BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak positif bagi negara-negara lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin berkembangnya hasil-hasil produksi buatan Jepang di negara-negara baik di Asia maupun Eropa atau pun Amerika seperti mobil, kamera, handphone, dll yang mampu bersaing dengan produkproduk buatan negara barat. Selain dari teknologi, Jepang juga dapat menjadi panutan yang baik untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Setelah apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, mereka bangkit dari keterpurukan dan berusaha untuk membangun kembali negaranya. Salah satu aspek yang kembali dibangun adalah ekonomi. Namun, meskipun Jepang telah mengalami banyak kemajuan, mereka masih saja dikenal sebagai bangsa yang sangat memegang teguh prinsip dan budayanya (Ronny Sugiantoro,http://lpmhayamwuruk/Daulat/Jepang) .Hal inilah yang menjadikan Jepang sebagai salah satu negara yang patut dijadikan sebagai contoh. Seiring dengan kemajuan Jepang dalam bidang ekonomi, Jepang juga memiliki kemajuan di bidang fashion style (gaya berbusana). Hal ini ditandai dengan semakin luasnya fenomena gaya berbusana mereka baik di negara-negara Asia maupun di negara-negara barat. Sering para pecinta fesyen ini, mengibaratkan Tokyo yakni ibu kota Jepang sebagai Paris kedua yang berada di Asia. Baik dari tatanan rambut, tata rias wajah (make up), sampai busana yang berasal dari negara matahari terbit ini disukai hampir dari seluruh anak muda Asia termasuk Indonesia. Salah satu alasan mengapa Jepang dianggap sebagai Parisnya Asia adalah
Universitas Sumatera Utara
populernya gaya busana yang kini sedang menjadi sorotan dunia bagi negara Jepang yang disebut dengan Harajuku Fashion Street. Istilah fashion street diberikan karena gaya-gaya berbusana Harajuku ini disebut-sebut merupakan hasil kreatifitas berbusana orang-orang yang memakainya dan tentu saja dipamerkan di kawasan Harajuku. Hal ini sesuai dengan yang tertulis pada majalah pacific friend edisi juni 1999 vol.27, “Harajuku is not the fashion of design houses and catwalk,but the fashion of the streets; homemade fashions ,made by the very people who wear them”
Harajuku sendiri sebenarnya adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anakanak muda berkumpul. Lokasinya mencakup sekitar Meiji Jingū, Taman Yoyogi, pusat perbelanjaan Jalan Takeshita (Takeshita-dōri), departement store Laforet, dan Gimnasium Nasional Yoyogi. Harajuku bukan sebutan resmi untuk nama tempat, dan tidak dicantumkan sewaktu menulis alamat. Setelah dibukanya departement store pada tahun 1970-an, Harajuku menjadi pusat busana di Jepang. Kawasan ini, menjadi terkenal diseluruh Jepang setelah diliput majalah fesyen seperti An-an dan non-no. Dan sekitar tahun 1980-an, Jalan Takeshita menjadi ramai dikunjungi orang yang ingin melihat para remaja yang berdandan aneh dan menari dijalanan (takenokozoku), dan setelah di tetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anakanak muda. Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku (http://id.wikipedia.org/wiki/Harajuku). Tidak hanya itu, di daerah ini juga banyak terdapat butik-butik yang menjual berbagai pakaian dan berbagai pernak-pernik yang sedang trend di jepang juga berbagai macam restoran yang membuat tempat ini menjadi salah satu tujuan pariwisata yang
Universitas Sumatera Utara
menarik bagi para wisatawan asing. Tempat ini akan ramai didatangi oleh berbagai remaja yang bergaya harajuku pada hari minggu (http://japan-guide/Harajuku). Di sana akan dijumpai berbagai macam gaya, mulai dari tokoh kartun, gaya seorang punk rock dengan segala pernak-pernik besi sebagai asesoris, gothic dengan ciri khas pakaian dan make up yang serba hitam dan juga yang sedang trend saat ini adalah gaya lolita yang terinspirasi dari gaya berpakaian anak-anak pada masa Victorian, yaitu zaman pemerintahan Inggris pada masa pemerintahan ratu Victoria (1837–1901). Ada pula gaya berbusana yang menyadur dari gaya punk rock. Punk rock sendiri adalah gerakan musik rock anti-establishment yang berasal dari Amerika Serikat, Australia dan Inggris
sekitar
