BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program pemerintah yang dilaksanakan pada awal tahun 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu serta komprehensif yang terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan darurat medis, dan pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan kefarmasian (Kementerian Sekretariat Negara RI, 2015). Berdasarkan peraturan badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan nomor 1 tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan suatu badan hukum yang berperan sebagai penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014). BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraannya terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). Salah satu FKTP adalah Bidan Praktik Mandiri atau yang selanjutnya disebut BPM (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). BPM merupakan praktik bidan secara mandiri yang memberikan pelayanan dalam lingkup kebidanan, dimana bidan praktik mandiri dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki, dapat memberikan pelayanan kebidanan kepada pasien. xvii 1
2
Salah satu persyaratan untuk dapat menjalankan praktik secara mandiri, bidan harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tolak ukur dalam menentukan kesehatan suatu bangsa. Dalam hal ini, diharapkan dengan bantuan bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat khususnya dalam hal pelayanan kebidanan, dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan AKI dan AKB (Helmizar, 2014). Dalam era JKN, sangat penting bagi bidan untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Namun BPM tidak dapat bekerjasama secara langsung dengan BPJS Kesehatan. Berdasarkan pasal 8 ayat 3c dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN menyebutkan bahwa praktik bidan dan atau perawat, harus memiliki perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya. Jelas tercantum pada pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan dapat bekerjasama secara langsung dengan bidan dan atau perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam undang-undang apabila di suatu kecamatan tidak terdapat praktik dokter sesuai dengan Ketetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Pelayanan kebidanan dan neonatal yang diberikan kepada pasien berdasarkan ketentuan BPJS Kesehatan terdiri dari pelayanan pemeriksaan
3
kehamilan atau Antenatal Care (ANC), Persalinan, Pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pasca persalinan atau Postnatal Care (PNC), dan pelayanan KB (BPJS Kesehatan, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Niko dan Chalidyanto (2014) masih terdapat beberapa bidan yang merasa tidak ada kejelasan informasi mengenai JKN. Hal ini disebabkan karena tidak diperolehnya sosialisasi langsung dan belum adanya edaran/petunjuk teknis. Hal ini menyebabkan sebagian bidan merasa kurang jelas terhadap prosedur pelaksanaan kerjasama, penyelesaian kendala seperti ketertundaan pembayaran jasa, pembayaran penggantian pelayanan seperti adanya pemotongan tarif dan besar kompensasi pelayanan non kapitasi, sistem dan fasilitas perujukan, pelaksanaan pemantauan, serta pelaporan khusus peserta Jaminan Kesehatan. Perubahan yang dirasakan oleh bidan diantaranya adalah perubahan persyaratan klaim, informasi biaya dan sistem rujukan yang kurang jelas. Ketentuan BPJS Kesehatan menyatakan bahwa prosedur klaim pelayanan kebidanan dan neonatal oleh bidan jejaring dokter keluarga yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dilaksanakan melalui perantara dokter keluarga yang merupakan fasilitas pelayanan kesehatan induknya dimana, klaim akan masuk ke rekening dokter, setelah itu baru akan didistribusikan kepada BPM sesuai dengan pelayanan yang telah diberikan. Jasa klaim yang akan diterima oleh BPM akan dipotong maksimal 10% dari seluruh total pengklaiman oleh dokter keluarga sebagai jasa pembinaan dan pengurusan administrasi (BPJS Kesehatan, 2014). BPJS Kesehatan Cabang Klungkung membawahi empat Kabupaten di Bali yang terdiri dari Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli. Berdasarkan data BPJS Kesehatan tahun 2015, jumlah tenaga
4
kesehatan khususnya BPM yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di masingmasing wilayah kerja BPJS Kesehatan cabang Klungkung, berjumlah kurang lebih 22 orang untuk wilayah Klungkung, 41 orang untuk wilayah Karangasem, dan 44 orang untuk wilayah Gianyar. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan khususnya bidan, berdasarkan data IBI Kabupaten Bangli, menyatakan bahwa total keseluruhan jumlah bidan di Kabupaten Bangli yaitu 293 orang. Jumlah bidan yang memiliki praktik mandiri atau BPM yaitu 64 orang. Berdasarkan keterangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli serta BPJS Kesehatan Cabang Klungkung, di Kabupaten Bangli belum terdapat bidan praktik mandiri yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPM di Kabupaten Bangli belum berpartisipasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan kepada beberapa BPM diperoleh informasi bahwa prosedur kerjasama merepotkan BPM sehingga mereka enggan untuk berpartisipasi dalam JKN. Dengan demikian, peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bangli. 1.2 Rumusan Masalah Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat khususnya dalam hal pelayanan kebidanan, dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan AKI dan AKB. Berdasarkan pasal 8 ayat 3c dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN menyebutkan bahwa praktik bidan dan atau perawat, harus memiliki perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya. Kurangnya informasi terkait prosedur kerja sama dengan BPJS Kesehatan serta ketentuan terkait tarif pelayanan kebidanan dan neonatal menjadi
5
kendala bagi BPM untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya partisipasi BPM dalam JKN khususnya di Kabupaten Bangli. Sehingga dengan memperoleh gambaran peran serta BPM dalam JKN di Kabupaten Bangli pada penelitian ini, diharapkan adanya masukan-masukan yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman bagi pemegang kebijakan agar kedepannya dapat menyempurnakan kebijakan terkait peran serta BPM dalan JKN. 1.3
Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik
mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional ? 1.4 1.4.1
Tujuan Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik
mandiri dalam JKN. 1.4.2 1)
Tujuan Khusus Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN dari perspektif BPM.
2)
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN dari perspektif dokter keluarga.
3)
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN dari perspektif Dinas Kesehatan.
6
1.5 1.5.1
Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk memperkuat
hasil studi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN. 1.5.2 1)
Manfaat Praktis Bagi Bidan Dapat menjadi informasi tambahan dalam upaya mengoptimalkan pelayanan yang akan diberikan kepada pasien serta sebagai acuan peran serta bidan dalam JKN.
2)
Bagi Masyarakat Dapat mengetahui lebih banyak mengenai peran serta bidan dalam era JKN sehingga kedepannya masyarakat dapat memberikan dukungan bagi program yang berlangsung terkait pelayanan kebidanan.
3)
Bagi Pemerintah Dapat memberikan informasi kepada pemerintah terkait peran serta bidan pada era JKN sehingga nantinya dapat mempertimbangkan kesejahteraan bidan.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang keilmuan Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan khususnya mengenai Faktor-Faktor yang Menghambat Peran Serta BPM dalam JKN.