BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan
adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang cukup diminati, baik sebagai bahan konsumsi maupun komoditas perdagangan dalam dan luar negeri. Komoditas jamur konsumsi memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Proses budidaya jamur konsumsi pun tergolong mudah, waktu budidaya yang relatif singkat, dan dapat dilakukan di sebagian besar tempat di Indonesia yang umumnya bersuhu hangat. Kondisi tersebut ditunjang pula oleh mudahnya pengadaan bibit dan media tanamnya. Jamur konsumsi juga memiliki keunggulan lain yaitu memiliki kandungan gizi tinggi, bercita rasa lezat, dan di samping itu berkhasiat pula sebagai bahan obat. Kondisi ini didukung pula dengan adanya proses budidaya jamur konsumsi yang sebagian besar tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia yang dapat membahayakan kesehatan, sehingga jamur aman untuk dikonsumsi. Berbagai keunggulan yang dimiliki tersebut menjadikan jamur konsumsi semakin diminati untuk dibudidayakan dari tahun ke tahun, baik sebagai usaha sampingan berskala rumah tangga hingga usaha berskala besar. Jamur tiram merupakan salah satu jamur konsumsi yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Terdapat beberapa jenis jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah jambu, jamur tiram abuabu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur tiram kuning. Namun,
2
jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Martawijaya dan Nurjayadi 2010). Jamur tiram merupakan jenis sayuran yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Budidaya jamur tiram memanfaatkan limbah industri penggergajian kayu sehingga dapat mengurangi limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan kayu. Usaha budidaya jamur tiram ini dianggap potensial dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat karena usaha ini dapat dijalankan dengan modal yang relatif kecil dan dapat dikerjakan dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2009), permintaan jamur tiram bukan saja datang dari pasar domestik, namun juga dari pasar luar negeri atau ekspor. Kesempatan inilah yang membuka peluang bisnis budidaya jamur tiram dan olahan yang berbahan baku jamur tiram. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat, hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram. Sebagai tanaman sayuran, jamur tiram berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat. Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008), selain rasanya yang lezat, jamur tiram juga bergizi tinggi sehingga memiliki cukup besar manfaat bagi kesehatan manusia, oleh sebab itu jamur tiram dapat dianjurkan sebagai alternatif bahan makanan dalam menu sehari
3
- hari. Jamur tiram mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram mengandung berbagai macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Minat masyarakat untuk mengkonsumsi jamur terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir sehingga berpengaruh positif terhadap permintaan jamur. Permintaan jamur terus meningkat, berapapun jumlah jamur yang diproduksi petani selalu habis terserap oleh pasar. Pasar jamur masih terpusat di kota-kota besar di mana banyak tinggal orang asing maupun orang indonesia dari kelas menengah ke atas, yang sudah biasa mengkonsumsi jamur sehari-hari, karena mengingat harga jamur yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan sayuran lain. Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil bila dibandingkan dengan sayuran lainnya, hal ini disebabkan karena jamur tiram tidak termasuk dalam komoditas pokok seperti beras, cabai, dan bawang merah (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008). Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat distribusi harga jamur yang terdiri atas jamur merang, jamur tiram, jamur kuping, dan jamur shitake. Harga jamur tersebut bervariasi, baik dalam bentuk segar maupun kering. Jamur shitake merupakan jamur yang paling mahal harganya bila dijual dalam bentuk segar. Jamur tiram putih dalam bentuk kering harganya paling mahal. Untuk lebih jelasnya, seperti yang disajikan pada Tabel 1.1.
4
Tabel 1.1. Harga Jamur Unggulan di Indonesia Tahun 2008 Jenis Jamur
Harga Jamur (Rp/Kg) Segar Kering 9.000-10.000 6.000-8.000 250.000 7.000-8.000 21.000-35.000 23.000-35.000 130.000
Jamur merang Jamur tiram Jamur kuping Jamur shiitake Keterangan: (-) Tidak ada data Sumber : Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI) 2008
Pemasaran jamur tiram di Provinsi Bali cukup potensial khususnya untuk kebutuhan hotel, restoran, swalayan, dan pasar tradisional. Namun petani jamur tiram di Provinsi Bali belum bisa memenuhi permintaan pasar karena belum banyak mengetahui teknologi dalam budidaya jamur dan kurangnya pengalaman yang mereka miliki. Jamur tiram patut diperhitungkan sebagai komoditi andalan pada sektor agribisnis, karena jamur tiram memiliki nilai ekonomis yang tinggi, salah satunya untuk bisnis makanan olahan serta dipergunakan sebagai bahan obat. Menurut Ketua Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI) Cabang Bali Ida Ayu Mariana Endang Marka, kebutuhan jamur tiram di Provinsi Bali sekitar 1.000 kg setiap bulannya pada tahun 2006. Namun karena sedikitnya jumlah petani yang membudidayakan jamur tiram di Bali, mengakibatkan permintaan pasar tidak dapat terpenuhi. Oleh sebab itu keberadaan jamur tiram dipasaran baik pasar tradisional maupun pasar swalayan menjadi langka. Bila dibandingkan dengan bercocok tanam jenis sayuran lainnya, kelemahan masyarakat dalam budidaya jamur tiram sebagian besar karena belum mengetahui
5
teknik budidaya, bagaimana cara memasarkan serta mengkalkulasi keuntungan yang diperoleh (Bali Post, 2006). Dalam rangka menyiasati lahan pertanian yang kian menyempit akibat alih fungsi lahan di Kota Denpasar, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar memiliki strategi untuk mengatasi permasalahan ini. Selain tetap menjaga produksi padi dan palawija tetap tinggi, kini tengah dikembangkan budidaya jamur tiram dan anggrek potong. Bahkan, budidaya jamur tiram yang telah dimulai awal tahun 2010 lalu, kini sudah banyak peminatnya. Sasarannya diarahkan untuk dapat merangsang minat generasi muda menggeluti bidang pertanian (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, 2011). Budidaya jamur tiram di Kota Denpasar tidak memerlukan lahan luas dan biaya yang besar. Mengenai pemasaran hasil, para petani tidak mengalami kesulitan yang berarti karena jamur tiram kini telah banyak dikenal, jadi masyarakat yang ada di sekitaran Kota Denpasar dapat langsung mendatangi lokasi budidaya atau kumbung jamur petani. Permintaan jamur tiram yang berasal dari luar Kota Denpasar, saat ini belum dapat dipenuhi mengingat jumlah usaha budidaya jamur tiram yang masih sedikit dan skala usaha yang kecil (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar, 2011). Usaha budidaya jamur tiram yang dikembangkan masyarakat di Kota Denpasar memiliki prospek yang cerah kedepannya mengingat permintaan pasar yang tinggi. Meskipun permintaan jamur tiram di Kota Denpasar saat ini cukup tinggi, petani yang membudidayakan jamur tiram memiliki kekhawatiran terhadap
6
pemenuhan permintaan konsumen, karena sampai saat ini petani tidak memiliki informasi pasti terkait jumlah permintaan jamur tiram di Kota Denpasar. Kejelasan informasi terkait jumlah pemintaan dibutuhkan petani untuk meningkatkan produktivitas usahanya dan memilih alur pemasaran yang tepat. Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang dijual dalam kondisi segar. Seperti sifat umum pada komoditas hortikultura lainnya, jamur tiram juga bersifat mudah rusak (perishable) sehingga diperlukan pemasaran dan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat. Menurut Widiastuti dan Harisudin (2013), persoalan pokok pada pemasaran komoditas pertanian adalah fluktuasi produksi karena sifatnya yang musiman (seasional), relatif panjang (gestation period), mudah rusak (perishable), dan butuh ruang (bulky). Proses pemasaran yang dilakukan harus cepat agar produk tidak rusak dan layu saat sampai ke tangan konsumen, karena produk yang rusak akan menurunkan harga jual atau bahkan tidak akan laku dijual. Pemasaran jamur tiram yang cepat dan tepat dapat diwujudkan dengan pengelolaan arus barang, informasi, dan keuangan dari petani jamur tiram sampai pada konsumen yang dilakukan melalui integrasi dalam sebuah rantai pasokan. Pasokan jamur tiram penting untuk diperhatikan karena menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap jamur tiram dan agar petani selaku produsen memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dalam usaha budidaya jamur tiram ini dapat dicapai apabila rantai kegiatan yang dimulai dari penyediaan bahan baku (baglog), hingga produk akhir sampai ke tangan konsumen terkelola dengan baik. Pengelolaan rantai pasokan ini dikenal dengan
7
istilah Manajemen Rantai Pasok (MRP). Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang tepat untuk menjaga kualitas dan kuantitas jamur tiram sesuai dengan permintaan konsumen. Adanya pengelolaan distribusi, logistik, dan pengelolaan rantai pasok yang baik akan membantu mengurangi risiko kegagalan produk. Belum ada evaluasi mekasnisme dan kinerja pemangku kepentingan dalam rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar. Hal ini mendorong untuk mengkaji manajemen rantai pasok jamur tiram yang ada di Kota Denpasar.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana mekanisme rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar? 2. Bagaimana kinerja rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan mekanisme rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar 2. Menjelaskan kinerja rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar
8
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi pemasok baglog, petani, dan lembaga pemasaran sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan manajemen rantai pasok
usaha budidaya jamur tiram agar
dapat berjalan dengan baik. 2. Bagi kalangan akademis, untuk tambahan informasi sebagai bagian dari temuan empirik dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas rantai pasokan jamur tiram di Kota Denpsar yang
dimulai dari pemasok baglog sampai ke konsumen akhir. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme rantai pasok jamur tiram ditinjau dari aliran komoditas, aliran finansial, dan aliran informasi serta menganalisis kinerja rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar dengan pendekatan efisiensi pemasaran.