tahun 1974-1975
(http://id.wikipedia.org/wiki/Punk_Rock). Selain
menyadur dari gaya punk rock, harajuku style juga identik dengan sebuah gaya yang disebut gothic. Selain berasal dari kedua gaya tersebut, harajuku style juga banyak menyadur gaya berbusana dari tokoh-tokoh komik atau kartun yang sedang popular di Jepang. Oleh karena begitu terkenalnya kawasan Harajuku ini sebagai tempat anak muda dalam mengekspresikan dirinya dalam berpakaian, maka gaya berpakaian anak-anak muda tersebut dikenal dengan sebutan Harajuku Style. Pada dasarnya beberapa gaya berpakaian tersebut adalah fashion yang berasal dari barat. Yang membedakannya dengan fashion dari dunia barat adalah tentu saja keberanian mereka dalam mengekspresikan diri mereka dalam bentuk style yang dicampur-campur antara budaya lokal dan luar yang benar-benar tidak biasa ditemui ditempat lain pada umumnya. Selain itu gaya harajuku yang saat ini sangat hangat di perbincangkan adalah gaya Cosplay yang berarti costume play, dengan penggunanya yang disebut dengan cosplayer. Cosplay merupakan wujud para remajaremaja Jepang yang mengekspresikan diri mereka ke dalam gaya-gaya tokoh komik
Universitas Sumatera Utara
(anime),
maupun
gaya-gaya
band
Jepang
yang
disebut
dengan
visual
kei
(http//cosplay.co.uk). Menurut surat kabar harian Kompas pada tanggal 24 September 2006, Harajuku adalah semangat dandan yang memuliakan kebebasan berkreasi, kemerdekaan ekspresi dari kaum muda Jepang yang berkembang dijalanan disekitar kawasan Harajuku, Tokyo. Harajuku berkembang menjadi semacam subkultur kaum muda Jepang yang produknya berupa gaya dandanan yang belakangan telah menyebar ke berbagai negara. Harajuku melabrak pakem, tatanan, standar dan segala kredo busana berikut tata rambut dan rias wajah. Hal ini ternyata merupakan bentuk dari pemberontakan dan pelarian atas keseharian mereka ketika berada di bawah kekuasaan bos atau atasan. Tekanan bos dan orang tua yang menuntut standar tinggi untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri menjadi tokoh-tokoh imajinatif dan mencari makna baru. Bahkan di Indonesia sendiri, trend harajuku style ini dipopulerkan oleh para artis-artis penyanyi. Tidak hanya di Indonesia saja, penyanyi-penyanyi yang berasal dari Amerika juga mengakui adanya trend harajuku tersebut didalam kalangan artis-artis terkenal di negaranya. Berdasarkan pada uraian di atas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas tentang maraknya trend mode harajuku pada remaja-remaja jepang dengan judul “FENOMENA GAYA BERPAKAIAN ALA HARAJUKU DALAM KEHIDUPAN REMAJA JEPANG DEWASA INI”
I.2 Perumusan Masalah Fenomena prilaku dari pemuda-pemuda Jepang yang bergaya harajuku saat ini telah menjadi topik yang sangat menarik ketika berbicara tentang Jepang. Bahkan hal ini
Universitas Sumatera Utara
menjadi suatu acuan bagi turis-turis asing yang ingin menikmati fenomena yang mereka anggap langka yang jarang ditemui didaerah-daerah lainnya. Sehingga membuat Jepang saat ini dikenal bukan hanya karena kimono tetapi lebih kepada fenomena harajuku yang mendunia ini. Berdasarkan hal di atas, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kondisi sosial masyarakat perkotaan Jepang khususnya para remaja Jepang sehingga dapat melatarbelakangi terbentuknya fesyen harajuku? 2. Bagaimana gaya berpakaian ala Harajuku yang digunakan remaja Jepang sehingga menjadi salah satu tren fesyen baik di Jepang maupun di negara lain?
I.3 Ruang Lingkup Pembahasan Dari permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar masalah tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus. Dalam kondisinya, selayaknya fesyen yang selalu mengalami perkembangan dari periode ke periode, maka harajuku juga mengalami perkembangan dari awal terbentuknya fesyen ini. Maka dalam analisis ini, penulis akan membahas seputar kondisi sosial pemuda-pemudi jepang dalam berbagai gaya harajuku yang akhir-akhir ini sedang marak diperbincangkan. Penulis akan membahas seputar prilaku, cara berpakaian orang-orang yang bergaya harajuku itu seperti pada gaya lolita, kawaii, decora, dan bermacam gaya cosplay meliputi gaya visual kei dan anime.
