BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jasa pelayanan makanan dewasa ini menjadi salah satu jenis bisnis dengan prospek terbesar di dunia. Dalam perkembangannya, kini pelayanan makanan telah meluas ke berbagai macam setting, dari mulai rumah makan, restoran, kantin sekolah, universitas, instalasi rumah sakit, militer, klub olahraga dan organisasi sosial seperti panti asuhan, bahkan hingga perusahaan jasa transportasi (Puckett, 2004). Sebagai bisnis yang berkembang pesat, dalam jasa pelayanan makanan sering dikenal istilah pelayanan prima (excellence service). Pelayanan prima merupakan konsep untuk membuat konsumen merasa penting dan diistimewakan (Barata, 2003). Perusahaan yang mampu memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik konsumen, maka
perusahaan
akan
mampu
memaksimalkan
pengalaman
yang
menyenangkan bagi konsumen dan meminimalkan pengalaman yang mengecewakan terkait pelayanan yang diberikan (Tjiptono & Chandra, 2005). Kepuasan konsumen secara lebih lanjut diketahui mampu mewujudkan loyalitas konsumen terhadap perusahaan (Tjiptono & Chandra, 2005). Konsumen yang loyal terhadap suatu perusahaan cenderung akan kembali membeli atau menggunakan jasa dari perusahaan tersebut karena telah merasakan pengalaman yang menyenangkan sebelumnya (Haery & Badiezadeh,
2014).
Konsumen
tersebut
secara
otomatis
akan
1
merekomendasikan perusahaan kepada orang lain di sekitarnya, atau yang disebut dengan promosi dari mulut ke mulut (positive word-of-mouth). Promosi jenis ini sudah terbukti sebagai strategi promosi yang ampuh dan murah (costeffective) dalam meningkatkan pendapatan (revenue) perusahaan (Ryu & Han, 2010; Josiam et al., 2014). Ditinjau dari ruang lingkupnya, pelayanan makanan terbagi atas tipe komersial, nonkomersial, dan institusional. Pelayanan makanan komersial merupakan tipe pelayanan makanan yang aktivitas primernya meliputi penyiapan (preparasi) makanan dan jasa pelayanan kepada konsumen sekaligus.
Sementara
pada
pelayanan
makanan
nonkomersial
dan
institusional, preparasi dan jasa pelayanan makanan justru menjadi aktivitas sekunder. Contoh pelayanan makanan tipe komersial meliputi restoran cepat saji (fast-food dan quick-service), restoran one-dish-meal, restoran fine-dining, restoran bandara, mini market, restoran buffet dan prasmanan, katering, supermarket, food court, dan outlet makanan di toko-toko retail (Puckett, 2004). Sementara itu, jasa pelayanan makanan pada moda transportasi masuk menjadi salah satu bagian penting dari keseluruhan aspek layanan transportasi yang ditawarkan oleh perusahaan. Contohnya pada layanan maskapai penerbangan, berdasarkan hasil studi Solomon et al. (2006), para penumpang juga mempertimbangkan maskapai penerbangan yang mampu menawarkan makanan terbaik sebagai dasar pemilihan brand maskapai terbaik menurut konsumen. Sehingga pelayanan makanan di dalam perjalanan kini dipandang sebagai bagian dari strategi pemasaran dalam menarik penumpang baik kelas bisnis maupun ekonomi untuk memilih maskapai mereka (O’Hara & Strugnell, 1997).
2
Banyak peneliti di Eropa maupun Asia telah membenarkan bahwa layanan restorasi makanan selama perjalanan menjadi bagian dari daya saing marketing pelayanan perusahaan kepada para penumpang (Frapin-Beaugé et al., 1994; James, 2005; Jones, 1995; Law & Leung, 2000). Khusus pada moda transportasi kereta api, hasil studi menyatakan bahwa fasilitas dasar, keamanan dan keselamatan penumpang, kebersihan di dalam kereta, serta tersedianya pelayanan makanan bagi penumpang selama perjalanan menjadi faktor determinan utama dari kepuasan penumpang terhadap kualitas pelayanan umum yang diberikan (Sheeba & Kumuthadevi, 2013). Penelitian yang dilakukan di perusahaan jasa transportasi kereta api di India tersebut membuktikan bahwa faktor pelayanan makanan ternyata berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan penumpang, meskipun tidak sebesar pengaruh dari faktor fasilitas pelayanan dasar. Temuan dari penelitian tersebut didukung pula oleh hasil penelitian Ryu dan Han (2010) yang meneliti secara lebih spesifik mengenai pengaruh dimensi mutu makanan, mutu pelayanan, dan mutu lingkungan fisik terhadap kepuasan konsumen sebuah restoran di Korea Selatan. Hasilnya diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi mutu makanan, mutu pelayanan, dan mutu lingkungan fisik dengan kepuasan konsumen. Evaluasi konsumen terhadap mutu makanan yang pernah diungkapkan pada penelitian-penelitian di institusi pelayanan makanan terdahulu pada umumnya mencakup atribut yang dapat dinikmati secara langsung (tangible) seperti penampilan, citarasa, kesegaran, dan suhu makanan. Selain itu, ratarata konsumen pun akan menilai sebaik apa atribut pelayanan seperti
3
keandalan, jaminan mutu, empati, ketanggapan yang diberikan oleh petugas kepada konsumen (Josiam et al., 2014). Sejauh ini sebagian besar penelitian mengenai pelayanan makanan pada jasa transportasi baru dilakukan sebatas pada setting maskapai penerbangan. Topik penelitian yang diangkat misalnya pelayanan makanan pada penumpang pesawat yang menempuh perjalanan jarak jauh (FrapinBeaugé et al., 1994) dan hubungan antara citra maskapai penerbangan dengan produk makanan yang dilayani selama penerbangan (James, 2005). Topik-topik di atas sebenarnya menarik untuk diteliti di moda transportasi massal yang saat ini sedang naik daun, yaitu kereta api. Meskipun terdapat layanan restorasi makanan, namun sayangnya hingga saat ini belum banyak studi yang dikembangkan pada setting kereta api. Dewasa ini kereta api merupakan moda transportasi yang memiliki tren peningkatan animo konsumen. Hingga April 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis adanya peningkatan jumlah pengguna kereta api di seluruh wilayah Indonesia sebesar 37,22% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (BPS, 2013). Masyarakat kini mulai banyak yang memilih kereta api, baik untuk menempuh perjalanan jarak dekat maupun jarak jauh karena alasan hemat biaya dan bebas dari risiko kemacetan lalu-lintas. Pemerintah pun ke depan berkomitmen untuk semakin mengembangkan moda transportasi massal berbasis rel ini. Demikian pula dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang berperan selaku operator, dalam beberapa tahun ini juga telah menunjukkan keseriusannya untuk semakin menyempurnakan kualitas pelayanannya terhadap konsumen. Buktinya, perusahaan tersebut mampu
4
memperoleh penghargaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbaik pada tahun 2013 dari pemerintah (PT KAI, 2013). Mengingat begitu pentingnya manfaat dari pelayanan prima terhadap konsumen, seperti yang dijelaskan di awal, sesungguhnya hal ini perlu diperhatikan oleh seluruh institusi jasa pelayanan, termasuk moda transportasi kereta api. PT Reska Multi Usaha, anak perusahaan yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan restorasi kereta api untuk mencapai pelayanan prima wajib untuk selalu memperhatikan keluhan dan masukan dari penumpang. Selama ini mayoritas penumpang yang menjadi konsumen restorasi kereta api menghendaki agar perusahaan semakin memperbaiki mutu makanan yang disajikan dan pelayanan yang diberikan terutama dalam hal aspek rasa dan harga makanan. Konsumen senantiasa mengharapkan bagaimana mereka dapat memperoleh hidangan yang memiliki rasa yang lezat dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat umum serta dilayani dengan ramah dan bersahabat. Masyarakat, dalam hal ini kalangan akademisi juga dapat ikut serta berperan mengontrol kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan, salah satunya melalui penelitian atau kajian ilmiah. Oleh karena itu, penelitian pada setting jasa restorasi kereta api ini dilakukan sebagai salah satu kontribusi untuk menjawab peluang tersebut.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian berikut: Bagaimana pengaruh mutu makanan dan mutu pelayanan terhadap kepuasan penumpang?
5
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh mutu makanan dan mutu pelayanan terhadap kepuasan penumpang pada pelayanan makanan restorasi kereta api. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui mutu makanan pada pelayanan makanan restorasi kereta api. b. Mengetahui mutu pelayanan pada pelayanan makanan restorasi kereta api. c. Mengetahui pengaruh mutu makanan dan mutu pelayanan terhadap kepuasan umum penumpang pada pelayanan makanan restorasi kereta api. d. Mengetahui pengaruh mutu makanan dan mutu pelayanan terhadap intensitas pembelian penumpang pada pelayanan makanan restorasi kereta api.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengalaman bekerja sama dengan manajemen pelayanan makanan restorasi kereta api. 2. Bagi Perusahaan Restorasi Kereta Api
6
Penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen dan penentuan strategi lain yang mendukung perusahaan menuju pelayanan prima. 3. Bagi Penumpang Kereta Api Dengan adanya peningkatan mutu makanan diharapkan para konsumen mampu mendapatkan kepuasan pelayanan yang sesuai dengan harapan. 4. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi dan sumbangan pengetahuan untuk penelitian lebih lanjut di bidang pelayanan makanan pada moda transportasi publik.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Josiam et al. (2014) yang berjudul “Assessing quality of food, service and customer experience at a restaurant: the case of a student run restaurant in the USA”. Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara mutu makanan, pelayanan, dan pengalaman konsumen dengan kepuasan konsumen pada setting restoran yang manajemennya dijalankan oleh mahasiswa atau disebut dengan Student-Run Restaurant (SRR). Hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan analisis regresi ada hubungan yang signifikan antara atribut mutu makanan (F=4,212; p<0,05) dan pelayanan (F=6,146; p<0,05) dengan kepuasan konsumen (patron) pada SRR. Persamaan penelitian Josiam et al., (2014) dengan penelitian yang
7
dilakukan adalah sama-sama menggunakan skala pengukuran Likert di dalam kuesionernya, dan variabel kualitas pelayanan juga diikutkan dalam analisis. Perbedaan penelitian Josiam et al. (2014) dengan penelitian yang dilakukan adalah teknik sampling yang digunakan merupakan purposive sampling, lokasi penelitian berada di moda transportasi kereta api, dan subjek penelitian tidak akan diklasifikasikan ke dalam kelompok. 2. Haery & Badiezadeh (2014) yang berjudul ”Studying the effect of food quality dimensions (physical environment, food and services) on mental image of the restaurant and customers' satisfaction and intentions based on kisang's model”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh dimensi mutu makanan (lingkungan fisik, makanan, dan pelayanannya) terhadap mental image sebuah restoran, kepuasan konsumen, dan motif konsumen. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi mutu makanan dengan mental image konsumen terhadap restoran (β=0,36; p<0,01) dan persepsi konsumen (β=0,18; p<0,01). Selain itu, justru ada hubungan negatif antara mental image konsumen dengan kepuasan konsumen (β=0,20; p<0,01). Hasil yang lain menunjukkan bahwa mental image konsumen berpengaruh positif dan signifikan (β=0,18; p<0,01) terhadap persepsi konsumen. Kemudian, ditemukan pula bahwa persepsi konsumen berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen (β=0,61; p<0,01), di mana kepuasan konsumen tersebut berpengaruh positif dan signifikan (β=0,56; p<0,01) pada pembelian kembali konsumen. Persamaan penelitian Haery & Badiezadeh (2014) dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti variabel penilaian mutu makanan menurut
8
konsumen dan metode sampling menggunakan convenience sampling. Perbedaan penelitian Haery & Badiezadeh (2014) dengan penelitian yang dilakukan adalah desain penelitian yang digunakan merupakan studi korelasi, lokasi penelitian berada di moda transportasi kereta api, dan skala pengukuran kuesioner tidak mengadopsi skala Ryu. 3. Sheeba & Kumuthadevi (2013) yang berjudul “Service quality of south indian railway- determinants of passenger satisfaction in trains”. Peneliti ingin mengidentifikasi faktor-faktor determinan mutu layanan yang berpengaruh dalam kepuasan penumpang. Secara spesifik, penelitian ini menganalisis kepuasan penumpang dari tujuh faktor dan 16 variabel. Kemudian dicari faktor mana yang paling dominan berpengaruh dan faktor mana yang paling sedikit berpengaruh. Hasilnya, faktor yang paling dominan berpengaruh (λ=3,872; r=0,774) terhadap kepuasan konsumen adalah fasilitas dasar, keamanan dan keselamatan. Faktor pelayanan restorasi makanan juga dianalisis, namun faktor ini hanya sedikit berpengaruh
(λ=1,534;
r=0,530)
terhadap
kepuasan
penumpang.
Sementara perilaku petugas terhadap penumpang merupakan faktor determinan yang paling sedikit berpengaruh (λ=0,866; r=0,424) terhadap kepuasan penumpang. Persamaan penelitian Sheeba & Kumuthadevi (2013) dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama dilakukan pada moda transportasi kereta api, variabel tersedianya pelayanan makanan selama di perjalanan ikut diteliti, dan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Perbedaan penelitian Sheeba & Kumuthadevi (2013) dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel yang diteliti mengenai pelayanan makanan lebih dispesifikkan mengenai mutu
9
makanan dan pelayanan, subjek penelitian hanya penumpang di dalam perjalanan kereta api, dan desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi. 4. Ryu & Han (2010) yang berjudul “Influence of the quality of food, service, and physical environment on customer satisfaction and behavioral intention in quick-casual restaurants: moderating role of perceived price”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi mutu makanan, mutu layanan, dan mutu lingkungan fisik sebuah restoran dengan kepuasan konsumen. Hasilnya, berdasarkan analisis regresi multivariat terdapat hubungan yang signifikan (R2=0,416; p<0,001) antara dimensi mutu makanan, mutu layanan, dan mutu lingkungan fisik dengan kepuasan konsumen. Persamaan penelitian Ryu & Han (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama menganalisis variabel mutu makanan dan pelayanan,
analisis multivariat
regresi digunakan dalam uji
hipotesisnya. Perbedaan penelitian Ryu & Han (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi penelitian berada di moda transportasi kereta api dan metode pengumpulan data yang digunakan hanya melalui kuesioner, tidak disertai dengan focus group discussion (FGD).
10