kepercayaan Bawah Atas
X
N
X/N
77 39 109 7 113 3
116 116 116 116 116 116
0.664 0.336 0.940 0.060 0.974 0.026
0.6 0.3 0.9 0.0 0.9 0.0
0.7 0.4 1.0 0.1 1.0 0.1
116 0 49 67
116 116 116 116
1.000 0.000 0.422 0.578
1.0 0.0 0.3 0.5
1.0 0.0 0.5 0.7
19 50 47
116 116 116
0.164 0.431 0.405
0.1 0.3 0.3
0.2 0.5 0.5
28 88 74 42 108 8
116 116 116 116 116 116
0.241 0.759 0.638 0.362 0.931 0.069
0.2 0.7 0.6 0.3 0.9 0.0
0.3 0.8 0.7 0.4 1.0 0.1
Sumber: Hasil Analisis, 2011
* Tidak signifikan secara statistik pada tingkat 5% (selang kepercayaan 95%)
5.3.2 Kalibrasi Model untuk Trayek III Dari hasil analisis perangkat lunak SPSS version 16.0 ditentukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas di dalam model serta kelayakan model sebagai pernyataan hubungan antara kedua variabel terebut. Tabel 5.16 Eliminasi Variabel Bebas untuk Trayek III Variables BEKERJA (1) PELAJAR (1) BUKERJAR(1) BERMOTOR (1) JALKERJA(1) JALSEKOL (1) LAINNYA(1) Overall Statistics
Score 1.349 0.001 0.492 0.648 1.615 0.307 0.686 5.586
Sig. 0.245 0.980 0.483 0.421 0.204 0.580 0.407 0.589
110
a. Variabel(s) removed on step 2: JALSEKOL b. Variabel(s) removed on step 3: PELAJAR c. Variabel(s) removed on step 4: BUKERJAR d. Variabel(s) removed on step 5: LAINNYA e. Variabel(s) removed on step 6: BERMOTOR e. Variabel(s) removed on step 7: BEKERJA g. Variabel(s) removed on step 8: JALKERJA
Dari hasil reduksi terhadap variabel bebas ini, dan dengan menggunakan prinsip uji Likelihood Ratio (LR test), diseleksi kembali dengan metode “Backward Elimination” yang tergambar pada Tabel 5.16 tersebut bahwa terlihat ada variabel bebas yang dieliminasi dan tidak diikutsertakan di dalam model diantaranya:
jumlah
penduduk
yang
bekerja,
jumlah
penduduk
yang
sekolah/pelajar, jumlah penduduk yang bukan bekerja dan bukan sekolah/pelajar, jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, jumlah perjalanan ke tempat bekerja, jumlah perjalanan ke sekolah, jumlah perjalanan ke tempat lainnya (belanja, rekreasi atau yang lainnya). Hal ini karena digunakannya tingkat signifikasi 0,05 atau 5%, berarti 0,05 lebih kecil dari Sig.(signifikansi) variabel-variabel tersebut, maka pada tingkat kepercayaan 95% variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap model pemilihan moda. Selanjutnya dari Tabel 5.17 berikut ini ditentukan pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap pemilihan moda. Tabel 5.17 Estimasi Parameter untuk Trayek III DAPATBUL(2) JALKERJA(1) Constant
B 1.257 1.057 1.186
S.E. 0.625 0.857 0.345
Catatan : SE = Standar Error Sig.= p-value = tingkat signifikasi dimana : JALKERJA (X7) = Jumlah perjalanan bekerja DAPATBUL (X6) = Pendapatan bulanan penduduk
Sig. 0.044 0.017 0.001
Exp(B) 3.451 2.564 3.273
111
Dari Tabel 5.17 diatas akan terbentuk model persamaan rasio ln (log berbasis e) yaitu rasio peluang pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi di Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon, sebagai berikut: P(AU) ln
= 1.186 +1.257 X6 + 1.057 X7 P(AP)
dimana: P(AU) untuk angkutan umum dan P(AP) untuk angkutan pribadi Dari Tabel 5.17 tersebut dilakukan analisis odds terjadinya pemilihan moda angkutan umum, dimana digunakan analisis eksponensial parameter yang mempunyai signifikansi pada tingkat 5%, yang terlihat bahwa untuk model pemilihan angkutan umum terhadap angkutan pribadi, variabel bebas yang berpengaruh adalah variabel pendapatan bulanan (DAPATBUL), dan jumlah perjalanan bekerja (JALKERJA) sebagai penyeimbang. Dari analisis odds pemakai angkutan umum terhadap angkutan pribadi adalah nilai eksponensial parameter tipe jumlah perjalanan bekerja, jika dihitung dengan menggunakan rumus: p /(1 p) exp( 0 1X ) diperoleh nilai: p/(1-p) = 2.564, maka peluang pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,71,941. Jadi kontribusi dari jumlah perjalanan bekerja sebesar 71,94%. Sementara itu peluang penduduk menggunakan angkutan umum adalah dari
pendapatan
bulanan
yang
jika
dihitung
dengan
rumus:
p /(1 p) exp( 0 1X ) diperoleh nilai: p/(1-p) = 3.3514, maka peluang pemakaian angkutan umum sebesar p (angkutan umum) = 0,7785. Jadi kontribusi dari penduduk dengan pendapatan bulanan diatas Rp.3.000.000 sebesar 77,85%. Walaupun demikian berdasarkan Categorical Variables Codings dari output SPSS, sebelumnya pendapatan bulanan lebih kecil Rp.1.000.000,--
112
(DAPATBUL(0)) lebih signifikan dari pendapatan bulanan diatas Rp.3 juta ((DAPATBUL(2)). Begitu juga dengan jumlah perjalanan bekerja < 2 rit (JALKERJA(1)) lebih besar peluangnya dibandingkan dengan jumlah perjalanan bekerja > 2 rit (JALKERJA(2)). Ketika dikombinasikan dari variabel yang digunakan, maka yang masuk dalam model adalah jumlah perjalanan bekerja < 2 rit (JALKERJA(1)), dan pendapatan bulanan diatas Rp.3 juta (DAPATBUL(2)), dimana hal ini disebabkan adanya multikolinieritas.
5.3.3 Validasi Model untuk Trayek III Selanjutnya adalah menentukan hubungan secara keseluruhan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas di dalam model atau disebut kelayakan model didalam menyatakan hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas (Goodness of fit). Dari Omnibus test (uji Omnibus) untuk parameter model pemilihan moda dilakukan untuk menganalisis kelayakan model terhadap data yang tertera pada Tabel 5.18, dimana terlihat nilai Chi-square untuk full model (terdiri atas konstanta dan variabel penduga) adalah 0.001 kurang dari 0.05 (p < 0,05), sehingga artinya bahwa model dapat dikembangkasn signifikan secara statistik. Tabel 5.18 Omnibus test dari Parameter Model untuk Trayek III Step
Chi-square -1.747
Sig. 0.186
Block
4.870
.088
Model
4.870
.088
Berkaitan dengan nilai kelayakan model didapat dari Pseudo R2 atau ρ2 yang terlihat seperti pada Tabel 5.19 berikut ini.
113
Tabel 5.19 Kelayakan Model (Pseudo R2 dan Hosmer and Lemeshow Test Trayek III Pseudo R2 Test Model Pemilihan Moda -2 Log likelihood Cox & Snell R2 Nagelkerke R2 Kendaraan Umum 98.581 0.041 0.070 Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig. Kendaraan umum 0 1 1.000
Interpretasinya tidak seperti pada regresi linier (koefisien determinasi R2). Memang dalam pengertian bahwa semakin tinggi ρ2 berarti model yang dikembangkan lebih baik, namun para ekonometris mengatakan didalam regresi logit/logistik, Pseudo R2 atau ρ2 bukan satu-satunya alat ukur kelayakan model bahkan secara teoritis dan empiris ρ2 mempunyai batas atas (upper limits) yang kurang dari satu, sehingga sering menganggap model tidak layak dikembangkan. Selanjutnya dengan menggunakan cara lain dalam mengevaluasi model adalah dengan menganalisis akurasi model. Tabel 5.20 berikut ini memperlihatkan secara keseluruhan prosentase kasus yang mampu diprediksi secara akurat oleh model (full model). Tabel 5.20 Akurasi Model untuk Trayek III Model Pemilihan Moda
Predicted
Null Model
Observed Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
Kendaraan Umum 97 19
Full Model
Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi
98 17
Dari tabel diatas terlihat
bahwa
Percetage Correct
Kendaraan Pribadi 0 0 Overall Percentage 0 1 Overall Percentage
model pemilihan
100.00 0.00 80.00 98.8 6.0 85.50
moda
yang
dikembangkan ada peningkatan prosentase akurasi dari 80% menjadi 85,50%, jika membandingkan antara null model (model dengan konstanta dan tanpa variabel penduga) dengan full model (model dengan konstanta dan variabel penduga didalamnya).