Universitas Sumatera Utara
I.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk memiliki atau mengenakan pakaian yang digunakan sebagai penutup diri, identitas diri bahkan suatu bangsa. Namun tidak hanya sampai disitu saja, pakaian saat ini lebih ditujukan sebagai suatu trend fesyen yang sudah menjadi kebutuhan manusia untuk dianggap lebih menarik di hadapan masyarakat luas. Begitu juga yang terjadi di Jepang akhir-akhir ini, trend fesyen yang dikenal dengan sebutan harajuku di Jepang telah menjadi identitas lain dari bangsa Jepang dan telah menjadi kebutuhan berbagai kelompok orang atau para remaja yang memakainya untuk mengekspresikan dirinya dan dianggap menarik perhatian umum. Harajuku sebenarnya adalah sebuah distrik yang didominasi oleh kaum remaja sebagai tempat bagi mereka untuk sekedar bersantai sekaligus mengekspresikan diri lewat penampilan. Berbagai macam gaya berpakaian dan berdandan yang sekarang diadaptasi oleh sekian banyak artis terkenal dan sejumlah anak muda ini sudah menjadi trend sejak tahun 1970. Hal inilah yang membuat Jepang menyandang predikat sebagai Paris of Asia. Di Harajuku dapat ditemui anak-anak muda berlalu lalang layaknya model di atas catwalk dengan berbagai dandanan yang berbeda dan beraneka ragam (Image Jepang di Mata Anak Muda Indonesia, 2007:33). Konsep berpakaian ala harajuku tersebut sangat sesuai dengan yang tertulis dalam Japan an Illustrated Ensyclopedia, bahwa cara berpakaian yang trend dalam sistem kemasyarakatan Jepang bukanlah sesuatu yang menjadi aturan bagi seluruh lapisan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, mereka bebas untuk memilih pakaiannya sebagai cerminan dari karakter yang mereka miliki. b. Kerangka Teori Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak kedalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan sosiologi untuk meneliti tentang fesyen Harajuku. Sosilogi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat, tidak sebagai individu yang terlepas dari kehidupan masyarakat. Fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu pengaruh timbal balik di antara dua orang atau lebih dalam perasaan, sikap, dan tindakan. Ruang kajiannya dapat berupa masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya hidup, struktur, mobilitas sosial, gender, interaksi sosial, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, norma dan sebagainya (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004:3-4). Beberapa ruang kaji sosiologi seperti pada masyarakat, interaksi sosial dan perubahan-perubahan yang terdapat di dalamnya merupakan titik tolak penulis dalam mengkaji tumbuh dan berkembangnya harajuku style dalam kehidupan masyarakat kota di Jepang.
I.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk memberikan informasi tentang kondisi sosial masyarakat perkotaan Jepang yagn menjadi pengkonsumsi fesyen harajuku. 2. Untuk memberikan informasi tentang berbagai macam gaya berpakaian harajuku yang telah menjadi fenomena baik dikalangan pemuda-pemudi jepang maupun dunia. b. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penilitian ini, hasilnya diharapakan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak tertentu, antara lain: 1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang harajuku style dengan lebih spesifik. 2. Bagi pelajar-pelajar bahasa Jepang pada khususnya dan masyarakat pada umumnya diharapkan dapat menambah informasi tentang kebudayaan jepang yang berhubungan dengan trend mode harajuku saat ini.
I.6 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, penulis akan menggunakan Metode Deskriptif dalam proses penulisan kali ini. Menurut Koentjaraningrat(1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan,disusun, diklasifikasikan sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research), dengan mengambil sumber acuan dari berbagai buku yang berhubungan dengan kebudayaan, fashion dan buku-buku panduan yang berkaitan dengan munculnya kebudayaan suatu bangsa serta buku-buku literatur lainnya sebagai literatur tambahan. Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah
Medan, serta Perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di Medan. Selain itu, penulis juga memanfaatkan koleksi-koleksi pribadi, kutipan-kutipan surat kabar dan majalah juga berbagai informasi dari situs-situs internet yang membahas tentang gaya busana harajuku untuk melengkapi data-data penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara