BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan persentase kenaikan paling tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan pada periode waktu yang sama kenaikan di beberapa Negara sebagai berikut : Kenya 34%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk lansianya cepat. Sejak tahun 2000, Indonesia sudah memiliki lansia sebesar 14,4 juta penduduk (7,18% dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2020 diperkirakan akan berjumlah 28,8 juta (11,34%). Hasil pendataan yang dilakukan pada tahun 2007 ditemukan penduduk Lansia berjumlah 18,96 juta (8,42% dari total penduduk) dengan komposisi perempuan 9,04% dan 7,80% laki laki (Badan Pusat Statistik, 2013). Peningkatan jumlah penduduk lansia ini menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi dan kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia lanjut antara lain gangguan fungsi kognitif dan keseimbangan (Hesti dkk. 2008). Berdasarkan studi literatur Wilson et all (2001) angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif
meningkat seiring dengan angka
peningkatan orang usia lanjut. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun
1
2012
melaporkan
bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif
lansia
diperkirakan 121 juta manusia, dengan komposisi 5,8% laki laki dan 9,5% perempuan. National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika melakukan test keseimbangan pada lebih dari 5000 orang berusia 40 tahun atau lebih. Survei tersebut menghasilkan 19% usia kurang dari 49 tahun, 69% responden berusia 7079 tahun, dan 85% usia 80 tahun atau lebih mengalami ketidak seimbangan. Sepertiga dari responden berusia 65 – 75 tahun mengatakan memiliki gangguan keseimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Phillips, 2011). Proses menua adalah suatu proses degenerasi yang terjadi pada setiap orang dan tidak bisa dihindari, namun proses tersebut bisa diperlambat.. Dalam konsep AntiAging Medicine banyak menemukan fakta tentang penyebab proses penuaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rudman
(1990)
telah
memberikan hormon pertumbuhan HGH (Human Growth Hormone)
yang
disuntikkan selama 2 bulan pada 21 pria dan wanita usia antara 61-81 tahun. Hasilnya adalah kondisi tubuh, nilai laboratorium, massa lemak, massa otot, kekebalan kulit dan densitas tulang sangat membaik seperti kondisi pada anak usia 10 tahun. Otak merupakan pusat pengaturan sistem tubuh dan juga sebagai pusat kognitif. Otak merupakan organ tubuh yang rentan terhadap proses degeneratif. Saat otak mulai menua akan terjadi penurunan fungsi otak yang beresiko terjadi penurunan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh, akibatnya
lansia
akan
mengalami gangguan dalam melaksanakan kegiatan rutin sehari harinya dan
2
akhirnya lansia menjadi tergantung pada orang disekitarnya , serta menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Meidiary, 2012). Perubahan sistem neurologis pada lansia mengakibatkan perubahan kognitif, penurunan waktu reaksi, masalah keseimbangan dan kinetik serta gangguan tidur (Mauk, 2010). Suatu penelitian yang dilakukan di Negara Inggris dengan jumlah responden 10.255 orang lansia diatas 75 tahun, menunjukkan bahwa (55%) lansia mengalami gangguan fisik berupa arthritis atau gangguan sendi 50% dari responden mengalami keseimbangan berdiri, 45% dari responden mengalami gangguan fungsi kognitif pada susunan saraf pusat, 35 % pada penglihatan , 35% pada pendengaran , 20 % mengalami kelainan jantung, 20 % ditemukan sesak napas , serta gangguan miksi/ngompol sebesar 10%, dari beberapa gangguan yang terjadi pada lansia dapat mengakibatkan terganggunya atau menurunnya kualitas hidup pada lansia . Kemunduran yang paling banyak ditemukan adalah menurunnya kemampuan memori daya ingat (Foster, 2011). Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor resiko menderita demensia juga akan meningkat. Orang berumur 65 tahun ke atas mempunyai resiko 11 % dan umur 85 tahun keatas resiko semakin besar yaitu 25%-47%. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa Alzheimer menyerang mereka yang berusia diatas 50 tahun, sementara di Indonesia usia termuda yang mengalami penyakit ini berusia 56 tahun. Diperkirakan sebesar 5 % lansia yang berumur 65–70 tahun menderita dimensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahunnya hingga mencapai lebih 45% pada lansia usia diatas 85 tahun (Wibowo, 2007). Prevalensi gangguan kognitif meningkat sejalan dengan
3
bertambahnya usia, kurang dari 3% terjadi pada kelompok usioa 65-70 tahun dan lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas ( WHO, 1998). Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan berkurang seiring penambahan usia karena perubahan pada sistem saraf pusat atau neorologis, sistem sensori seperti sistem visual, vestibuler dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi dan stabilitas baik saat kondisi statis maupun dinamis atau ketika bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain seperti saat berdiri, duduk, transit dan berjalan (Delitto, 2003). Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas normal seharihari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia (Reuser et all., 2011). Tanpa adanya upaya pencegahan yang efektif, peningkatan jumlah populasi lansia akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dengan demensia (Ferri et al., 2005). Salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi fungsi kognitif adalah aktifitas fisik termasuk mobilitas . Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan pergerakan fisik atau gangguan gerak, akan terjadi perbedaan dalam skor fungsi kognitif (Yaffe et al., 2001). Larson dkk. (2006) melakukan studi prospektif untuk mengetahui hubungan antara latihan fisik yang berkesinambungan dan penurunan resiko demensia dan Alhzeimer Dementia..
4
Mereka menyimpulkan bahwa latihan yang berkesinambungan
berhubungan
dengan resiko terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer pada penyakit paruh baya dimana orang orang yang melakukan tiga kali atau lebih per minggu resiko menderita demensia menurun dibandingkan dengan orang yang melakukan latihan fisik kurang tiga kali perminggu. Beberapa tipe latihan diduga dapat menurunkan terjadinya gangguan yang berhubungan dengan lansia seperti Alzheimer Disease dan Demensia Vasculer. Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah fungsi kognitif yang lambat (Foster dkk. 2011).
Aktivitas fisik
bermanfaat mempengaruhi fungsi kognitif usia paruh baya. Dan juga merupakan sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Sarah dkk. 2014). Berbagai studi ilmiah telah membuktikan
bahwa proses penuaan otak
dapat diperlambat dengan berbagai cara yaitu antara lain aktivitas fisik, stimulasi mental dan aktifitas sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok lansia yang mendapatkan berbagai program kegiatan stimulasi otak yang menyenangkan, memiliki fungsi kognitif jauh lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan stimulasi apapun atau dengan obat-obatan saja (Howe et al., 2008). Menurut data Susenas, BPS tahun 2007, Bali merupakan propinsi ke tiga setelah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang memilki persentase lansia terbesar di Indonesia. Di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat, telah dibentuk kelompok kelompok posyandu lansia yang dibina oleh pemegang program lansia Puskesmas,
5
kader posyandu lansia dan PKK. Jumlah sasaran baik pra lansia dan lansia meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah sasaran lansia (usia > 60 tahun) di Puskesmas II Denpasar Barat berjumlah 3. 545 orang (3,9% dari jumlah penduduk) , pada tahun 2013 berjumlah 3.898 orang ( 4,0 % dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2014 berjumlah 4.135 orang ( 4,1% dari jumlah penduduk). Program kesehatan lansia adalah Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas II Denpasar Barat dengan kegiatan di dalam dan di luar gedung. Kegiatan didalam gedung berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, sedangkan kegiatan diluar gedung dilakukan pada posyandu lansia. Desa Dauh Puri Kauh adalah salah satu dari enam desa yang ada di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat dengan jumlah lansia sebanyak 703 orang memiliki enam Posyandu Lansia dimana tiga posyandu mengadakan senam lansia dan tiga posyandu lainnya tidak melakukan senam lansia, dengan jumlah kader posyandu lansia sebanyak 30 orang. Desa Dauh Puri Kauh dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan di desa tersebut frekwensi senam lansianya tiga kali dalam seminggu dibanding desa lainnya. Kegiatan program lansia yang dilakukan pada posyandu lansia adalah senam lansia , pemeriksaan kesehatan dan pemberian makanan tambahan. Jenis senam yang diberikan berupa jenis Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) lansia. Jumlah kunjungan pra lansia dan lansia di Desa Dauh Puri Kauh per bulan selama tahun 2014 berkisar 25-30 orang. Rendahnya kunjungan lansia di posyandu disebabkan lansia belum memahami pentingnya posyandu terutama manfaat senam lansia dalam mencegah gangguan fungsi kognitif. Hasil wawancara yang
6
dilakukan terhadap kader ditemukan beberapa lansia yang sudah mengalami pikun dan gangguan mengingat, serta beberpa lansia mengalami jatuh.
Selama ini
belum pernah dilakukan evaluasi pengaruh SKJ lansia tersebut terhadap peningkatan stimulasi otak ( fungsi kognitif) dan keseimbangan tubuh lansia. Walaupun diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa kegiatan fisik akan mempengaruhi kebugaran fisik tetapi apakah senam yang selama ini diberikan dapat meningkatkan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia? Maka dari itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana program SKJ lansia yang diajarkan tersebut berpengaruh terhadap fungsi stimulus fungsi otak lansia yang secara langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia. Di Bali sendiri telah dikembangkan SKJ
lansia yang diajarkan di
posyandu-posyandu lansia. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan SKJ lansia. Gerakan gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus otak dan kebugaran lansia (Turana, 2013). Penelitian lain terhadap senam lansia di Panti Werdha Wana Seraya Denpasar menunjukkan bahwa Senam Tera Indonesia secara bermakna dapat meningkatkan kebugaran jantung paru lansia, hal tersebut sejalan dengan penelitian terhadap senam lansia di Bali juga berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi (Parwati, 2013). Akan tetapi penelitian pengaruh senam lansia terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia di Bali, belum penulis dapatkan informasinya, untuk itulah penulis perlu mengadakan penelitian tersebut. Dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Menado dengan judul gambaran fungsi kognitif dan keseimbangan
7
pada lansia dikota Manado ditemukan bahwa lansia yang mengalami gangguan kognitif sebesar 93,6% (Ramdhani, 2012). Maka dari itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana program senam lansia yang diajarkan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan stimulus fungsi otak lansia yang secara langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian
di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh? b. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan
fungsi kognitif di posyandu
lansia Desa Dauh Puri Kauh ? c. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan
keseimbangan tubuh lansia di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh ? d. Apakah ada perbedaan fungsi kognitif pada lansia yang melakukan SKJ lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia? e. Apakah ada perbedaan keseimbangan tubuh lansia pada lansia yang melakukan SKJ lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia? f. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh? g. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh
8
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia pada kelompok lansia di desa Dauh Puri Kauh. 1.4.2 Tujuan Khusus Melalui kegiatan penelitian ini dapat diketahui : a.
Gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa dauh Puri Kauh
b.
Hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
c.
Hubungan antara SKJ lansia dengan keseimbangan tubuh di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
d.
Perbedaan fungsi kognitif lansia dari dua kelompok lansia, yaitu kelompok yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan SKJ di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
e.
Perbedaan keseimbangan tubuh lansia dari dua kelompok lansia, yaitu kelompok yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan senam SKJ di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
f.
Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan
fungsi kognitif di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh. g.
Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
9
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat untuk : 1.5.1 Manfaat Teoritis a.
Memberikan informasi yang berguna untuk menambah ilmu pengetahuan.
b.
Hasil penelitian ini dapat mendorong dan membantu penelitian lebih lanjut dalam hal pengembangan metode penelitian.
1.5.2 Manfaat Praktis a.
Bagi Lansia dan Komunitas di Desa Dauh Puri Kauh Manfaat hasil penelitian ini bagi lansia dan keluarga adalah sebagai
informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan keseimbangan lansia. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada komunitas untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh senam terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh sehingga mampu
berperan
sebagai penggerak para lansia untuk rajin melakukan senam lansia. b.
Bagi Puskesmas II Denpasar Barat Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pemegang program
lansia, untuk mengajarkan SKJ lansia pada seluruh kelompok posyandu lansia. c.
Bagi Dinas Kesehatan Mempersiapkan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan,
merumuskan kebijakan dan membuat perencanaan dalam program lansia.
10