114
5.3.4 Analisis Potensi Demand pada Trayek III Analisis potensi demand diawali dari analisis jumlah permintaan, penentuan titik terjauh, dan analisis jumlah calon penumpang. Analisis dilakukan terhadap angkutan umum jenis kendaraan bus kecil. a. Analisis Jumlah Permintaan Jumlah permintaan dihitung dengan menggunakan data jumlah penduduk, jumlah penduduk yang melakukan perjalanan dan data kepemilikan kendaraan pribadi pada kelurahan/desa di wilayah kajian, sesuai Tabel D.3 pada lampiran halaman 173. b. Penentuan Titik Terjauh Pelayanan Titik terjauh pelayanan ditentukan dari perbandingan jumlah permintaan angkutan umum untuk masing-masing kelurahan/desa dengan jumlah kendaraan minimal dan jumlah penumpang minimal per kendaraan per hari di koridor pelayanan Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon. Tabel 5.21 Penentuan Titik Terjauh Pelayanan untuk Trayek III No.
Kelurahan/Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Darmasaba Sibang Gede Peguyangan Kaja Peguyangan Kangin Peguyangan Tonja Dangin Puri Kaja Dangin Puri Kauh Dangin Puri Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kelod Sumerta Kauh Sumerta Kelod Kesiman Sumerta Sumerta Kaja
Sumber : Hasil Analisis, 2011
D (pergerakan)
Pmin (orang)
N (unit) = D / Pmin
Keterangan: N > R = 20 unit
5692 2713 4897 11866 18485 19667 19423 34795 6233 119 16720 5510 12264 10409 5320 6418
400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400
14 7 12 30 46 49 49 87 16 0 42 14 31 26 13 16
Tidak memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi Memenuhi Tidak memenuhi Tidak memenuhi
115
Dari tabel terlihat bahwa adanya Kelurahan/Desa yang tidak memenuhi dalam titik terjauh pelayanan, artinya di wilayah studi tersebut lebih banyak yang menggunakan kendaraan pribadi, tingkat pelayanan angkutan pribadi yang tinggi, sebagai penyebab kecilnya permintaan terhadap angkutan umum (artinya jumlah armada yang dibutuhkan lebih kecil dari jumlah armada minimum untuk pengusahaan angkutan umum).
c. Analisis Jumlah Calon Penumpang Analisis dilakukan berdasarkan hasil survei wawancara rumah tangga, dilakukan secara rinci untuk setiap Kelurahan/Desa.
Analisis
yang
dilakukan
adalah perhitungan jumlah calon penumpang dari prosentase jumlah responden yang berminat beralih moda dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Analisis jumlah calon penumpang terlampir pada Tabel D.6 halaman 176 yang menunjukkan bahwa calon penumpang Kelurahan/Desa wilayah studi pada koridor Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Kota – Renon sejumlah 47.284 orang.
116
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Untuk Trayek I: Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa Dari hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan seperti berikut ini.
6.1.1 Karakteristik sosial-ekonomi dan demografi penduduk. a. Prosentase tertinggi pendapatan bulanan penduduk adalah keluarga dengan pendapatan antara Rp.1.000.000,-- sampai Rp.3.000.000,-- sebesar 47%, berimbang dengan yang berpendapatan diatas Rp.3.000.000,-- sebesar 46%, sedangkan yang lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- sebesar 7%. b. Kepemilikan 1 unit sepeda mempunyai prosentase tertinggi adalah 51%, kepemilikan 2 unit sepeda motor sebesar 42%, dan kepemilikan 1 unit mobil sebesar 47%. Yang menarik perhatian bahwa di wilayah studi ini, penduduk yang tidak memiliki mobil juga cukup tinggi yaitu sebesar 45%, c. Prosentase jumlah penduduk tertinggi adalah 34% dengan jumlah 4 jiwa per kepala keluarga, sedangkan secara keseluruhan wilayah studi Kelurahan Sesetan berpenduduk terbesar yaitu sebanyak 40.267 jiwa dan yang terkecil Kelurahan Dauh Puri Kangin sebanyak 4.310jiwa. d. Dari jumlah penduduk yang bekerja didapatkan prosentase tertinggi adalah 69% dengan jumlah kurang dari 2 orang, penduduk sebagai pelajar tertinggi sebesar 34% untuk jumlah 2 orang.
