BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Demam merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh mengalami peningkatan di atas normal. Seseorang dapat dikatakan demam jika suhu tubuhnya mencapai lebih dari 37,50C. Demam pada dasarnya dapat dialami oleh seluruh kalangan usia, mulai dari bayi sampai orang lanjut usia. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya demam menunjukkan bahwa mekanisme dalam tubuh berjalan normal dalam melawan penyakit yang menimbulkan reaksi infeksi oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Alves J, Camara N, Camara C (2008), demam merupakan gejala yang paling sering muncul pada penyakit anak-anak. Kurang lebih 19% sampai 30% pasien yang datang pada kegawatdaruratan pediatrik disebabkan oleh demam. Walaupun demam menandakan bahwa fisiologis tubuh berjalan dengan baik dalam menghadapi penyakit, efek yang diberikan dianggap menganggu dan membuat resah orang tua. Karena itu, tenaga kesehatan biasanya melakukan pengobatan demam secara simtomatis. Demam juga memberikan efek psikologis kepada orang tua pasien, utamanya ibu yang akan mulai khawatir jika anaknya mulai menunjukkan tanda-tanda demam. Sikap ini kemudian disebut fobia demam (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Kekhawatiran ibu sebenarnya tidak sepenuhnya salah, karena terdapat beberapa efek fisiologis pada bayi dengan demam. Suhu tubuh anak lebih muda
1
2
berfluktuasi ketika mendapatkan paparan. Dengan sedikit paparan panas tinggi, suhu tubuh anak dapat meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu yang terlalu tinggi inilah yang nantinya dapat menimbulkan kegawat daruratan mulai dari dehidrasi sampai kejang (Bardu TY, 2014). Di Indonesia sudah dilakukan studi mengenai angka kejadian demam oleh Bakry B, Tumbelaka A, Chair I (2008) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada studi tersebut mereka menggunakan rentang lama demam yaitu demam panjang, dimana demam dengan suhu tubuh di atas 380C dan menetap selama delapan hari. Pada studi mereka ditunjukkan bahwa angka kejadian demam panjang adalah 2% dari seluruh pasien yang mana mereka anggap sejalan dengan estimasi penelitian-penelitian sebelumnya. Di antara faktor penyebab demam yang ada, ditemukan bahwa 80% kejadian demam disebabkan oleh infeksi (Bakry B, Tumbelaka A, Chair I; 2008). Penanganan yang dilakukan untuk pasien demam mencakup penanganan langsung ke arah kausa dan penanganan simtomatis. Untuk penanganan simtomatis dapat dilakukan intervensi farmakologis dan intervensi fisik (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Antipiretik merupakan golongan obat yang menjadi bentuk utama dalam intervensi farmakologis. Golongan ini bekerja dengan menginhibisi sintesis prostaglandin, dengan tujuan untuk mengurangi stimulasi set-point temperatur di hipotalamus (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Pemberian obat antipiretik dianggap sebagai bentuk lini pertama penanganan demam. Penggunaan metode ini sangat bermanfaat untuk pasien dengan risiko, misalnya risiko kejang demam (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
3
Penggunaan antipiretik juga merupakan langkah yang diutamakan pada tingkat rumah tangga. Banyak orang tua langsung memberikan obat penurun panas karena mudahnya mencari obat-obatan antipiretik. Obat penurun panas yang biasa diberikan adalah yang berbahan dasar kimia seperti parasetamol, asam salisilat, ibuprofen, dan aspirin. Hal ini dilakukan karena dianggap praktis dan mudah. Walau demikian, penggunaan obat-obatan tentunya memiliki beberapa masalah keamanan, misalnya alergi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani, 2013). Selain terapi farmakologis, digunakan intervensi fisik yang salah satu contohnya adalah tepid sponging. Metode ini bekerja pada tingkat metabolik pasien yang sudah dialterasi saat ada perubahan set point. Dilihat dari sisi positifnya, metode ini cenderung lebih murah, tersedia cepat, dan mudah dipakai. Namun demikian, masih belum sepenuhnya jelas keefektifan dari penggunaan metode ini saat digabungkan dengan antipiretik umum (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Terdapat dua jenis metode kompres yang dikenal secara umum, yaitu kompres air dingin dan kompres air hangat (Susanti N, 2012). Dahulu kompres dingin merupakan pilihan, dengan anggapan bahwa suhu rendah yang dihasilkan dapat melawan suhu panas yang dihasilkan oleh tubuh. Namun seiring waktu, kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena kompres dingin tidak menurunkan demam, bahkan demam cenderung naik, dan dapat juga meyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Dewasa ini, kompres air hangat lebih dianjurkan untuk digunakan. Kompres air hangat menjadi lebih superior dari kompres air dingin melalui mekanisme kerja yang dimilikinya. Kompres air hangat mempengaruhi suhu