117
e. Minat masyarakat terhadap angkutan umum dengan moda bus kecil adalah sebesar 74% dengan memilih alternatif III yaitu: kondisi apabila trayek/rute dioperasikan dengan bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.).
6.1.2 Model hubungan antara pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi ditunjukkan dengan regresi: a. Trayek I Terminal Mengwi – Kota – Pelabuhan Benoa, sebagai berikut: P(AU) ln
= -2,103 + 2,.872 X3 + 1,409 X6 P(AP)
dimana: P(AU) angkutan umum dan P(AP) angkutan pribadi. X3 = Jumlah penduduk yang bukan bekerja dan bukan pelajar X6 = Pendapatan penduduk lebih besar dari Rp.3.000.000,-Faktor pemilihan moda yang signifikan pada selang kepercayaan 95% dalam pemilihan moda angkutan umum yang mempengaruhi adalah pendapatan bulanan dan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar. Dari probabilitas pendapatan bulan berkontribusi sebesar 80,36%, sedangkan kontribusi jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan pelajar sebesar 23,78%.
6.1.3 Besar potensi demand (permintaan) angkutan umum, antara lain: a. Jumlah permintaan penduduk di sepanjang koridor pelayanan Trayek I ter-
118
hadap angkutan umum adalah 19.827 pergerakan. b. Jumlah calon penumpang di sepanjang pelayanan koridor dengan bus kecil adalah 79.166 orang. c. Penduduk yang bersedia beralih moda sebanyak 74% x 79.166 orang = 58.582,84 ≈ 58.583 orang. Namun dalam kenyataannya diperkirakan bahwa jumlah calon penumpang yang bersedia menggunakan moda angkutan umum tidak sebesar itu. Angka tersebut dapat digunakan dalam memperkirakan jumlah calon penumpang angkutan umum pada skenario tinggi. Berdasarkan hasil kajian angkutan umum oleh Sapta (2011) pada Trayek Kereneng – Sanur dan Kereneng – Ubung, diperoleh bahwa hanya sebesar 30% dari potensi calon penumpang yang menggunakan angkutan umum (untuk skenario rendah). Sedangkan untuk skenario moderat (sedang) dapat digunakan sebesar 50% dari potensi demand yang dianalisis.
6.2 Simpulan Untuk Trayek II: Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan seperti uraian berikut ini.
6.2.1 Karakteristik sosial-ekonomi dan demografi penduduk. a. Prosentase tertinggi pendapatan bulanan penduduk adalah keluarga dengan pendapatan antara Rp.1.000.000,-- sampai Rp.3.000.000,-- sebesar 45%,
119
sama dengan prosentase pendapatan bulanan penduduk lebih besar dari Rp.3.000.000,-- dan yang lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- sebesar 10%. b. Penduduk yang memiliki 1 unit sepeda setiap kepala keluarga mempunyai prosentase tertinggi adalah 50%, kepemilikan 2 unit sepeda motor sebesar 37%, dan kepemilikan 1 unit mobil sebesar 35%. Namun demikian penduduk yang tidak memiliki mobil memiliki prosentase sebesar 48%. c. Prosentase jumlah anggota keluarga tertinggi adalah 36% dengan jumlah 4 jiwa per kepala keluarga, sedangkan sesuai data dari Badan Pusat Statistik (2010) secara keseluruhan, wilayah studi Kelurahan/Desa Dalung berpenduduk terbesar yaitu sebanyak 17.611 jiwa dan yang terkecil adalah Kelurahan/Desa Legian sebanyak 3.422 jiwa. d. Dari jumlah penduduk yang bekerja didapatkan prosentase tertinggi adalah 66% dengan jumlah kurang dari 2 orang, penduduk sebagai pelajar tertinggi sebesar 39% untuk jumlah 2 orang per kepala keluarga. e Minat masyarakat terhadap angkutan umum dengan moda bus kecil adalah sebesar 68% dengan memilih alternatif III yaitu: kondisi apabila trayek/rute dioperasikan dengan bus kecil dan dengan tingkat pelayanan yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.).
6.2.2 Model hubungan antara pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi ditunjukkan dengan regresi: a. Trayek II Terminal Mengwi – Kerobokan – Kuta, sebagai berikut: P(AU) ln
= 1.067 + 1.223 X6 - 1.585 X7 P(AP)
120
dimana: P(AU) angkutan umum dan P(AP) angkutan pribadi. X6 = Pendapatan penduduk lebih besar dari Rp.3.000.000,-X7 = Jumlah perjalanan ke tempat bekerja Faktor pemilihan moda yang signifikan pada selang kepercayaan 95% dalam pemilihan moda angkutan umum yang mempengaruhi adalah pendapatan bulanan dan jumlah perjalanan ke tempat bekerja sebagai penyeimbang. Dari probabilitas pendapatan bulan berkontribusi sebesar 77,26%, sedangkan kontribusi jumlah perjalaan ke tempat bekerja sebesar 17,01%.
6.2.3 Besar potensi demand (permintaan) angkutan umum, antara lain: a. Jumlah permintaan penduduk di sepanjang pelayanan rute Trayek II terhadap angkutan umum adalah 7.534 pergerakan. b. Jumlah calon penumpang di sepanjang pelayanan rute Trayek II dengan bus kecil adalah 19.851 orang. c. Penduduk yang bersedia beralih moda sebanyak 68% x 19.851 orang = 13.498,68 ≈ 13.499 orang. Namun dalam kenyataannya diperkirakan bahwa jumlah calon penumpang yang bersedia menggunakan moda angkutan umum tidak sebesar itu. Angka tersebut dapat digunakan dalam memperkirakan jumlah calon penumpang angkutan umum pada skenario tinggi. Berdasarkan hasil kajian angkutan umum oleh Sapta (2011) pada Trayek Kereneng – Sanur dan Kereneng – Ubung, diperoleh bahwa hanya sebesar 30% dari potensi calon penumpang yang menggunakan angkutan umum
121
(untuk skenario rendah). Sedangkan untuk skenario moderat (sedang) dapat digunakan sebesar 49% dari potensi demand yang dianalisis.
6.3 Simpulan Untuk Trayek III: Darmasaba – Jl.Nangka – Renon - Kota Hasil analisis yang dilakukan pada Bab V sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini.
6.3.1 Karakteristik sosial-ekonomi dan demografi penduduk. a. Prosentase tertinggi pendapatan bulanan penduduk adalah keluarga dengan pendapatan antara Rp.1.000.000,-- sampai Rp.3.000.000,-- sebesar 42%, sama dengan prosentase pendapatan bulanan penduduk lebih besar dari Rp.3.000.000,-- dan yang lebih kecil dari Rp.1.000.000,-- sebesar 16%. b. Prosentase kepemilikan 1 unit sepeda tertinggi adalah 50%, kepemilikan sepeda motor sebesar 43% untuk 2 unit, dan kepemilikan 1 unit mobil sebesar 36. Namun demikian yang menarik perhatian juga bahwa di koridor wilayah studi ini, penduduk yang tidak memiliki mobil mempunyai prosentase tertinggi yaitu sebesar 49%. c. Prosentase jumlah penduduk terbesar adalah penduduk dengan 4 jiwa per kepala keluarga adalah 41%, sedangkan secara keseluruhan wilayah studi Kelurahan/Desa Dangin Puri Kauh berpenduduk terbesar yaitu sebanyak 22.058 jiwa dan yang terkecil adalah Kelurahan/Desa Peguyangan Kaja sebanyak 5.639 jiwa (BPS, 2010).
122
d. Dari jumlah penduduk yang bekerja didapatkan prosentase tertinggi adalah 67% dengan jumlah kurang dari 2 orang, penduduk sebagai pelajar tertinggi sebesar 37% untuk jumlah 1 orang. e. Minat beralih moda, dimana prosentase yang berminat beralih moda sebesar 77% dengan memilih alternatif III yaitu: kondisi apabila trayek/rute dioperasikan dengan bus kecil dan dengan peningkatan pelayanan dengan tingkat yang lebih baik (waktu/jadwal tetap, tersedia halte, dengan fasilitas AC.).
6.3.2 Model hubungan antara pemilihan moda angkutan umum dengan angkutan pribadi ditunjukkan dengan regresi: a. Trayek III: Darmasaba – Jalan Nangka – Renon – Kota , sebagai berikut: P(AU) ln P(AP)
= 1.186 + 1.257 X6 + 1.057 X7
dimana: P(AU) angkutan umum dan P(AP) angkutan pribadi. X6 = Pendapatan penduduk lebih besar dari Rp.3.000.000,-X7 = Jumlah perjalanan ke tempat bekerja Faktor pemilihan moda yang signifikan pada selang kepercayaan 95% dalam pemilihan moda angkutan umum yang mempengaruhi adalah pendapatan bulanan dan jumlah penduduk yang bukan pekerja dan bukan perjalanan ke tempat bekerja. Dari probabilitas pendapatan bulan adalah sebesar 77,85%, sedangkan kontribusi jumlah perjalanan ke tempat bekerja sebesar 71,94%.
123
6.3.3 Besar potensi demand (permintaan) angkutan umum, antara lain: a. Jumlah permintaan rata-rata penduduk di sepanjang pelayanan rute terhadap angkutan umum adalah 11.283 pergerakan. b. Jumlah calon penumpang di sepanjang pelayanan rute dengan bus kecil adalah 47.284 orang. c. Penduduk yang bersedia beralih moda sebanyak 67% x 47.284 orang = 31.680,28 ≈ 31.680 orang. Namun dalam kenyataannya diperkirakan bahwa jumlah calon penumpang yang bersedia menggunakan moda angkutan umum tidak sebesar itu. Angka tersebut dapat digunakan dalam memperkirakan jumlah calon penumpang angkutan umum pada skenario tinggi. Berdasarkan hasil kajian angkutan umum oleh Sapta (2011) pada Trayek Kereneng – Sanur dan Kereneng – Ubung, diperoleh bahwa hanya sebesar 30% dari potensi calon penumpang yang menggunakan angkutan umum (untuk skenario rendah). Sedangkan untuk skenario moderat (sedang) dapat digunakan sebesar 48% dari potensi demand yang dianalisis.
6.4 Saran 6.4.1 Karena model ini hanya untuk koridor pelayanan pada wilayah studi, maka perlu dilanjutkan dan dibandingkan dengan wilayah studi lain di kawasan SARBAGITA. 6.4.2 Pemerintah dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) segera mensosialisasikan kawasan Trans SARBAGITA, sehingga masyarakat
124
luas memahami tujuan dari Trans SARBAGITA, 6.4.3 Dianjurkan menggunakan model lain (bukan regresi logistik) agar dapat digunakan sebagai pembanding dalam pemilihan moda di kawasan SARBAGITA.
125
DAFTAR PUSTAKA Al-Ghamdi, A.S. 2002. Using Logistic Regression To Estimate The Influence of Accident Factors on Accident Severity, Accident Analysis and Prevention 34, pp.729-741 Badan Pusat Statistik Propinsi Bali. 2010. Bali Dalam Angka 2010. Denpasar. Black, J. 1981. Urban Transport Planning. Croom Helm Ltd., 2-10 St.John’s Road, London SW11. Departemen Perhubungan.1996. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Jakarta. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Perhubungan RI. No.KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Angkutan Umum. Jakarta. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tara Ruang Wilayah Nasional. Jakarta. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta. Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi. 2007. Penataan Angkutan Umum di Sarbagita, Denpasar. Ghozali. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hosmer, DW., Lemeshow,S. 1990. Adequacy of Sample Size in Healt Studies, WHO. John Wiley & Sons. Isgiyanto, A. 2009. Teknik Pengambilan Sampel. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Mendenhall, W. 1971. Introduction to Probability and Statistics. Duxbury Press, Belmont, California. Santoso, S. 2009. Menguasai Statistik dengan SPSS 16. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia. Sapta, A. 2011. Analisis Kelayakan Pengoperasian Angkutan Kota (Angkot) di Kota Denpasar. Tugas Akhir Fakultas Teknik Sipil UNUD. Denpasar
126
Soekardi, S.A. 2010. Muatan RTR Kawasan Metropolitan Sarbagita. Direktorat Penataan Ruang Wilayah IV Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Soesantiyo. 1985. Teknik Lalu Lintas, Traffic Engineering Jilid I. Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Percetakan Alfabeta. Suranto, H. dan Priambodo, T. 2003.“Pemodelan Pemilihan Moda untuk PerjalananMenuju Kampus Menggunakan Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum Studi Kasus : Universitas Surabaya” (skripsi). Jakarta: Universitas Kristen Petra. Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB. Utama, S.M. 2009. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Percetakan Sastra Washington, S.P., Karlaftis, M.G., Mannering, F.l. 2003, Statistical and Econometric Methods for Transportation Data Analysis, Chapman & Hall, USA. www.ats.ucla.edu/stat/stata/webbooks/logistic