4
tubuh dengan cara memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi). Pelebaran ini nantinya akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Melalui aliran darah yang lebih deras ini, sel tubuh diberikan tambahan nutrisi dan oksigen lebih. Selain itu sampah tubuh (waste product) juga lebih cepat dibuang. Peningkatan ini pada akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan dan memberikan efek menyejukkan. Selain dua metode kompres di atas, sekarang juga tersedia kemudahan dengan tersedianya jenis kompres yang baru, yaitu kompres plester. Kompres jenis ini mudah diperoleh di apotek dan di toko-toko sekitar rumah. Bahan utama kompres ini adalah hydrogel on polyacrylate-base dengan kandungan paraben dan mentol dengan formulasi sedemikian rupa sehingga mampu mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester kompres. Cara penggunaannya cukup dengan menempelkan plester di bagian tubuh tertentu seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Ketiga area tersebut merupakan letak pembuluh besar di tubuh. Berdasarkan studi oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013), kompres plester masih lebih inferior dibandingkan bentukan kompres hangat dalam hal kecepatan penurunan suhu (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Beberapa penelitian yang dilakukan untuk melihat efektivitas penurunan demam dengan menggunakan tepid sponging dan kompres hangat terlihat beberapa kebaikan. Perbedaan dari tepid sponging dan kompres hangat terletak pada adanya penyekaan tubuh di tepid sponging, sehingga pada rancangan penelitian kali ini, peneliti berniat untuk membandingkan efektifitas antara penggunaan tepid sponging dengan kompres plester. Penelitian akan dilakukan di UPT Puskesmas
5
Mengwi I. Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada lokasi tersebut, ditemukan bahwa tujuh dari sepuluh ibu yang mengantar anaknya ke puskesmas karena adanya keluhan demam, mengatakan bahwa mereka cukup terganggu dengan efek yang ditimbulkan akibat demam pada anak (menangis, tidak mau makan, tampak lesu). Sebanyak enam dari sepuluh ibu mengatakan bahwa tindakan pertama yang mereka lakukan setelah mengetahui anaknya mengalami demam adalah memberikan obat golongan antipiretik. Menurut mereka, jika ditemukan demam tidak turun, mereka baru akan membawa anak mereka ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Sisanya melakukan tindakan berupa pemberian kompres dengan menggunakan air hangat, dingin, dan beberapa tindakan yang dipercaya mampu menurunkan demam, seperti pemijatan dengan menggunakan bawang merah dan minyak kelapa. Kompres yang dilakukan oleh merekapun diketahui menggunakan air hangat dan air dingin di mana kompres diletakkan sebagian besar pada dahi dan perut. Sehingga penelitian kali ini dilaksanakan di Puskesmas karena Puskesmas adalah lini pertama pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat, di mana demam adalah salah satu gejala yang sering tampak.
1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dikaji pada penelitian ini adalah berapa besarkah efektifitas penggunaan tepid sponging dan plester kompres?
6
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi dalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1.3.1 Tujuan umum: Mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan plester kompres
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di UPT
Puskesmas Mengwi I.
1.3.2 Tujuan khusus: 1.
Mengidentifikasi karakteristik anak dengan demam di UPT Puskesmas Mengwi I.
2.
Mengidentifikasi suhu tubuh sebelum dilakukan pemberian intervensi tepid sponging dan kompres plester.
3.
Mengidentifikasi suhu tubuh setelah dilakukan pemberian intervensi tepid sponging dan kompres plester.
4.
Menganalisis perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan anak mengenai efektivitas terapi tepid sponging dan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan demam.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi praktisi kesehatan tentang salah satu alternatif terapi dalam menurunkan suhu tubuh bagi pasien yang mengalami demam di pelayanan kesehatan. 2. Diharapkan penelitian ini dapat membantu orang tua untuk mengetahui penanganan pada anak dengan demam pada tatanan rumah tangga.